It's 4 a.m., and the big test is in eight hours, followed by a piano recital. You've been studying and playing for days, but you still don't feel ready for either. So, what can you do? Well, you can drink another cup of coffee and spend the next few hours cramming and practicing, but believe it or not, you might be better off closing the books, putting away the music, and going to sleep.
Saat ini pukul 4 pagi, dan ada ujian penting 8 jam lagi, disusul dengan resital piano. Kamu telah belajar dan berlatih selama beberapa hari, tetapi masih merasa tidak siap untuk keduanya. Lalu, apa yang bisa kamu lakukan? Kamu bisa minum secangkir kopi lagi dan menghabiskan beberapa jam untuk belajar dan berlatih, tetapi percaya atau tidak, akan lebih baik jika kamu menutup buku, menghentikan latihan musikmu, dan pergi tidur.
Sleep occupies nearly a third of our lives, but many of us give surprisingly little attention and care to it. This neglect is often the result of a major misunderstanding. Sleep isn't lost time, or just a way to rest when all our important work is done. Instead, it's a critical function, during which your body balances and regulates its vital systems, affecting respiration and regulating everything from circulation to growth and immune response.
Tidur menghabiskan hampir sepertiga hidup kita, tetapi banyak dari kita hanya menaruh sedikit perhatian dan kepedulian. Ketidakpedulian ini seringkali disebabkan oleh kesalahpahaman besar Tidur bukan membuang-buang waktu, atau sekadar alat istirahat saat semua pekerjaan penting selesai. Namun, tidur menjalankan fungsi penting. Saat tidur, tubuhmu menyeimbangkan dan mengatur sistem-sistem vitalnya, mempengaruhi sistem pernapasan dan mengatur semuanya, mulai dari sirkulasi hingga pertumbuhan dan respons kekebalan.
That's great, but you can worry about all those things after this test, right? Well, not so fast. It turns out that sleep is also crucial for your brain, with a fifth of your body's circulatory blood being channeled to it as you drift off. And what goes on in your brain while you sleep is an intensely active period of restructuring that's crucial for how our memory works.
Itu memang penting, tetapi kamu bisa mengkhawatirkan hal itu setelah ujian usai, bukan? Sayangnya tidak semudah itu. Ternyata tidur juga penting bagi otakmu. Seperlima darah di sistem peredaranmu disalurkan ke otak saat kamu terlelap. Lalu, yang terjadi di otakmu saat tidur adalah periode restrukturisasi yang aktif dan intensif yang krusial bagi cara kerja ingatan kita.
At first glance, our ability to remember things doesn't seem very impressive at all. 19th century psychologist Herman Ebbinghaus demonstrated that we normally forget 40% of new material within the first twenty minutes, a phenomenon known as the forgetting curve.
Sekilas, kemampuan kita dalam mengingat terlihat tidak mengesankan sama sekali. Psikolog abad ke-19 Herman Ebbinghaus mendemonstrasikan bagaimana kita biasanya melupakan 40% hal baru pada 20 menit pertama, sebuah fenomena yang dikenal dengan "kurva lupa".
But this loss can be prevented through memory consolidation, the process by which information is moved from our fleeting short-term memory to our more durable long-term memory.
Namun, lupa akan ingatan dapat dicegah melalui konsolidasi memori, yaitu proses saat informasi dipindahkan dari memori jangka pendek yang sementara ke memori jangka panjang yang lebih awet.
This consolidation occurs with the help of a major part of the brain, known as the hippocampus. Its role in long-term memory formation was demonstrated in the 1950s by Brenda Milner in her research with a patient known as H.M. After having his hippocampus removed, H.M.'s ability to form new short-term memories was damaged, but he was able to learn physical tasks through repetition. Due to the removal of his hippocampus, H.M.'s ability to form long-term memories was also damaged. What this case revealed, among other things, was that the hippocampus was specifically involved in the consolidation of long-term declarative memory, such as the facts and concepts you need to remember for that test, rather than procedural memory, such as the finger movements you need to master for that recital.
Konsolidasi ini timbul dengan bantuan sebuah bagian penting dari otak, yang dikenal sebagai hipokampus. Perannya dalam pembentukan memori jangka panjang telah didemonstrasikan pada tahun 1950-an oleh Brenda Milner melalui risetnya terhadap pasien berinisial H.M. Setelah hipokampusnya diangkat, kemampuan H.M. untuk membentuk memori baru jangka pendek pun rusak, tetapi dia tetap bisa mempelajari aktivitas fisik yang diulang-ulang. Dengan diangkatnya hipokampus, kemampuan H.M. untuk menciptakan memori jangka panjang juga rusak. Salah satu yang terungkap dari kasus ini adalah hipokampus secara spesifik terlibat dalam konsolidasi memori jangka panjang yang deklaratif, misalnya fakta dan konsep yang perlu diingat untuk ujian dibandingkan dengan memori prosedural, seperti pergerakan jari yang harus dikuasai untuk resital musik.
Milner's findings, along with work by Eric Kandel in the 90's, have given us our current model of how this consolidation process works. Sensory data is initially transcribed and temporarily recorded in the neurons as short-term memory. From there, it travels to the hippocampus, which strengthens and enhances the neurons in that cortical area. Thanks to the phenomenon of neuroplasticity, new synaptic buds are formed, allowing new connections between neurons, and strengthening the neural network where the information will be returned as long-term memory.
Penemuan Milner, bersama dengan karya Eric Kandel pada tahun 90-an, memberikan kita model terbaru tentang proses kerja konsolidasi memori ini. Data sensoris mulanya dicatat dan direkam sementara pada sel saraf sebagai memori jangka pendek. Dari sana, data berpindah ke hipokampus, yang memperkuat dan memperkukuh sel saraf di area kortikal itu. Berkat femonena neuroplastisitas, sinapsis baru pun terbentuk, mendorong koneksi baru antarsaraf, dan memperkuat jaringan neural tempat informasi akan dikembalikan sebagai memori jangka panjang.
So why do we remember some things and not others? Well, there are a few ways to influence the extent and effectiveness of memory retention. For example, memories that are formed in times of heightened feeling, or even stress, will be better recorded due to the hippocampus' link with emotion. But one of the major factors contributing to memory consolidation is, you guessed it, a good night's sleep.
Lalu, mengapa kita ingat sebagian hal, tetapi tidak lainnya? Ada beberapa cara untuk mempengaruhi tingkat dan efektivitas penyimpanan memori. Contohnya, memori yang dibentuk saat merasa tertekan, atau bahkan stres, akan lebih baik direkam karena keterkaitan hipokampus dengan emosi. Namun, salah satu kontributor utama konsolidasi memori adalah, coba tebak, tidur lelap.
Sleep is composed of four stages, the deepest of which are known as slow-wave sleep and rapid eye movement. EEG machines monitoring people during these stages have shown electrical impulses moving between the brainstem, hippocampus, thalamus, and cortex, which serve as relay stations of memory formation. And the different stages of sleep have been shown to help consolidate different types of memories.
Tidur tersusun dari empat tahap, tahapan paling lelap dikenal dengan tidur gelombang lambat dan gerak bola mata cepat (REM). Mesin EEG memonitor orang-orang yang berada dalam fase ini menujukkan adanya impuls lisrik yang bergerak di antara batang otak, hipokampus, talamus, dan korteks, bagian yang berfungsi sebagai stasiun transit dalam pembentukan memori. Tahapan tidur yang berbeda telah terbukti membantu konsolidasi jenis memori yang berbeda pula.
During the non-REM slow-wave sleep, declarative memory is encoded into a temporary store in the anterior part of the hippocampus. Through a continuing dialogue between the cortex and hippocampus, it is then repeatedly reactivated, driving its gradual redistribution to long-term storage in the cortex. REM sleep, on the other hand, with its similarity to waking brain activity, is associated with the consolidation of procedural memory. So based on the studies, going to sleep three hours after memorizing your formulas and one hour after practicing your scales would be the most ideal.
Selama tahap tidur "gelombang lambat tanpa REM", memori deklaratif dikodekan ke dalam penyimpanan sementara di bagian anterior hipokampus. Melalui dialog berkelanjutan antara korteks dan hipokampus, memori itu pun diaktivasi berulang kali, mendorong redistribusi memori secara bertahap ke penyimpanan jangka panjang di korteks. Di lain sisi, tidur pulas dengan REM, yang mirip dengan aktivitas otak saat bangun, dikaitkan dengan konsolidasi memori prosedural. Berdasarkan beberapa penelitian, tidur selama tiga jam setelah mengingat rumus-rumus dan satu jam setelah melatih tangga nada, adalah waktu paling ideal.
So hopefully you can see now that skimping on sleep not only harms your long-term health, but actually makes it less likely that you'll retain all that knowledge and practice from the previous night, all of which just goes to affirm the wisdom of the phrase, "Sleep on it." When you think about all the internal restructuring and forming of new connections that occurs while you slumber, you could even say that proper sleep will have you waking up every morning with a new and improved brain, ready to face the challenges ahead.
Semoga sekarang kamu paham bahwa mengurangi waktu tidur, selain berbahaya bagi kesehatan jangka panjang, juga sesungguhnya menghambatmu dalam menguasai ilmu dan latihan dari malam sebelumnya. Semua ini mengonfirmasi kearifan dalam pepatah "sleep on it". Saat kamu merenungkan semua restrukturisasi internal dan pembentukan koneksi baru yang terjadi saat kamu terlelap, kamu bahkan dapat berkata bahwa tidur yang baik akan membuatmu bangun setiap pagi dengan otak yang baru dan sudah berkembang, siap untuk menghadapi tantangan yang ada.