Ten years ago, on a Tuesday morning, I conducted a parachute jump at Fort Bragg, North Carolina. It was a routine training jump, like many more I'd done since I became a paratrooper 27 years before. We went down to the airfield early because this is the Army and you always go early. You do some routine refresher training, and then you go to put on your parachute and a buddy helps you. And you put on the T-10 parachute. And you're very careful how you put the straps, particularly the leg straps because they go between your legs. And then you put on your reserve, and then you put on your heavy rucksack. And then a jumpmaster comes, and he's an experienced NCO in parachute operations. He checks you out, he grabs your adjusting straps and he tightens everything so that your chest is crushed, your shoulders are crushed down, and, of course, he's tightened so your voice goes up a couple octaves as well. Then you sit down, and you wait a little while, because this is the Army. Then you load the aircraft, and then you stand up and you get on, and you kind of lumber to the aircraft like this, in a line of people, and you sit down on canvas seats on either side of the aircraft. And you wait a little bit longer, because this is the Air Force teaching the Army how to wait.
10 tahun yang lalu, pada Selasa pagi, Saya melakukan lompat parasut di Fort Bragg, North Carolina. Itu adalah pelatihan melompat yang rutin seperti banyak lagi yang saya lakukan sejak saya menjadi seorang penerjun payung. 27 tahun sebelumnya. Kami pergi ke lapangan udara pagi-pagi karena Angkatan Darat selalu pergi pagi-pagi. Anda melakukan beberapa latihan penyegaran rutin, lalu Anda pergi untuk memakai parasut Anda dan seorang teman membantu Anda. Dan Anda memakai parasut T10. Dan Anda sangat hati-hati dalam menempatkan tali, khususnya tali kaki karena diletakkan di antara kaki Anda. Lalu Anda memakai parasut cadangan Anda, lalu memakai ransel berat Anda. Lalu seorang instruktur datang, dan dia seorang bintara berpengalaman dalam operasi parasut. Dia memeriksa Anda, menyesuaikan tali Anda, dan mengencangkan segalanya sehingga dada Anda rapat, bahu Anda ditekan ke bawah, dan, tentu saja, dia mengencangkan suara Anda naik beberapa oktaf. Lalu Anda duduk, dan Anda menunggu sebentar, karena ini adalah Angkatan Darat. Lalu Anda naik pesawat terbang, lalu Anda berdiri dan masuk, dan Anda berbaris dan Anda duduk di kursi kanvas di kedua sisi pesawat. Dan Anda menunggu sedikit lebih lama, karena ini caranya Angkatan Udara mengajari Angkatan Darat bagaimana menunggu.
Then you take off. And it's painful enough now -- and I think it's designed this way -- it's painful enough so you want to jump. You didn't really want to jump, but you want out. So you get in the aircraft, you're flying along, and at 20 minutes out, these jumpmasters start giving you commands. They give 20 minutes -- that's a time warning. You sit there, OK. Then they give you 10 minutes. And of course, you're responding with all of these. And that's to boost everybody's confidence, to show that you're not scared. Then they give you, "Get ready." Then they go, "Outboard personnel, stand up." If you're an outboard personnel, now you stand up. If you're an inboard personnel, stand up. And then you hook up, and you hook up your static line. And at that point, you think, "Hey, guess what? I'm probably going to jump. There's no way to get out of this at this point." You go through some additional checks, and then they open the door.
Lalu Anda lepas landas. Dan itu cukup menyakitkan sekarang -- dan saya pikir ini memang dirancang seperti itu -- cukup menyakitkan sehingga Anda ingin melompat. Anda tidak sungguh-sungguh ingin melompat, tetapi Anda melompat. Jadi Anda ada di pesawat, Anda terbang, dan setelah 20 menit, instruktur mulai memberi Anda perintah. Mereka memberikan 20 menit -- itu peringatan waktu. Anda duduk di sana, oke. Lalu mereka memberi Anda 10 menit. Dan tentu saja, Anda menanggapinya. Dan itu untuk meningkatkan kepercayaan diri setiap orang, untuk menunjukkan bahwa Anda tidak takut. Lalu, mereka memberi aba-aba, "siap!" Lalu, "Prajurit luar, berdiri!" Jika Anda seorang prajurit luar, sekarang Anda berdiri. Jika Anda seorang prajurit dalam, berdiri. Lalu Anda mengaitkan barisan statis Anda. Dan pada titik itu, Anda berpikir, "Coba tebak? Saya mungkin akan melompat. Tidak ada cara untuk keluar pada saat ini." Anda melalui beberapa pemeriksaan tambahan, lalu mereka membuka pintu.
And this was that Tuesday morning in September, and it was pretty nice outside. So nice air comes flowing in. The jumpmasters start to check the door. And then when it's time to go, a green light goes and the jumpmaster goes, "Go." The first guy goes, and you're just in line, and you just kind of lumber to the door. Jump is a misnomer; you fall. You fall outside the door, you're caught in the slipstream. The first thing you do is lock into a tight body position -- head down in your chest, your arms extended, put over your reserve parachute. You do that because, 27 years before, an airborne sergeant had taught me to do that. I have no idea whether it makes any difference, but he seemed to make sense, and I wasn't going to test the hypothesis that he'd be wrong. And then you wait for the opening shock for your parachute to open. If you don't get an opening shock, you don't get a parachute -- you've got a whole new problem set. But typically you do; typically it opens. And of course, if your leg straps aren't set right, at that point you get another little thrill. Boom.
Hari itu Selasa pagi di bulan September, cuaca di luar cukup bagus. Jadi udara yang bagus mengalir masuk. Instruktur mulai memeriksa pintu. Lalu saatnya pergi, lampu hijau menyala, dan instruktur memberi aba-aba, "Lompat!" Orang pertama melompat, dan Anda di belakangnya, dan Anda berjalan dengan susah payah ke pintu. Melompat adalah istilah yang tidak cocok, Anda jatuh. Anda jatuh keluar pintu, Anda terperangkap dalam aliran angin dari mesin jet. Hal pertama yang Anda lakukan adalah mengunci pada posisi tubuh dengan ketat -- tundukkan kepala ke dada Anda, lengan Anda diluruskan, pegang parasut cadangan Anda. Anda melakukannya karena, 27 tahun yang lalu, seorang sersan udara telah mengajarkan saya hal itu. Saya tidak tahu apakah hal itu membuat perbedaan, tapi dia tampaknya masuk akal, dan saya tidak akan menguji hipotesis bahwa ia salah. Lalu Anda menunggu kejutan pembukaan saat parasut Anda terbuka. Jika Anda tidak mendapatkan kejutan pembukaan, Anda tidak dapat parasut -- Anda mendapatkan sejumlah masalah. Tapi biasanya Anda dapat, biasanya parasut terbuka. Dan tentu saja, jika tali kaki Anda tidak diatur dengan tepat, pada saat itu Anda mendapat sedikit kesenangan lainnya. Boom.
So then you look around, you're under a canopy and you say, "This is good." Now you prepare for the inevitable. You are going to hit the ground. You can't delay that much. And you really can't decide where you hit very much, because they pretend you can steer, but you're being delivered. So you look around, where you're going to land, you try to make yourself ready. And then as you get close, you lower your rucksack below you on a lowering line, so that it's not on you when you land, and you prepare to do a parachute-landing fall. Now the Army teaches you to do five points of performance -- the toes of your feet, your calves, your thighs, your buttocks and your push-up muscles. It's this elegant little land, twist and roll. And that's not going to hurt. In 30-some years of jumping, I never did one. (Laughter) I always landed like a watermelon out of a third floor window.
Anda lihat sekeliling, akademi Anda berkata, "Ini bagus." Sekarang Anda mempersiapkan diri untuk yang tidak terelakkan. Anda akan membentur tanah. Anda tidak dapat menundanya lama-lama. Dan Anda benar-benar tidak bisa memutuskan di mana Anda akan mendarat, karena mereka berpura-pura Anda bisa mengarahkan, tapi Anda sedang diantar. Jadi Anda melihat sekeliling, di mana Anda akan mendarat, Anda mempersiapkan diri Anda. Saat Anda sudah dekat, Anda menurunkan ransel Anda, jadi ransel itu tidak bersama Anda saat Anda mendarat, dan Anda bersiap untuk jatuh dengan parasut. Angkatan Darat mengajari Anda untuk melakukan 5 poin performa pendaratan -- jari kaki Anda, betis Anda, paha Anda, pantat Anda, dan otot-otot Anda. Cara yang elegan: mendarat, berputar dan jungkir balik. Dan hal itu tidak akan menyakiti Anda. Dalam 30an tahun melompat, saya tidak pernah melakukannya. (Tertawa) Saya selalu mendarat seperti semangka jatuh dari jendela lantai tiga.
(Laughter)
(Tertawa)
And as soon as I hit, the first thing I did is I'd see if I'd broken anything that I needed. I'd shake my head, and I'd ask myself the eternal question: "Why didn't I go into banking?" (Laughter) And I'd look around, and then I'd see another paratrooper, a young guy or girl, and they'd have pulled out their M4 carbine and they'd be picking up their equipment. They'd be doing everything that we had taught them. And I realized that, if they had to go into combat, they would do what we had taught them and they would follow leaders. And I realized that, if they came out of combat, it would be because we led them well. And I was hooked again on the importance of what I did.
Dan sesegera saya membentur tanah, hal pertama yang saya lakukan adalah melihat apakah saya merusakkan sesuatu yang saya butuhkan. Saya menggelengkan kepala, dan bertanya pada diri sendiri: "Mengapa saya tidak pergi ke perbankan?" (Tertawa) Dan saya melihat ke sekeliling, lalu saya lihat penerjun payung lainnya, laki-laki atau perempuan muda, dan mereka telah menarik karbin M-4 mereka dan mereka mengambil peralatan mereka. Mereka akan melakukan segala sesuatu yang telah kita ajarkan kepada mereka. Dan saya menyadari bahwa, jika mereka harus pergi ke dalam pertempuran, mereka akan melakukan apa yang telah kita ajarkan dan mereka akan mengikuti pimpinan. Dan saya menyadari bahwa, jika mereka keluar dari pertempuran, itu karena kita memimpin mereka dengan baik. Dan saya dikaitkan lagi dengan pentingnya apa yang saya lakukan.
So now I do that Tuesday morning jump, but it's not any jump -- that was September 11th, 2001. And when we took off from the airfield, America was at peace. When we landed on the drop-zone, everything had changed. And what we thought about the possibility of those young soldiers going into combat as being theoretical was now very, very real -- and leadership seemed important. But things had changed; I was a 46-year-old brigadier general. I'd been successful, but things changed so much that I was going to have to make some significant changes, and on that morning, I didn't know it.
Jadi sekarang saya melakukan lompatan Selasa pagi itu, tapi bukan lompatan apapun -- itu 11 September 2001. Ketika kami berangkat dari lapangan udara, Amerika sedang damai. Ketika kita mendarat di zona pendaratan, semuanya telah berubah. Dan apa yang kami pikir tentang kemungkinan tentara-tentara muda pergi ke pertempuran sebagai sesuatu yang teoritis sekarang menjadi sangat sangat nyata -- dan kepemimpinan tampak penting. Tapi banyak hal berubah -- saat itu saya brigadir jenderal berusia 46 tahun. Saya sudah berhasil, tapi banyak hal berubah bahwa saya harus membuat beberapa perubahan signifikan -- dan pada pagi itu, saya tidak tahu.
I was raised with traditional stories of leadership: Robert E. Lee, John Buford at Gettysburg. And I also was raised with personal examples of leadership. This was my father in Vietnam. And I was raised to believe that soldiers were strong and wise and brave and faithful; they didn't lie, cheat, steal or abandon their comrades. And I still believe real leaders are like that. But in my first 25 years of career, I had a bunch of different experiences.
Saya dibesarkan dengan cerita tradisional tentang kepemimpinan: Robert E. Lee, John Buford di Gettysburg. Dan saya juga dibesarkan dengan contoh pribadi kepemimpinan. Ini adalah ayah saya di Vietnam. Saya dibesarkan untuk percaya bahwa tentara itu kuat, bijaksana, berani dan setia -- mereka tidak berbohong, menipu, mencuri, atau meninggalkan rekan-rekan mereka. Dan saya masih percaya para pemimpin sejati adalah seperti itu. Tapi dalam 25 tahun pertama karir saya, saya memiliki banyak pengalaman berbeda.
One of my first battalion commanders, I worked in his battalion for 18 months and the only conversation he ever had with Lt. McChrystal was at mile 18 of a 25-mile road march, and he chewed my ass for about 40 seconds. And I'm not sure that was real interaction. But then a couple of years later, when I was a company commander, I went out to the National Training Center. And we did an operation, and my company did a dawn attack -- you know, the classic dawn attack: you prepare all night, move to the line of departure. And I had an armored organization at that point. We move forward, and we get wiped out -- I mean, wiped out immediately. The enemy didn't break a sweat doing it. And after the battle, they bring this mobile theater and they do what they call an "after action review" to teach you what you've done wrong. Sort of leadership by humiliation. They put a big screen up, and they take you through everything: "and then you didn't do this, and you didn't do this, etc." I walked out feeling as low as a snake's belly in a wagon rut. And I saw my battalion commander, because I had let him down. And I went up to apologize to him, and he said, "Stanley, I thought you did great." And in one sentence, he lifted me, put me back on my feet, and taught me that leaders can let you fail and yet not let you be a failure.
Salah satu komandan batalyon pertama saya, saya bekerja di batalyonnya selama 18 bulan dan satu-satunya percakapan yang pernah dimiliki dengan Lt. McChrystal ada di mil 18 dari 25 mil pawai jalan, dan Dan saya tidak yakin hal itu adalah interaksi nyata. Tapi beberapa tahun kemudian, ketika saya menjadi komandan kompi, saya pergi ke pusat pelatihan nasional. Dan kami melakukan operasi, dan kompi saya melakukan serangan fajar -- Anda tahu, serangan fajar yang klasik: Anda mempersiapkannya sepanjang malam, pergi ke garis keberangkatan. Dan saya punya pasukan bersenjata saat itu. Kami bergerak maju, kami dikalahkan -- Maksud saya, dikalahkan dengan segera. Musuh tidak berkeringat melakukannya. Dan setelah pertempuran, mereka melakukan apa yang disebut dengan "tinjauan pasca aksi" untuk mengajari Anda apa yang lakukan dengan salah. Semacam kepemimpinan dengan penghinaan. Mereka menempatkan layar besar dan membawa Anda melalui segala sesuatu. "... Lalu Anda tidak melakukan ini, dan Anda tidak melakukan ini, dst." Saya berjalan keluar merasa rendah seperti perut ular dalam bekas roda. Dan saya mengunjungi komandan batalyon saya, karena saya membuatnya sedih. Dan saya pergi meminta maaf kepadanya, dan dia berkata, "Stanley, saya pikir kamu hebat." Dan dalam satu kalimat, dia mengangkat saya, menempatkan saya kembali di kaki saya, dan mengajari saya bahwa pemimpin dapat membiarkan Anda gagal namun tidak membiarkan Anda menjadi kegagalan.
When 9/11 came, 46-year-old Brig. Gen. McChrystal sees a whole new world. First, the things that are obvious, that you're familiar with: the environment changed -- the speed, the scrutiny, the sensitivity of everything now is so fast, sometimes it evolves faster than people have time to really reflect on it. But everything we do is in a different context. More importantly, the force that I led was spread over more than 20 countries. And instead of being able to get all the key leaders for a decision together in a single room and look them in the eye and build their confidence and get trust from them, I'm now leading a force that's dispersed, and I've got to use other techniques. I've got to use video teleconferences, I've got to use chat, I've got to use email, I've got to use phone calls -- I've got to use everything I can, not just for communication, but for leadership. A 22-year-old individual operating alone, thousands of miles from me, has got to communicate to me with confidence. I have to have trust in them and vice versa. And I also have to build their faith. And that's a new kind of leadership for me.
Ketika 9/11 datang, Brigjen McChrystal yang berusia 46 tahun melihat sebuah dunia baru. Pertama, hal-hal yang jelas, yang Anda sudah terbiasa: lingkungan berubah -- kecepatan, pengawasan, sensitivitas dan segala sesuatu saat ini begitu cepat, kadang-kadang berevolusi lebih cepat dari waktu yang dimiliki orang-orang untuk merefleksikannya. Tetapi segala sesuatu yang kita lakukan ada di dalam konteks yang berbeda. Lebih penting lagi, pasukan yang saya pimpin tersebar di lebih dari 20 negara. Dan bukannya bisa menjangkau semua pimpinan kunci untuk mengambil keputusan bersama di dalam ruangan dan menatap mata mereka dan membangun kepercayaan diri dan mendapatkan kepercayaan dari mereka, sekarang saya memimpin sebuah kekuatan yang tersebar, dan saya harus menggunakan teknik lain. Saya harus menggunakan telekonferensi video, saya harus chat, saya harus menggunakan email, panggilan telefon -- saya harus menggunakan semua yang saya bisa, tidak hanya untuk komunikasi, tetapi untuk kepemimpinan. Seseorang berusia 22 tahun beroperasi sendiri ribuan mil jauhnya dari saya harus berkomunikasi dengan saya dengan percaya diri. Saya harus percaya pada mereka dan sebaliknya. Dan saya juga harus membangun iman mereka. Dan itulah jenis kepemimpinan yang baru bagi saya.
We had one operation where we had to coordinate it from multiple locations. An emerging opportunity came -- didn't have time to get everybody together. So we had to get complex intelligence together, we had to line up the ability to act. It was sensitive, we had to go up the chain of command, convince them that this was the right thing to do and do all of this on electronic medium. We failed. The mission didn't work. And so now what we had to do is I had to reach out to try to rebuild the trust of that force, rebuild their confidence -- me and them, and them and me, and our seniors and us as a force -- all without the ability to put a hand on a shoulder. Entirely new requirement.
Kami memiliki satu operasi di mana kami harus berkoordinasi dari berbagai lokasi. Sebuah kesempatan datang -- tidak punya waktu untuk membuat semua orang bersama. Jadi kami harus mendapatkan kecerdasaran yang rumit bersama, kami harus menata kemampuan untuk bertindak. Hal itu sensitif, kami harus naik ke rantai komando, meyakinkan mereka bahwa ini adalah hal yang benar untuk dilakukan, dan melakukan ini semua pada media elektronik. Kami gagal. Misi tidak berhasil. Dan sekarang apa yang harus kami lakukan, saya harus menjangkau mencoba membangun kembali kepercayaan dari kekuatan itu, membangun kembali kepercayaan diri mereka -- saya dan mereka, mereka dan saya, serta senior kami dan kami sebagai suatu kekuatan -- semua tanpa kemampuan untuk meletakkan tangan di bahu. Sepenuhnya persyaratan baru.
Also, the people had changed. You probably think that the force that I led was all steely-eyed commandos with big knuckle fists carrying exotic weapons. In reality, much of the force I led looked exactly like you. It was men, women, young, old -- not just from military; from different organizations, many of them detailed to us just from a handshake. And so instead of giving orders, you're now building consensus and you're building a sense of shared purpose. Probably the biggest change was understanding that the generational difference, the ages, had changed so much. I went down to be with a Ranger platoon on an operation in Afghanistan, and on that operation, a sergeant in the platoon had lost about half his arm throwing a Taliban hand grenade back at the enemy after it had landed in his fire team. We talked about the operation, and then at the end I did what I often do with a force like that. I asked, "Where were you on 9/11?" And one young Ranger in the back -- his hair's tousled and his face is red and windblown from being in combat in the cold Afghan wind -- he said, "Sir, I was in the sixth grade." And it reminded me that we're operating a force that must have shared purpose and shared consciousness, and yet he has different experiences, in many cases a different vocabulary, a completely different skill set in terms of digital media than I do and many of the other senior leaders. And yet, we need to have that shared sense.
Juga, orang-orang telah berubah. Anda mungkin berpikira bahwa kekuatan yang saya pimpin adalah semua komando bermata baja dengan tinju besar membawa senjata yang eksotis. Pada kenyataannya, kebanyakan kekuatan yang saya pimpin terlihat persis seperti Anda. Pria, wanita, muda, tua -- tidak hanya dari militer; dari berbagai organisasi, kebanyakan dari mereka memberikan detail kepada kami hanya dari jabat tangan. Dan bukannya memberi perintah, Anda sekarang membangun konsensus dan Anda sedang membangun rasa tujuan bersama. Mungkin perubahan terbesar adalah memahami bahwa perbedaan generasi, usia, telah banyak berubah. Saya pergi bersama satu peleton Ranger dalam operasi di Afghanistan, dan pada operasi itu, seorang sersan di peleton telah kehilangan setengah lengannya melempar granat Taliban kembali ke musuh setelah granat itu mendarat di timnya. Kita berbicara tentang operasi, lalu akhirnya saya melakukan apa yang sering saya lakukan dengan kekuatan seperti itu. Saya bertanya, "Di manakah Anda saat 9/11?" Dan seorang Ranger muda di belakang -- rambutnya acak-acakan dan wajahnya merah dan tertiup angin dari pertempuran di Afghanistan yang berangin dingin -- dia berkata, "Pak, saya ada di kelas enam." Dan itu mengingatkan saya bahwa kami sedang mengoperasikan kekuatan yang harus memiliki tujuan yang terbagi dan kesadaran yang terbagi, namun ia memiliki pengalaman yang berbeda, dalam banyak hal kosakata yang berbeda, kemampuan yang sama sekali berbeda dalam hal media digital daripada saya dan banyak pemimpin senior lainnya. Namun, kita perlu memiliki rasa berbagi itu.
It also produced something which I call an inversion of expertise, because we had so many changes at the lower levels in technology and tactics and whatnot, that suddenly the things that we grew up doing wasn't what the force was doing anymore. So how does a leader stay credible and legitimate when they haven't done what the people you're leading are doing? And it's a brand new leadership challenge. And it forced me to become a lot more transparent, a lot more willing to listen, a lot more willing to be reverse-mentored from lower. And yet, again, you're not all in one room. Then another thing. There's an effect on you and on your leaders. There's an impact, it's cumulative. You don't reset, or recharge your battery every time.
Hal itu juga menghasilkan sesuatu yang saya sebut sebagai inversi keahlian, karena kami memiliki banyak perubahan di tingkat yang lebih rendah dalam teknologi dan taktik dan banyak lagi, yang tiba-tiba hal-hal yang kita lakukan bukan apa yang dilakukan lagi oleh pasukan. Jadi bagaimana seorang pemimpin tetap kredibel dan sah ketika mereka tidak melakukan apa yang dilakukan oleh orang-orang yang Anda pimpin? Dan itu tantangan kepemimpinan yang baru. Dan itu memaksa saya untuk menjadi jauh lebih transparan, lebih banyak bersedia untuk mendengarkan, lebih banyak bersedia untuk belajar dari yang lebih bawah. Namun, sekali lagi, Anda tidak berada di satu ruangan. Lalu hal lainnya. Ada pengaruh pada Anda dan pada pemimpin Anda. Ada dampak yang kumulatif. Anda tidak me-reset, atau mengisi ulang baterai Anda setiap saat.
I stood in front of a screen one night in Iraq with one of my senior officers and we watched a firefight from one of our forces. And I remembered his son was in our force. And I said, "John, where's your son? And how is he?" And he said, "Sir, he's fine. Thanks for asking." I said, "Where is he now?" And he pointed at the screen, he said, "He's in that firefight." Think about watching your brother, father, daughter, son, wife in a firefight in real time and you can't do anything about it. Think about knowing that over time. And it's a new cumulative pressure on leaders.
Saya berdiri di depan layar suatu malam di Irak dengan salah satu pejabat senior saya dan kami menonton tembak-tembakan dari salah satu pasukan kami. Dan saya teringat anaknya ada di pasukan kami. Dan saya berkata, "John, di mana anakmu? Dan bagaimana kabarnya?" Dan dia berkata, "Pak, dia baik-baik saja. Terima kasih telah menanyakannya." Saya berkata, "Di mana dia sekarang?" Dan dia menunjuk pada layar, dia berkata, "Dia ada di pertempuran itu." Pikirkanlah tentang menonton saudaramu, ayahmu, putrimu, putramu, istrimu dalam sebuah pertempuran dan Anda tidak bisa berbuat apa-apa. Pikirkanlah tentang mengetahu hal itu dari waktu ke waktu. Dan itu tekanan kumulatif yang baru pada pemimpin.
And you have to watch and take care of each other. I probably learned the most about relationships. I learned they are the sinew which hold the force together. I grew up much of my career in the Ranger regiment. And every morning in the Ranger regiment, every Ranger -- and there are more than 2,000 of them -- says a six-stanza Ranger creed. You may know one line of it, it says, "I'll never leave a fallen comrade to fall into the hands of the enemy." And it's not a mindless mantra, and it's not a poem. It's a promise. Every Ranger promises every other Ranger, "No matter what happens, no matter what it costs me, if you need me, I'm coming." And every Ranger gets that same promise from every other Ranger. Think about it. It's extraordinarily powerful. It's probably more powerful than marriage vows. And they've lived up to it, which gives it special power. And so the organizational relationship that bonds them is just amazing.
Dan Anda harus menonton dan menjaga satu sama lain. Saya mungkin mempelajari tentang hubungan. Saya belajar bahwa mereka berjuang bersama. Saya bertumbuh dengan sebagian besar karir saya di resimen Ranger. Dan setiap pagi di resimen Ranger, setiap Ranger -- dan ada lebih dari 2000 orang -- mengucapkan kredo enam bait Ranger. Anda mungkin tahu satu barisnya, berbunyi, "Saya tidak akan pernah meninggalkan kawan jatuh ke tangan musuh." Dan itu bukanlah mantra yang tidak dipikirkan, dan itu bukanlah puisi. Itu adalah janji. Setiap Ranger berjanji kepada Ranger lainnya apapun yang terjadi, tidak peduli apa yang harus dilakukan, jika Anda butuh saya, saya akan datang. Dan setiap Ranger mendapatkan janji yang sama dari Ranger lainnya. Pikirkanlah tentang hal ini. Ini sangat kuat. Mungkin lebih kuat dari sumpah pernikahan. Dan mereka sudah hidup sampai itu, yang memberinya kekuatan khusus. Dan hubungan organisasi yang mengikat mereka begitu menakjubkan.
And I learned personal relationships were more important than ever. We were in a difficult operation in Afghanistan in 2007, and an old friend of mine, that I had spent many years at various points of my career with -- godfather to one of their kids -- he sent me a note, just in an envelope, that had a quote from Sherman to Grant that said, "I knew if I ever got in a tight spot, that you would come, if alive." And having that kind of relationship, for me, turned out to be critical at many points in my career.
Dan saya belajar hubungan pribadi lebih penting daripada sebelumnya. Kami dalam operasi yang sulit di Afghanistan pada tahun 2007, dan seorang teman lama saya, yang bersamanya telah saya habiskan bertahun-tahun karier saya -- ayah yang hebat dari anak-anak mereka -- dia mengirimi saya catatan, hanya dalam amplop, yang memiliki kutipan dari Sherman untuk Grant yang mengatakan, "Saya tahu kalau saya pernah punya tempat yang sulit, yang engkau akan datang, jika hidup." Dan memiliki hubungan seperti itu, bagi saya, ternyata menjadi penting pada beberapa poin dalam karir saya.
And I learned that you have to give that in this environment, because it's tough. That was my journey. I hope it's not over. I came to believe that a leader isn't good because they're right; they're good because they're willing to learn and to trust. This isn't easy stuff. It's not like that electronic abs machine where, 15 minutes a month, you get washboard abs. (Laughter) And it isn't always fair. You can get knocked down, and it hurts and it leaves scars. But if you're a leader, the people you've counted on will help you up. And if you're a leader, the people who count on you need you on your feet.
Dan saya belajar bahwa Anda harus m pada lingkungan ini, karena itu sulit. Itulah perjalanan saya. Saya harap belum berakhir. Saya datang untuk percaya bahwa seorang pemimpin tidaklah bagus karena mereka benar; mereka bagus karena mereka mau belajar dan percaya. Ini bukanlah hal yang mudah. Ini tidak seperti mesin elektronik pembentuk perut yang mana, 15 menit tiap bulannya, Anda mendapatkan perut yang berbentuk. (Tertawa) Dan ini tidaklah selalu adil. Anda bisa terjatuh, dan itu menyakitkan dan meninggalkan bekas luka. Tapi jika Anda seorang pemimpin, orang-orang yang Anda andalkan akan mengangkat Anda. Dan jika Anda seorang pemimpin, orang-orang yang mengandalkan Anda membutuhkan Anda.
Thank you.
Terima kasih.
(Applause)
(Tepuk tangan)