Imagine that you're a pig farmer. You live on a small farm in the Philippines. Your animals are your family's sole source of income -- as long as they're healthy. You know that any day, one of your pigs can catch the flu, the swine flu. Living in tight quarters, one pig coughing and sneezing may soon lead to the next pig coughing and sneezing, until an outbreak of swine flu has taken over your farm. If it's a bad enough virus, the health of your herd may be gone in the blink of an eye. If you called in a veterinarian, he or she would visit your farm and take samples from your pigs' noses and mouths. But then they would have to drive back into the city to test those samples in their central lab. Two weeks later, you'd hear back the results. Two weeks may be just enough time for infection to spread and take away your way of life.
Bayangkan Anda seorang peternak babi. Anda tinggal di sebuah peternakan di Filipina. Ternak Anda adalah satu-satunya sumber pendapatan keluarga Anda -- selama mereka sehat. Anda tahu suatu ketika, salah satu babi Anda bisa kena flu, flu babi. Hidup di tempat yang padat, satu ekor saja babi yang batuk dan bersin bisa segera menyebabkan babi lain ikutan batuk dan bersin, sampai wabah flu babi melanda seluruh peternakan Anda. Jika virusnya cukup ganas, kesehatan seluruh ternak Anda bisa musnah dalam sekejap mata. Jika Anda memanggil dokter hewan, ia datang ke peternakan Anda dan mengambil sampel dari mulut dan hidung ternak Anda. Tapi kemudian mereka harus berkendara kembali ke kota untuk menguji sampel-sampel tersebut di lab pusat mereka. Dua minggu kemudian, Anda akan mendengar hasilnya. Waktu dua minggu sudah cukup bagi penyebaran infeksi dan merenggut gaya hidup Anda.
But it doesn't have to be that way. Today, farmers can take those samples themselves. They can jump right into the pen and swab their pigs' noses and mouths with a little filter paper, place that little filter paper in a tiny tube, and mix it with some chemicals that will extract genetic material from their pigs' noses and mouths. And without leaving their farms, they take a drop of that genetic material and put it into a little analyzer smaller than a shoebox, program it to detect DNA or RNA from the swine flu virus, and within one hour get back the results, visualize the results. This reality is possible because today we're living in the era of personal DNA technology. Every one of us can actually test DNA ourselves.
Tapi, ini tidak harus terjadi. Kini, para peternak bisa mengambil sendiri sampel tersebut. Mereka bisa langsung masuk ke kandang dan mengusap mulut dan hidung babi mereka dengan kertas penyaring kecil, menaruh kertas kecil tersebut dalam sebuah tabung kecil, dan mencampurnya dengan bahan kimia yang akan mengekstrak materi genetik dari mulut dan hidung babi mereka. Dan tanpa meninggalkan petenakan mereka, mengambil setetes materi genetik itu dan menaruhnya dalam alat analisa kecil lebih kecil dari sebuah kotak sepatu, memprogramnya untuk mendeteksi DNA atau RNA virus flu babi, dan dalam satu jam mendapatkan hasilnya, melihat hasilnya. Kenyataan ini mungkin karena kini kita hidup dalam era teknologi DNA personal. Masing-masing kita bisa melakukan tes DNA sendiri.
DNA is the fundamental molecule the carries genetic instructions that help build the living world. Humans have DNA. Pigs have DNA. Even bacteria and some viruses have DNA too. The genetic instructions encoded in DNA inform how our bodies develop, grow, function. And in many cases, that same information can trigger disease. Your genetic information is strung into a long and twisted molecule, the DNA double helix, that has over three billion letters, beginning to end. But the lines that carry meaningful information are usually very short -- a few dozen to several thousand letters long. So when we're looking to answer a question based on DNA, we actually don't need to read all those three billion letters, typically. That would be like getting hungry at night and having to flip through the whole phone book from cover to cover, pausing at every line, just to find the nearest pizza joint.
DNA adalah molekul fundamental yang membawa instruksi genetik yang membantu membangun kehidupan. Manusia punya DNA. Babi punya DNA. Bahkan bakteri dan beberapa virus memiliki DNA juga. Instruksi genetik yang terkode dalam DNA menentukan cara tubuh kita berkembang, bertumbuh, berfungsi. Dan dalam banyak kasus, informasi yang sama dapat memicu penyakit. Informasi genetik Anda dirangkai menjadi molekul yang panjang dan berputar, helix ganda DNA, dengan lebih dari tiga miliar huruf, dari awal hingga akhir. Tapi baris-baris yang membawa informasi yang bermakna biasanya sangat pendek -- panjangnya beberapa lusin sampai beberapa ribu huruf. Jadi ketika kita mencari jawaban pertanyaan berdasarkan DNA, kita sebenarnya tak perlu membaca keseluruhan tiga miliar huruf itu secara khusus. Itu seperti merasa lapar di tengah malam dan mencari di seluruh buku telpon dari depan ke belakang, berhenti di setiap baris, hanya untuk mencari restoran pizza terdekat.
(Laughter)
(Tertawa)
Luckily, three decades ago, humans started to invent tools that can find any specific line of genetic information. These DNA machines are wonderful. They can find any line in DNA. But once they find it, that DNA is still tiny, and surrounded by so much other DNA, that what these machines then do is copy the target gene, and one copy piles on top of another, millions and millions and millions of copies, until that gene stands out against the rest; until we can visualize it, interpret it, read it, understand it, until we can answer: Does my pig have the flu? Or other questions buried in our own DNA: Am I at risk of cancer? Am I of Irish descent? Is that child my son?
Untungnya, 30 tahun yang lalu, manusia mulai menciptakan alat yang dapat mencari baris spesifik dari informasi genetik. Mesin-mesin DNA ini sangat menakjubkan. Mereka bisa menemukan baris apa saja dalam DNA. Tapi saat ditemukan, DNA tersebut masih kecil, dan dikelilingi oleh begitu banyak DNA lain, jadi yang dilakukan mesin-mesin ini adalah menyalin gen target tersebut, dan satu salinan menumpuk atas lainnya, jutaan dan jutaan dan jutaan salinan, sampai gen tersebut tampak menonjol dibanding lainnya; dan kita dapat melihatnya, menerjemahkannya, membacanya, dan memahaminya sampai kita dapat menjawab: Apakah babi saya kena flu? Atau pertanyaan lain dalam DNA kita: Apakah saya berisiko terkena kanker? Apakah saya keturunan Irlandia? Apakah dia anak saya?
(Laughter)
(Tertawa)
This ability to make copies of DNA, as simple as it sounds, has transformed our world. Scientists use it every day to detect and address disease, to create innovative medicines, to modify foods, to assess whether our food is safe to eat or whether it's contaminated with deadly bacteria. Even judges use the output of these machines in court to decide whether someone is innocent or guilty based on DNA evidence. The inventor of this DNA-copying technique was awarded the Nobel Prize in Chemistry in 1993. But for 30 years, the power of genetic analysis has been confined to the ivory tower, or bigwig PhD scientist work. Well, several companies around the world are working on making this same technology accessible to everyday people like the pig farmer, like you.
Kemampuan untuk membuat salinan DNA ini, walau kedengaran sederhana, telah mengubah dunia kita. Ilmuwan menggunakannya setiap hari untuk mendeteksi dan mengatasi penyakit, menciptakan obat inovatif, memodifikasi makanan, menilai apakah makanan kita aman atau terkontaminasi bakteri mematikan. Bahkan hakim menggunakan hasil dari mesin DNA ini di pengadilan untuk memutuskan apakah seseorang bersih atau bersalah berdasarkan bukti DNA. Penemu teknik penyalinan-DNA ini mendapat hadiah Nobel di bidang Kimia tahun 1993. Tapi selama 30 tahun, kemampuan analisis genetik terkurung dalam menara gading, atau penelitian ilmuwan tingkat doktor. Yah, beberapa perusahaan di dunia sedang bekerja membuat teknologi ini jadi terjangkau bagi semua orang seperti peternak babi, seperti Anda.
I cofounded one of these companies. Three years ago, together with a fellow biologist and friend of mine, Zeke Alvarez Saavedra, we decided to make personal DNA machines that anyone could use. Our goal was to bring DNA science to more people in new places. We started working in our basements. We had a simple question: What could the world look like if everyone could analyze DNA? We were curious, as curious as you would have been if I had shown you this picture in 1980.
Saya turut mendirikan salah satu perusahaan ini. Tiga tahun yang lalu, bersama dengan rekan ahli biologi dan sahabat saya, Zeke Alvarez Saavedra, kami memutuskan untuk membuat mesin DNA personal yang dapat dipakai semua orang. Tujuan kami adalah membawa ilmu DNA kepada lebih banyak orang di tempat baru. Kami mulai bekerja di ruang bawah tanah kami. Kami punya pertanyaan sederhana: Akan seperti apa dunia ini jika semua orang bisa menganalisa DNA? Kami ingin tahu, sebagaimana Anda juga ingin tahu, jika saya tunjukkan gambar ini di tahun 1980.
(Laughter)
(Tertawa)
You would have thought, "Wow! I can now call my Aunt Glenda from the car and wish her a happy birthday. I can call anyone, anytime. This is the future!" Little did you know, you would tap on that phone to make dinner reservations for you and Aunt Glenda to celebrate together. With another tap, you'd be ordering her gift. And yet one more tap, and you'd be "liking" Auntie Glenda on Facebook. And all of this, while sitting on the toilet.
Anda akan berpikir, "Wow!" Kini saya dapat menelpon Tante Glenda dari mobil dan mengucapkan selamat ulang tahun. Saya bisa menelpon siapa saja, setiap saat. Inilah masa depan!" Anda tak tahu, anda akan mengetuk telepon itu untuk memesan makan malam untuk merayakan ulang tahun Tante Glenda. Sekali ketuk, lagi, Anda akan memesan hadiahnya. Dan sekali ketuk lagi, anda akan "menyukai" Tante Glenda di Facebook. Dan melakukan semuanya sambil duduk di toilet.
(Laughter)
(Tertawa)
It is notoriously hard to predict where new technology might take us. And the same is true for personal DNA technology today.
Sangat sulit meramalkan kemana teknologi baru akan membawa kita. Ini sama bagi teknologi DNA personal kini.
For example, I could never have imagined that a truffle farmer, of all people, would use personal DNA machines. Dr. Paul Thomas grows truffles for a living. We see him pictured here, holding the first UK-cultivated truffle in his hands, on one of his farms. Truffles are this delicacy that stems from a fungus growing on the roots of living trees. And it's a rare fungus. Some species may fetch 3,000, 7,000, or more dollars per kilogram. I learned from Paul that the stakes for a truffle farmer can be really high. When he sources new truffles to grow on his farms, he's exposed to the threat of knockoffs -- truffles that look and feel like the real thing, but they're of lower quality. But even to a trained eye like Paul's, even when looked at under a microscope, these truffles can pass for authentic. So in order to grow the highest quality truffles, the ones that chefs all over the world will fight over, Paul has to use DNA analysis. Isn't that mind-blowing? I bet you will never look at that black truffle risotto again without thinking of its genes.
Sebagai contoh, saya tak pernah membayangkan bahwa seorang petani jamur truffle, misalnya, akan menggunakan mesin DNA personal. Dr. Paul Thomas bertanam jamur truffle sebagai pencarian. Kita lihat gambarnya disini, menggenggam truffle pertama yang dibiakkan di Inggris, di salah satu pertaniannya. Truffle adalah sajian yang berasal dari jamur yang tumbuh di akar pohon hidup. Dan ini adalah jamur yang jarang. Beberapa spesies bisa berharga 3000, 7000 dolar atau lebih per kilogram. Saya belajar dari Paul bahwa taruhan untuk petani truffle bisa sangat tinggi. Ketika ia mencari truffle baru untuk dibiakkan di pertaniannya, ia terpapar pada ancaman tanaman tiruan -- truffle yang bentuk dan rasanya mirip, tapi kualitasnya lebih rendah. Tapi bahkan dengan mata ahli seperti Paul, bahkan ketika dilihat di bawah mikroskop, truffle ini bisa disalah-kira sebagai yang asli. Jadi untuk membiakkan truffle dengan kualitas terbaik, sesuatu yang diinginkan semua koki di seluruh dunia, Paul harus menggunakan analisis DNA. Bukankah ini luar biasa? Saya bertaruh Anda tidak akan pernah lagi melihat risotto truffle hitam tanpa berpikir tentang gennya.
(Laughter)
(Tertawa)
But personal DNA machines can also save human lives. Professor Ian Goodfellow is a virologist at the University of Cambridge. Last year he traveled to Sierra Leone. When the Ebola outbreak broke out in Western Africa, he quickly realized that doctors there lacked the basic tools to detect and combat disease. Results could take up to a week to come back -- that's way too long for the patients and the families who are suffering. Ian decided to move his lab into Makeni, Sierra Leone. Here we see Ian Goodfellow moving over 10 tons of equipment into a pop-up tent that he would equip to detect and diagnose the virus and sequence it within 24 hours. But here's a surprise: the same equipment that Ian could use at his lab in the UK to sequence and diagnose Ebola, just wouldn't work under these conditions. We're talking 35 Celsius heat and over 90 percent humidity here. But instead, Ian could use personal DNA machines small enough to be placed in front of the air-conditioning unit to keep sequencing the virus and keep saving lives.
Tapi mesin DNA personal juga bisa menyelamatkan hidup. Profesor Ian Goodfellow adalah seorang virolog di Universitas Cambridge. Tahun lalu ia pergi ke Sierra Leone. Ketika wabah Ebola terjadi di Afrika Barat, ia segera menyadari bahwa dokter-dokter di sana tak punya alat dasar untuk mendeteksi dan melawan penyakit. Hasil (lab) bisa memakan waktu seminggu untuk kembali -- terlalu lama untuk para pasien dan keluarga yang sedang sakit. Ian memutuskan memindahkan labnya ke Makeni, Sierra Leone. Ian Goodfellow memindahkan lebih dari 10 ton peralatan ke dalam satu tenda ringkas yang dilengkapinya dengan alat untuk mendeteksi dan mendiagnosa virus Ebola dan mengurai gennya dalam 24 jam. Tapi ini kejutannya: peralatan yang sama yang bisa digunakan Ian di labnya di Inggris untuk mengurai gen dan mendiagnosa Ebola tidak akan berfungsi di Sierra Leone. Suhunya mencapai 35 derajat Celsius dengan kelembaban di atas 90% di sana. Akan tetapi, Ian bisa memakai mesin DNA personal yang cukup kecil untuk ditaruh di depan unit AC untuk terus mengurai gen virus dan terus menyelamatkan nyawa.
This may seem like an extreme place for DNA analysis, but let's move on to an even more extreme environment: outer space. Let's talk about DNA analysis in space. When astronauts live aboard the International Space Station, they're orbiting the planet 250 miles high. They're traveling at 17,000 miles per hour. Picture that -- you're seeing 15 sunsets and sunrises every day. You're also living in microgravity, floating. And under these conditions, our bodies can do funky things. One of these things is that our immune systems get suppressed, making astronauts more prone to infection.
Ini mungkin terlihat seperti tempat yang ekstrim untuk analisis DNA, tapi mari kita pindah ke tempat yang bahkan lebih ekstrim: luar angkasa. Mari bicara tentang analisa DNA di ruang angkasa. Ketika astronot tinggal di Stasiun Angkasa Internasional, mereka mengorbit bumi pada ketinggian 400 km. Mereka bergerak dengan kecepatan 27.600 km per jam. Bayangkan -- Anda melihat 15 kali matahari terbit dan terbenam setiap hari. Anda juga tinggal dalam mikrogravitasi, mengambang. Dan dalam kondisi ini, tubuh kita melakukan hal-hal aneh. Salah satunya adalah sistem imun kita tertekan, sehingga astronot lebih gampang terkena infeksi.
A 16-year-old girl, a high school student from New York, Anna-Sophia Boguraev, wondered whether changes to the DNA of astronauts could be related to this immune suppression, and through a science competition called "Genes In Space," Anna-Sophia designed an experiment to test this hypothesis using a personal DNA machine aboard the International Space Station. Here we see Anna-Sophia on April 8, 2016, in Cape Canaveral, watching her experiment launch to the International Space Station. That cloud of smoke is the rocket that brought Anna-Sophia's experiment to the International Space Station, where, three days later, astronaut Tim Peake carried out her experiment -- in microgravity. Personal DNA machines are now aboard the International Space Station, where they can help monitor living conditions and protect the lives of astronauts.
Seorang gadis 16 tahun, siswa SMA dari New York, Anna-Sophia Boguraev, bertanya apakah perubahan DNA astronot berhubungan dengan tertekannya sistem imun mereka, dan pada sebuah lomba ilmiah yang disebut "Gen di Ruang Angkasa," Anna-Sophia mendesain satu percobaan untuk menguji hipotesis ini menggunakan mesin DNA personal di atas Stasiun Angkasa Internasional. Ini adalah Anna-Sophia pada 8 April 2016, di Cape Canaveral, mengamati eksperimennya diluncurkan ke Stasiun Angkasa Internasional. Selubung asap itu adalah roket yang membawa eksperimen Anna-Sophia ke Stasiun Angkasa Internasional, dimana tiga hari kemudian, astronot Tim Peake melakukan percobaan Anna -- dalam mikrogravitasi. Mesin DNA personal sekarang ada di Stasiun Angkasa Internasional, dimana mereka membantu memantau kondisi kehidupan dan melindungi nyawa para astronot.
A 16-year-old designing a DNA experiment to protect the lives of astronauts may seem like a rarity, the mark of a child genius. Well, to me, it signals something bigger: that DNA technology is finally within the reach of every one of you.
Seorang anak16 tahun mendesain eksperimen DNA untuk melindungi nyawa astronot mungkin sesuatu yang jarang terjadi, tanda seorang anak jenius. Yah, untuk saya, itu menandai sesuatu yang lebih besar: teknologi DNA akhirnya terjangkau oleh semua orang.
A few years ago, a college student armed with a personal computer could code an app, an app that is now a social network with more than one billion users. Could we be moving into a world of one personal DNA machine in every home?
Beberapa tahun lalu, seorang mahasiswa dengan sebuah komputer dapat menulis aplikasi, aplikasi yang kini menjadi jaringan sosial dengan lebih dari 1 miliar pengguna. Dapatkah kita masuk ke dunia dimana ada satu mesin DNA personal di setiap rumah?
I know families who are already living in this reality. The Daniels family, for example, set up a DNA lab in the basement of their suburban Chicago home. This is not a family made of PhD scientists. This is a family like any other. They just like to spend time together doing fun, creative things. By day, Brian is an executive at a private equity firm. At night and on weekends, he experiments with DNA alongside his kids, ages seven and nine, as a way to explore the living world. Last time I called them, they were checking out homegrown produce from the backyard garden. They were testing tomatoes that they had picked, taking the flesh of their skin, putting it in a test tube, mixing it with chemicals to extract DNA and then using their home DNA copier to test those tomatoes for genetically engineered traits.
Saya tahu keluarga yang sudah hidup dengan realitas ini. Keluarga Daniels, contohnya, membuat sebuah lab DNA di bawah tanah rumah mereka di pinggiran Chicago. Mereka bukan sebuah keluarga yang terdiri dari para doktor. Ini adalah keluarga biasa. Mereka suka melakukan berbagai hal kreatif dan asyik bersama-sama. Di siang hari, Brian bekerja di sebuah firma ekuitas swasta. Malam hari dan akhir minggu, ia bereksperimen dengan DNA bersama anak-anaknya, umur 7 dan 8 tahun, untuk menjelajah dunia kehidupan. Terakhir kali saya menghubungi mereka, mereka sedang memeriksa tanaman dari kebun di belakang rumah. Mereka menguji tomat yang mereka petik, mengambil kulitnya yang segar, menaruhnya dalam tabung, mencampurnya dengan bahan kimia untuk mengekstrak DNA dan memakai penyalin DNA mereka untuk menguji tomat-tomat ini terhadap sifat yang direkayasa genetik.
For the Daniels family, the personal DNA machine is like the chemistry set for the 21st century. Most of us may not yet be diagnosing genetic conditions in our kitchen sinks or doing at-home paternity testing.
Untuk keluarga Daniels, mesin DNA personal adalah seperti mainan kimia abad ke 21. Sebagian besar kita mungkin belum mendiagnosa kondisi genetik di westafel dapur kita atau melakukan tes keturunan di rumah.
(Laughter)
(Tertawa)
But we've definitely reached a point in history where every one of you could actually get hands-on with DNA in your kitchen. You could copy, paste and analyze DNA and extract meaningful information from it. And it's at times like this that profound transformation is bound to happen; moments when a transformative, powerful technology that was before limited to a select few in the ivory tower, finally becomes within the reach of every one of us, from farmers to schoolchildren. Think about the moment when phones stopped being plugged into the wall by cords, or when computers left the mainframe and entered your home or your office.
Tapi kita jelas telah mencapai saat bersejarah dimana setiap orang dapat benar-benar bermain dengan DNA di dapur Anda. Anda dapat menyalin, menempel dan menganalisa DNA dan mengekstrak informasi bermakna darinya Dan di saat seperti inilah transformasi yang mendasar akan terjadi; saat dimana suatu teknologi yang transformatif dan luar biasa yang sebelumnya terbatas pada kalangan tertentu di menara gading, akhirnya terjangkau oleh setiap orang di dunia, dari petani sampai anak sekolah. Pikirkanlah saat ketika telepon tidak lagi dicolok dengan kabel di tembok, atau saat komputer meninggalkan mainframe dan memasuki rumah dan kantor anda.
The ripples of the personal DNA revolution may be hard to predict, but one thing is certain: revolutions don't go backwards, and DNA technology is already spreading faster than our imagination.
Gelombang revolusi DNA personal mungkin sulit diprediksi, tapi satu hal yang pasti: revolusi tidak berjalan ke belakang, dan teknologi DNA sudah menyebar lebih cepat dari imajinasi kita.
So if you're curious, get up close and personal with DNA -- today. It is in our DNA to be curious.
Kalau Anda ingin tahu, berkenalanlah dengan DNA -- hari ini. Rasa ingin tahu itu terpatri di DNA kita.
(Laughter)
(Tertawa)
Thank you.
Terima kasih.
(Applause)
(Tepuk tangan)