Tiq Milan: Our first conversation was on Facebook, and it was three days long.
Tiq Milan: Percakapan pertama kami adalah di Facebook, dan berlangsung selama tiga hari lamanya.
(Laughter)
(Tertawa)
We shared over 3,000 messages between us, and it was during those 72 hours that I knew she was going to be my wife. We didn't wait any prerequisite amount of time for our courtship; we told each other the vulnerable truths up front: I am a transgender man, which means the F on my birth certificate should have stood for "False," instead of "Female."
Kami bertukar lebih dari 3000 pesan, dan selama 72 jam itulah saya tahu dia akan menjadi istri saya. Kami tidak menunggu waktu tertentu untuk berpacaran; kami saling berbagi kelemahan dan kerentanan di awal: Saya laki-laki transgender, yang artinya F di akta kelahiran saya seharusnya berarti “False” (Salah) dibandingkan dengan “Perempuan.”
(Laughter)
(Tertawa)
Walking around as a woman in the world felt like walking with pebbles in my shoes. It took the rhythm out of my swagger, it threw me off balance, it pained me with every step I took forward. But today I'm a man of my own intention; a man of my own design.
Berjalan sebagai perempuan di dunia seperti berjalan dengan kerikil di sepatu. Itu mengambil ritme kesombongan saya, membuat saya kehilangan keseimbangan, menyakiti setiap langkah yang saya ambil. Tapi hari ini saya adalah laki-laki dengan intensi sendiri; laki-laki sesuai desain saya.
Kim Katrin Milan: I am a cisgender queer woman. Cisgender means the gender I was assigned at birth is still and has always been female. This doesn't make me natural or normal, this is just one way of describing the many different ways that we exist in this world. And queer is a cultural term, but in this case, it refers to the way that I'm not restricted by gender when it comes to choosing partners. I've identified in a few different ways -- as a bisexual, as a lesbian -- but for me, queerness encompasses all of the layers of who I am and how I've loved. I'm layers, and not fractions. And for me, the fact that he was queer meant that I could trust his courtship from the very beginning.
Kim Katrin Milan: Saya cisgender queer perempuan. Cisgender berarti gender yang ditetapkan saat saya lahir adalah masih dan tetap sebagai perempuan. Ini tidak membuat saya alami atau normal, ini hanyalah cara mendeskripsikan keragaman yang ada di dunia. Dan queer adalah diksi kultural, tapi dalam hal ini, merujuk pada cara di mana saya tidak dibatasi oleh gender dalam hal memilih pasangan. Saya mengidentifikasi dalam beberapa cara -- sebagai biseksual, sebagai lesbian -- tapi bagi saya, <i>queerness</i> menembus semua lapisan siapa saya dan bagaimana saya mencintai. Saya adalah lapisan bukan ceceran. Dan bagi saya, fakta bahwa dia juga queer berarti saya bisa memercayainya sejak awal.
As queer and trans people, we're so often excluded from institutions and traditions. We create spaces outside of convention, including the conventions of time. And in those 3,000 messages between us, we collapsed time; we queered it; we laid it all on the table.
Sebagai queer dan orang trans, kami sering kali dipinggirkan dari institusi dan tradisi. Kami membuat wadah di luar konvensi, termasuk konvensi waktu. Dan diantara 3.000 pesan di antara kami, kami menaklukan waktu; kami membuatnya queer; kami meletakkan semuanya di atas meja.
(Laughter)
(Tertawa)
With no pretense at all. And this meant that we were able to commit to each other in a profoundly different way.
Tanpa kepura-puraan sama sekali. Dan ini artinya kami bisa berkomitmen satu sama lain dengan cara yang sangat berbeda.
So often what we're told is this idea of the "Golden Rule," that we should treat other people the way we want to be treated. But the problem with that is that it assumes that we are the standard for other people, and we're not. We need to treat other people the way they want to be treated, which means we had to ask. I couldn't assume that the kind of love that Tiq needed was the same kind of love that I needed. So I asked him everything -- about his fears, his insecurities -- and we started from there.
Jadi sering kali kita diberi ide bernama “Aturan Emas,” kita harus memperlakukan orang lain seperti bagaimana kita ingin diperlakukan. Tapi masalahnya adalah ada asumsi bahwa itu juga merupakan standar orang lain, tapi itu tidak benar. Kita perlu memperlakukan orang lain sebagaimana mereka ingin diperlakukan, yang artinya kita harus bertanya. Saya tidak bisa berasumsi bahwa jenis cinta yang Tiq butuhkan sama dengan jenis cinta yang saya butuhkan. Jadi saya menanyakan semuanya -- mengenai rasa takutnya, ketidaknyamanannya -- dan kami mulai dari sana.
TM: I didn't know what kind of love I needed. I had just come out of a year-long fog of being rejected and utterly depleted. I had someone look me in my eyes and tell me that I was unworthy of their love because I was trans. And there's a culture of lovelessness that we've created around transgender people. It's reasoned, justified and often signed into law. And I was a heartbeat away from internalizing that message, that I wasn't worthy. But Kim said that I was her ideal -- the heartbroken mess that I was.
TM: Saya tidak tahu jenis cinta seperti apa yang saya butuhkan. Saya baru saja keluar dari kegelapan akibat penolakan yang membuat saya lelah. Ada orang yang menatap saya dan bilang saya tidak pantas dicintai karena saya seorang trans. Dan ada budaya kebencian yang kita ciptakan di sekitar transgender. Itu dinormalisasi, dibenarkan, dan seringkali dijadikan dasar hukum. Dan saya nyaris menginternalisasinya, bahwa saya tidak layak dicintai. Tapi Kim bilang saya tipe idealnya -- saya yang kacau saat itu.
(Laughter)
(Tertawa)
KKM: He totally was my ideal.
KKM: Dia sungguh tipe ideal saya.
(Laughter)
(Tertawa)
In more ways than one. Both poets, writers, creatives with a long history of community work behind us, and big, huge dreams of a family in front of us, we shared a lot of things in common, but we were also incredibly different. I've been a lifelong traveler and a bit of an orphan, whereas he comes from a huge family, and definitely stays grounded. I often kind of sum up the differences in our strengths by saying, "Keep me safe, and I'll keep you wild."
Di banyak aspek. Dia penyair, penulis, orang yang kreatif dengan sejarah panjang kerja komunitas di antara kami, dan mimpi-mimpi besar tentang keluarga di masa depan kami, kami berbagi banyak kesamaan, tapi kami juga sangat berbeda. Saya adalah seorang petualang dan juga yatim piatu, sementara dia datang dari keluarga besar, dan tetap sesuai dengan akarnya. Saya sering kali merangkum perbedaan kekuatan kami dengan bilang, “Jaga aku, dan aku akan membuatmu liar.”
(Laughter)
(Tertawa)
TM: We have marginalized identities but we don't live marginalized lives. Being queer and trans is about creating new ways of existing. It's about loving people as they are, not as they're supposed to be. Kim is unapologetically feminine in a world that is often cruel and violent to women who are too proud and too freeing. And I didn't enter into this union under the auspices that she was going to be my helper or my rib, but a fully complex --
TM: Kami punya identitas marginal tapi kami tidak hidup termarginalkan. Menjadi queer dan trans adalah tentang menciptakan cara baru untuk ada. Ini adalah tentang mencintai orang sebagaimana adanya, bukan sebagaimana mestinya. Kim benar-benar feminin di dunia yang sering kali kejam dan keras terhadap perempuan yang lantang dan bebas. Dan saya tidak masuk dalam komitmen ini dengan asumsi dia akan menjadi pengasuh saya atau tulang rusuk saya, tapi manusia kompleks --
(Laughter)
(Tertawa)
KKM: Right? That's not right.
KKM: Benarkan? Itu tidak benar.
TM: But a fully complex human being whose femininity wasn't for me to rein in, control or critique. It's her brilliance, the way she leads with compassion, and how she never loses sight of her empathy. She has been my hero since day one.
TM: Tapi manusia yang kompleks yang kefemininannya bukan untuk saya kuasai, kontrol atau kritik. Itu adalah kelebihannya, bagaimana dia memimpin dengan kasih sayang, dan bagaimana ia tidak pernah kehilangan empatinya. Dia adalah pahlawan saya sejak hari pertama.
(Applause)
(Tepuk tangan)
KKM: Our relationship has always been about setting each other free. One of the first questions I asked him was what dreams he had left to accomplish, and how would I help him get there. His dreams to live as a poet, to adopt and raise a family together, to live a life that he was proud of, and one that would live up to his mother's incredible legacy. And I really appreciated that we were able to start from that place, and not from a place that was around figuring out how to make each other work together. And I think this really allowed us to grow into the people that we were in a way that was incredibly different. I love him whole; pre-transition, now and in the future. And it's this love that had us committed to each other before we'd even seen each other's faces.
KKM: Hubungan kami adalah selalu tentang membuat yang lain terbebaskan. Hal pertama yang kutakan padanya adalah apa mimpi yang ingin dia capai, dan bagaimana saya bisa membantunya. Mimpinya adalah hidup sebagai penyair, mengadopsi dan membentuk keluarga bersama, punya kehidupan yang membuatnya bangga, dan salah satunya adalah dengan mewarisi legasi ibunya. Dan saya sungguh bersyukur bahwa kami bisa memulai dari hal itu, dan bukan dari fase di mana kami harus mencari tahu bagaimana membuat satu sama lain bisa bersama. Dan saya pikir ini sungguh membuat kami tumbuh menjadi kami yang sekarang dengan cara yang sangat berbeda. Saya mencintainya seutuhnya; sebelum transisi, sekarang dan di masa depan. Dan cinta yang kami punya ini yang membuat kami berkomitmen bahkan sebelum kami melihat wajah satu sama lain.
TM: My mother's biggest concern when I transitioned was who was going to love me as I am. Had being transgender somehow precluded me from love and monogamy because I was supposedly born in the wrong body? But it's this type of structuring that has to be reframed in order to let love in. My body never betrayed me, and my body was never wrong. It's this restrictive, binary thinking on gender that said that I didn't exist. But when we met, she loved me for exactly how I showed up. She would trace her fingers along the numb keloid scars left by my top surgery. Scars that run from the middle of my chest all the way out to my outer torso. She said that these were reminders of my strength and everything that I went through and nothing for me to be ashamed of. So sprinting towards her hand in marriage was the queerest thing that I could do.
TM: Kekhawatiran terbesar ibu saya ketika saya bertransisi adalah siapa yang akan mencintai saya apa adanya. Apakah menjadi transgender tiba-tiba membuat saya tidak layak mendapat cinta dan monogami karena saya terlahir di tubuh yang salah? Tapi ini adalah struktur yang harus dibingkai ulang untuk membuat jalan bagi cinta. Tubuh saya tidak pernah mengkhianati saya, dan tubuh saya tidak pernah salah. Pandangan sempit dan biner tentang gender inilah yang bilang bahwa saya tidak ada. Tapi saat kami bertemu, dia mencintai saya apa adanya. Dia akan menyusuri bekas luka keloid saya akibat operasi pengangkatan payudara. Bekas luka dari bagian tengah dada saya hingga torso luar saya. Dia bilang itu penanda kekuatan saya dan semua yang kulalui dan saya tidak perlu malu. Jadi dengan segera melamarnya dan menikah adalah hal paling queer yang bisa saya lakukan.
(Laughter)
(Tertawa)
It flew in the face of more conventional trajectories of love and relationships, because God was never supposed to bless a union for folks like us, and the law was never supposed to recognize it.
Ini menentang jalur konvensional tentang cinta dan hubungan, karena Tuhan tidak seharusnya memberkati pasangan seperti kami, dan hukum seharusnya tidak pernah mengakui kami.
KKM: So on May 5, 2014, just about three months after meeting online, we were married on the steps of City Hall in Manhattan, and it was beautiful in every conceivable way. It's safe to say that we reimagined some traditions, but we also kept some old ones that we worked in, and we created something that worked for us. My bouquet and corsage was actually filled with wildflowers from Brooklyn -- also added in a little bit of lavender and sage to keep us grounded because we were so nervous. And it was put together by a sweet sister healer friend of ours. I never wanted a diamond ring, because conflict and convention are not my thing, so my ring is the deepest purple, like the color of my crown chakra, and set in place with my birthstones.
KKM: Jadi di tanggal 5 Mei 2014, hanya setelah tiga bulan bertemu secara daring, kami menikah di Balai Kota, di Manhattan, dan itu sangat indah dengan cara yang berbeda. Aman untuk mengatakan bahwa kami membayangkan ulang beberapa tradisi, tapi kami juga mempertahankan beberapa tradisi lama, dan kami membuat sesuatu yang sesuai untuk kami. Buket dan korsase saya dipenuhi bunga liar dari Brooklyn -- juga ada tambahan sedikit lavender dan sage untuk membuat kami tenang karena kami sangat cemas. Dan dirangkai oleh adik teman kami. Saya tidak pernah menginginkan cincin karena konflik dan konvensi bukan hal yang saya suka, dan cincin saya berwarna ungu tua, seperti warna cakra di kepala saya, dan dihiasi batu kelahiran saya.
The gift of queerness is options. I never had to choose his last name, it was never an exception, but I did because I am my father's bastard child, someone who has always been an apology, a secret, an imposition. And it was incredibly freeing to choose the name of a man who chose me first.
Hadiah menjadi queer adalah pilihan. Saya tidak pernah harus memilih nama belakangnya, itu tidak pernah jadi pengecualian, tapi saya melakukannya karena saya adalah anak haram ayah saya, seseorang yang selalu meminta maaf, rahasia dan dianggap pengganggu. Dan benar-benar membebaskan untuk memilih nama laki-laki yang memilih saya juga.
(Applause)
(Tepuk tangan)
TM: So we told some family and some close friends, many of whom were still in disbelief as we took our vows. Fittingly, we posted all of our wedding photos on Facebook, where we met -- and Instagram, of course. And we quickly realized that our coming together was more than just a union of two people, but was a model of possibility for the millions of LGBTQ folks who have been sold this lie that family and matrimony is antithetical to who they are -- for those of us who rarely get to see ourselves reflected in love and happiness.
TM: Jadi saya bilang pada beberapa keluarga dan teman dekat, banyak di antaranya tidak percaya di saat kami mengucap janji pernikahan. Kami juga mengunggah foto pernikahan kami di Facebook, di mana kami bertemu -- dan Instagram, tentu saja. Dan kami segera menyadari bahwa kebersamaan kami lebih dari penyatuan dua orang, tapi ini jadi model yang mungkin bisa dicontoh jutaan orang LGBTQ lain yang sudah termakan kebohongan bahwa keluarga dan pernikahan adalah antitesis siapa mereka -- untuk sebagian dari kami yang jarang melihat diri kami direfleksikan dalam cinta dan kebahagiaan.
KKM: And the thing is, absolutely we are marginalized because of our identities, but it also emboldens us to be the people that we are. Queerness is our major key; blackness is our magic. It's because of these things that we are able to be hopeful, open, receptive and shape-shifting. These are the things that give us, and are such an incredible source of, our strength. Our queerness is a source of that strength.
KKM: Masalahnya adalah, kami termarginalisasi karena identitas kami, tapi itu juga yang membentuk kami menjadi kami yang hari ini. Queerness adalah kunci utama kami; berkulit hitam adalah sihir kami. Karena hal-hal tadi itu lah kami penuh harapan, terbuka, mudah menerima dan beradaptasi. Ini adalah hal-hal yang memberi kami, sumber kekuatan yang sangat hebat. Sisi queer kami adalah sumber kekuatan.
I think of the words of Ottawa-based poet Brandon Wint: "Not queer like gay; queer like escaping definition. Queer like some sort of fluidity and limitlessness all at once. Queer like a freedom too strange to be conquered. Queer like the fearlessness to imagine what love can look like, and to pursue it."
Saya teringat kata-kata penyair asal Ottawa Brandon Wint: “Tidak queer seperti gay; queer seperti membebaskan diri dari definisi. Queer seperti sesuatu yang cair dan sekaligus tak terbatas. Queer seperti kebebasan yang terlalu aneh untuk ditaklukan. Queer seperti ketidaktakutan untuk mengimajinasikan bagaimana cinta itu, dan mengejarnya.”
TM: We are part of a community of folks -- Yeah, that's good right?
TM: Kami adalah bagian komunitas -- Iya, itu bagus kan?
(Laughter)
(Tertawa)
We are part of a community of folks who are living their authentic selves all along the gender spectrum, despite the ubiquitous threat of violence, despite the undercurrent of anxiety that always is present for people who live on their own terms. Globally, a transgender person is murdered every 21 hours. And the United States has had more trans murders on record this year than any year to date. However, our stories are much more than this rigid dichotomy of strength and resilience. We are expanding the human complexity on these margins, and we are creating freedom on these margins.
Kami adalah bagian kelompok masyarakat yang hidup menjadi dirinya sendiri bersamaan dengan spektrum gender lainnya meski dengan hadirnya ancaman kekerasan, meski ada kecemasan yang selalu menemani dari orang-orang yang hidup dengan caranya sendiri. Secara global, transgender dibunuh setiap 21 jam sekali. Dan Amerika Serikat memiliki lebih banyak catatan pembunuhan transgender tahun ini dibanding tahun-tahun sebelumnya. Tetapi, cerita kami lebih rigid dari dikotomi kekuatan dan kemampuan bertahan. Kami memperluas kompleksitas manusia dari standar ini, dan menciptakan kebebasan dari standar ini.
KKM: And we don't have any blueprints. We're creating a world that we have literally never seen before; organizing families based on love and not by blood, guiding by a compassion that so few of us have been shown ourselves.
KKM: Dan kita tidak punya cetak biru. Kami membuat dunia yang memang tidak pernah dilihat sebelumnya; mengorganisir keluarga berdasarkan cinta dan bukan ikatan darah, dibimbing oleh kasih sayang yang jarang ditunjukkan pada diri kami.
So many of us have not received love from our families -- have been betrayed by the people that we trust most. So what we do here is we create entirely new languages of love. Ones that are about creating the space for us to be our authentic selves and not imposing this standard of what masculinity or femininity is supposed to be.
Banyak di antara kami tidak menerima cinta dari keluarga kami -- dikhiatanati oleh orang-orang yang paling kami percayai. Jadi yang kami lakukan adalah membuat bahasa cinta yang baru. Bahasa yang menciptakan ruang untuk kami menjadi diri kami sebenarnya dan tidak mengikuti standar baku bagaimana maskulinitas dan feminitas seharusnya.
TM: We are interested in love and inclusion as a tool of revolutionary change, right? And the idea is simply, if we drop all our preconceived notions about how somebody is supposed to be -- in their body, in their gender, in their skin -- if we take the intentional steps to unlearn these deep-seated biases and create space for people to be self-determined, and embrace who they are, then we will definitely create a better world than the one we were born into.
TM: Kami tertarik dengan cinta dan inklusi sebagai alat perubahan revolusioner, kan? Dan ide ini sangat simpel, jika kita jauhkan prasangka awal tentang bagaimana seseorang seharusnya -- dalam tubuhnya, gendernya, kulitnya -- jika kita melangkah secara sadar untuk melepaskan bias yang tertanam lama dan membuat ruang untuk orang menentukan nasibnya sendiri, dan menjadi dirinya sendiri, maka kami akan menciptakan dunia yang lebih baik dibandingkan saat kami lahir.
(Applause)
(Tepuk tangan)
KKM: We want to mark this time in history by leaving evidence of the fact that we were here. We open up little windows into our relationship for our community to bear witness, and we do this because we want to make maps to the future and not monuments to ourselves. Our experience does not invalidate other peoples' experience, but it should and necessarily does complicate this idea of what love and marriage are supposed to be.
KKM: Kami ingin menandai waktu ini dalam sejarah dengan menciptakan fakta bahwa kami di sini. Kami membuka jendela kecil dalam hubungan kami agar komunitas menyaksikan, dan kami melakukannya karena kami ingin membuat peta masa depan dan bukan sekedar monumen untuk diri sendiri. Pengalaman kami tidak menginvalidasi pengalaman orang lain, tapi itu seharusnya tidak membuat ide tentang bagaimana cinta dan pernikahan seharusnya menjadi sulit.
TM: OK, now for all the talking, and inspiring, and possibility-modeling we've done, we've been nowhere near perfect. And we've had to hold a mirror up to ourselves. And I saw that I wasn't always the best listener, and that my ego got in the way of our progress as a couple. And I've had to really assess these deep-seated, sexist ideas that I've had about the value of a woman's experience in the world. I've had to reevaluate what it means to be in allyship with my wife.
TM: Oke, sekarang untuk semua pembicaraan, dan inspirasi, dan kemungkinan model yang kami buat, masih jauh dari sempurna. Dan kami harus berkaca pada diri sendiri. Dan saya melihat bahwa saya tidak selalu jadi pendengar yang baik, dan ego saya menghalangi progres sebagai pasangan. Dan saya harus meninjau kembali ide seksis yang melekat kuat yang saya punya tentang nilai pengalaman perempuan di dunia. Saya harus mengevaluasi apa artinya menjadi sekutu dengan istri saya.
KKM: And I had to remind myself of a lot of things, too. What it means to be hard on the issues, but soft on the person. While we were writing this, we got into a massive fight.
KKM: Dan saya harus mengingatkan diri saya akan berbagai hal juga. Apa artinya menjadi keras pada isu, tapi lemah lembut pada manusia. Ketika kami menuliskan ide ini, kami terlibat perkelahian besar.
(Laughter)
(Tertawa)
For so many different reasons, but based on the content about our values and our lived experiences -- and we were really hurt, you know? Because what we do and how we love puts ourselves entirely on the line. But even though the fight lasted over the course of two days --
Untuk berbagai alasan berbeda, tapi berdasarkan isi tentang nilai kami dan pengalaman hidup -- dan kami sangat terluka. Karena apa yang kami lakukan dan bagaimana kami mencintai menempatkan kami di depan. Meski begitu perkelahian itu berlangsung selama dua hari --
(Laughter)
(Tertawa)
We were able to come back together to each other, and recommit to ourselves, to each other and to our marriage. And that really yielded some of the most passionate parts of what we share with you here today.
Kami berhasil kembali bersama dengan satu sama lain, dan melakukan komitmen kembali, pada satu sama lain dan pernikahan kami. Dan itu menghasilkan bagian yang sangat bergairah yang kami bagikan ke kalian hari ini.
TM: I have had to interrogate masculinity, which I think doesn't happen enough. I've had to interrogate masculinity; the toxic privileges that come with being a man don't define me, but I have to be accountable for how it shows up in my life every day. I have allowed my wife to do all of the emotional labor of prying open the lines of communication when I'd rather clam up and run away.
TM: Saya harus menginterogasi maskulinitas, yang saya pikir belum cukup sering terjadi. Saya harus menginterogasikan maskulintas; kesempatan beracun yang datang karena jadi laki-laki tidak mendefinisikan saya, tapi saya harus bertanggungjawab bagaimana itu hadir dalam kehidupan sehari-hari. Saya menempatkan istri saya untuk menanggung beban emosional membongkar dinding pertahanan komunikasi ketika saya hanya ingin diam dan lari.
(Laughter)
(Tertawa)
I've stripped away emotional support instead of facing my own vulnerabilities, particularly around the heartbreaking miscarriage we suffered last year, and I'm sorry for that. Sometimes as men, we get to take the easy way out. And so my journey as a trans person is about reimagining masculinity. About creating a manhood that isn't measured by the power it wields, by the entitlements afforded to it, or any simulacrum of control that it can muster, but works in tandem with femininity, and is guided by my spirit.
Saya lari dari dukungan emosi saya dibanding menghadapi rasa takut sendiri, terutama di sekitar keguguran yang kami alami tahun lalu, dan saya berduka. Kadang sebagai laki-laki, kami memilih jalan keluar termudah. Dan perjalanan saya sebagai trans adalah mengimajinasikan kembali maskulinitas. Menciptakan kelelakian tidak harus diukur dengan kekuatan yang dimilikinya, dan pengaruh yang dibawanya, dan tiruan kontrol yang dapat dilakukan, tetapi bekerja bersama dengan feminitas, dan dibimbing jiwaku.
KKM: Y'all ...
KKM: Semuanya ...
(Applause)
(Tepuk tangan)
And this has created the space for my femininity to flourish in a way I had never experienced before. He never is threatened by my sexuality, he never polices what I wear or how I act. I cook but he does way more of the cleaning than I do. And when we're rushing to get out of the house and we have so much to handle, he handles everything, so I have time to do my hair and makeup.
Dan ini menciptakan ruang untuk feminitas saya berkembang dengan cara yang tidak pernah saya alami sebelumnya. Dia tidak pernah terancam oleh seksualitas saya, dia tidak pernah mengatur apa yang saya pakai atau bagaimana tindakan saya. Saya memasak tapi dia selalu melakukan bersih-bersih lebih banyak. Dan ketika kami terburu-buru pergi keluar rumah dan harus mengerjakan banyak hal dia mengerjakan semuanya, jadi saya punya waktu untuk berdandan dan menata rambut.
(Laughter)
(Tertawa)
He understands that this is my armor, and he never treats femininity as though it is frivolous or superficial, and this, and him -- he grows my experience of gender every single day.
Dia mengerti bahwa dia adalah tameng saya, dan dia tidak pernah memperlakukan feminitas sebagai hal superfisial, dan ini, dan dia -- dia menumbuhkan pengalaman saya tentang gender setiap harinya.
TM: I love to watch her get dressed in the morning. Watching her in the closet, looking for something comfortable and colorful, and tight, and safe --
TM: Saya suka melihat dia berdandan di pagi hari. Menonton dia di klosetnya, mencari sesuatu yang nyaman dan berwarna, dan ketat, dan aman --
(Laughter)
(Tertawa)
But it's challenging to watch her negotiate her decisions looking for something that's going to get the least amount of attention, but at the same time be an expression of the vibrant and sexy woman she is. And all I want to do is celebrate her for her beauty, and the things that make her beautiful and special and free, from her long acrylic nails, to her uncompromising black feminism.
Tapi juga menantang melihatnya menegosiasikan keputusannya mencari sesuatu yang akan mendapat perhatian paling sedikit, tapi juga mengekspresikan dirinya sebagai perempuan yang ceria dan seksi. Dan saya ingin merayakannya untuk kecantikannya, dan hal-hal yang membuatnya cantik dan spesial dan bebas, mulai dari kuku akrilik panjangnya, hingga menjadi feminis kulit hitam tanpa kompromi.
(Applause)
(Tepuk tangan)
KKM: I love you. TM: I love you.
KKM: Aku mencintaimu. TM: Aku mencintaimu.
(Laughter)
(Tertawa)
KKM: There are so many queer and trans people who have come before us, whose stories we will never get to hear. We constantly experience this retelling of history where we are conspicuously left out. And it's really hard to not see ourselves there. And so living out loud for us is about that representation. It's about having possibility models, and having hope that love is part of our inheritance in this world, too.
KKM: Ada banyak sekali orang queer dan orang trans yang hidup sebelum kami, yang ceritanya tidak akan pernah bisa kita dengarkan. Kami terus mengalami sejarah ini secara berulang di mana kami terus ditinggalkan. Dan sangat sulit melihat diri kami di luar sana. Dan hidup bagi kami adalah tentang representasi. Ini adalah tentang memiliki peluang, dan memiliki harapan bahwa cinta adalah juga bagian warisan kami untuk dunia ini.
TM: The possibility that we are practicing is about reinventing time, love and institutions. We are creating a future of multiplicity. We are expanding the spectrum of gender and sexuality, imagining ourselves into existence, imagining a world where gender is self-determined and not imposed, and where who we are is a kaleidoscope of possibility without the narrow-minded limitations masquerading as science or justice.
TM: Kemungkinan bahwa kami mempraktikkan kembali waktu, cinta dan institusi. Kami menciptakan masa depan yang beragam. Kami memperluas spektrum gender dan seksualitas, mengimajinasikan diri kami untuk ada, mengimajinasikan di mana gender adalah pilihan dan tidak dipaksakan, dan di mana kita adalah kaleidoskop kemungkinan tanpa limitasi pikiran sempit membayangi ilmu pengetahuan atau keadilan.
(Applause)
(Tepuk tangan)
KKM: And I can't lie: it is really, really hard. It is hard to stand in the face of bigotry with an open heart and a smile on my face. It is really hard to face the injustice that exists in the world, while still believing in the ability of people to really change. That takes an enormous amount of faith and dedication. And beyond that, marriage is hard work.
KKM: Dan saya tidak bisa bohong: ini sangat, sangat sulit. Sulit untuk menghadapi kefanatikan dengan hati terbuka dan senyum di wajah. Sulit untuk menghadapi ketidakadilan yang ada di dunia, sementara masih percaya pada kemampuan orang untuk benar-benar berubah. Itu membutuhkan keyakinan iman dan dedikasi yang kuat. Dan lebih dari itu, pernikahan itu kerja keras.
(Laughter)
(Tertawa)
Piles of dirty socks on the floor, more boring sports shows than I ever thought possible --
Tumpukan kaos kaki kotor di lantai, lebih banyak tayangan olahraga dari yang saya pikir mungkin --
(Laughter)
(Tertawa)
And fights that bring me to tears when it feels like we're not speaking the same language. But there is not a day that goes by where I am not so grateful to be married to this man; where I'm not so grateful for the possibility of changing minds, and rewarding conversations, and creating a world where love belongs to us all.
Perkelahian yang membuat saya menangis ketika rasanya kami tidak berbicara dengan bahasa yang sama. Tapi tidak ada hari di mana saya tidak berterima kasih karena menikah dengan laki-laki ini; di mana saya tidak terlalu berterima kasih dengan kemungkinan perubahan pikiran, dan percakapan yang bermakna, dan menciptakan dunia di mana cinta jadi milik kita semua.
I think about our acronym: LGBTQ2SIA. A seemingly endless evolution of self and a community, but also this really deep desire not to leave anyone behind. We've learned how to love each other, and we've committed to loving each other throughout changes to gender and changes in spirit. And we learned this love in our chat rooms, in our clubs, in our bars and in our community centers. We've learned how to love each other for the long haul.
Saya memikirkan akronim: LGBTQ2SIA. Evolusi yang seperti tanpa batas dari diri dan komunitas, tapi juga ada keinginan untuk tidak meninggalkan orang lain di belakang. Kami belajar bagaimana mencintai satu sama lain, dan kami berkomitmen untuk mencintai satu sama lain melalui perubahan gender dan perubahan jiwa. Dan kami belajar bahwa cinta ini di ruang chat, di klub kami, di bar kami, dan di pusat komunitas kami. Kami belajar bagaimana mencintai satu sama lain untuk waktu lama.
TM & KKM: Thank you.
TM & KKM: Terima kasih.
(Applause)
(Tepuk tangan)