Democracy. In the West, we make a colossal mistake taking it for granted. We see democracy not as the most fragile of flowers that it really is, but we see it as part of our society's furniture. We tend to think of it as an intransigent given. We mistakenly believe that capitalism begets inevitably democracy. It doesn't.
Demokrasi. Di Barat, kita membuat kesalahan besar menerima demokrasi apa adanya. Kita melihat demokrasi tidak sebagai bunga rapuh sebagaimana mestinya, tapi sebagai bagian dari perabotan masyarakat kita. Kita cenderung menganggap demokrasi sebagai sesuatu yang mutlak. Kita salah paham bahwa kapitalisme mau tak mau menghasilkan demokrasi. Tidak benar demikian.
Singapore's Lee Kuan Yew and his great imitators in Beijing have demonstrated beyond reasonable doubt that it is perfectly possible to have a flourishing capitalism, spectacular growth, while politics remains democracy-free. Indeed, democracy is receding in our neck of the woods, here in Europe.
Lee Kuan Yew di Singapura dan peniru besarnya di Beijing sudah menunjukkan tanpa ada keraguan bahwa sama sekali mungkin bagi kapitalisme untuk berkembang, berkembang pesat, sementara politik tetap tidak demokratis. Memang, demokrasi semakin menipis di sekitar kita di sini, di Eropa.
Earlier this year, while I was representing Greece -- the newly elected Greek government -- in the Eurogroup as its Finance Minister, I was told in no uncertain terms that our nation's democratic process -- our elections -- could not be allowed to interfere with economic policies that were being implemented in Greece. At that moment, I felt that there could be no greater vindication of Lee Kuan Yew, or the Chinese Communist Party, indeed of some recalcitrant friends of mine who kept telling me that democracy would be banned if it ever threatened to change anything.
Awal tahun ini, ketika saya masih mewakili Yunani -- pemerintah Yunani yang baru dilantik -- sebagai Menteri Keuangan di Eurogroup, mereka mengatakan bahwa proses demokrasi di negara kami -- pemilu kami -- sama sekali tidak bisa mencampuri kebijakan ekonomi yang diterapkan di Yunani. Ketika itu, saya merasa tak ada yang lebih benar daripada Lee Kuan Yew, atau Partai Komunis China, teman bandel saya yang terus mengatakan bahwa demokrasi bisa dilarang seandainya ia berupaya untuk mengubah status quo.
Tonight, here, I want to present to you an economic case for an authentic democracy. I want to ask you to join me in believing again that Lee Kuan Yew, the Chinese Communist Party and indeed the Eurogroup are wrong in believing that we can dispense with democracy -- that we need an authentic, boisterous democracy. And without democracy, our societies will be nastier, our future bleak and our great, new technologies wasted.
Malam ini, saya ingin menceritakan tentang sistem ekonomi untuk demokrasi yang sebenarnya. Saya ingin meminta Anda untuk bersama saya kembali percaya bahwa Lee Kuan Yew, Partai Komunis China, dan juga Eurogroup telah salah dalam mempercayai bahwa kita bisa mengabaikan demokrasi -- bahwa kita memerlukan demokrasi yang sahih dan berani. Dan tanpa demokrasi, masyarakat kita akan jadi lebih buruk, masa depan kita suram dan teknologi baru kita yang hebat akan menjadi sampah.
Speaking of waste, allow me to point out an interesting paradox that is threatening our economies as we speak. I call it the twin peaks paradox. One peak you understand -- you know it, you recognize it -- is the mountain of debts that has been casting a long shadow over the United States, Europe, the whole world. We all recognize the mountain of debts. But few people discern its twin. A mountain of idle cash belonging to rich savers and to corporations, too terrified to invest it into the productive activities that can generate the incomes from which you can extinguish the mountain of debts and which can produce all those things that humanity desperately needs, like green energy.
Omong-omong sampah, saya ingin menekankan satu paradoks menarik yang mengancam ekonomi kita saat ini. Saya menyebutnya paradoks puncak kembar. Anda memahami salah satu puncak ini -- Anda mengetahuinya -- yaitu tumpukan hutang yang sudah lama membayangi Amerika Serikat, Eropa, dan seluruh dunia. Kita semua mengenali gunung hutang ini. Tapi tak banyak yang melihat kembarannya. Tumpukan uang tunai yang tidak digunakan, milik orang-orang kaya dan perusahaan, yang terlalu takut untuk menginvestasikannya pada aktivitas produktif yang bisa menghasilkan pendapatan untuk menghapuskan gunung hutang tadi dan memproduksi segala macam produk yang sangat dibutuhkan manusia, seperti energi ramah lingkungan.
Now let me give you two numbers. Over the last three months, in the United States, in Britain and in the Eurozone, we have invested, collectively, 3.4 trillion dollars on all the wealth-producing goods -- things like industrial plants, machinery, office blocks, schools, roads, railways, machinery, and so on and so forth. $3.4 trillion sounds like a lot of money until you compare it to the $5.1 trillion that has been slushing around in the same countries, in our financial institutions, doing absolutely nothing during the same period except inflating stock exchanges and bidding up house prices.
Saya akan memberi tahu Anda dua angka. Selama tiga bulan terakhir, di Amerika Serikat, Inggris, dan Eurozone, negara-negara ini secara kolektif telah menginvestasikan 3,4 triliun dolar pada barang-barang modal -- seperti pabrik industri, mesin, gedung perkantoran, sekolah, jalan raya, rel kereta api, mesin, dan seterusnya. 3,4 triliun dolar kedengarannya besar sampai ketika Anda bandingkan dengan 5,1 triliun dolar yang sudah menumpuk, di negara-negara yang sama, di institusi keuangan kita, tidak diapa-apakan dalam periode yang sama selain meningkatkan nilai saham dan harga rumah.
So a mountain of debt and a mountain of idle cash form twin peaks, failing to cancel each other out through the normal operation of the markets.
Jadi ada segunung hutang dan segunung uang diam, yang menjadi puncak kembar, gagal untuk meniadakan satu sama lain melalui operasi pasar normal.
The result is stagnant wages, more than a quarter of 25- to 54-year-olds in America, in Japan and in Europe out of work. And consequently, low aggregate demand, which in a never-ending cycle, reinforces the pessimism of the investors, who, fearing low demand, reproduce it by not investing -- exactly like Oedipus' father, who, terrified by the prophecy of the oracle that his son would grow up to kill him, unwittingly engineered the conditions that ensured that Oedipus, his son, would kill him.
Hasilnya adalah gaji yang tak pernah naik, dan lebih dari seperempat orang berusia 25 sampai 54 tahun di Amerika, Jepang dan Eropa kehilangan pekerjaan. Dan karenanya, permintaan agregat rendah, yang tak henti memperkuat pesimisme para investor, yang untuk menghindari permintaan yang rendah, justru mewujudkannya dengan menekan investasi -- seperti ayah Oedipus yang karena ketakutannya atas ramalan tentang putranya yang akan membunuhnya, justru menciptakan kondisi yang memastikan putranya, Oedipus, membunuhnya.
This is my quarrel with capitalism. Its gross wastefulness, all this idle cash, should be energized to improve lives, to develop human talents, and indeed to finance all these technologies, green technologies, which are absolutely essential for saving planet Earth.
Inilah masalah saya dengan kapitalisme. Kesia-siaannya, uang yang tak digunakan ini seharusnya digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup, untuk meningkatkan kemampuan manusia, dan membiayai segala macam teknologi, teknologi ramah lingkungan yang sangat diperlukan untuk menyelamatkan planet bumi.
Am I right in believing that democracy might be the answer? I believe so, but before we move on, what do we mean by democracy? Aristotle defined democracy as the constitution in which the free and the poor, being in the majority, control government.
Apa saya benar dalam mempercayai demokrasi mungkin adalah jawabannya? Saya yakin demikian, sebelum kita teruskan, apa yang kita maksud dengan demokrasi? Aristoteles mengatakan bahwa demokrasi adalah keadaan dimana orang bebas dan orang miskin, yang adalah mayoritas [dalam masyarakat], mengatur pemerintah.
Now, of course Athenian democracy excluded too many. Women, migrants and, of course, the slaves. But it would be a mistake to dismiss the significance of ancient Athenian democracy on the basis of whom it excluded.
Nah, demokrasi a la Athena tentu mengabaikan banyak kelompok. Perempuan, migran, dan tentu saja, budak. Tapi adalah suatu kesalahan apabila kita mengabaikan signifikansi demokrasi kuno Athena hanya karena siapa yang terabaikan.
What was more pertinent, and continues to be so about ancient Athenian democracy, was the inclusion of the working poor, who not only acquired the right to free speech, but more importantly, crucially, they acquired the rights to political judgments that were afforded equal weight in the decision-making concerning matters of state. Now, of course, Athenian democracy didn't last long. Like a candle that burns brightly, it burned out quickly. And indeed, our liberal democracies today do not have their roots in ancient Athens. They have their roots in the Magna Carta, in the 1688 Glorious Revolution, indeed in the American constitution. Whereas Athenian democracy was focusing on the masterless citizen and empowering the working poor, our liberal democracies are founded on the Magna Carta tradition, which was, after all, a charter for masters. And indeed, liberal democracy only surfaced when it was possible to separate fully the political sphere from the economic sphere, so as to confine the democratic process fully in the political sphere, leaving the economic sphere -- the corporate world, if you want -- as a democracy-free zone.
Yang lebih penting adalah bahwa dalam demokrasi kuno Athena, masyarakat miskin kelas bawah disertakan, mereka tidak hanya memiliki kebebasan berbicara, tapi yang lebih penting lagi, mereka memiliki hak untuk mengutarakan pendapat politik yang setara dalam pembuatan keputusan dalam urusan negara. Tapi tentu saja, demokrasi Athena tidak bertahan lama. Seperti lilin yang menyala terang, ia lumer dengan cepat. Dan memang, demokrasi liberal kita sekarang ini tidak berakar pada Athena kuno. Akar demokrasi kita adalah Magna Carta, Revolusi yang Mulia tahun 1688, dan UUD Amerika Serikat. Sementara demokrasi Athena berfokus pada masyarakat tak bertuan dan mengemansipasi masyarakat kelas bawah, demokrasi liberal kita dibangun dari tradisi Magna Carta, yang merupakan sebuah piagam untuk para penguasa. Dan memang, demokrasi liberal hanya muncul ketika kondisinya memungkinkan untuk memisahkan dunia politik sepenuhnya dari dunia ekonomi, sehingga proses demokrasi dibatasi sepenuhnya dalam dunia politik, dan membiarkan dunia ekonomi -- dunia korporat -- sebagai zona bebas-demokrasi.
Now, in our democracies today, this separation of the economic from the political sphere, the moment it started happening, it gave rise to an inexorable, epic struggle between the two, with the economic sphere colonizing the political sphere, eating into its power.
Dalam demokrasi kita sekarang, pemisahan antara dunia ekonomi dan politik, pemisahan ini menimbulkan pertarungan besar antara keduanya, dan dunia ekonomi menjajah dunia politik, menggerogoti kekuasaannya.
Have you wondered why politicians are not what they used to be? It's not because their DNA has degenerated.
Pernahkan Anda terpikir kenapa para politisi tak lagi seperti dulu? Bukan karena DNA mereka jadi makin bobrok.
(Laughter)
(Tawa)
It is rather because one can be in government today and not in power, because power has migrated from the political to the economic sphere, which is separate.
Tapi karena seseorang bisa ada di pemerintahan sekarang tapi tidak berkuasa, karena kekuasaan sudah berpindah dari dunia politik ke dunia ekonomi, yang terpisah.
Indeed, I spoke about my quarrel with capitalism. If you think about it, it is a little bit like a population of predators, that are so successful in decimating the prey that they must feed on, that in the end they starve.
Memang, saya menceritakan tentang pertarungan saya melawan kapitalisme. Kalau Anda pikirkan, ini seperti populasi para predator, yang sangat berhasil menghabisi mangsa mereka, sehingga akhirnya mereka kelaparan.
Similarly, the economic sphere has been colonizing and cannibalizing the political sphere to such an extent that it is undermining itself, causing economic crisis. Corporate power is increasing, political goods are devaluing, inequality is rising, aggregate demand is falling and CEOs of corporations are too scared to invest the cash of their corporations.
Seperti itu, dunia ekonomi sudah menjajah dan mengkanibalisasi dunia politik begitu jauh sehingga ia menimbulkan krisis ekonomi. Kekuatan perusahaan semakin besar, dan barang politik semakin lemah, ketidak-setaraan meningkat, permintaan agregat jatuh, dan para CEO perusahaan begitu ketakutan menginvestasikan uang perusahaan mereka.
So the more capitalism succeeds in taking the demos out of democracy, the taller the twin peaks and the greater the waste of human resources and humanity's wealth.
Semakin kapitalisme berhasil mengeluarkan "demos" (masyarakat) dari demokrasi, semakin tinggi puncak kembar, semakin banyak pula tenaga kerja serta kekayaan yang terbuang.
Clearly, if this is right, we must reunite the political and economic spheres and better do it with a demos being in control, like in ancient Athens except without the slaves or the exclusion of women and migrants.
Tentunya, apabila ini benar, kita harus menyatukan kembali dunia politik dan ekonomi dan lebih baik melakukannya di bawah kontrol "demos," seperti bangsa Yunani kuno tapi tanpa budak dan tidak mengabaikan perempuan dan migran.
Now, this is not an original idea. The Marxist left had that idea 100 years ago and it didn't go very well, did it?
Ini bukan ide orisinil saya. Ini adalah pemikiran Marx dari 100 tahun lalu, dan tidak begitu berhasil, bukan?
The lesson that we learned from the Soviet debacle is that only by a miracle will the working poor be reempowered, as they were in ancient Athens, without creating new forms of brutality and waste.
Pelajaran yang dapat kita tarik dari kasus Soviet adalah hanya keajaiban yang bisa meningkatkan martabat kelompok pekerja, sebagaimana di Athena kuno, tanpa menciptakan bentuk kebrutalan dan kesia-siaan baru.
But there is a solution: eliminate the working poor. Capitalism's doing it by replacing low-wage workers with automata, androids, robots. The problem is that as long as the economic and the political spheres are separate, automation makes the twin peaks taller, the waste loftier and the social conflicts deeper, including -- soon, I believe -- in places like China.
Tapi ada solusi lain: hilangkan kelompok pekerja yang miskin. Kapitalisme melakukannya dengan menggantikan pekerja murah dengan automata, android, robot. Masalahnya, selama dunia ekonomi dan politik tetap terpisah, automatisasi akan membuat puncak kembar semakin tinggi, dan sampah semakin menggunung dan konflik sosial semakin mendalam, termasuk -- saya rasa tak lama lagi -- di tempat-tempat seperti China.
So we need to reconfigure, we need to reunite the economic and the political spheres, but we'd better do it by democratizing the reunified sphere, lest we end up with a surveillance-mad hyperautocracy that makes The Matrix, the movie, look like a documentary.
Jadi kita harus mengatur ulang, kita harus menyatukan kembali dunia ekonomi dan politik, tapi kita sebaiknya mendemokratisasikan dunia gabungan yang terjadi, atau kita akan mendapatkan suatu hiper-autokrasi yang gila pengawasan seperti dunia yang digambarkan dalam film The Matrix.
(Laughter)
(Tertawa)
So the question is not whether capitalism will survive the technological innovations it is spawning. The more interesting question is whether capitalism will be succeeded by something resembling a Matrix dystopia or something much closer to a Star Trek-like society, where machines serve the humans and the humans expend their energies exploring the universe and indulging in long debates about the meaning of life in some ancient, Athenian-like, high tech agora.
Jadi pertanyaannya bukan apakah kapitalisme akan bisa bertahan dengan segala inovasi teknologi yang dihasilkannya. Pertanyaan yang lebih menarik adalah apakah penerus kapitalisme akan menyerupai distopia Matrix atau lebih menyerupai masyarakat di Star Trek dimana mesin mengabdi pada manusia dan manusia menggunakan energi mereka menjelajahi alam semesta dan berdiskusi panjang lebar tentang arti kehidupan dalam masyarakat seperti di Athena-kuno versi teknologi tingkat tinggi.
I think we can afford to be optimistic. But what would it take, what would it look like to have this Star Trek-like utopia, instead of the Matrix-like dystopia?
Menurut saya kita boleh optimis. Tapi apa yang dibutuhkan, akan seperti apa utopia Star Trek ini, alih-alih distopia Matrix?
In practical terms, allow me to share just briefly, a couple of examples.
Dalam istilah praktis, izinkan saya berbagi beberapa contoh.
At the level of the enterprise, imagine a capital market, where you earn capital as you work, and where your capital follows you from one job to another, from one company to another, and the company -- whichever one you happen to work at at that time -- is solely owned by those who happen to work in it at that moment. Then all income stems from capital, from profits, and the very concept of wage labor becomes obsolete. No more separation between those who own but do not work in the company and those who work but do not own the company; no more tug-of-war between capital and labor; no great gap between investment and saving; indeed, no towering twin peaks.
Pada level perusahaan, bayangkan pasar modal, dimana Anda dibayar dengan modal untuk pekerjaan Anda, dan modal tersebut mengikuti Anda dari pekerjaan ke pekerjaan, dari satu perusahaan ke perusahaan lain, dan perusahaan mana pun dimana Anda bekerja di suatu waktu tertentu -- dimiliki oleh siapa pun yang bekerja pada saat itu. Penghasilan lantas muncul dari modal, dari keuntungan, dan konsep pekerja upah menjadi kuno. Tidak ada dinding pemisah antara orang-orang yang memiliki tapi tidak bekerja di perusahaan dan orang-orang yang bekerja tapi tidak memiliki perusahaan; tidak ada lagi tarik menarik antara modal dan tenaga kerja tidak ada jurang besar antara investasi dan tabungan; dan tentunya, tidak ada puncak kembar.
At the level of the global political economy, imagine for a moment that our national currencies have a free-floating exchange rate, with a universal, global, digital currency, one that is issued by the International Monetary Fund, the G-20, on behalf of all humanity. And imagine further that all international trade is denominated in this currency -- let's call it "the cosmos," in units of cosmos -- with every government agreeing to be paying into a common fund a sum of cosmos units proportional to the country's trade deficit, or indeed to a country's trade surplus. And imagine that that fund is utilized to invest in green technologies, especially in parts of the world where investment funding is scarce.
Pada level ekonomi politik global, bayangkan mata uang nasional kita mempunyai kurs mengambang, dengan sebuah mata uang digital yang global dan universal, yang dikeluarkan oleh IMF, G-20, atas nama seluruh manusia. Dan bayangkan perdagangan internasional dilakukan menggunakan mata uang ini -- mari kita sebut ia "kosmos," dalam unit kosmos -- dengan setiap negara setuju membayar ke modal bersama sejumlah unit kosmos berdasarkan proporsi defisit perdagangan negara tersebut atau surplus perdagangannya. Dan bayangkan modal tersebut diinvestasi untuk teknologi ramah lingkungan, terutama di belahan dunia dimana pendanaan investasi sangat jarang.
This is not a new idea. It's what, effectively, John Maynard Keynes proposed in 1944 at the Bretton Woods Conference. The problem is that back then, they didn't have the technology to implement it. Now we do, especially in the context of a reunified political-economic sphere.
Ini bukan ide baru. Ini seperti yang disarankan oleh John Maynard Keynes pada tahun 1944 pada Konferensi Bretton Woods. Masalahnya adalah, ketika itu mereka tidak punya teknologi untuk menerapkannya. Sekarang kita punya teknologinya, terutama dalam konteks penyatuan kembali dunia politik dan ekonomi.
The world that I am describing to you is simultaneously libertarian, in that it prioritizes empowered individuals, Marxist, since it will have confined to the dustbin of history the division between capital and labor, and Keynesian, global Keynesian. But above all else, it is a world in which we will be able to imagine an authentic democracy.
Dunia yang saya gambarkan ini adalah dunia libertarian, dari caranya memprioritaskan pembangunan manusia, dan juga Marxis, karena ia akan membuang pemisahan antara modal dan pekerja ke dalam keranjang sampah sejarah, dan juga Keynesian, Keynesian global. Tapi lebih dari itu, ini adalah dunia dimana kita bisa membayangkan demokrasi yang autentik.
Will such a world dawn? Or shall we descend into a Matrix-like dystopia? The answer lies in the political choice that we shall be making collectively. It is our choice, and we'd better make it democratically.
Apakah dunia seperti ini akan muncul? Atau apakah kita akan jatuh pada distopia seperti Matrix? Jawabannya ada pada pilihan politik yang akan kita buat bersama-sama. Ini adalah pilihan kita, dan sebaiknya kita menjadikan dunia demokratis.
Thank you.
Terima kasih.
(Applause)
(Tepuk tangan)
Bruno Giussani: Yanis ... It was you who described yourself in your bios as a libertarian Marxist. What is the relevance of Marx's analysis today?
Bruno Giussani: Yanis ... Anda mendeskripsikan diri Anda sebagai Marxis libertarian. Apa relevansi analisa Marxis di masa sekarang?
Yanis Varoufakis: Well, if there was any relevance in what I just said, then Marx is relevant. Because the whole point of reunifying the political and economic is -- if we don't do it, then technological innovation is going to create such a massive fall in aggregate demand,
Yanis Varoufakis: Seandainya ceramah saya hari ini ada relevansinya, maka [analisa] Marxis relevan. Karena inti dari menyatukan dunia politik dan ekonomi adalah -- kalau kita tidak melakukannya, inovasi teknologi akan menciptakan kejatuhan besar-besaran akan permintaan agregat,
what Larry Summers refers to as secular stagnation. With this crisis migrating from one part of the world, as it is now, it will destabilize not only our democracies, but even the emerging world that is not that keen on liberal democracy. So if this analysis holds water, then Marx is absolutely relevant. But so is Hayek, that's why I'm a libertarian Marxist, and so is Keynes, so that's why I'm totally confused.
yang disebut Larry Summers sebagai "stagnasi sekular." Dengan krisis yang berpindah dari satu belahan dunia ke lainnya seperti saat ini, ia akan mendestabilisasi tak hanya demokrasi kita, tapi juga negara-negara berkembang yang tidak terlalu menyukai demokrasi liberal. Jadi kalau analisis ini benar, maka Marx menjadi sangat relevan. Tapi begitu juga Hayek, karena itulah saya seorang Marxis libertarian, dan demikian juga Keynes, dan karena itulah saya bingung sekali.
(Laughter)
(Tertawa)
BG: Indeed, and possibly we are too, now.
BG: Tepat, dan mungkin kami juga bingung sekarang.
(Laughter)
(Tertawa)
(Applause)
(Tepuk tangan)
YV: If you are not confused, you are not thinking, OK?
YV: Kalau Anda tidak bingung, berarti Anda tidak berpikir, ya kan?
BG: That's a very, very Greek philosopher kind of thing to say --
BG: Itu sangat, sangat tipikal filosofi Yunani, yang Anda katakan --
YV: That was Einstein, actually --
YV: Sebenarnya itu Einstein --
BG: During your talk you mentioned Singapore and China, and last night at the speaker dinner, you expressed a pretty strong opinion about how the West looks at China. Would you like to share that?
BG: Dalam ceramah Anda, Anda menyebut Singapura dan China, dan dalam jamuan makan malam kemarin Anda menyampaikan pendapat yang cukup keras tentang bagaimana Barat memandang China. Apa Anda mau membaginya dengan hadirin?
YV: Well, there's a great degree of hypocrisy. In our liberal democracies, we have a semblance of democracy. It's because we have confined, as I was saying in my talk, democracy to the political sphere, while leaving the one sphere where all the action is -- the economic sphere -- a completely democracy-free zone.
YV: Yah, ada kemunafikan yang sangat besar. Dalam demokrasi liberal kita, kita punya sesuatu yang mirip demokrasi. Seperti yang saya katakan, itu karena kita punya demokrasi yang terbatas pada dunia politik, sementara semua aksi justru terjadi di dunia yang tidak tersentuh demokrasi -- dunia ekonomi -- adalah area bebas-demokrasi.
In a sense, if I am allowed to be provocative, China today is closer to Britain in the 19th century. Because remember, we tend to associate liberalism with democracy -- that's a mistake, historically. Liberalism, liberal, it's like John Stuart Mill. John Stuart Mill was particularly skeptical about the democratic process. So what you are seeing now in China is a very similar process to the one that we had in Britain during the Industrial Revolution, especially the transition from the first to the second. And to be castigating China for doing that which the West did in the 19th century, smacks of hypocrisy.
Dengan kata lain, kalau saya boleh memprovokasi, China saat ini lebih mirip dengan Inggris di abad ke-19. Karena ingat, kita cenderung mengasosiasikan liberalisme dengan demokrasi -- yang mana salah, melihat sejarahnya. Liberalisme, liberal, adalah seperti John Stuart Mill. John Stuart Mill terutama skeptis terhadap proses demokrasi. Jadi yang Anda lihat di China sekarang adalah proses yang sama dengan yang terjadi di Inggris saat Revolusi Industri, terutama transisi dari periode pertama ke kedua. Dan menyalahkan China karena melakukan hal yang sama seperti di negara Barat pada abad ke-19, adalah munafik.
BG: I am sure that many people here are wondering about your experience as the Finance Minister of Greece earlier this year.
BG: Saya yakin banyak orang disini ingin tahu tentang pengalaman Anda sebagai Menteri Keuangan Yunani di awal tahun ini.
YV: I knew this was coming.
YV: Saya tahu Anda akan menanyakannya. BG: Ya.
BG: Yes.
BG: Enam bulan setelahnya,
BG: Six months after, how do you look back at the first half of the year?
bagaimana Anda melihat kembali pengalaman tersebut?
YV: Extremely exciting, from a personal point of view, and very disappointing, because we had an opportunity to reboot the Eurozone. Not just Greece, the Eurozone. To move away from the complacency and the constant denial that there was a massive -- and there is a massive architectural fault line going through the Eurozone, which is threatening, massively, the whole of the European Union process.
YV: Sangat menarik, dari sudut pandang personal, dan sangat mengecewakan, karena kami punya kesempatan untuk memulai ulang Eurozone. Tidak hanya Yunani, tapi Eurozone. Untuk berhenti berpuas diri dan terus menyangkal bahwa ada kesalahan arsitektur yang sangat besar, dalam Eurozone, yang mengancam proses Uni Eropa secara signifikan.
We had an opportunity on the basis of the Greek program -- which by the way, was the first program to manifest that denial -- to put it right. And, unfortunately, the powers in the Eurozone, in the Eurogroup, chose to maintain denial.
Kita memiliki kesempatan untuk memperbaikinya, mulai dari program Yunani -- yang omong-omong adalah program pertama dimana penyangkalan itu sangat nyata. Dan sayangnya, kekuatan di Eurozone, di Eurogroup, memilih untuk tetap menyangkal.
But you know what happens. This is the experience of the Soviet Union. When you try to keep alive an economic system that architecturally cannot survive, through political will and through authoritarianism, you may succeed in prolonging it, but when change happens it happens very abruptly and catastrophically.
Tapi Anda tahu apa yang terjadi. Ini adalah pengalaman Uni Soviet. Ketika Anda mencoba mempertahankan sistem ekonomi yang secara struktural tidak bisa bertahan, meskipun mungkin dengan kekuatan politik dan otoritarianisme, Anda bisa memperpanjang masa hidupnya tapi ketika perubahan terjadi -- ia akan terjadi secara tiba-tiba dan destruktif.
BG: What kind of change are you foreseeing?
BG: Perubahan apa yang Anda prediksi?
YV: Well, there's no doubt that if we don't change the architecture of the Eurozone, the Eurozone has no future.
YV: Tidak ada keraguan bahwa kalau kita tidak mengubah arsitektur Eurozone, Eurozone tidak punya masa depan.
BG: Did you make any mistakes when you were Finance Minister?
BG: Apakah Anda melakukan kesalahan ketika menjabat Menteri Keuangan?
YV: Every day.
YV: Setiap hari.
BG: For example? YV: Anybody who looks back --
BG: Contohnya? YV: Siapa pun yang melihat ke belakang --
(Applause)
(Tepuk tangan)
No, but seriously. If there's any Minister of Finance, or of anything else for that matter, who tells you after six months in a job, especially in such a stressful situation, that they have made no mistake, they're dangerous people. Of course I made mistakes.
Saya serius. Kalau ada Menteri Keuangan, atau pemegang jabatan apa pun, yang mengatakan bahwa setelah 6 bulan dalam posisi mereka, terutama dalam situasi yang sangat tertekan, bahwa mereka tidak melakukan kesalahan, mereka adalah orang yang berbahaya. Tentu saya membuat kesalahan.
The greatest mistake was to sign the application for the extension of a loan agreement in the end of February. I was imagining that there was a genuine interest on the side of the creditors to find common ground. And there wasn't. They were simply interested in crushing our government, just because they did not want to have to deal with the architectural fault lines that were running through the Eurozone. And because they didn't want to admit that for five years they were implementing a catastrophic program in Greece. We lost one-third of our nominal GDP. This is worse than the Great Depression. And no one has come clean from the troika of lenders that have been imposing this policy to say, "This was a colossal mistake."
Kesalahan terbesar adalah menanda-tangani aplikasi untuk perpanjangan kontrak hutang pada akhir Februari. Saya pikir ketika itu ada minat yang tulus dari para kreditor untuk menemukan solusi bersama. Ternyata tidak ada. Mereka hanya tertarik untuk menghancurkan pemerintah Yunani, hanya karena mereka tidak ingin berurusan dengan kesalahan arsitektural yang ada pada Eurozone. Dan karena mereka tidak mau mengakui bahwa mereka sudah menjalankan program destruktif di Yunani selama 5 tahun. Kami kehilangan sepertiga PDB nominal kami. Ini lebih parah dari masa Depresi Besar. Dan para kreditor yang menetapkan kebijakan ini, tidak ada yang mengakui bahwa "Ini adalah kesalahan besar."
BG: Despite all this, and despite the aggressiveness of the discussion, you seem to be remaining quite pro-European.
BG: Meskipun demikian, dan betapa agresifnya bahasan ini, Anda sepertinya tetap pro-Eropa.
YV: Absolutely. Look, my criticism of the European Union and the Eurozone comes from a person who lives and breathes Europe. My greatest fear is that the Eurozone will not survive. Because if it doesn't, the centrifugal forces that will be unleashed will be demonic, and they will destroy the European Union. And that will be catastrophic not just for Europe but for the whole global economy.
YV: Tentu saja. Begini, kritik saya terhadap Uni Eropa dan Eurozone datang dari seseorang dengan darah daging Eropa. Ketakutan terbesar saya adalah seandainya Eurozone tak bisa bertahan. Karena bila itu terjadi, gaya sentrifugal yang akan terjadi akan amat besar dan destruktif, dan akan menghancurkan Uni Eropa. Akan menghancurkan tidak hanya Eropa tapi juga ekonomi global.
We are probably the largest economy in the world. And if we allow ourselves to fall into a route of the postmodern 1930's, which seems to me to be what we are doing, then that will be detrimental to the future of Europeans and non-Europeans alike.
UE mungkin adalah ekonomi terbesar di dunia. Dan kalau kita biarkan ia jatuh pada rute post-modern tahun 1930, yang menurut saya adalah yang kita lakukan sekarang, ini akan sangat menentukan masa depan masyarakat Eropa dan non-Eropa.
BG: We definitely hope you are wrong on that point. Yanis, thank you for coming to TED.
BG: Tentunya kita berharap Anda salah tentangnya. Yanis, terima kasih sudah datang ke TED.
YV: Thank you.
YV: Terima kasih.
(Applause)
(Tepuk tangan)