The most important gift your mother and father ever gave you was the two sets of three billion letters of DNA that make up your genome. But like anything with three billion components, that gift is fragile. Sunlight, smoking, unhealthy eating, even spontaneous mistakes made by your cells, all cause changes to your genome. The most common kind of change in DNA is the simple swap of one letter, or base, such as C, with a different letter, such as T, G or A. In any day, the cells in your body will collectively accumulate billions of these single-letter swaps, which are also called "point mutations."
Karunia terpenting yang pernah diberikan oleh orang tua Anda adalah dua pasang berjumlah tiga miliar huruf dari DNA yang menyusun genom Anda. Namun, sama seperti hal lain dengan 3 miliar bagian, pemberian itu rapuh. Cahaya matahari, rokok, makanan tidak sehat, bahkan kesalahan spontan yang dibuat oleh sel-sel Anda, semua dapat menyebabkan perubahan pada genom Anda. Jenis perubahan DNA yang paling umum adalah penukaran sederhana satu huruf, atau basa, seperti contoh penukaran C, dengan basa lain, seperti T, G, atau A. Sel-sel di dalam tubuh Anda akan mengumpulkan secara kolektif miliaran penukaran basa, yang juga disebut sebagai "mutasi titik."
Now, most of these point mutations are harmless. But every now and then, a point mutation disrupts an important capability in a cell or causes a cell to misbehave in harmful ways. If that mutation were inherited from your parents or occurred early enough in your development, then the result would be that many or all of your cells contain this harmful mutation. And then you would be one of hundreds of millions of people with a genetic disease, such as sickle cell anemia or progeria or muscular dystrophy or Tay-Sachs disease.
Saat ini, kebanyakan mutasi titik tidak berbahaya. Namun sesekali, sebuah mutasi titik mengganggu kemampuan penting pada sel atau membuat sel salah berfungsi dalam cara yang berbahaya. Jika mutasi yang terjadi diturunkan dari orang tua Anda atau terjadi saat dini dalam awal perkembangan, akan menyebabkan banyak sel atau semua sel pada tubuh Anda mengandung mutasi yang berbahaya ini. Kemudian Anda dapat menjadi satu dari seratus juta orang dengan penyakit genetik, seperti anemia sel sabit atau progeria atau distrofi otot atau penyakit Tay-Sachs.
Grievous genetic diseases caused by point mutations are especially frustrating, because we often know the exact single-letter change that causes the disease and, in theory, could cure the disease. Millions suffer from sickle cell anemia because they have a single A to T point mutations in both copies of their hemoglobin gene. And children with progeria are born with a T at a single position in their genome where you have a C, with the devastating consequence that these wonderful, bright kids age very rapidly and pass away by about age 14. Throughout the history of medicine, we have not had a way to efficiently correct point mutations in living systems, to change that disease-causing T back into a C. Perhaps until now. Because my laboratory recently succeeded in developing such a capability, which we call "base editing."
Penyakit genetik serius yang disebabkan oleh mutasi titik sangatlah sulit, karena seperti yang kita tahu penukaran satu huruf spesifik yang menyebabkan penyakit, secara teori juga dapat menyembuhkan penyakit tersebut. Jutaan orang menderita anemia sel sabit karena mengalami mutasi titik penukaran basa A dengan basa T pada kedua salinan gen hemoglobin mereka. Anak-anak dengan progeria terlahir dengan basa T pada salah satu sisi genom di mana normalnya adalah C, dengan konsekuensi yang buruk, di mana anak-anak cerdas ini menua dengan sangat cepat dan meninggal pada usia sekitar 14 tahun. Sepanjang sejarah kedokteran, kita belum punya cara yang efisien untuk memperbaiki mutasi titik pada sistem kehidupan, untuk mengubah basa T penyebab penyakit kembali menjadi basa C. Mungkin hingga sekarang. Karena laboratorium saya belakangan ini berhasil mengembangkan kemampuan itu, yang kami sebut "pengeditan basa".
The story of how we developed base editing actually begins three billion years ago. We think of bacteria as sources of infection, but bacteria themselves are also prone to being infected, in particular, by viruses. So about three billion years ago, bacteria evolved a defense mechanism to fight viral infection. That defense mechanism is now better known as CRISPR. And the warhead in CRISPR is this purple protein that acts like molecular scissors to cut DNA, breaking the double helix into two pieces. If CRISPR couldn't distinguish between bacterial and viral DNA, it wouldn't be a very useful defense system.
Cerita di balik pengeditan basa bermula sejak tiga miliar tahun lalu. Kita berpikir bahwa bakteri sebagai sumber infeksi, namun bakteri sendiri juga rentan mengalami infeksi, khusunya, oleh virus. Sekitar tiga miliar tahun lalu, bakteri mengembangkan sistem pertahanan untuk melawan infeksi virus. Sistem pertahanan itu dikenal dengan sebutan CRISPR. Dan senjata utama dari CRISPR adalah protein ungu ini yang bertindak sebagai gunting molekuler untuk memotong DNA, memecah rantai ganda menjadi dua bagian. Jika CRISPR tidak dapat membedakan antara DNA bakteri dan virus, maka sistem pertahanan ini tidak akan berguna.
But the most amazing feature of CRISPR is that the scissors can be programmed to search for, bind to and cut only a specific DNA sequence. So when a bacterium encounters a virus for the first time, it can store a small snippet of that virus's DNA for use as a program to direct the CRISPR scissors to cut that viral DNA sequence during a future infection. Cutting a virus's DNA messes up the function of the cut viral gene, and therefore disrupts the virus's life cycle.
Tetapi fitur paling menakjubkan CRISPR adalah gunting yang dapat diprogram untuk mencari, berikatan dan memotong hanya rangkaian DNA spesifik tertentu. Sehingga ketika bakteri mengenali virus untuk pertama kalinya, ia dapat menyimpan sedikit bagian dari DNA virus yang kemudian digunakan sebagai program untuk mengarahkan gunting CRISPR untuk memotong rangkaian DNA virus pada infeksi yang akan datang. Memotong DNA virus merusak fungsi gen virus yang telah dipotong, dan kemudian mengganggu siklus hidup virus.
Remarkable researchers including Emmanuelle Charpentier, George Church, Jennifer Doudna and Feng Zhang showed six years ago how CRISPR scissors could be programmed to cut DNA sequences of our choosing, including sequences in your genome, instead of the viral DNA sequences chosen by bacteria. But the outcomes are actually similar. Cutting a DNA sequence in your genome also disrupts the function of the cut gene, typically, by causing the insertion and deletion of random mixtures of DNA letters at the cut site.
Beberapa peneliti hebat seperti Emmanuelle Charpentier, George Church, Jennifer Doudna dan Feng Zhang enam tahun lalu menunjukkan bagaimana gunting CRISPR dapat diprogram untuk memotong urutan DNA yang kita pilih, termasuk urutan genom yang Anda miliki, alih-alih urutan DNA virus yang dipilih bakteri. Namun keluaran yang dihasilkan sebenarnya mirip. Memotong urutan DNA pada genom Anda juga mengganggu fungsi dari gen yang terpotong, khususnya, dengan menyebabkan insersi dan delesi dari campuran acak basa DNA pada daerah pemotongan.
Now, disrupting genes can be very useful for some applications. But for most point mutations that cause genetic diseases, simply cutting the already-mutated gene won't benefit patients, because the function of the mutated gene needs to be restored, not further disrupted. So cutting this already-mutated hemoglobin gene that causes sickle cell anemia won't restore the ability of patients to make healthy red blood cells. And while we can sometimes introduce new DNA sequences into cells to replace the DNA sequences surrounding a cut site, that process, unfortunately, doesn't work in most types of cells, and the disrupted gene outcomes still predominate.
Saat ini, mengacaukan gen dapat sangat berguna untuk beberapa penggunaan. Namun untuk sebagian besar mutasi titik yang menyebabkan penyakit genetik, hanya memotong gen yang termutasi tidak akan membawa keuntungan bagi pasien, karena fungsi dari gen yang termutasi harus dipulihkan, tidak untuk dikacaukan lebih lanjut. Sehingga memotong gen hemoglobin yang telah termutasi yang menyebabkan anemia sel sabit tidak akan memulihkan kemampuan pasien untuk membuat sel darah merah normal. Dan selagi kita terkadang dapat mengenalkan urutan DNA baru pada sel untuk menggantikan urutan DNA di sekitar daerah pemotongan, proses itu, sayangnya, tidak bekerja untuk kebanyakan tipe sel, dan hasil dari gen yang terganggu masih mendominasi.
Like many scientists, I've dreamed of a future in which we might be able to treat or maybe even cure human genetic diseases. But I saw the lack of a way to fix point mutations, which cause most human genetic diseases, as a major problem standing in the way.
Seperti ilmuwan lain, saya bermimpi masa depan di mana kita dapat merawat, atau bahkan menyembuhkan penyakit genetik manusia. Namun saya melihat kurangnya cara untuk mengatasi mutasi titik, yang menyebabkan kebanyakan penyakit genetik pada manusia, yang merupakan masalah besar.
Being a chemist, I began working with my students to develop ways on performing chemistry directly on an individual DNA base, to truly fix, rather than disrupt, the mutations that cause genetic diseases. The results of our efforts are molecular machines called "base editors." Base editors use the programmable searching mechanism of CRISPR scissors, but instead of cutting the DNA, they directly convert one base to another base without disrupting the rest of the gene. So if you think of naturally occurring CRISPR proteins as molecular scissors, you can think of base editors as pencils, capable of directly rewriting one DNA letter into another by actually rearranging the atoms of one DNA base to instead become a different base.
Sebagai ahli kimia, saya bekerja dengan murid-murid saya untuk mengembangkan cara mengaplikasikan kimia ke DNA individu, untuk benar-benar mengatasi, ketimbang mengacaukan mutasi yang ada. Hasil dari usaha kami adalah mesin molekuler yang disebut "pengedit basa." Menggunakan mekanisme pencarian gunting CRISPR yang dapat diprogram, namun alih-alih menggunting DNA, mereka secara langsung mengubah satu basa ke basa lain tanpa mengacaukan gen yang lainnya. Jadi, jika menganggap protein CRISPR sebagai gunting molekuler, Anda dapat membayangkan pengedit basa sebagai pensil, mampu menulis ulang secara langsung satu basa DNA ke basa lain dengan menyusun ulang atom-atom dari satu basa DNA sehingga menjadi basa lain.
Now, base editors don't exist in nature. In fact, we engineered the first base editor, shown here, from three separate proteins that don't even come from the same organism. We started by taking CRISPR scissors and disabling the ability to cut DNA while retaining its ability to search for and bind a target DNA sequence in a programmed manner. To those disabled CRISPR scissors, shown in blue, we attached a second protein in red, which performs a chemical reaction on the DNA base C, converting it into a base that behaves like T. Third, we had to attach to the first two proteins the protein shown in purple, which protects the edited base from being removed by the cell. The net result is an engineered three-part protein that for the first time allows us to convert Cs into Ts at specified locations in the genome.
Saat ini, tidak ada pengedit basa alami. Kami membuat pengedit basa pertama, seperti yang ditampilkan, dari tiga protein terpisah yang berasal dari organisme berbeda. Diawali dengan mengambil gunting CRISPR dan melumpuhkan kemampuan menggunting DNA selagi menjaga kemampuannya untuk mencari dan berikatan dengan urutan DNA target secara terprogram. Gunting CRISPR yang telah lumpuh, yang berwarna biru, kami melekatkan protein kedua dengan warna merah, yang menjalankan reaksi kimia pada basa C DNA, mengubahnya menjadi basa yang bertindak seperti basa T. Ketiga, kami harus melekatkan pada dua protein pertama protein dengan warna ungu, yang melindungi basa yang telah diedit disingkirkan oleh sel. Hasil akhirnya adalah tiga bagian protein buatan yang pertama kalinya mampu mengubah basa C menjadi basa T di lokasi spesifik pada genom.
But even at this point, our work was only half done. Because in order to be stable in cells, the two strands of a DNA double helix have to form base pairs. And because C only pairs with G, and T only pairs with A, simply changing a C to a T on one DNA strand creates a mismatch, a disagreement between the two DNA strands that the cell has to resolve by deciding which strand to replace. We realized that we could further engineer this three-part protein to flag the nonedited strand as the one to be replaced by nicking that strand. This little nick tricks the cell into replacing the nonedited G with an A as it remakes the nicked strand, thereby completing the conversion of what used to be a C-G base pair into a stable T-A base pair.
Namun pada titik ini, pekerjaan kami hanya setengah selesai. Karena agar dapat stabil di dalam sel, dua untai rantai ganda DNA harus membentuk pasangan basa. Dan karena basa C hanya berpasangan dengan basa G, serta basa T hanya berpasangan dengan basa A, menukar basa C dengan T di satu untai DNA menyebabkan ketidakcocokan, pertentangan antara dua untai DNA yang harus diatasi oleh sel dengan melakukan penggantian untaian. Kami menyadari bahwa kami dapat membuat protein tiga bagian ini untuk menandai untaian yang belum diedit sebagai untaian untuk digantikan dengan memotong untaian tersebut. Pemotongan kecil ini dapat menipu sel dengan menggantikan basa G tidak diedit dengan basa A seakan ia membuat ulang untaian yang dipotong, sehingga terjadi penyelesaian konversi pasangan basa yang dulu nya adalah C-G menjadi pasangan basa T-A yang stabil.
After several years of hard work led by a former post doc in the lab, Alexis Komor, we succeeded in developing this first class of base editor, which converts Cs into Ts and Gs into As at targeted positions of our choosing. Among the more than 35,000 known disease-associated point mutations, the two kinds of mutations that this first base editor can reverse collectively account for about 14 percent or 5,000 or so pathogenic point mutations. But correcting the largest fraction of disease-causing point mutations would require developing a second class of base editor, one that could convert As into Gs or Ts into Cs. Led by Nicole Gaudelli, a former post doc in the lab, we set out to develop this second class of base editor, which, in theory, could correct up to almost half of pathogenic point mutations, including that mutation that causes the rapid-aging disease progeria.
Setelah bertahun-tahun berusaha dipimpin seorang mantan pasca doktor laboratorium, Alexis Komor, kami berhasil mengembangkan pengedit basa kelas pertama, yang mengubah basa C menjadi basa T dan basa G menjadi basa A pada posisi target yang kita pilih. Di antara lebih dari 35.000 penyakit yang disebabkan oleh mutasi titik, dua jenis mutasi yang dapat ditangani oleh pengedit basa ini adalah berkisar 14 persen atau 5.000 lebih mutasi titik patogen. Namun memperbaiki bagian terbesar dari mutasi titik penyebab penyakit membutuhkan pengembangan pengedit basa kelas kedua, yang dapat mengubah basa A menjadi basa G atau basa T menjadi basa C. Dipimping oleh Nicole Gaudelli, mantan pasca doktor laboratorium, kami mulai mengembangkan pengedit basa kelas kedua ini, di mana secara teori, dapat memperbaiki hampir setengah mutasi titik patogenik, termasuk mutasi yang menyebabkan penyakit penuaan cepat yaitu progeria.
We realized that we could borrow, once again, the targeting mechanism of CRISPR scissors to bring the new base editor to the right site in a genome. But we quickly encountered an incredible problem; namely, there is no protein that's known to convert A into G or T into C in DNA. Faced with such a serious stumbling block, most students would probably look for another project, if not another research advisor. (Laughter) But Nicole agreed to proceed with a plan that seemed wildly ambitious at the time. Given the absence of a naturally occurring protein that performs the necessary chemistry, we decided we would evolve our own protein in the laboratory to convert A into a base that behaves like G, starting from a protein that performs related chemistry on RNA. We set up a Darwinian survival-of-the-fittest selection system that explored tens of millions of protein variants and only allowed those rare variants that could perform the necessary chemistry to survive. We ended up with a protein shown here, the first that can convert A in DNA into a base that resembles G. And when we attached that protein to the disabled CRISPR scissors, shown in blue, we produced the second base editor, which converts As into Gs, and then uses the same strand-nicking strategy that we used in the first base editor to trick the cell into replacing the nonedited T with a C as it remakes that nicked strand, thereby completing the conversion of an A-T base pair to a G-C base pair.
Kami menyadari bahwa kami dapat meminjam mekanisme penargetan dari gunting CRISPR untuk membawa pengedit basa baru ke letak yang benar pada genom. Namun kami menemukan sebuah masalah besar; yaitu tidak adanya protein untuk mengubah basa A menjadi G atau basa T menjadi C pada DNA. Dihadapkan pada sebuah hambatan serius, kebanyakan murid biasanya akan mencari proyek lain, atau pembimbing penelitian lain. (Tertawa) Nicole setuju untuk membuat rencana yang terlihat sangat ambisius saat itu. Mengingat tidak adanya protein secara alami yang melakukan reaksi kimia yang dibutuhkan, kami memutuskan bahwa kami dapat membuat protein sendiri di laboratorium untuk mengubah basa A menjadi basa yang bertindak seperti basa G, dimulai dari sebuah protein yang menjalankan reaksi kimia pada RNA. Kami menerapkan sistem seleksi Darwin, kelangsungan hidup bagi yang sesuai yang menyelidiki sepuluh juta variasi protein dan hanya meloloskan variasi yang langka yang dapat menjalankan reaksi kimia dibutuhkan untuk bertahan hidup. Kami membuat protein seperti ini, protein pertama yang dapat mengubah basa A pada DNA menjadi basa yang menyerupai basa G. Lalu kami lekatkan protein itu di gunting CRISPR yang telah cacat, yang berwarna biru, kami menciptakan pengedit basa kedua, yang mengubah basa A menjadi basa G, dan kemudian menggunakan strategi pemotongan untai yang sama yang digunakan di pengedit basa pertama untuk memperdaya sel sehingga mengganti basa T asli menjadi basa C seperti membuat ulang untai, sehingga pengubahan pasangan basa A-T menjadi G-C terselesaikan.
(Applause)
(Tepuk tangan)
Thank you.
Terima kasih.
(Applause)
(Tepuk tangan)
As an academic scientist in the US, I'm not used to being interrupted by applause.
Sebagai ilmuwan akademis di Amerika, saya tidak biasa terganggu oleh tepuk tangan.
(Laughter)
(Tertawa)
We developed these first two classes of base editors only three years ago and one and a half years ago. But even in that short time, base editing has become widely used by the biomedical research community. Base editors have been sent more than 6,000 times at the request of more than 1,000 researchers around the globe. A hundred scientific research papers have been published already, using base editors in organisms ranging from bacteria to plants to mice to primates.
Kami mengembangkan dua kelas pertama pengedit basa pada tiga tahun lalu dan satu setengah tahun lalu. Namun pada waktu singkat itu, pengeditan basa telah digunakan luas oleh komunitas penelitian biomedis. Pengedit basa telah dikirim lebih dari 6.000 kali sebagai permintaan lebih dari 1.000 peneliti di seluruh dunia. Ratusan karya tulis penelitian ilmiah telah dipublikasi, menggunakan pengedit basa pada organisme mulai dari bakteri hingga tumbuhan, tikus hingga primata.
While base editors are too new to have already entered human clinical trials, scientists have succeeded in achieving a critical milestone towards that goal by using base editors in animals to correct point mutations that cause human genetic diseases. For example, a collaborative team of scientists led by Luke Koblan and Jon Levy, two additional students in my lab, recently used a virus to deliver that second base editor into a mouse with progeria, changing that disease-causing T back into a C and reversing its consequences at the DNA, RNA and protein levels.
Selagi pengedit basa terlalu baru untuk memasuki percobaan klinis pada manusia, ilmuwah telah berhasil mencapai tonggak penting menuju tujuan itu dengan menggunakan pengedit basa pada hewan untuk memperbaiki mutasi titik yang menyebabkan penyakit genetik pada manusia. Sebagai contoh, tim ilmuwan gabungan dipimpin oleh Luke Koblan dan Jon Levy, dua murid tambahan di laboratorium saya, belakangan ini menggunakan virus untuk mengantarkan pengedit basa kedua kepada tikus yang menderita progeria, mengganti basa T yang menyebabkan penyakit kembali menjadi C dan memulihkan akibat pada tingkat DNA, RNA, dan protein.
Base editors have also been used in animals to reverse the consequence of tyrosinemia, beta thalassemia, muscular dystrophy, phenylketonuria, a congenital deafness and a type of cardiovascular disease -- in each case, by directly correcting a point mutation that causes or contributes to the disease. In plants, base editors have been used to introduce individual single DNA letter changes that could lead to better crops.
Pengedit basa juga telah digunakan pada hewan-hewan untuk memulihkan akibat dari tirosinemia, thalasemia beta, distrofi otot, fenilketonuria, suatu ketulian bawaan, dan sebuah tipe penyakit kardiovaskular -- dengan secara langsung memperbaiki mutasi titik yang menyebabkan atau berperan pada penyakit ini. Pada tumbuhan, pengedit basa digunakan untuk mengenalkan perubahan huruf DNA tunggal yang dapat menghasilkan panen lebih baik.
And biologists have used base editors to probe the role of individual letters in genes associated with diseases such as cancer. Two companies I cofounded, Beam Therapeutics and Pairwise Plants, are using base editing to treat human genetic diseases and to improve agriculture. All of these applications of base editing have taken place in less than the past three years: on the historical timescale of science, the blink of an eye.
Ahli biologi menggunakan pengedit basa untuk menyelidiki peran tiap huruf pada gen yang berhubungan dengan penyakit, seperti kanker. Dua perusahaan yang saya dirikan, Beam Therapeutics dan Pairwise Plants, menggunakan pengedit basa untuk merawat penyakit genetik manusia dan untuk meningkatkan pertanian. Semua penggunaan pengedit basa ini telah dilakukan selama kurang dari tiga tahun terakhir: pada skala waktu sejarah ilmuwan, dalam kedipan mata.
Additional work lies ahead before base editing can realize its full potential to improve the lives of patients with genetic diseases. While many of these diseases are thought to be treatable by correcting the underlying mutation in even a modest fraction of cells in an organ, delivering molecular machines like base editors into cells in a human being can be challenging. Co-opting nature's viruses to deliver base editors instead of the molecules that give you a cold is one of several promising delivery strategies that's been successfully used. Continuing to develop new molecular machines that can make all of the remaining ways to convert one base pair to another base pair and that minimize unwanted editing at off-target locations in cells is very important. And engaging with other scientists, doctors, ethicists and governments to maximize the likelihood that base editing is applied thoughtfully, safely and ethically, remains a critical obligation.
Pekerjaan lain menunggu sebelum pengedit basa dapat mewujudkan potensi penuhnya untuk meningkatkan kehidupan pasien dengan penyakit genetik. Selagi banyak dari penyakit ini dianggap dapat disembuhkan dengan memperbaiki mutasi penyebabnya bahkan pada bagian paling sederhana sel pada organ, mengaplikasikan mesin molekuler seperti pengedit basa pada sel-sel tubuh manusia dapat sangat menantang. Menggunakan sifat alami virus untuk mengantarkan pengedit basa ketimbang molekul yang menyebabkan pilek merupakan salah satu strategi yang menjanjikan yang telah sukses digunakan. Melanjutkan pengembangan mesin molekuler baru yang dapat membuat semua cara tersisa untuk mengubah satu pasang basa menjadi pasangan basa lain dan meminimalkan pengeditan tidak diinginkan pada lokasi target sangatlah penting. Melibatkan ilmuwan lain, dokter, ahli etika, dan pemerintah untuk memaksimalkan kemungkinan penggunaan pengedit basa secara serius, aman dan sesuai etika, merupakan sebuah kewajiban penting.
These challenges notwithstanding, if you had told me even just five years ago that researchers around the globe would be using laboratory-evolved molecular machines to directly convert an individual base pair to another base pair at a specified location in the human genome efficiently and with a minimum of other outcomes, I would have asked you, "What science-fiction novel are you reading?" Thanks to a relentlessly dedicated group of students who were creative enough to engineer what we could design ourselves and brave enough to evolve what we couldn't, base editing has begun to transform that science-fiction-like aspiration into an exciting new reality, one in which the most important gift we give our children may not only be three billion letters of DNA, but also the means to protect and repair them.
Meskipun demikian tantangan ini, jika Anda memberi tahu saya bahkan 5 tahun lalu bahwa peneliti di seluruh dunia akan menggunakan mesin molekuler yang dikembangkan di laboratorium untuk mengubah secara langsung pasangan basa individu menjadi pasangan lain pada lokasi spesifik di genom manusia secara efisien dan dengan risiko lain yang minim, saya akan bertanya, "Novel fiksi ilmiah apa yang Anda baca?" Terima kasih untuk kelompok murid yang berdedikasi tanpa henti yang cukup kreatif untuk membuat sesuatu yang dapat kami rancang sendiri dan cukup berani mengembangkan apa yang kita tidak bisa, pengedit basa telah mulai mengubah cita-cita seperti fiksi ilmiah menjadi realita baru yang menarik, di mana pemberian terpenting yang kita berikan pada anak-anak kita dapat saja tidak hanya tiga miliar huruf DNA, namun juga sesuatu untuk melindungi dan memperbaikinya.
Thank you.
Terima kasih.
(Applause)
(Tepuk tangan)
Thank you.
Terima kasih.