Well, I thought there would be a podium, so I'm a bit scared. (Laughter) Chris asked me to tell again how we found the structure of DNA. And since, you know, I follow his orders, I'll do it. But it slightly bores me. (Laughter) And, you know, I wrote a book. So I'll say something -- (Laughter) -- I'll say a little about, you know, how the discovery was made, and why Francis and I found it. And then, I hope maybe I have at least five minutes to say what makes me tick now.
Baiklah, saya kira akan ada podium di sini, jadi saya agak gugup. (Tawa) Chris meminta saya untuk menceritakan kembali bagaimana kami menemukan struktur DNA. Jadi karena saya tunduk, saya akan lakukan. Tapi sebenarnya ini agak menjemukan bagi saya. (Tawa) Anda tahu, saya menulis sebuah buku. Jadi saya akan menceritakan sesuatu -- (Tawa) -- Saya akan berkisah tentang bagaimana penemuan itu dilakukan, dan mengapa Francis dan saya menemukannya. Dan saya harap mungkin saya masih punya setidaknya lima menit untuk menyatakan apa yang membuat saya seperti saat ini.
In back of me is a picture of me when I was 17. I was at the University of Chicago, in my third year, and I was in my third year because the University of Chicago let you in after two years of high school. So you -- it was fun to get away from high school -- (Laughter) -- because I was very small, and I was no good in sports, or anything like that.
Di belakang saya adalah foto saya saat berumur 17 tahun. Saya berada di Universitas Chicago di tahun ketiga, saya berada di tahun ketiga karena Universitas Chicago memperbolehkan kuliah setelah berada 2 tahun di SMA. Jadi ternyata sangat menyenangkan untuk meninggalkan bangku SMA -- (Tawa) karena saya sangat kecil, dan tidak pintar berolahraga atau yang semacamnya.
But I should say that my background -- my father was, you know, raised to be an Episcopalian and Republican, but after one year of college, he became an atheist and a Democrat. (Laughter) And my mother was Irish Catholic, and -- but she didn't take religion too seriously. And by the age of 11, I was no longer going to Sunday Mass, and going on birdwatching walks with my father. So early on, I heard of Charles Darwin. I guess, you know, he was the big hero. And, you know, you understand life as it now exists through evolution.
Tapi latar belakang saya -- ayah saya... Anda tentu tahu dia seseorang yang dibesarkan untuk menjadi Episkopal dan Republik, namun setelah setahun di perguruan tinggi, dia malah menjadi seorang ateis dan Demokrat. (Tawa) Dan ibu saya adalah seorang Katolik Irlandia, namun dia tidak terlalu religius. Pada umur 11 tahun, saya tidak lagi pergi ke Gereja di hari Minggu, malahan saya pergi jalan-jalan untuk mengamati burung dengan ayah saya. Jadi awalnya saya mendengar tentang Charles Darwin. Saya kira Anda tahu bahwa dia adalah sang pahlawan besar. Dan kita semua memahami kehidupan yang ada saat ini melalui evolusi.
And at the University of Chicago I was a zoology major, and thought I would end up, you know, if I was bright enough, maybe getting a Ph.D. from Cornell in ornithology. Then, in the Chicago paper, there was a review of a book called "What is Life?" by the great physicist, Schrodinger. And that, of course, had been a question I wanted to know. You know, Darwin explained life after it got started, but what was the essence of life?
Jurusan saya di Universitas Chicago adalah zoologi dan saya berpikir akan menjadi, ya jika saya cukup pintar, mungkin memperoleh gelar doktor dari Cornell dalam bidang ornitologi. Lalu dalam koran Chicago ada sebuah tulisan mengenai sebuah buku yang berjudul "Apa itu kehidupan?" yang ditulis oleh seorang ahli fisika besar yakni Schrodinger. Itu adalah pertanyaan yang sama yang ingin saya jawab. Seperti Anda ketahui, Darwin menjelaskan tentang kehidupan setelah kehidupan itu dimulai. namun apa sebenarnya inti kehidupan itu?
And Schrodinger said the essence was information present in our chromosomes, and it had to be present on a molecule. I'd never really thought of molecules before. You know chromosomes, but this was a molecule, and somehow all the information was probably present in some digital form. And there was the big question of, how did you copy the information?
Dan Schrodinger menyatakan bahwa inti kehidupan adalah informasi yang ada dalam kromosom kita, dan harus berada di dalam sebuah molekul. Saya belum pernah benar-benar berpikir tentang molekul sebelumnya. Anda tahu kromosom memang sebuah molekul dan terkadang semua informasi mungkin sudah ada dalam bentuk digital. Dan pertanyaan besarnya adalah bagaimana cara menyalin informasi tersebut?
So that was the book. And so, from that moment on, I wanted to be a geneticist -- understand the gene and, through that, understand life. So I had, you know, a hero at a distance. It wasn't a baseball player; it was Linus Pauling. And so I applied to Caltech and they turned me down. (Laughter) So I went to Indiana, which was actually as good as Caltech in genetics, and besides, they had a really good basketball team. (Laughter) So I had a really quite happy life at Indiana. And it was at Indiana I got the impression that, you know, the gene was likely to be DNA. And so when I got my Ph.D., I should go and search for DNA.
Jadi itulah yang ada di buku. Dan sejak saat itu, saya ingin menjadi seorang ahli genetika -- memahami gen, dan melalui pemahaman itu saya memahami kehidupan. Jadi saya memiliki seorang pahlawan di kejauhan. Dia bukan seorang pemain baseball; dia adalah Linus Pauling. Kemudian saya melamar di Caltech dan mereka menolak saya. (Tawa) Lalu saya pergi ke Indiana, yang setara bagusnya dengan Caltech dalam hal genetika, dan lagi, mereka memiliki tim bola basket yang sangat hebat. (Tawa) Jadi saya memiliki kehidupan yang sangat membahagiakan di Indiana. Dan di Indiana saya memperoleh kesan bahwa gen sepertinya adalah DNA. Dan setelah memperoleh gelar doktor, saya harus mencari tahu tentang DNA.
So I first went to Copenhagen because I thought, well, maybe I could become a biochemist, but I discovered biochemistry was very boring. It wasn't going anywhere toward, you know, saying what the gene was; it was just nuclear science. And oh, that's the book, little book. You can read it in about two hours. And -- but then I went to a meeting in Italy. And there was an unexpected speaker who wasn't on the program, and he talked about DNA. And this was Maurice Wilkins. He was trained as a physicist, and after the war he wanted to do biophysics, and he picked DNA because DNA had been determined at the Rockefeller Institute to possibly be the genetic molecules on the chromosomes. Most people believed it was proteins. But Wilkins, you know, thought DNA was the best bet, and he showed this x-ray photograph. Sort of crystalline. So DNA had a structure, even though it owed it to probably different molecules carrying different sets of instructions. So there was something universal about the DNA molecule. So I wanted to work with him, but he didn't want a former birdwatcher, and I ended up in Cambridge, England.
Pertama saya pergi ke Kopenhagen karena saya berpikir, saya bisa menjadi seorang ahli biokimia, tapi ternyata biokimia sangat membosankan. Biokimia tidak membawa saya bergerak maju dalam hal mengetahui apa sebenarnya gen itu; biokimia hanyalah sebuah ilmu nuklir. Dan inilah bukunya, hanya buku kecil. Anda dapat membereskannya dalam dua jam. Tapi kemudian saya pergi ke sebuah pertemuan di Italia. Di sana ada seorang pembicara yang tidak terduga, yang tidak terjadwal dalam acara, dan dia berbicara tentang DNA. Dia adalah Maurice Wilkins. Latar belakangnya adalah ahli fisika, dan usai perang dunia dia ingin menjadi ahli biofisika, lalu dia memilih DNA karena DNA sudah ditentukan di Institut Rockefeller sebagai molekul yang mungkin merupakan molekul genetik di dalam kromosom. Sebagian besar kalangan percaya bahwa molekul itu adalah protein, bukan DNA. Tapi menurut Wilkins, Anda tahu, DNA adalah dugaan yang paling tepat lalu dia membuat foto sinar-X nya. Mirip kristal. Jadi DNA memiliki sebuah struktur, meskipun mungkin sebenarnya berasal dari molekul lain yang membawa sekumpulan perintah yang berbeda. Jadi ada sesuatu yang universal tentang molekul DNA. Jadi saya ingin bekerja dengannya, namun dia tidak menginginkan seorang bekas pengamat burung, dan perjalanan saya berakhir di Cambridge, Inggris.
So I went to Cambridge, because it was really the best place in the world then for x-ray crystallography. And x-ray crystallography is now a subject in, you know, chemistry departments. I mean, in those days it was the domain of the physicists. So the best place for x-ray crystallography was at the Cavendish Laboratory at Cambridge. And there I met Francis Crick. I went there without knowing him. He was 35. I was 23. And within a day, we had decided that maybe we could take a shortcut to finding the structure of DNA. Not solve it like, you know, in rigorous fashion, but build a model, an electro-model, using some coordinates of, you know, length, all that sort of stuff from x-ray photographs. But just ask what the molecule -- how should it fold up?
Jadi saya pergi ke Cambridge, karena Cambridge benar-benar tempat terindah di dunia dari segi kristalografi sinar-X. Dan kristalografi sinar-X adalah mata kuliah baru di, Anda tahu, Jurusan Kimia. Maksud saya, saat itu hal ini merupakan wilayah para ahli fisika. jadi tempat terbaik untuk kristalografi sinar-X adalah di Laboratorium Cavendish di Cambridge. Dan disanalah saya bertemu Francis Crick. Saya pergi ke sana sebelum mengenalnya. Dia berumur 35 tahun. saya 23 tahun. Dan dalam waktu sehari kami memutuskan bahwa kami mungkin bisa mencari jalan pintas untuk menemukan struktur DNA. Bukan untuk memecahkannya secara kasar, tapi untuk mebuat sebuah model, sebuah model elektro, menggunakan koordinat panjang semua pernak pernik fotografi sinar-X. Coba saja tanya tentang apa itu molekul -- bagaimana dia menggulung?
And the reason for doing so, at the center of this photograph, is Linus Pauling. About six months before, he proposed the alpha helical structure for proteins. And in doing so, he banished the man out on the right, Sir Lawrence Bragg, who was the Cavendish professor. This is a photograph several years later, when Bragg had cause to smile. He certainly wasn't smiling when I got there, because he was somewhat humiliated by Pauling getting the alpha helix, and the Cambridge people failing because they weren't chemists. And certainly, neither Crick or I were chemists, so we tried to build a model. And he knew, Francis knew Wilkins. So Wilkins said he thought it was the helix. X-ray diagram, he thought was comparable with the helix.
Dan alasan mengapa kami melakukan ini pada bagian pusat fotografi ini, adalah Linus Pauling. Sekitar enam bulan sebelumnya dia mengusulkan struktur alfa heliks untuk protein. Untuk itu dia mengusir keluar lelaki di kanan, Sir Lawrence Bragg, yang juga seorang dosen di Cavendish. Ini adalah hasil fotografi beberapa tahun kemudian, saat Bragg seharusnya tersenyum. Dia sama sekali tidak tersenyum saat saya sampai di sana, karena dia dilecehkan oleh Pauling yang memperoleh alfa heliks, dan orang-orang Cambridge yang gagal karena mereka bukan ahli kimia. Dan tentunya Crick dan saya bukan ahli kimia, jadi kami berusaha untuk membuat sebuah model. Dan dia tahu, Francis kenal dengan Wilkins. Jadi dia memperkirakan struktur itu adalah heliks. Dia berpikir diagram sinar-X mirip dengan heliks.
So we built a three-stranded model. The people from London came up. Wilkins and this collaborator, or possible collaborator, Rosalind Franklin, came up and sort of laughed at our model. They said it was lousy, and it was. So we were told to build no more models; we were incompetent. (Laughter) And so we didn't build any models, and Francis sort of continued to work on proteins. And basically, I did nothing. And -- except read. You know, basically, reading is a good thing; you get facts. And we kept telling the people in London that Linus Pauling's going to move on to DNA. If DNA is that important, Linus will know it. He'll build a model, and then we're going to be scooped.
Jadi kami membuat tiga model terjalin. Orang-orang dari London datang. Wilkins dengan para kolaboratornya, atau calon kolaboratornya, Rosalind Franklin, datang dan sedikit mengejek model yang kami buat. Menurut mereka model itu jelak, dan memang jelek. Lalu kami disuruh berhenti membuat model; kami tidak kompeten. (Tawa) Jadi kami tidak lagi membuat model, dan Francis kembali bekerja dengan protein. dan pada dasarnya, saya tidak mengerjakan apa-apa, kecuali membaca. Anda tahu, pada dasarnya membaca adalah hal yang bagus; Anda akan memperoleh fakta. Dan kami terus memberi tahu orang-orang di London bahwa Linus Pauling akan terus menuju DNA. Jika DNA itu penting, maka Linus pasti akan tahu. Dia akan membangun sebuah model, dan kami yang akan menggali.
And, in fact, he'd written the people in London: Could he see their x-ray photograph? And they had the wisdom to say "no." So he didn't have it. But there was ones in the literature. Actually, Linus didn't look at them that carefully. But about, oh, 15 months after I got to Cambridge, a rumor began to appear from Linus Pauling's son, who was in Cambridge, that his father was now working on DNA. And so, one day Peter came in and he said he was Peter Pauling, and he gave me a copy of his father's manuscripts. And boy, I was scared because I thought, you know, we may be scooped. I have nothing to do, no qualifications for anything. (Laughter)
Dan faktanya, dia telah menyurati orang-orang di London: Dapatkah dia melihat fotografi sinar-X nya? Dan mereka mengatakan "Tidak" Jadi dia tidak melihatnya. Tapi ada satu referensi. Sebenarnya Linus tidak melihatnya dengan cermat. Tapi setelah 15 bulan saya berada di Cambridge, sebuah rumor beredar dari putra Linis Pauling, yang berada di Cambridge, bahwa ayahnya sekarang bekerja dengan DNA. Dan suatu hari Peter datang dan memperkenalkan diri sebagai Peter Pauling, dan dia memberi saya sebuah salinan tulisan ayahnya. Dan saya sangat takut karena saya pikir kami mungkin akan ditangkap. Saya tidak ada hubungan apa-apa, tidak punya kualifikasi apapun. (Tawa)
And so there was the paper, and he proposed a three-stranded structure. And I read it, and it was just -- it was crap. (Laughter) So this was, you know, unexpected from the world's -- (Laughter) -- and so, it was held together by hydrogen bonds between phosphate groups. Well, if the peak pH that cells have is around seven, those hydrogen bonds couldn't exist. We rushed over to the chemistry department and said, "Could Pauling be right?" And Alex Hust said, "No." So we were happy. (Laughter)
Jadi itulah tulisannya, dia mengusulkan 3 struktur terpilin. Dan saya membacanya, dan ternyata itu hanyalah sampah. (Tawa) Jadi ini tidak diperkirakan oleh dunia-- (Tawa) -- DNA diapit oleh ikatan hidrogen diantara gugus fosfat. Jika puncak pH di dalam sel ada sekitar tujuh buah, ikatan hidrogen ini tidak bisa terbentuk. Kami bergegas ke jurusan kimia dan berkata, "Mungkinkah Pauling benar?" Dan Alex Hust berkata, "Tidak." Jadi kami gembira. (Tawa)
And, you know, we were still in the game, but we were frightened that somebody at Caltech would tell Linus that he was wrong. And so Bragg said, "Build models." And a month after we got the Pauling manuscript -- I should say I took the manuscript to London, and showed the people. Well, I said, Linus was wrong and that we're still in the game and that they should immediately start building models. But Wilkins said "no." Rosalind Franklin was leaving in about two months, and after she left he would start building models. And so I came back with that news to Cambridge, and Bragg said, "Build models." Well, of course, I wanted to build models. And there's a picture of Rosalind. She really, you know, in one sense she was a chemist, but really she would have been trained -- she didn't know any organic chemistry or quantum chemistry. She was a crystallographer.
Jadi Anda tahu, kami masih memiliki kesempatan, tapi kami khawatir bahwa seseorang dari Caltech akan mengatakan pada Linus bahwa dia keliru. Lalu Bragg berkata, " Buat model." Dan sebulan setelah kami memperoleh tulisan Pauling -- Saya seharusnya mengatakan saya membawa tulisan itu ke London, dan memperlihatkannya. Jadi Linus keliru, dan kami masih belum kalah, dan mereka harus segera membuat model. Tapi Wilkins berkata "Tidak." Rosalind Franklin akan pergi dua bulan lagi, setelah dia pergi kita akan mulai membuat model. Jadi saya kembali ke Cambridge dengan berita itu, dan Bragg berkata, " Buat model." Tentu saya ingin membuat model. Dan inilah foto Rosalind. Dia begitu, Anda tahu, dalam satu hal dia seorang ahli kimia, seharusnya dia belajar menjadi ahli kimia -- dia tidak tahu sedikitpun tentamg kimia organik atau kimia kuantum. Dia seorang kristalografer.
And I think part of the reason she didn't want to build models was, she wasn't a chemist, whereas Pauling was a chemist. And so Crick and I, you know, started building models, and I'd learned a little chemistry, but not enough. Well, we got the answer on the 28th February '53. And it was because of a rule, which, to me, is a very good rule: Never be the brightest person in a room, and we weren't. We weren't the best chemists in the room. I went in and showed them a pairing I'd done, and Jerry Donohue -- he was a chemist -- he said, it's wrong. You've got -- the hydrogen atoms are in the wrong place. I just put them down like they were in the books. He said they were wrong.
Dan itu salah satu alasan mengapa dia tidak mau membuat model karena dia bukan ahli kimia, sedangkan Pauling seorang ahli kimia. Jadi Crick dan saya mulai membuat model, saya pernah belajar kimia, tapi itu tidak cukup, Kami memperoleh jawabannya pada tanggal 28 Februari 1953. Dan itu karena sebuah aturan, yang menurut saya aturan yang sangat baik: Jangan pernah menjadi orang terpandai di sebuah ruangan, dan kami bukan orang terpandai. Kami bukan ahli kimia terbaik di sana. Saya masuk ke ruangan dan memperlihatkan model yang sedang saya buat, dan Jerry Donohue -- seorang ahli kimia -- mengatakan itu salah. Atom hidrogen saya berada pada posisi yang salah. Saya meletakkannya seperti di dalam buku. Tapi menurutnya itu salah.
So the next day, you know, after I thought, "Well, he might be right." So I changed the locations, and then we found the base pairing, and Francis immediately said the chains run in absolute directions. And we knew we were right. So it was a pretty, you know, it all happened in about two hours. From nothing to thing. And we knew it was big because, you know, if you just put A next to T and G next to C, you have a copying mechanism. So we saw how genetic information is carried. It's the order of the four bases. So in a sense, it is a sort of digital-type information. And you copy it by going from strand-separating. So, you know, if it didn't work this way, you might as well believe it, because you didn't have any other scheme. (Laughter)
Pada hari berikutnya setelah berpikir, "Mungkin dia benar." Saya mengubah posisinya, lalu kami menemukan pasangan basa, dan Francis langsung mengatakan bahwa rantai itu menuju arah yang pasti. Dan kami tahu kami benar. Model itu indah, Anda tahu, semua hanya dibuat dalam dua jam. Dari tiada menjadi ada. Dan kami tahu ini hal yang besar karena jika Anda meletakkan A di sebelah T dan G di sebelah C, Anda memperoleh mekanisme penyalinan. Jadi kami melihat bagaimana informasi genetik dibawa. Dalam urutan empat basa. Jadi di satu sisi, ini seperti informasi digital. Dan Anda menyalinnya, yang dimulai dengan pemisahan untaian DNA. Jadi jika hal itu tidak seperti ini... ah Anda sebaiknya percaya, karena Anda tidak punya jalan lain. (Tawa)
But that's not the way most scientists think. Most scientists are really rather dull. They said, we won't think about it until we know it's right. But, you know, we thought, well, it's at least 95 percent right or 99 percent right. So think about it. The next five years, there were essentially something like five references to our work in "Nature" -- none. And so we were left by ourselves, and trying to do the last part of the trio: how do you -- what does this genetic information do? It was pretty obvious that it provided the information to an RNA molecule, and then how do you go from RNA to protein? For about three years we just -- I tried to solve the structure of RNA. It didn't yield. It didn't give good x-ray photographs. I was decidedly unhappy; a girl didn't marry me. It was really, you know, sort of a shitty time. (Laughter)
Namun sebagian besar para ahli tidak berpikir seperti ini. Sebagian besar para ahli agak membosankan. Mereka berkata, kami tidak mau memikirkannya sebelum mengetahui kebenarannya. Tapi kami pikir kebenarannya mencapai 95 hingga 99 persen. Jadi coba pikir. Dalam lima tahun ke depan, akan ada sekitar lima referensi terhadap pekerjaan kami di majalah "Nature" -- namun tidak satupun. Jadi kami dibiarkan sendiri, dan mencoba menyelesaikan bagian terakhir dari tiga bagian: bagaimana Anda --- apa yang dilakukan oleh informasi genetik ini? Cukup jelas bahwa hal ini memberi informasi kepada molekul RNA, lalu bagaimana cara mengubah RNA menjadi protein? Selama tiga tahun kami berusaha memecahkan masalah struktur RNA. Tidak ada hasilnya. Tidak ada fotografi sinar-X yang bagus. Saya sangat kecewa; seorang gadis tidak mau menikahi saya. Anda tahu saat itu sangat buruk bagi saya. (Tawa)
So there's a picture of Francis and I before I met the girl, so I'm still looking happy. (Laughter) But there is what we did when we didn't know where to go forward: we formed a club and called it the RNA Tie Club. George Gamow, also a great physicist, he designed the tie. He was one of the members. The question was: How do you go from a four-letter code to the 20-letter code of proteins? Feynman was a member, and Teller, and friends of Gamow. But that's the only -- no, we were only photographed twice. And on both occasions, you know, one of us was missing the tie. There's Francis up on the upper right, and Alex Rich -- the M.D.-turned-crystallographer -- is next to me. This was taken in Cambridge in September of 1955. And I'm smiling, sort of forced, I think, because the girl I had, boy, she was gone. (Laughter)
Itulah foto Francis dan sebelum saya berjumpa dengan gadis itu, jadi saya masih terlihat bahagia. (Tawa) Tapi ada hal yang kami lakukan saat kami mentok untuk tetap maju: kami mendirikan klub yang disebut Klub RNA Tie. George Gamow, seorang fisikawan hebat, merancang dasinya. Dia adalah salah seorang anggota. Pertanyaannya adalah: Bagaimana merubah kode empat huruf menjadi 20 kode protein? Salah satu anggota, Feynman dan Teller dan sahabat-sahabat Gamow. Tapi hanya -- tidak, kami hanya berfoto dua kali. Dan pada kedua kesempatan itu, salah satu dari kami selalu kehilangan dasi. Itulah Francis di sebelah kanan atas, dan Alex Rich -- seorang dokter yang beralih menjadi kristalografer -- di sebelah saya. Foto ini diambil di Cambrodge pada bulan Septermber 1955. Dan saya berlayar, agak sedikit terpaksa saya kira, karena kekasih saya, baru pergi. (Tawa)
And so I didn't really get happy until 1960, because then we found out, basically, you know, that there are three forms of RNA. And we knew, basically, DNA provides the information for RNA. RNA provides the information for protein. And that let Marshall Nirenberg, you know, take RNA -- synthetic RNA -- put it in a system making protein. He made polyphenylalanine, polyphenylalanine. So that's the first cracking of the genetic code, and it was all over by 1966. So there, that's what Chris wanted me to do, it was -- so what happened since then? Well, at that time -- I should go back. When we found the structure of DNA, I gave my first talk at Cold Spring Harbor. The physicist, Leo Szilard, he looked at me and said, "Are you going to patent this?" And -- but he knew patent law, and that we couldn't patent it, because you couldn't. No use for it. (Laughter)
Jadi saya tidak bahagia sampai tahun 1960, Karena kemudian kami menemukan, pada dasarnya ada tiga bentuk RNA. Dan kami tahu pada dasarnya DNA memberi informasi kepada RNA. RNA memberi informasi kepada protein. Dan ini menyebabkan Marshall Nirenberg, mengambil RNA -- RNA sintetik -- memasukkannya kedalam sistem pembuat protein. Dia berhasil membuat polifenilalanin polifenilalanin adalah hasil pemecahan pertama kode genetik, pada akhir tahun 1966. Jadi ini adalah Chris yang menyuruh saya untuk melakukannya, -- lalu apa yang terjadi setelah itu? Pada saat itu saya harus pulang. Saat kami menemukan srtuktur DNA, saya memberikan pidato pertama saya di Cold Spring Harbor. Fisikawan Leo Szilard, menatap saya dan berkata, "Apakah Anda akan mematenkan ini?" Dan dia memahami hukum paten, sehingga kami tidak mampu mematenkannya. karena Anda tidak bisa, tidak ada gunanya. (Tawa)
And so DNA didn't become a useful molecule, and the lawyers didn't enter into the equation until 1973, 20 years later, when Boyer and Cohen in San Francisco and Stanford came up with their method of recombinant DNA, and Stanford patented it and made a lot of money. At least they patented something which, you know, could do useful things. And then, they learned how to read the letters for the code. And, boom, we've, you know, had a biotech industry. And, but we were still a long ways from, you know, answering a question which sort of dominated my childhood, which is: How do you nature-nurture?
Jadi DNA tidak menjadi molekul yang berguna, dan para pengacara tidak terlibat sebelum 1973, Dua puluh tahun kemudian, saat Boyer dan Cohen berada di San Francisco, dan Sanford muncul dengan metode rekombinan DNA, dan dia mematenkan dan mengambil uangnya. Setidaknya mereka mematenkan sesuatu yang dapat melakukan sesuatu yang berguna. Lalu, mereka belajar bagaimana membaca huruf untuk kode itu. Dan bum! Anda tahu, kami lalu memiliki sebuah industri bioteknologi, namun kami masih jauh dari... jawaban atas pertanyaan yang bisa dibilang mendominasi masa kecil saya, yakni: Bagaimana alam menumbuhkan?
And so I'll go on. I'm already out of time, but this is Michael Wigler, a very, very clever mathematician turned physicist. And he developed a technique which essentially will let us look at sample DNA and, eventually, a million spots along it. There's a chip there, a conventional one. Then there's one made by a photolithography by a company in Madison called NimbleGen, which is way ahead of Affymetrix. And we use their technique. And what you can do is sort of compare DNA of normal segs versus cancer. And you can see on the top that cancers which are bad show insertions or deletions. So the DNA is really badly mucked up, whereas if you have a chance of surviving, the DNA isn't so mucked up. So we think that this will eventually lead to what we call "DNA biopsies." Before you get treated for cancer, you should really look at this technique, and get a feeling of the face of the enemy. It's not a -- it's only a partial look, but it's a -- I think it's going to be very, very useful.
Lalu kami melanjutkan. Saya sudah kehabisan waktu, tapi Michael Wigler, seorang ahli matematika yang sangat cerdas beralih menjadi fisikawan. Dia mengembangkan sebuah teknik yang memungkinkan kita melihat contoh DNA dan jutaan noktah sepanjang DNA itu. Ada sebuah keping standar di sana. Lalu ada juga satu keping lagi yang dibuat dengan teknik fotolitografi oleh sebuah perusahaan di Madison yang bernama NimbleGen, yang lebih maju dari Affymetrix. Dan kami menggunakan teknik mereka. Kami membandingkan DNA yang bersegregasi normal dengan yang terkena kanker. Anda dapat melihat di sebelah tas di mana DNA yang terkena kanker memperlihatkan adanya insersi atau delesi. Jadi DNAnya sangat berantakan, di mana jika Anda masih memiliki peluang,, DNA itu tidak akan tertalu berantakan. Jadi kami pikir ini akan membawa kepada apa yang kami sebut "Biopsi DNA." Sebelum kanker Anda diobati, Anda harus benar-benar memahami teknik ini, dan merasakan bagaimana rasanya berada di depan musuh. Ini bukan penampakan parsial, namun -- Saya kira ini akan menjadi sangat bermanfaat.
So, we started with breast cancer because there's lots of money for it, no government money. And now I have a sort of vested interest: I want to do it for prostate cancer. So, you know, you aren't treated if it's not dangerous. But Wigler, besides looking at cancer cells, looked at normal cells, and made a really sort of surprising observation. Which is, all of us have about 10 places in our genome where we've lost a gene or gained another one. So we're sort of all imperfect. And the question is well, if we're around here, you know, these little losses or gains might not be too bad. But if these deletions or amplifications occurred in the wrong gene, maybe we'll feel sick.
Jadi kami mulai dengan kanker payudara karena banyak uang beredar disana, bukan uang pemerintah. Dan sekarang saya memiliki minat yang besar: Saya ingin melakukannya untuk kanker prostat. Jadi Anda tahu, Anda tidak akan diobati jika tidak sangat parah. Namun Wigler, selain mempelajari sel kanker, juga mempelajari sel normal, dan menghasilkan pengamatan yang mencengangkan. Yakni, semua orang memiliki 10 lokasi dalam genomnya dimana kita sudah kehilangan satu gen atau memperoleh satu gen baru. Jadi kita semua tidak sempurna. Dan pertanyaannya adalah, jika kita berada disini, Anda tahu, kehilangan atau tambahan kecil ini tidak berakibat terlalu buruk. Namun jika delesi atau amplifikasi ini terjadi pada gen yang salah, mungkin kita akan merasa sakit.
So the first disease he looked at is autism. And the reason we looked at autism is we had the money to do it. Looking at an individual is about 3,000 dollars. And the parent of a child with Asperger's disease, the high-intelligence autism, had sent his thing to a conventional company; they didn't do it. Couldn't do it by conventional genetics, but just scanning it we began to find genes for autism. And you can see here, there are a lot of them. So a lot of autistic kids are autistic because they just lost a big piece of DNA. I mean, big piece at the molecular level. We saw one autistic kid, about five million bases just missing from one of his chromosomes. We haven't yet looked at the parents, but the parents probably don't have that loss, or they wouldn't be parents. Now, so, our autism study is just beginning. We got three million dollars. I think it will cost at least 10 to 20 before you'd be in a position to help parents who've had an autistic child, or think they may have an autistic child, and can we spot the difference? So this same technique should probably look at all. It's a wonderful way to find genes.
Jadi penyakit pertama yang ditelitinya adalah autisme. Dan alasan mengapa memilih autisme adalah karena kami punya dana untuk menelitinya. Untuk meneliti satu orang dibutuhkan sekitar 3.000 dolar. Dan para orangtua yang anaknya terkena penyakit Asperger, autisme dengan inetelegensia yang tinggi telah mengirimkan masalahnya kepada perusahaan konvensional; namun mereka tidak menelitinya. Hal ini tidak bisa diteliti dengan genetika konvensional, tapi hanya dengan memindainya kami mulai menemukan gen penyebab autisme. Dan Anda bisa lihat disini, banyak sekali gen penyebabnya. Jadi banyak anak autis yang autistik karena mereka kehilangan sbagian besar DNA. Maksud saya sebagian besar DNA pada taraf molekuler. Kami melihat seorang anak autistik, dengan 5 juta basa DNA hilang dari kromosomnya. Kami belum meneliti orangtuanya, tapi kemungkinan orangtuanya tidak kehilangan DNA, karena kalau benar mereka tidak akan mampu memiliki anak. Saat ini penelitian autisme kami baru saja berjalan. Kami memiliki 3 juta dolar untuk hal ini. Saya kira biayanya akan mencapai setidaknya 10-20 juta dolar sebelum bisa menolong para orangtua yang memiliki anak autistik, atau mereka yang kemungkinan memiliki keturuan autistik, bisakah kita mendeteksinya? Teknik ini mungkin bisa melakukan semuanya. Ini adalah cara yang hebat untuk menemukan gen.
And so, I'll conclude by saying we've looked at 20 people with schizophrenia. And we thought we'd probably have to look at several hundred before we got the picture. But as you can see, there's seven out of 20 had a change which was very high. And yet, in the controls there were three. So what's the meaning of the controls? Were they crazy also, and we didn't know it? Or, you know, were they normal? I would guess they're normal. And what we think in schizophrenia is there are genes of predisposure, and whether this is one that predisposes -- and then there's only a sub-segment of the population that's capable of being schizophrenic.
Jadi saya simpulkan dengan menyatakan kami sudah meneliti 20 orang penderita schizophrenia. Kami rasa kami masih harus meneliti beberapa ratus lagi sebelum memperoleh gambarannya. Tapi seperti yang bisa Anda lihat, tujuh dari 20 orang memiliki perubahan DNA, angka yang sangat tinggi. Dan pada kontrol hanya ada tiga. Apa artinya kontrol ini? Apakah mereka juga gila, dan kami tidak mengetahuinya? Atau apakah mereka normal? Saya kira mereka normal. Menurut kami pada schizophrenia ada gen yang rentan, dan apakah ini salah satu dari kerentanan itu -- namun ini hanyalah sub-bagian dari populasi yang mungkin bisa terkena schizophrenia.
Now, we don't have really any evidence of it, but I think, to give you a hypothesis, the best guess is that if you're left-handed, you're prone to schizophrenia. 30 percent of schizophrenic people are left-handed, and schizophrenia has a very funny genetics, which means 60 percent of the people are genetically left-handed, but only half of it showed. I don't have the time to say. Now, some people who think they're right-handed are genetically left-handed. OK. I'm just saying that, if you think, oh, I don't carry a left-handed gene so therefore my, you know, children won't be at risk of schizophrenia. You might. OK? (Laughter)
Kami belum memiliki bukti, tapi untuk memberi Anda sebuah hipotesis, dugaan terbaik adalah jika Anda kidal, Anda mudah terkena schizophrenia. 30 persen dari penderita schizophrenia kidal, dan genetik dari penderita schizophrenia dangat unik, artinya 60 persen dari orang yang secara genetik kidal, namun hanya separuh yang terlihat. Saya tidak punya waktu untuk bercerita. Orang yang mengira bahwa mereka tidak kidal secara genetik kidal. Baiklah, saya cuma ingin mengatakan jika Anda mengira, ah, saya tidak memiliki gen kidal, jadi anak saya tidak akan beresiko terkena schizophrenia. Bisa jadi, bukan? (Tawa)
So it's, to me, an extraordinarily exciting time. We ought to be able to find the gene for bipolar; there's a relationship. And if I had enough money, we'd find them all this year. I thank you.
Jadi ini adalah saat yang sangat menyenangkan buat saya, Kami harus bisa menemukan gen untuk bipolar; ada hubungannya. Dan jika saya punya cukup uang, kami akan menemukan semuanya tahun ini. Terima kasih.