How do you explain when things don't go as we assume? Or better, how do you explain when others are able to achieve things that seem to defy all of the assumptions? For example: Why is Apple so innovative? Year after year, after year, they're more innovative than all their competition. And yet, they're just a computer company. They're just like everyone else. They have the same access to the same talent, the same agencies, the same consultants, the same media. Then why is it that they seem to have something different? Why is it that Martin Luther King led the Civil Rights Movement? He wasn't the only man who suffered in pre-civil rights America, and he certainly wasn't the only great orator of the day. Why him? And why is it that the Wright brothers were able to figure out controlled, powered man flight when there were certainly other teams who were better qualified, better funded -- and they didn't achieve powered man flight, and the Wright brothers beat them to it. There's something else at play here.
Bagaimana Anda menjelaskan saat hal-hal terjadi tidak seperti asumsi kita? Atau, bagaimana Anda menjelaskan saat orang lain bisa meraih sesuatu yang tampak bertentangan dengan semua asumsi? Sebagai contoh: Mengapa Apple sangat inovatif? Tahun demi tahun mereka selalu lebih inovatif daripada para pesaingnya. Padahal, mereka hanya sebuah perusahaan komputer. Mereka seperti perusahaan lainnya. Mereka memiliki akses yang sama untuk talenta yang sama, peragenan yang sama, konsultan yang sama, dan media yang sama. Lalu, mengapa mereka tampak memiliki sesuatu yang berbeda? Mengapa Martin Luther King memimpin Gerakan Hak-Hak Sipil? Dia bukan satu-satunya orang yang menderita sebelum hak-hak sipil ditegakkan di Amerika. Dan tentunya dia bukanlah satu-satunya orator hebat pada masanya. Mengapa dia? Dan mengapa Wright bersaudara yang mampu membuat penerbangan berawak yang bisa dikendalikan, di saat ada tim lainnya dengan kemampuan dan dana yang lebih baik tapi malah tidak berhasil membuatnya, mereka dikalahkan oleh Wright bersaudara. Ada suatu hal yang berperan di sini.
About three and a half years ago, I made a discovery. And this discovery profoundly changed my view on how I thought the world worked, and it even profoundly changed the way in which I operate in it. As it turns out, there's a pattern. As it turns out, all the great inspiring leaders and organizations in the world, whether it's Apple or Martin Luther King or the Wright brothers, they all think, act and communicate the exact same way. And it's the complete opposite to everyone else. All I did was codify it, and it's probably the world's simplest idea. I call it the golden circle.
Sekitar 3,5 tahun yang lalu saya membuat sebuah penemuan, dan penemuan ini mengubah pandangan saya tentang bagaimana dunia bekerja. Bahkan hal ini mengubah cara saya dalam menjalani hidup. Ternyata, ada sebuah pola, yaitu bahwa semua pemimpin besar dan inspiratif dan organisasi-organisasi besar di dunia, baik itu Apple, atau Martin Luther King, atau Wright bersaudara, mereka semua berpikir, bertindak dan berkomunikasi dengan cara yang sama. Dan hal ini sama sekali bertolak belakang dengan orang-orang lainnya. Yang saya kerjakan adalah menyusunnya. Dan mungkin ini adalah ide paling sederhana di dunia. Saya menyebutnya lingkaran emas.
Why? How? What? This little idea explains why some organizations and some leaders are able to inspire where others aren't. Let me define the terms really quickly. Every single person, every single organization on the planet knows what they do, 100 percent. Some know how they do it, whether you call it your differentiated value proposition or your proprietary process or your USP. But very, very few people or organizations know why they do what they do. And by "why" I don't mean "to make a profit." That's a result. It's always a result. By "why," I mean: What's your purpose? What's your cause? What's your belief? Why does your organization exist? Why do you get out of bed in the morning? And why should anyone care? As a result, the way we think, we act, the way we communicate is from the outside in, it's obvious. We go from the clearest thing to the fuzziest thing. But the inspired leaders and the inspired organizations -- regardless of their size, regardless of their industry -- all think, act and communicate from the inside out.
Mengapa? Bagaimana? Apa? Ide kecil ini menjelaskan mengapa beberapa organisasi dan pemimpin mampu menjadi inspiratif, sedangkan yang lain tidak. Saya akan menjelaskan secara singkat. Setiap orang, setiap organisasi di planet ini tahu apa yang mereka lakukan, 100 persen. Beberapa di antaranya tahu bagaimana mereka mengerjakannya, baik disebut dalil pembedaan nilai atau proses kepemilikan, atau nilai jual unik Anda. Namun, sangat sedikit sekali orang atau organisasi yang tahu mengapa mereka mengerjakan hal itu. "Mengapa" yang saya maksud bukanlah "untuk mendapat untung." Itu adalah hasil. Selalu demikian. "Mengapa" yang saya maksud: Apa tujuan Anda? Apa alasan Anda? Apa keyakinan Anda? Mengapa organisasi Anda ada? Mengapa Anda bangun pagi? Dan mengapa orang lain sebaiknya peduli? Sebagai hasilnya, cara kita berpikir, bertindak, berkomunikasi adalah dari luar ke dalam. Ini nyata. Kita berjalan dari hal yang paling jelas ke yang paling tidak jelas. Namun, pemimpin yang inspiratif dan organisasi yang inspiratif, tanpa memperhatikan besar dan industri mereka semua berpikir, bertindak dan berkomunikasi dari dalam ke luar.
Let me give you an example. I use Apple because they're easy to understand and everybody gets it. If Apple were like everyone else, a marketing message from them might sound like this: "We make great computers. They're beautifully designed, simple to use and user friendly. Want to buy one?" "Meh." That's how most of us communicate. That's how most marketing and sales are done, that's how we communicate interpersonally. We say what we do, we say how we're different or better and we expect some sort of a behavior, a purchase, a vote, something like that. Here's our new law firm: We have the best lawyers with the biggest clients, we always perform for our clients. Here's our new car: It gets great gas mileage, it has leather seats. Buy our car. But it's uninspiring.
Saya akan memberikan sebuah contoh. Saya menggunakan Apple karena mudah dipahami dan semua orang mengerti. Jika Apple seperti yang lainnya, pesan pemasaran mereka mungkin akan seperti ini. "Kami membuat komputer hebat. Komputer ini didesain dengan indah, sederhana dan mudah digunakan. Anda mau membeli?" Tidak. Begitulah kebanyakan dari kita berkomunikasi. Begitulah kebanyakan pemasaran dan penjualan dilakukan. Dan juga kebanyakan dari kita saling berkomunikasi. Kita mengatakan apa yang kita lakukan, bagaimana kita berbeda atau lebih baik lalu kita berharap timbal balik, sebuah pembelian, hak pilih, dan sebagainya. Inilah firma hukum kami yang baru. Kami mempunyai pengacara terbaik dengan klien terbesar. Kami selalu memberikan yang terbaik bagi klien kami. Inilah mobil baru kami. Tidak boros, joknya terbuat dari kulit. Belilah mobil kami. Hal-hal itu tidak inspiratif.
Here's how Apple actually communicates. "Everything we do, we believe in challenging the status quo. We believe in thinking differently. The way we challenge the status quo is by making our products beautifully designed, simple to use and user friendly. We just happen to make great computers. Want to buy one?" Totally different, right? You're ready to buy a computer from me. I just reversed the order of the information. What it proves to us is that people don't buy what you do; people buy why you do it.
Begini Apple sebenarnya berkomunikasi. "Semua yang kami lakukan, kami percaya dalam menentang status quo. Kami percaya dalam berpikir secara berbeda. Cara kami melawan status quo adalah kami mendisain produk kami dengan indah sederhana dan mudah digunakan. Kami baru saja membuat komputer yang hebat. Anda mau membeli?" Sangat berbeda kan? Anda siap membeli komputer dari saya. Yang saya lakukan adalah membalik urutan informasi. Hal ini membuktikan bahwa orang tidak membeli apa yang Anda kerjakan; orang-orang membeli alasan Anda mengerjakannya. Orang membeli mengapa Anda mengerjakannya, bukan apa yang Anda kerjakan.
This explains why every single person in this room is perfectly comfortable buying a computer from Apple. But we're also perfectly comfortable buying an MP3 player from Apple, or a phone from Apple, or a DVR from Apple. As I said before, Apple's just a computer company. Nothing distinguishes them structurally from any of their competitors. Their competitors are equally qualified to make all of these products. In fact, they tried. A few years ago, Gateway came out with flat-screen TVs. They're eminently qualified to make flat-screen TVs. They've been making flat-screen monitors for years. Nobody bought one. Dell came out with MP3 players and PDAs, and they make great quality products, and they can make perfectly well-designed products -- and nobody bought one. In fact, talking about it now, we can't even imagine buying an MP3 player from Dell. Why would you buy one from a computer company? But we do it every day. People don't buy what you do; they buy why you do it. The goal is not to do business with everybody who needs what you have. The goal is to do business with people who believe what you believe.
Hal ini menjelaskan mengapa setiap orang di ruangan ini merasa nyaman membeli komputer dari Apple. Tapi kita juga nyaman dalam membeli MP3 player atau telepon dari Apple, atau DVR dari Apple. Padahal, Apple hanyalah perusahaan komputer. Tidak ada yang membedakan mereka secara struktural dari para pesaing mereka. Pesaing mereka juga mampu membuat produk-produk tersebut. Faktanya, mereka telah mencoba. Beberapa tahun yang lalu, Gateway muncul dengan TV layar datar. Mereka memiliki kemampuan yang lebih baik. Mereka telah membuat monitor layar datar selama bertahun-tahun. Tapi tidak ada yang membeli. Dell muncul dengan MP3 player dan PDA. Mereka membuat produk berkualitas tinggi. Mereka juga membuat produk yang desainnya bagus. Tapi tidak ada yang membeli. Faktanya, sekarang kita tidak bisa membayangkan membeli MP3 player dari Dell. Mengapa Anda membeli MP3 player dari perusahaan komputer? Namun kita melakukannya tiap hari. Orang membeli mengapa Anda mengerjakannya, bukan apa yang Anda kerjakan. Tujuannya bukanlah untuk berurusan dengan tiap orang yang butuh sesuatu yang Anda miliki. Tujuannya adalah berurusan dengan orang-orang
Here's the best part: None of what I'm telling you is my opinion. It's all grounded in the tenets of biology. Not psychology, biology. If you look at a cross-section of the human brain, from the top down, the human brain is actually broken into three major components that correlate perfectly with the golden circle. Our newest brain, our Homo sapien brain, our neocortex, corresponds with the "what" level. The neocortex is responsible for all of our rational and analytical thought and language. The middle two sections make up our limbic brains, and our limbic brains are responsible for all of our feelings, like trust and loyalty. It's also responsible for all human behavior, all decision-making, and it has no capacity for language.
yang percaya dengan apa yang Anda percayai. Inilah bagian terpentingnya. Yang saya ceritakan bukanlah pendapat saya. Ini semua berdasarkan prinsip biologi. Bukan psikologi, tapi biologi. Jika Anda melihat belahan otak manusia, dari atas ke bawah, Otak manusia yang Anda lihat sebenarnya bisa dibagi menjadi 3 bagian utama yang berhubungan dengan lingkaran emas. Otak terbaru kita, otak dari homo sapien, di lapisan luarnya, mewakili tingkatan "apa". Lapisan luar otak bertanggung jawab untuk segala pemikiran yang analitis dan rasional serta kemampuan bahasa. Dua bagian di tengah adalah sistem limbik otak. Limbik otak bertanggung jawab untuk perasaan kita, seperti kepercayaan dan kesetiaan. Limbik juga mengatur semua perilaku manusia, pengambilan keputusan, tidak ada hubungannya dengan bahasa.
In other words, when we communicate from the outside in, yes, people can understand vast amounts of complicated information like features and benefits and facts and figures. It just doesn't drive behavior. When we can communicate from the inside out, we're talking directly to the part of the brain that controls behavior, and then we allow people to rationalize it with the tangible things we say and do. This is where gut decisions come from. Sometimes you can give somebody all the facts and figures, and they say, "I know what all the facts and details say, but it just doesn't feel right." Why would we use that verb, it doesn't "feel" right? Because the part of the brain that controls decision-making doesn't control language. The best we can muster up is, "I don't know. It just doesn't feel right." Or sometimes you say you're leading with your heart or soul. I hate to break it to you, those aren't other body parts controlling your behavior. It's all happening here in your limbic brain, the part of the brain that controls decision-making and not language.
Dengan kata lain, saat kita berkomunikasi dari luar ke dalam, ya, orang bisa mengerti banyak informasi yang sulit, seperti fitur, keuntungan, fakta dan angka. Tapi hal itu tidak menggerakkan perilaku. Saat kita berkomunikasi dari dalam ke luar, kita sedang berbicara secara langsung dengan bagian otak yang mengendalikan perilaku, lalu orang akan merasionalisasikannya dengan benda yang kita katakan dan melakukannya. Inilah asal keputusan yang berani. Anda tahu, terkadang Anda bisa memberikan semua fakta dan angka, dan mereka berkata, "Saya tahu semua fakta dan rincian tersebut, tapi terasa tidak cocok. Mengapa kita menggunakan kata "terasa" tidak cocok? Karena bagian otak yang mengendalikan pengambillan keputusan, tidak mengendalikan bahasa. Dan hal terbaik yang dapat kita pikirkan adalah, "Saya tidak tahu. Rasanya tidak cocok." Atau terkadang Anda berkata bahwa Anda mengikuti kata hati. atau Anda mengikuti jiwa Anda. Sebenarnya, bukan bagian tubuh lainnya yang mengendalikan perilaku Anda. Semua terjadi di otak limbik Anda, bagian otak yang mengendalikan pengambilan keputusan, bukan bahasa.
But if you don't know why you do what you do, and people respond to why you do what you do, then how will you ever get people to vote for you, or buy something from you, or, more importantly, be loyal and want to be a part of what it is that you do. The goal is not just to sell to people who need what you have; the goal is to sell to people who believe what you believe. The goal is not just to hire people who need a job; it's to hire people who believe what you believe. I always say that, you know, if you hire people just because they can do a job, they'll work for your money, but if they believe what you believe, they'll work for you with blood and sweat and tears. Nowhere else is there a better example than with the Wright brothers.
Tapi jika Anda tidak tahu mengapa Anda mengerjakan yang Anda kerjakan. dan orang hanya akan merespon mengapa Anda mengerjakan yang Anda kerjakan maka bagaimana Anda bisa membuat orang lain memilih Anda, atau membeli sesuatu dari Anda, atau, yang lebih penting lagi, menjadi setia dan ingin menjadi bagian dari apa yang Anda kerjakan. Tujuannya bukan hanya menjual sesuatu yang Anda punyai ke orang yang memerlukan, tujuannya adalah menjual ke orang yang percaya apa yang Anda percayai. Tujuannya bukan hanya mempekerjakan orang yang membutuhkan pekerjaan; tapi untuk mempekerjakan orang yang percaya apa yang Anda percayai. Saya selalu berkata, jika Anda menggaji orang karena mereka mampu, mereka akan bekerja untuk uang Anda, tapi jika Anda menggaji orang yang percaya apa yang Anda percayai, mereka akan bekerja untuk Anda dengan darah, keringat dan air mata. Dan tidak ada contoh yang lebih bagus untuk ini
Most people don't know about Samuel Pierpont Langley.
selain Wright bersaudara.
And back in the early 20th century, the pursuit of powered man flight was like the dot com of the day. Everybody was trying it. And Samuel Pierpont Langley had, what we assume, to be the recipe for success. Even now, you ask people, "Why did your product or why did your company fail?" and people always give you the same permutation of the same three things: under-capitalized, the wrong people, bad market conditions. It's always the same three things, so let's explore that. Samuel Pierpont Langley was given 50,000 dollars by the War Department to figure out this flying machine. Money was no problem. He held a seat at Harvard and worked at the Smithsonian and was extremely well-connected; he knew all the big minds of the day. He hired the best minds money could find and the market conditions were fantastic. The New York Times followed him around everywhere, and everyone was rooting for Langley. Then how come we've never heard of Samuel Pierpont Langley?
Banyak orang tidak tahu tentang Samuel Pierpont Langley. Kembali ke awal abad ke-20, pemburuan pembuatan pesawat terbang seperti dot com pada hari ini. Semua orang mencobanya. Dan Samuel Pierpont Langley memiliki, apa yang kita asumsikan, resep kesuksesan. Maksud saya, bila sekarang, Anda bertanya kepada seseorang, "Mengapa produk dan perusahaan Anda gagal?" orang-orang akan menjawab Anda tiga hal dengan urutan yang berbeda, kurangnya modal, SDM yang tidak memadai, kondisi pasar yang buruk. Selalu tiga hal yang sama. Mari kita eksplorasi hal-hal itu. Samuel Pierpont Langley diberikan 50.000 dolar oleh Departemen Peperangan untuk menciptakan mesin terbang. Uang bukanlah masalah. Dia mempunyai jabatan di Harvard bekerja dan mempunyai koneksi yang baik di Smithsonian. Dia mengenal semua orang pintar pada masanya. Dia mempekerjakan orang-orang paling cerdas yang bisa dia bayar. Dan kondisi pasar pun fantastis. New York Times mengikutinya ke mana pun. Dan semua orang membicarakan Langley. Lalu, bagaimana bisa Anda tidak pernah mendengar tentang Langley?
A few hundred miles away in Dayton, Ohio, Orville and Wilbur Wright, they had none of what we consider to be the recipe for success. They had no money; they paid for their dream with the proceeds from their bicycle shop. Not a single person on the Wright brothers' team had a college education, not even Orville or Wilbur. And The New York Times followed them around nowhere.
Beberapa ratus mil jauhnya, di Dayton Ohio Orville dan Wilbur Wright. mereka tidak mempunyai apa yang kita anggap sebagai resep kesuksesan. Mereka tidak mempunyai uang. Mereka membiayai mimpi mereka dengan toko sepeda mereka. Tidak seorang pun dari tim Wright bersaudara yang mengenyam pendidikan perguruan tinggi, baik Orville juga Wilbur. New York Times juga tidak mengenal mereka.
The difference was, Orville and Wilbur were driven by a cause, by a purpose, by a belief. They believed that if they could figure out this flying machine, it'll change the course of the world. Samuel Pierpont Langley was different. He wanted to be rich, and he wanted to be famous. He was in pursuit of the result. He was in pursuit of the riches. And lo and behold, look what happened. The people who believed in the Wright brothers' dream worked with them with blood and sweat and tears. The others just worked for the paycheck. They tell stories of how every time the Wright brothers went out, they would have to take five sets of parts, because that's how many times they would crash before supper.
Perbedaannya adalah, Orville dan Wilbur digerakkan oleh suatu alasan, suatu tujuan, suatu keyakinan. Mereka percaya kalau mereka bisa menciptakan mesin terbang, hal itu akan mengubah dunia. Samuel Pierpont Langley berbeda. Dia ingin menjadi kaya dan terkenal. Dia mengejar hasil. Dia mengejar kekayaan. Dan lihatlah apa yang terjadi. Orang-orang yang percaya pada impian Wright bersaudara, bekerja bersama mereka dengan darah, keringat dan air mata. Yang lain hanya bekerja untuk bayaran saja. Orang-orang bercerita bahwa setiap kali Wright bersaudara pergi keluar, mereka harus membawa 5 set perlengkapan, karena itulah jumlah yang akan mereka rusakkan sebelum mereka pulang untuk makan malam.
And, eventually, on December 17th, 1903, the Wright brothers took flight, and no one was there to even experience it. We found out about it a few days later. And further proof that Langley was motivated by the wrong thing: the day the Wright brothers took flight, he quit. He could have said, "That's an amazing discovery, guys, and I will improve upon your technology," but he didn't. He wasn't first, he didn't get rich, he didn't get famous, so he quit.
Dan ternyata, pada 17 Desember 1903, Wright bersaudara pun bisa terbang, di mana tak seorang pun di sana untuk mencobanya. Kita mengetahuinya beberapa hari kemudian. Dan bukti lebih lanjut bahwa Langley termotivasi oleh hal yang salah adalah pada hari Wright bersaudara terbang, dia berhenti bekerja. Dia sebenarnya bisa berkata, "Itu penemuan yang luar biasa, aku akan meningkatkan teknologi Anda." Tapi dia tidak mengatakannya. Dia bukan yang pertama, dia tidak menjadi kaya, dia tidak menjadi terkenal, maka dia berhenti.
People don't buy what you do; they buy why you do it. If you talk about what you believe, you will attract those who believe what you believe.
Orang tidak membeli apa yang Anda kerjakan, tetapi mengapa Anda mengerjakannya. Dan jika Anda mengatakan apa yang Anda yakini, Anda akan menarik mereka yang percaya pada yang Anda yakini.
But why is it important to attract those who believe what you believe? Something called the law of diffusion of innovation, if you don't know the law, you know the terminology. The first 2.5% of our population are our innovators. The next 13.5% of our population are our early adopters. The next 34% are your early majority, your late majority and your laggards. The only reason these people buy touch-tone phones is because you can't buy rotary phones anymore.
Mengapa menarik orang yang percaya apa yang Anda yakini itu penting? Ini disebut hukum penyebaran inovasi. Jika Anda tidak tahu hukum tersebut, Anda pasti tahu maksudnya. 2½ % dari populasi kita adalah para inovator. 13½ % dari populasi kita adalah pengguna pertama. 34% berikutnya adalah mayoritas awal, mayoritas yang terlambat dan yang tertinggal. Alasan orang-orang ini membeli telepon yang dipencet karena Anda tidak bisa membeli telepon yang diputar lagi.
(Laughter)
(Tertawa)
We all sit at various places at various times on this scale, but what the law of diffusion of innovation tells us is that if you want mass-market success or mass-market acceptance of an idea, you cannot have it until you achieve this tipping point between 15 and 18 percent market penetration, and then the system tips. I love asking businesses, "What's your conversion on new business?" They love to tell you, "It's about 10 percent," proudly. Well, you can trip over 10% of the customers. We all have about 10% who just "get it." That's how we describe them, right? That's like that gut feeling, "Oh, they just get it."
Kita semua ada di berbagai tempat di berbagai waktu pada skala ini, tapi yang dikatakan hukum penyebaran inovasi adalah jika Anda ingin sukses besar di pasar atau ide Anda diterima oleh pasar yang besar, Anda tidak bisa memilikinya sampai Anda mencapai titik tertentu antara 15-18% penetrasi pasar. Dan sistem akan menyinggungnya. Saya suka bertanya, "Bagaimana konversi Anda pada bisnis baru?" Mereka akan menjawabnya dengan bangga, "Oh, sekitar 10%." Anda bisa mendapatkan 10% pelanggan. Kita mempunyai 10% yang hanya "ambil itu." Begitulah kita menjelaskannya, benar. Itu seperti perasaan, "Oh, mereka membelinya."
The problem is: How do you find the ones that get it before doing business versus the ones who don't get it? So it's this here, this little gap that you have to close, as Jeffrey Moore calls it, "Crossing the Chasm" -- because, you see, the early majority will not try something until someone else has tried it first. And these guys, the innovators and the early adopters, they're comfortable making those gut decisions. They're more comfortable making those intuitive decisions that are driven by what they believe about the world and not just what product is available. These are the people who stood in line for six hours to buy an iPhone when they first came out, when you could have bought one off the shelf the next week. These are the people who spent 40,000 dollars on flat-screen TVs when they first came out, even though the technology was substandard. And, by the way, they didn't do it because the technology was so great; they did it for themselves. It's because they wanted to be first. People don't buy what you do; they buy why you do it and what you do simply proves what you believe. In fact, people will do the things that prove what they believe. The reason that person bought the iPhone in the first six hours, stood in line for six hours, was because of what they believed about the world, and how they wanted everybody to see them: they were first. People don't buy what you do; they buy why you do it.
Masalahnya: Bagaimana Anda menemukan orang yang seperti itu sebelum Anda berurusan dengan mereka? Jadi, di sini, di celah kecil ini, yang harus Anda harus tutup, seperti yang dikatakan oleh Jeffrey Moore, "melintasi jurang." Karena, Anda lihat, mayoritas awal tidak akan mencoba sesuatu sampai seseorang pernah mencobanya terlebih dahulu. Dan orang-orang ini, inovator dan pengguna pertama, mereka nyaman dalam mengambil keputusan berani. Mereka nyaman mengambil keputusan yang intuitif yang digerakkan oleh apa yang mereka yakini tentang dunia dan bukan hanya produk apa yang tersedia. Merekalah yang mengantri selama 6 jam untuk membeli iPhone saat pertama kali keluar, di mana Anda bisa hanya berjalan kaki ke sebuah toko minggu depannya dan membeli sebuah iPhone. Mereka adalah orang-orang yang menghabiskan 40.000 dolar untuk membeli TV layar datar ketika pertama kali dijual, meskipun teknologinya masih di bawah standar. Dan, mereka tidak melakukannya karena teknologinya hebat. Mereka melakukannya untuk diri mereka sendiri. Karena mereka ingin menjadi yang pertama. Orang-orang tidak membeli apa yang Anda kerjakan, tetapi mengapa Anda mengerjakannya. Dan apa yang Anda lakukan hanyalah membuktikan apa yang Anda yakini. Faktanya, orang-orang akan selalu melakukan hal-hal untuk membuktikan apa yang mereka yakini. Alasan orang membeli iPhone dalam 6 jam pertama, mengantri selama 6 jam, adalah karena apa yang mereka yakini tentang dunia, dan bagaimana mereka ingin dilihat oleh semua orang. Mereka yang pertama. Orang tidak membeli apa yang Anda kerjakan, tetapi mengapa Anda mengerjakannya.
So let me give you a famous example, a famous failure and a famous success of the law of diffusion of innovation. First, the famous failure. It's a commercial example. As we said before, the recipe for success is money and the right people and the right market conditions. You should have success then. Look at TiVo. From the time TiVo came out about eight or nine years ago to this current day, they are the single highest-quality product on the market, hands down, there is no dispute. They were extremely well-funded. Market conditions were fantastic. I mean, we use TiVo as verb. I TiVo stuff on my piece-of-junk Time Warner DVR all the time.
Saya akan memberikan sebuah contoh yang terkenal, kegagalan dan kesuksesan yang terkenal dari hukum penyebaran inovasi. Pertama, kegagalan yang terkenal. Ini adalah contoh pemasaran. Seperti yang saya katakan sebelumnya, rahasia sukses adalah uang, SDM yang bagus, dan kondisi pasar yang baik. Ya. Anda seharusnya sukses. Lihatlah TiVo. Sejak TiVo muncul, sekitar 8 atau 9 tahun yang lalu, sampai hari ini, mereka adalah produk dengan kualitas terbaik di pasar, setuju, tidak dapat dibantah. Mereka mendapatkan pendanaan yang luar biasa. Kondisi pasar yang fantastis. Maksud saya, kita menggunakan TiVo sebagai kata kerja Saya men-"TiVo"-kan Time Warner DVR sepanjang waktu.
(Laughter)
But TiVo's a commercial failure. They've never made money. And when they went IPO, their stock was at about 30 or 40 dollars and then plummeted, and it's never traded above 10. In fact, I don't think it's even traded above six, except for a couple of little spikes.
Namun, TiVo adalah sebuah kegagalan. Mereka tidak pernah menghasilkan uang. Saat mereka menawarkan saham perdana, saham mereka sekitar 30 atau 40 dolar lalu merosot, dan tidak pernah diperdagangkan lebih dari 10 dolar. Menurut saya malah tidak diperdagangkan di atas 6 dolar, kecuali saat ada beberapa fluktuasi kecil.
Because you see, when TiVo launched their product, they told us all what they had. They said, "We have a product that pauses live TV, skips commercials, rewinds live TV and memorizes your viewing habits without you even asking." And the cynical majority said, "We don't believe you. We don't need it. We don't like it. You're scaring us."
Karena Anda perhatikan, saat TiVo meluncurkan produk mereka, mereka memaparkan apa yang mereka punyai. Mereka berkata, "Kami punya produk yang bisa menjeda TV, menghilangkan iklan, memutar ulang siaran TV dan mengingat kebiasaan menonton Anda bahkan tanpa Anda memintanya." Dan mayoritas orang yang sinis berkata, "Kami tidak percaya pada Anda. Kami tidak membutuhkannya. Kami tidak menyukainya. Anda membuat kami takut."
What if they had said, "If you're the kind of person who likes to have total control over every aspect of your life, boy, do we have a product for you. It pauses live TV, skips commercials, memorizes your viewing habits, etc., etc." People don't buy what you do; they buy why you do it, and what you do simply serves as the proof of what you believe.
Andai mereka bilang, "Jika Anda tipe orang yang suka memiliki kendali penuh atas setiap aspek hidup Anda, kami mempunyai produk untuk Anda. Ini bisa menjeda siaran TV, melewatkan iklan. mengingat kebiasaan menonton Anda, dan sebagainya." Orang tidak membeli apa yang Anda kerjakan, tetapi mengapa Anda mengerjakannya. Dan apa yang Anda kerjakan akan menjadi bukti dari apa yang Anda yakini.
Now let me give you a successful example of the law of diffusion of innovation. In the summer of 1963, 250,000 people showed up on the mall in Washington to hear Dr. King speak. They sent out no invitations, and there was no website to check the date. How do you do that? Well, Dr. King wasn't the only man in America who was a great orator. He wasn't the only man in America who suffered in a pre-civil rights America. In fact, some of his ideas were bad. But he had a gift. He didn't go around telling people what needed to change in America. He went around and told people what he believed. "I believe, I believe, I believe," he told people. And people who believed what he believed took his cause, and they made it their own, and they told people. And some of those people created structures to get the word out to even more people. And lo and behold, 250,000 people showed up on the right day at the right time to hear him speak.
Saya akan memberikan sebuah contoh sukses dari hukum penyebaran inovasi. Pada musim panas 1963, 250.000 orang datang ke sebuah mall di Washington untuk mendengarkan Dr. King berbicara. Mereka tidak mengirim undangan, dan tidak ada website untuk mengecek tanggal. Bagaimana Anda melakukannya? Dr. King bukanlah satu-satunya orang di Amerika yang merupakan orator hebat. Dia bukanlah satu-satunya orang di Amerika yang menderita pada masa sebelum hak sipil ditegakkan di Amerika. Faktanya, beberapa idenya tidak bagus. Namun dia memiliki karunia. DIa tidak berkeliling memberi tahu orang-orang apa yang dibutuhkan untuk mengubah Amerika. Dia berkeliling memberitahukan orang-orang tentang apa yang ia yakini. "Saya percaya. Saya percaya. Saya percaya," katanya ke orang-orang. Dan orang-orang yang percaya apa yang ia yakini mengambil perannya dan menceritakan ke orang-orang lainnya. Dan beberapa di antaranya membuat struktur untuk menyampaikan pesan ke lebih banyak orang lagi. Dan akhirnya, 250.000 orang tampil pada hari yang tepat, waktu yang tepat,
How many of them showed up for him?
untuk mendengarkannya berbicara.
Zero. They showed up for themselves. It's what they believed about America that got them to travel in a bus for eight hours to stand in the sun in Washington in the middle of August. It's what they believed, and it wasn't about black versus white: 25% of the audience was white.
Berapa orang yang datang untuk dia? Nol. Mereka datang untuk diri mereka sendiri. Itulah apa yang mereka yakini tentang Amerika yang membuat mereka naik bis selama 8 jam, berdiri di bawah matahari di Washington pada pertengahan Agustus. Ini tentang yang mereka yakini, dan bukanlah hitam lawan putih. 25% hadirin berkulit putih.
Dr. King believed that there are two types of laws in this world: those that are made by a higher authority and those that are made by men. And not until all the laws that are made by men are consistent with the laws made by the higher authority will we live in a just world. It just so happened that the Civil Rights Movement was the perfect thing to help him bring his cause to life. We followed, not for him, but for ourselves. By the way, he gave the "I have a dream" speech, not the "I have a plan" speech.
Dr. King percaya bahwa ada 2 jenis hukum di dunia ini, yang dibuat oleh Yang Maha Kuasa dan yang dibuat oleh manusia. Dan sebelum semua hukum yang dibuat manusia konsisten dengan hukum yang dibuat oleh Yang Maha Kuasa, kita masih akan hanya ada di dunia. Lalu terjadilah Pergerakan Hak-Hak Sipil yang merupakan hal sempurna untuk menolong mewujudkan idenya. Kita mengikuti, bukan untuknya, tapi untuk diri kita sendiri. Dan dia menyampaikan pidato "Saya mempunyai mimpi" bukan pidato "Saya mempunyai rencana."
(Laughter)
(Tertawa)
Listen to politicians now, with their comprehensive 12-point plans. They're not inspiring anybody. Because there are leaders and there are those who lead. Leaders hold a position of power or authority, but those who lead inspire us. Whether they're individuals or organizations, we follow those who lead, not because we have to, but because we want to. We follow those who lead, not for them, but for ourselves. And it's those who start with "why" that have the ability to inspire those around them or find others who inspire them.
Coba dengarkan politikus saat ini dengan 12 rencana komprehensfinya. Mereka tidak menginspirasi siapapun. Karena mereka pemimpin dan ada yang memimpin. Pemimpin memiliki kekuatan atau wewenang. Tetapi mereka yang memimpin akan menginspirasi kita. Individual atau organisasi, kita mengikuti mereka yang memimpin, bukan karena kita diharuskan, tapi karena kita menginginkannya. Kita mengikuti mereka yang memimpin, bukan untuk mereka, tetapi untuk diri kita sendiri. Dan mereka yang mulai dari "mengapa" lah yang memiliki kemampuan untuk menginspirasi orang-orang di sekitarnya atau menemukan orang-orang yang menginspirasinya.
Thank you very much.
Terima kasih banyak.
(Applause)
(Tepuk tangan)