If I should have a daughter, instead of "Mom," she's going to call me "Point B," because that way she knows that no matter what happens, at least she can always find her way to me.
Bila Aku punya seorang anak perempuan daripada seorang Ibu dia akan memanggilku titik B, karena dengan begitu dia tahu apapun yang terjadi setidaknya dia akan menemukan jalan untuk menemukanku.
And I'm going to paint solar systems on the backs of her hands so she has to learn the entire universe before she can say, "Oh, I know that like the back of my hand."
Dan aku akan melukis sistem tata surya di balik telapak tangannya, jadi dia harus belajar tentang dunia seutuhnya sebelum Ia bisa berkata, Oh, Aku tau itu bagaikan membalikkan telapak tangan."
And she's going to learn that this life will hit you hard in the face, wait for you to get back up just so it can kick you in the stomach. But getting the wind knocked out of you is the only way to remind your lungs how much they like the taste of air. There is hurt, here, that cannot be fixed by Band-Aids or poetry.
Dan ia akan belajar bahwa hidup ini akan menamparmu dengan keras, menunggumu untuk bangkit agar bisa menendangmu tepat di perut. Tapi membuat angin melumpuhkanmu satu satunya cara untuk mengingatkan paru-parumu seberapa besar Ia menyukai rasa udara. Ada sakit di sini yang tak bisa disembuhkan oleh Band-Aids atau puisi.
So the first time she realizes that Wonder Woman isn't coming, I'll make sure she knows she doesn't have to wear the cape all by herself, because no matter how wide you stretch your fingers, your hands will always be too small to catch all the pain you want to heal. Believe me, I've tried. "And, baby," I'll tell her, don't keep your nose up in the air like that. I know that trick; I've done it a million times. You're just smelling for smoke so you can follow the trail back to a burning house, so you can find the boy who lost everything in the fire to see if you can save him. Or else find the boy who lit the fire in the first place, to see if you can change him. But I know she will anyway, so instead I'll always keep an extra supply of chocolate and rain boots nearby, because there is no heartbreak that chocolate can't fix. Okay, there's a few that chocolate can't fix.
Jadi pada saat pertama Ia menyadari bahwa Wonder Woman tak akan datang, Ku pastikan Ia tahu Ia tak harus menggunakan jubah itu sendirian. Karena seberapa lebar engkau merenggangkan jari-jarimu, tanganmu akan tetap terlalu kecil untuk menangkap semua sakit yang ingin kau sembuhkan. Percayalah, Aku pernah mencoba Dan sayang, Aku mengatakan kepadanya, jangan letakkan hidungmu di udara seperti itu. Aku tahu trik itu. Aku melakukannya sejuta kali. Kamu mencium hanya asapnya jadi kau bisa mengikuti jejaknya balik ke arah rumah yang terbakar jadi engkau bisa menemukan anak lelaki yang kehilangan segalanya di kebakaran itu untuk melihat apakah kau bisa menyelamatkannya Atau temukan anak lelaki yang menyulut kebakaran itu, untuk melihat apakah kau bisa mengubahnya." Tapi aku tahu Ia akan melakukannya jadi ku selalu siap persediaan ekstra coklat dan sepatu boot didekatmu, karena tak ada patah hati yang tak bisa disembuhkan coklat. OK ada beberapa patah hati yang tak bisa disembuhkan coklat,
But that's what the rain boots are for, because rain will wash away everything, if you let it. I want her to look at the world through the underside of a glass-bottom boat, to look through a microscope at the galaxies that exist on the pinpoint of a human mind, because that's the way my mom taught me. That there'll be days like this.
tapi itulah gunanya sepatu bot karena hujan akan menghanyutkan segalanya, bila kau membiarkannya. Aku ingin ia melihat dunia melalui kaca di permukaan bawah kapal, untuk melihat melalui mikroskop di galaksi yang ada di ujung pikiran manusia, karena begitulah Ibu mengajarkanku. Dimana ada hari seperti ini.
(Singing) There'll be days like this, my momma said. When you open your hands to catch and wind up with only blisters and bruises; when you step out of the phone booth and try to fly and the very people you want to save are the ones standing on your cape; when your boots will fill with rain, and you'll be up to your knees in disappointment. And those are the very days you have all the more reason to say thank you.
Akan ada hari seperti ini, begitu kata Ibu. ♫ Saat kau membuka tanganmu untuk menangkap dan berakhir hanya dengan gelembung dan lebam; saat engkau keluar dari tempat telepon dan berusaha terbang dan orang yang ingin kau selamatkan adalah orang yang menginjak jubahmu; saat sepatu botmu penuh dengan air hujan, dan kau akan kecewa hingga batas lututmu. Dan itu adalah hari dimana kau punya alasan lebih untuk ucapkan terima kasih.
Because there's nothing more beautiful than the way the ocean refuses to stop kissing the shoreline, no matter how many times it's sent away. You will put the wind in win some, lose some. You will put the star in starting over, and over. And no matter how many land mines erupt in a minute, be sure your mind lands on the beauty of this funny place called life. And yes, on a scale from one to over-trusting, I am pretty damn naive. But I want her to know that this world is made out of sugar. It can crumble so easily, but don't be afraid to stick your tongue out and taste it.
Karena tak ada yang lebih indah daripada cara lautan menolak untuk mencium batas pantai, tak penting seberapa banyak itu tersapu. Kau akan meletakkan angin dalam kemenangan atau kekalahan. Kau akan meletakkan bintang dalam memulai dan memulai kembali. Dan berapa pun jumlah ladang ranjau yang akan meledak dalam semenit, pastikan pikiranmu mendarat pada keindahan di tempat ini yang kita namakan kehidupan. Dan ya, dalam skala satu sampai percaya berlebihan, Saya amat sangat naif. Tapi Ku ingin Ia tahu bahwa dunia ini terbuat dari gula. Ia bisa hancur dengan mudahnya, tapi jangan takut untuk mengeluarkan lidahmu dan merasakannya.
"Baby," I'll tell her, "remember, your momma is a worrier, and your poppa is a warrior, and you are the girl with small hands and big eyes who never stops asking for more." Remember that good things come in threes and so do bad things. Always apologize when you've done something wrong, but don't you ever apologize for the way your eyes refuse to stop shining. Your voice is small, but don't ever stop singing. And when they finally hand you heartache, when they slip war and hatred under your door and offer you handouts on street-corners of cynicism and defeat, you tell them that they really ought to meet your mother.
Sayang, aku memberitahunya, "ingat, ibumu adalah seorang yang mudah kuatir, dan ayahmu adalah seorang pejuang, dan kamu adalah gadis dengan tangan kecil dan mata besar yang tak pernah berhenti meminta lebih." Ingat, hal yang baik datang dalam tiga hal tapi begitu juga hal buruk. Dan selalu ucapkan maaf saat kamu berbuat salah. Tapi jangan pernah meminta maaf karena matamu menolak untuk berhenti bersinar. Suaramu kecil, tapi jangan pernah berhenti bernyanyi. Dan saat akhirnya mereka membuatmu sakit hati, saat mereka menyelipkan perang dan kebencian dibawah pintumu dan menawarkanmu selebaran di ujung jalan akan kesinisan dan kekalahan, katakan pada mereka bahwa mereka harus bertemu ibumu.
(Applause)
Terima kasih. Terima kasih.
Thank you. Thank you.
(Applause)
(Tepuk Tangan)
Thank you.
Terima Kasih
(Applause)
(Tepuk Tangan)
Thanks.
Terima Kasih
(Applause)
(Tepuk Tangan)
Thank you.
(Terima kasih)
(Applause)
(Tepuk Tangan)
All right, so I want you to take a moment, and I want you to think of three things that you know to be true. They can be about whatever you want -- technology, entertainment, design, your family, what you had for breakfast. The only rule is don't think too hard. Okay, ready? Go. Okay.
OK jadi saya ingin Anda mengambil waktu sebentar dan saya ingin anda memikirkan 3 hal yang anda tahu itu benar. Itu bisa apapun yang anda inginkan teknologi, hiburan, desain, keluarga anda, apa yang anda makan untuk sarapan Peraturannya adalah jangan berpikir terlalu keras Oke, siap? Yak! Oke
So here are three things I know to be true. I know that Jean-Luc Godard was right when he said that, "A good story has a beginning, a middle and an end, although not necessarily in that order." I know that I'm incredibly nervous and excited to be up here, which is greatly inhibiting my ability to keep it cool.
Jadi inilah 3 hal yang saya tahu itu benar. Saya tahu kalau Jean-Luc Godard itu benar saat Ia bilang bahwa, "cerita yang bagus punya awal, pertengahan dan akhir. walaupun tidak selamanya berurutan." Saya tahu bahwa saya sangat gugup dan gembira berada di sini, dimana itu menghambat kemampuan saya untuk tetap 'cool'.
(Laughter)
(Tawa)
And I know that I have been waiting all week to tell this joke.
Dan saya tahu saya sudah menunggu seminggu untuk mengatakan lelucon ini.
(Laughter)
(Tertawa)
Why was the scarecrow invited to TED? Because he was out standing in his field.
Kenapa burung gagak diundang ke TED? Karena Ia hebat di bidangnya.
(Laughter)
(Tawa)
I'm sorry. Okay, so these are three things I know to be true. But there are plenty of things I have trouble understanding. So I write poems to figure things out. Sometimes the only way I know how to work through something is by writing a poem. Sometimes I get to the end of the poem, look back and go, "Oh, that's what this is all about," and sometimes I get to the end of the poem and haven't solved anything, but at least I have a new poem out of it.
Maaf. Oke, jadi ini adalah 3 hal yang saya tahu benar. Tapi ada banyak hal yang saya punya kesulitan untuk mengerti. Jadi saya menulis puisi untuk tahu tentangnya. Terkadang satu-satunya cara yang saya tahu untuk berhasil melalui sesuatu adalah dengan menulis puisi. Dan sering saya sampai pada akhir puisi lalu melihat semua ini dan berkata, "O jadi ini arti dari semuanya." Dan sering saya sampai di akhir puisi dan belum menyelesaikan apapun tapi setidaknya saya memiliki puisi baru karenanya.
Spoken-word poetry is the art of performance poetry. I tell people it involves creating poetry that doesn't just want to sit on paper, that something about it demands it be heard out loud or witnessed in person.
Puisi dengan kata spontan adalah seni dari pertunjukan puisi Saya katakan ke banyak orang itu menyangkut penciptaan puisi itu tidak hanya ingin duduk di atas kertas, ada sesuatu tentangnya yang menginginkannya didengar secara lantang atau disaksikan secara langsung.
When I was a freshman in high school, I was a live wire of nervous hormones. And I was underdeveloped and over-excitable. And despite my fear of ever being looked at for too long, I was fascinated by the idea of spoken-word poetry. I felt that my two secret loves, poetry and theater, had come together, had a baby, a baby I needed to get to know. So I decided to give it a try. My first spoken-word poem, packed with all the wisdom of a 14-year-old, was about the injustice of being seen as unfeminine. The poem was very indignant, and mainly exaggerated, but the only spoken-word poetry that I had seen up until that point was mainly indignant, so I thought that's what was expected of me.
Saat saya adalah seorang anak baru di SMA, saya adalah kawat listrik berisi hormon kegugupan. Dan saya tidak berkembang dan mudah gembira secara berlebihan. Dan dibalik ketakutan saya akan dipandangi terlalu lama, Saya terpesona dengan ide puisi dengan kata spontan. Saya merasa dua cinta rahasia saya, puisi dan teater, datang bersamaan dan punya bayi bayi yang saya perlu untuk kenal. Jadi saya putuskan untuk mencobanya. Puisi dengan kata spontan saya yang pertama terkemas dengan semua kebijaksanaan anak 14 tahun adalah tentang ketidakadilan karena dilihat sebagai tidak feminim Puisi saya begitu penuh kemarahan dan intinya begitu berlebihan tapi satu-satunya puisi yang diucapkan yang saya lihat hingga saat itu terutama penuh kemarahan. jadi saya pikir itulah yang diharapkan dari saya
The first time that I performed, the audience of teenagers hooted and hollered their sympathy, and when I came off the stage, I was shaking. I felt this tap on my shoulder, and I turned around to see this giant girl in a hoodie sweatshirt emerge from the crowd. She was maybe eight feet tall and looked like she could beat me up with one hand, but instead she just nodded at me and said, "Hey, I really felt that. Thanks." And lightning struck. I was hooked.
Saat pertama saya tampil para penonton remaja mengejek dan meneriakkan simpatinya, saat turun dari panggung saya pun gemetar. Lalu saya rasakan tepukan di pundak saya lalu saya berbalik dan melihat seorang gadis raksasa dengan sweater dengan penutup kepala keluar dari kerumunan penonton Tingginya mungkin 8 kaki dan terlihat bahwa Ia bisa memukul saya dengan satu tangan tapi sebaliknya dia malah mengangguk ke saya dan berkata, "Hey, saya merasakan itu juga. Terima Kasih." Lalu kilat menyambar Saya terkesiap
I discovered this bar on Manhattan's Lower East Side that hosted a weekly poetry open Mic, and my bewildered, but supportive, parents took me to soak in every ounce of spoken word that I could. I was the youngest by at least a decade, but somehow the poets at the Bowery Poetry Club didn't seem bothered by the 14-year-old wandering about. In fact, they welcomed me.
Saya temukan bar ini di sisi Tenggara Manhattan menjadi tuan rumah dari acara puisi mingguan dan orang tua saya yang kagum tapi penuh dukungan membawa saya untuk mengeluarkan setiap ons kata terucap yang bisa diucapkan. Saya yang termuda setidaknya satu dekade tapi entah bagaimana puisi di Klub Puisi Bowery tidak terganggu dengan anak 14 tahun yang mengembara-- mereka menerima saya
And it was here, listening to these poets share their stories, that I learned that spoken-word poetry didn't have to be indignant, it could be fun or painful or serious or silly. The Bowery Poetry Club became my classroom and my home, and the poets who performed encouraged me to share my stories as well. Never mind the fact that I was 14. They told me, "Write about being 14." So I did and stood amazed every week when these brilliant, grown-up poets laughed with me and groaned their sympathy and clapped and told me, "Hey, I really felt that too."
Dan di sini, mendengarkan puisi ini berbagi cerita mereka dimana saya belajar bahwa puisi dengan kata spontan tak harus penuh kemarahan itu bisa juga menyenangkan dan menyakitkan atau serius atau konyol Club Puisi Bowery menjadi kelas dan rumah saya. Dan pembaca puisi yang beraksi mendorong saya untuk berbagi cerita saya juga. Tak peduli faktanya bahwa saya 14 tahun mereka berkata tulis tentang berumur 14 Jadi saya berdiri dan terkesima setiap minggu saat para pembaca puisi dewasa yang brilian ini tertawa dengan saya dan menyerukan simpatinya bertepuk tangan dan berkata, "Hai, saya juga merasakan itu juga."
Now I can divide my spoken-word journey into three steps. Step one was the moment I said, "I can. I can do this." And that was thanks to a girl in a hoodie. Step two was the moment I said, "I will. I will continue. I love spoken word. I will keep coming back week after week." And step three began when I realized I didn't have to write indignant poems, if that's not what I was. There were things that were specific to me, and the more that I focused on those things, the weirder my poetry got, but the more that it felt like mine. It's not just the adage "Write what you know." It's about gathering up all of the knowledge and experience you've collected up to now to help you dive into the things you don't know. I use poetry to help me work through what I don't understand, but I show up to each new poem with a backpack full of everywhere else that I've been.
Sekarang saya bisa membagi petualangan kata saya yang terucap menjadi 3 langkah. Langka pertama adalah saat saya berkata Saya bisa. Saya bisa melakukan ini. Dan itu berkat gadis yang memakai penutup kepala. Langkah kedua adalah saat saya berkata Saya akan. Saya akan teruskan. Saya cinta kata spontan. Saya akan tetap datang setiap minggu. Dan langkah ketiga mulai ketika saya sadar bahwa saya tidak harus menulis puisi yang penuh kemarahan bila itu bukan saya yang sebenarnya. Ada 3 hal yang cukup spesifik untuk saya, dan semakin saya fokus akan hal-hal itu, semakin aneh puisi saya menjadi, tapi semakin itu seperti milik saya. Bukan sekedar pepatah, 'tulis yang kamu tahu,' tapi lebih ke mengumpulkan semua pengetahuan dan pengalaman yang telah Anda kumpulkan hingga sekarang untuk membantu Anda menyelam ke dalam hal yang Anda tidak tahu. Saya menggunakan puisi untuk membantu saya mengerti apa yang saya tak ketahui tapi saya hadir di setiap puisi baru dengan tas punggung penuh berisi dari semua tempat yang pernah saya datangi.
When I got to university, I met a fellow poet who shared my belief in the magic of spoken-word poetry. And actually, Phil Kaye and I coincidentally also share the same last name. When I was in high school I had created Project V.O.I.C.E. as a way to encourage my friends to do spoken word with me. But Phil and I decided to reinvent Project V.O.I.C.E., this time changing the mission to using spoken-word poetry as a way to entertain, educate and inspire. We stayed full-time students, but in between we traveled, performing and teaching nine-year-olds to MFA candidates, from California to Indiana to India to a public high school just up the street from campus.
Waktu saya ke universitas, saya bertemu sesama pembaca puisi yang berbagi kepercayaan dengan saya tentang keajaiban dari puisi spontan yang diucapkan. Dan sesungguhnya, Phil Kaye dan saya tanpa sengaja berbagi nama belakang yang sama. Saat saya di SMA saya menciptakan project V.O.I.C.E. sebagai cara untuk mendorong teman saya untuk mengucapkan kata spontan bersama saya. Tapi Phil dan saya memutuskan untuk membentuk project V.O.I.C.E sekarang waktunya misi berubah menggunakan puisi spontan yang diucapkan sebagai hiburan, mendidik dan menginspirasi. Kita tetap pelajar purna waktu, tapi diantaranya, kita berkelana menunjukkan dan mengajar usia 9 tahun hingga kandidat Master, dari Kalifornia hingga Indiana hingga India dari SMA negeri hingga jalanan sampai ke kampus.
And we saw over and over the way that spoken-word poetry cracks open locks. But it turns out sometimes, poetry can be really scary. Turns out sometimes, you have to trick teenagers into writing poetry. So I came up with lists. Everyone can write lists. And the first list that I assign is "10 Things I Know to be True." And here's what happens, you would discover it too if we all started sharing our lists out loud. At a certain point, you would realize that someone has the exact same thing, or one thing very similar, to something on your list. And then someone else has something the complete opposite of yours. Third, someone has something you've never even heard of before. Fourth, someone has something you thought you knew everything about, but they're introducing a new angle of looking at it. And I tell people that this is where great stories start from -- these four intersections of what you're passionate about and what others might be invested in.
Dan kita melihat lagi dan lagi bagaimana puisi dengan kata spontan membuka sebuah kunci. Tapi itu bisa juga seringkali, puisi menjadi menakutkan. Dan juga seringkali, kita harus mengakali remaja untuk menulis puisi. Jadi saya bikin sebuah daftar. Semua bisa menuliskannya. Daftar pertama yang saya tugaskan adalah '10 hal yang saya tahu itu benar.' Dan ini yang terjadi, dan ini apa yang akan kita temukan juga kita mulai berbagi daftar kita keras-keras. Di titik tertentu, kita mulai menyadari bahwa seseorang memiliki hal yang sama, atau satu hal yang mirip, pada yang ada di daftar kita. Dan kemudian orang lain punya sesuatu yang sangat bertentangan dengan kita. Tiga, seseorang punya sesuatu yang bahkan belum pernah kita dengar sebelumnya Dan keempat, seseorang memiliki sesuatu yang kita kira kita tahu semuanya tapi mereka mengenalkan cara pandang yang baru. Dan saya katakan kepada setiap orang, inilah sebuah cerita hebat berawal empat persimpangan ini dari hasrat kita yang paling dalam dan dari apa yang lain percayakan kepada anda.
And most people respond really well to this exercise. But one of my students, a freshman named Charlotte, was not convinced. Charlotte was very good at writing lists, but she refused to write any poems. "Miss," she'd say, "I'm just not interesting. I don't have anything interesting to say." So I assigned her list after list, and one day I assigned the list "10 Things I Should Have Learned by Now." Number three on Charlotte's list was, "I should have learned not to crush on guys three times my age." I asked her what that meant, and she said, "Miss, it's kind of a long story." And I said, "Charlotte, it sounds pretty interesting to me." And so she wrote her first poem, a love poem unlike any I had ever heard before. And the poem began, "Anderson Cooper is a gorgeous man."
Dan kebanyakan orang merespon sangat baik pada latihan ini. Tapi seorang siswa tahun pertama saya, Charlotte, tidak yakin. Charlotte pintar dalam menulis daftar-daftar tapi menolak untuk menulis puisi. "Bu," katanya "Saya tidak tertarik" Saya tidak punya hal menarik untuk dikatakan Jadi saya tugaskan Ia daftar demi daftar dan suatu hari saya tugaskan daftar "10 Hal yang Saya Harus Belajar dari Sekarang." Nomer 3 dari daftar Charlotte adalah "Saya harus belajar tidak untuk menyukai pria tiga kali umur saya." Saya tanyakan apa maksudnya, dan dia bilang, "Bu, ini agak panjang ceritanya." Dan saya bilang," Charlotte, ini kedengaran cukup menarik untuk saya." Dan lalu Ia menuliskan puisi pertamanya, puisi cinta yang saya tidak pernah dengar sebelumnya. Dan puisinya diawali dengan, "Anderson Cooper adalah pria yang menawan."
(Laughter)
(Tertawa)
"Did you see him on 60 Minutes, racing Michael Phelps in a pool -- nothing but swim trunks on -- diving in the water, determined to beat this swimming champion? After the race, he tossed his wet, cloud-white hair and said, 'You're a god.' No, Anderson, you're the god."
"Apakah Anda melihatnya di 60 Menit, balapan dengan Michael Phelps di kolam renang -- hanya dengan celana renang -- menyelam dalam air, bertekad mengalahkan sang juara renang? Setelah berenang, Ia melempar ke belakang rambut putihnya dan berkata, "Kamu Dewa." Bukan Anderson, kamu yang dewa."
(Laughter)
(Tertawa)
(Applause)
(Tepuk Tangan)
Now, I know that the number one rule to being cool is to seem unfazed, to never admit that anything scares you or impresses you or excites you. Somebody once told me it's like walking through life like this. You protect yourself from all the unexpected miseries or hurt that might show up. But I try to walk through life like this. And yes, that means catching all of those miseries and hurt, but it also means that when beautiful, amazing things just fall out of the sky, I'm ready to catch them. I use spoken word to help my students rediscover wonder, to fight their instincts to be cool and unfazed and, instead, actively pursue being engaged with what goes on around them, so that they can reinterpret and create something from it.
Sekarang saya tahu aturan pertama untuk tetap 'cool' adalah untuk tampak tidak terganggu untuk tidak pernah mengakui apapun yang membuatmu takut atau membuatmu terkesan maupun gembira. Seseorang pernah mengatakan kepada saya seperti menjalani hidup seperti ini. Anda melindungi diri sendiri dari semua penderitaan tak terduga atau kesakitan yang mungkin datang. Tapi saya berusaha menjalani hidup seperti ini. Dan iya, itu berarti menangkap semua penderitaan dan kesakitan, tapi juga berarti saat keindahan, hal yang hebat jatuh dari langit, Saya siap menangkapnya. Saya menggunakan ucapan spontan untuk membantu murid saya menemukan keajaiban, untuk melawan insting mereka untuk 'cool' dan tampak tak terganggu dan menjadi secara aktif mengejar apa pun yang terjadi di sekitar mereka sehingga mereka bisa mengartikan kembali dan menciptakan sesuatu dari itu.
It's not that I think that spoken-word poetry is the ideal art form. I'm always trying to find the best way to tell each story. I write musicals; I make short films alongside my poems. But I teach spoken-word poetry because it's accessible. Not everyone can read music or owns a camera, but everyone can communicate in some way, and everyone has stories that the rest of us can learn from. Plus, spoken-word poetry allows for immediate connection. It's not uncommon to feel like you're alone or that nobody understands you, but spoken word teaches that if you have the ability to express yourself and the courage to present those stories and opinions, you could be rewarded with a room full of your peers, or your community, who will listen. And maybe even a giant girl in a hoodie who will connect with what you've shared. And that is an amazing realization to have, especially when you're 14. Plus, now with YouTube, that connection's not even limited to the room we're in. I'm so lucky that there's this archive of performances that I can share with my students. It allows for even more opportunities for them to find a poet or a poem that they connect to.
Ini bukan karena menurut saya puisi dengan berkata adalah bentuk seni yang ideal. Saya selalu berusaha menceritakan cara terbaik di setiap cerita Saya menulis musik, Saya menulis film pendek disamping puisi saya. Tapi saya mengajar puisi dengan berkata karena itu mudah diterima Tidak semuanya bisa membaca musik atau punya kamera, tapi setiap orang bisa berkomunikasi dengan caranya dan setiap orang punya cerita itulah apa yang dari kita bisa pelajari. Ditambah, puisi dengan berkata memungkinkan koneksi langsung Itu bukan tak biasa kalau orang merasa bahwa mereka tidak sendiri. atau tidak ada orang yang memahami mereka tapi kata spontan mengajarkan bila Anda memiliki kemampuan untuk mengungkapkan diri Anda sendiri dan keberanian untuk menyuguhkan cerita dan opini itu, anda bisa sangat dihargai dengan ruangan yang penuh dengan orang sebaya atau masyarakat Anda, yang mendengarkan atau mungkin seorang gadis dengan penutup kepala akan terhubung dengan apa yang Anda ceritakan. Dan ini adalah realisasi yang hebat yang bisa dimiliki, terutama saat Anda berusia 14 tahun. Ditambah, sekarang dengan YouTube, hubungan itu tidak terbatas pada ruangan kita sekarang. Saya sangat beruntung ada arsip dari pertunjukan ini yang bisa saya bagi dengan murid saya Itu bahkan mengijinkan lebih banyak kemungkinan untuk mereka temukan pembaca puisi atau puisi
Once you've figured this out,
yang mereka bisa tersambung.
it is tempting to keep writing the same poem, or keep telling the same story, over and over, once you've figured out that it will gain you applause. It's not enough to just teach that you can express yourself. You have to grow and explore and take risks and challenge yourself. And that is step three: infusing the work you're doing with the specific things that make you you, even while those things are always changing. Because step three never ends. But you don't get to start on step three, until you take step one first: "I can."
Ini menggoda -- begitu Anda menyadarinya -- ini menggoda untuk menuliskan puisi yang sama, atau mengatakan cerita yang sama lagi dan lagi sekali Anda tahu bahwa itu akan membuat orang bertepuk tangan. Tidaklah cukup hanya mengajarkan betapa Anda bisa mengekspresikan diri Anda juga harus tumbuh dan menjelajahi mengambil risiko dan menantang diri Anda sendiri Dan itu adalah langkah ketiga menanamkan hal yang Anda kerjakan dengan hal spesifik yang menjadikan Anda, Anda, bahkan walaupun hal itu selalu berubah Karena langkah ketiga tidak pernah berakhir. Tapi Anda tidak memulai di langkah ketiga, sampai Anda mengambil langkah pertama dulu: saya bisa. Saya banyak berpergian selama mengajar,
I travel a lot while I'm teaching, and I don't always get to watch all of my students reach their step three, but I was very lucky with Charlotte, that I got to watch her journey unfold the way it did. I watched her realize that, by putting the things that she knows to be true into the work she's doing, she can create poems that only Charlotte can write, about eyeballs and elevators and Dora the Explorer. And I'm trying to tell stories only I can tell -- like this story. I spent a lot of time thinking about the best way to tell this story, and I wondered if the best way was going to be a PowerPoint, a short film -- And where exactly was the beginning, the middle or the end? I wondered whether I'd get to the end of this talk and finally have figured it all out, or not.
dan saya tidak selalu bisa melihat semua murid saya mencapai tahap ketiganya. tapi saya sangat beruntung dengan Charlotte, tapi saya bisa melihat perjalanannya terbentang sebagaimana mestinya. Saya melihatnya menyadari dengan meletakkan hal-hal yang Ia tahu itu benar dalam apapun yang Ia lakukan dia bisa menciptakan puisi yang tidak hanya Charlotte bisa tulis -- tentang bola mata dan tangga jalan dan Dora the Explorer. Dan saya berusaha menceritakan hal yang saya bisa katakan -- seperti cerita ini. Saya berpikir cukup lama bagaimana cara terbaik menceritakan hal ini, dan saya berpikir bila hal yang terbaik akan menjadi PowerPoint atau film pendek -- dan dimana sebenarnya awal, pertengahan atau akhir? Dan saya berpikir apakah akan sampai pada akhir pembicaraan ini dan akan mengerti semua pada akhirnya, atau tidak.
And I always thought that my beginning was at the Bowery Poetry Club, but it's possible that it was much earlier. In preparing for TED, I discovered this diary page in an old journal. I think December 54th was probably supposed to be 24th. It's clear that when I was a child, I definitely walked through life like this. I think that we all did. I would like to help others rediscover that wonder -- to want to engage with it, to want to learn, to want to share what they've learned, what they've figured out to be true and what they're still figuring out.
Dan saya selalu berpikir bahwa awal saya adalah Klub Puisi Bowery, tapi mungkin malah lebih awal. Dalam mempersiapkan diri untuk TED, Saya temukan halaman diari ini di jurnal lama saya Sepertinya desember hari ke 54 yang mungkin seharusnya ke 24. Sangat jelas bahwa saat saya kecil, Saya benar-benar menjalani hidup seperti ini. Saya pikir kita semua juga begitu. Saya ingin membantu setiap orang menemukan keajaiban itu -- mau terlibat dan belajar tentangnya, untuk mau berbagi hal yang mereka sudah pelajari apa yang mereka ketahui bahwa itu benar dan apa yang masih mereka masih cari tahu.
So I'd like to close with this poem.
Jadi saya ingin tutup dengan puisi ini.
When they bombed Hiroshima, the explosion formed a mini-supernova, so every living animal, human or plant that received direct contact with the rays from that sun was instantly turned to ash. And what was left of the city soon followed. The long-lasting damage of nuclear radiation caused an entire city and its population to turn into powder. When I was born, my mom says I looked around the whole hospital room with a stare that said, "This? I've done this before." She says I have old eyes. When my Grandpa Genji died, I was only five years old, but I took my mom by the hand and told her, "Don't worry, he'll come back as a baby." And yet, for someone who's apparently done this already, I still haven't figured anything out yet. My knees still buckle every time I get on a stage. My self-confidence can be measured out in teaspoons mixed into my poetry, and it still always tastes funny in my mouth. But in Hiroshima, some people were wiped clean away, leaving only a wristwatch or a diary page. So no matter that I have inhibitions to fill all my pockets, I keep trying, hoping that one day I'll write a poem I can be proud to let sit in a museum exhibit as the only proof I existed. My parents named me Sarah, which is a biblical name. In the original story, God told Sarah she could do something impossible, and -- she laughed, because the first Sarah, she didn't know what to do with impossible. And me? Well, neither do I, but I see the impossible every day. Impossible is trying to connect in this world, trying to hold onto others while things are blowing up around you, knowing that while you're speaking, they aren't just waiting for their turn to talk -- they hear you. They feel exactly what you feel at the same time that you feel it. It's what I strive for every time I open my mouth -- that impossible connection. There's this piece of wall in Hiroshima that was completely burnt black by the radiation. But on the front step, a person who was sitting there blocked the rays from hitting the stone. The only thing left now is a permanent shadow of positive light. After the A-bomb, specialists said it would take 75 years for the radiation-damaged soil of Hiroshima City to ever grow anything again. But that spring, there were new buds popping up from the earth. When I meet you, in that moment, I'm no longer a part of your future. I start quickly becoming part of your past. But in that instant, I get to share your present. And you, you get to share mine. And that is the greatest present of all. So if you tell me I can do the impossible -- I'll probably laugh at you. I don't know if I can change the world yet, because I don't know that much about it -- and I don't know that much about reincarnation either, but if you make me laugh hard enough, sometimes I forget what century I'm in. This isn't my first time here. This isn't my last time here. These aren't the last words I'll share. But just in case, I'm trying my hardest to get it right this time around.
Saat mereka membom Hiroshima, ledakannya membentuk supernova mini, jadi setiap binatang, manusia dan tumbuhan yang menerima kontak langsung dengan sinar matahari langsung berubah menjadi abu. Dan apa yang tertinggal dari kota itu pun mengikuti. Kerusakan jangka panjang dari radiasi nuklir menyebabkan seluruh kota dan populasinya berubah menjadi bubuk. Saat saya lahir, Ibu saya berkata Saya melihat seluruh kamar rumah sakit dengan tatapan yang berkata, "Ini? Saya melakukan ini sebelumnya." Dia bilang saya memiliki mata lama. Saat Genji, kakek saya meninggal; Saya baru berusia 5 tahun. tapi saya memegang tangan Ibu dan berkata, "Jangan kuatir, Ia akan kembali sebagai bayi." Dan untuk seseorang yang pernah melakukan ini sebelumnya, Bahkan saya belum mengerti sedikit pun Lutut saya masih terkunci setiap kali naik ke panggung. Percaya diri saya bisa diukur dalam sendok teh yang tercampur dalam puisi, dan selalu terasa aneh di mulut saya. Tapi di Hiroshima, beberapa orang tersapu dengan bersih, meninggalkan hanya jam tangan dan halaman diari. Jadi betapa saya punya larangan untuk mengisi kantong, Saya terus berusaha, berharap suatu hari nanti saya menulis puisi Saya bisa bangga membiarkan barang pameran sebagai satu-satunya bukti nyata. Orang tua saya memberikan nama Sarah, yang merupakan nama kitab suci. Di cerita aslinya Tuhan memberi tahu saya ia bisa melakukan apapun yang tidak mungkin dan Ia tertawa, karena Ia adalah Sarah pertama, dia tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan tidak mungkin Dan saya? Begitu pula dengan saya, tapi saya melihat hal yang tidak mungkin setiap hari. Tidak mungkin adalah berusaha untuk berhubungan dengan dunia ini, berusaha berpegangan pada orang lain saat hal lain meledak di sekitarmu, tahu bahwa pada saat kau bicara, mereka tidak hanya menunggu waktunya untuk bicara --mereka mendengarmu. Mereka merasakan apa yang kau rasakan di saat yang bersamaan kau merasakannya. Itulah yang ku usahakan setiap kubuka mulutku-- hubungan tidak mungkin itu. Ada bagian tembok ini di Hiroshima yang benar-benar terbakar hitam oleh radiasi. Tapi di langkah depan, seorang yang duduk di sana menahan sinarnya untuk tidak mengenai batu. Satu-satunya yang tertinggal kini bayangan permanen dari sinar yang positif. Setelah Bom A, spesialis berkata, ini membutuhkan 75 tahun untuk tanah terusak radiasi kota Hiroshima bisa ditumbuhi lagi. Tapi di musim semi itu, sebuah benih baru tumbuh dari bumi. Saat Aku bertemu denganmu di saat itu, Aku tak lagi bagian dari masa depanmu. Saya memulai cepat menjadi bagian dari masa lalumu. Tapi secepat itu, Ku punya kesempatan berbagi saat ini Dan kau, kamu bisa berbagi masaku. Dan itu adalah saat ini terbaik dari semuanya. Jadi bila engkau mengatakan Ku bisa melakukan yang tak mungkin Aku mungkin menertawakanmu Aku tak tahu apakah ku akan bisa ubah dunia karena Aku tak tahu terlalu banyak tentangnya -- dan Ku tak tahu tentang reinkarnasi itu sendiri, tapi bila Kau membuatku tertawa cukup keras, sering ku lupa abad keberapa ku berada. Ini bukan saat pertama ku di sini. Ini bukan saat terakhir ku di sini. Ini bukanlah kata-kata yang akan saya bagikan Tapi apabila saya berusaha paling keras untuk melakukan dengan benar kali ini.
Thank you.
Terima kasih
(Applause)
Tepuk tangan
Thank you.
(Applause)
Terima kasih
Thank you.
Tepuk tangan
(Applause)
Terima kasih
Thank you.
Tepuk tangan
(Applause)