I am so excited to be here. Everything in America is so much bigger than in Europe. Look at me -- I am huge!
Saya sangat bersemangat untuk hadir di sini. Semuanya di Amerika lebih besar dari yang di Eropa. Lihat saya -- saya besar!
(Laughter)
(Tertawa)
It's fantastic! And TED Talks -- TED Talks are where everybody has great ideas. So the question is: Where do those great ideas come from? Well, it's a little bit of debate, but it's generally reckoned that the average person -- that's me -- has about 50,000 thoughts a day. Which is a lot, until you realize that 95 percent of them are the same ones you had the day before.
Ini luar biasa! Dan TED Talks - TED Talks adalah tempat semua orang punya ide besar. Jadi pertanyaannya: Dari mana ide besar itu berasal? Jawabannya berisi perdebatan kecil, tapi secara umum disetujui bahwa orang biasa -- seperti saya -- punya sekitar 50.000 ide dalam sehari. Sangat banyak, sampai Anda menyadari 95 persen ide itu adalah ide yang sama seperti kemarin.
(Laughter)
(Tertawa)
And a lot of mine are really boring, OK? I think things like, "Oh! I know -- I must clean the floor. Oh! I forgot to walk the dog." My most popular: "Don't eat that cookie."
Dan kebanyakan ide saya itu membosankan. Saya memikirkan hal seperti, “Oh! Saya tahu -- saya harus membersihkan lantai. Oh! Saya lupa mengajak anjing jalan.” Ide terpopuler saya: “Jangan makan kue kering itu.”
(Laughter)
(Tertawa)
So, 95 percent repetition. That leaves us with just a five percent window of opportunity each day to actually think something new. And some of my new thoughts are useless. The other day I was watching some sports on television, and I was trying to decide why I just don't engage with it. Some of it I find curious. This is odd.
Jadi, 95 persen adalah repetisi. 5 persen lainnya adalah kesempatan setiap harinya untuk memikirkan sesuatu yang baru. Dan beberapa ide baru saya tidak berguna. Kemarin saya menoton tayangan olahraga di televisi, dan berusaha memutuskan mengapa saya tidak menikmatinya. Beberapa membuat saya penasaran. Ini aneh.
(Laughter)
(Tertawa)
Do you think it would be worth being that flexible just to be able to see your heel at that angle?
Anda pikir menjadi sefleksibel itu sepadan hanya untuk bisa melihat tumit dari sudut ini?
(Laughter)
(Tertawa)
And here's the thing: I'm never going to be able to relate to that, because I'm never going to be able to do it, OK? Well, not twice, anyway.
Dan harus diingat bahwa: Saya tidak akan pernah mengerti itu, karena saya tidak akan pernah bisa melakukannya, ok? Tidak untuk kedua kalinya.
(Laughter)
(Tertawa)
But I'll tell you the truth. The truth is I have never been any good at sport, OK? I've reached that wonderful age when all my friends say, "Oh, I wish I was as fit as I was when I was 18." And I always feel rather smug then.
Tapi saya akan memberi tahu faktanya. Faktanya saya tidak pernah pintar dalam olahraga. Saya sampai pada usia di mana teman-teman saya bilang, “Oh, saya harap saya masih sekuat saat berusia 18 tahun.” Dan saya selalu sedikit merasa bangga.
(Laughter)
(Tertawa)
I'm exactly as fit as I was when I --
Saya selalu merasa sebertenaga saat saya --
(Laughter)
(Tertawa)
(Applause)
(Tepuk tangan)
I couldn't run then. I'm certainly not going to do it now.
Saya dulu tidak bisa lari. Saya yakin tidak akan melakukannya sekarang.
(Laughter)
(Tertawa)
So then I had my new idea: Why not engage people like me in sport? I think what the world needs now is the Olympics for people with zero athletic ability.
Jadi saya punya ide baru: Mengapa tidak mengajak orang seperti saya berolahraga? Saya pikir yang dunia butuhkan sekarang adalah Olympic untuk orang dengan kemampuan atletik nol.
(Laughter)
(Tertawa)
Oh, it would be so much more fun. We'd have three basic rules, OK? Obviously no drugs; no corruption, no skills.
Itu akan lebih menyenangkan. Kita akan punya aturan dasar. Tanpa narkoba; tanpa korupsi, tanpa kemampuan.
(Laughter)
(Tertawa)
It would be -- No, it's a terrible idea. And I also know why I don't engage with sport when I watch it on television. It's because probably 97 percent of it is about men running and men kicking things, men trying to look neatly packaged in Lycra. There is --
Itu akan menjadi -- Tidak, itu ide mengerikan. Dan saya tahu kenapa saya tidak terlibat olahraga ketika saya menontonnya di TV. Mungkin karena 97 persen selalu tentang laki-laki berlari dan laki-laki menendang sesuatu, laki-laki berusaha terlihat rapi di Lycra. Ada --
(Laughter)
(Tertawa)
Not always successfully. There is --
Tidak selalu berhasil. Ada --
(Laughter)
(Tertawa)
There is so little female sport on television, that a young woman watching might be forgiven for thinking, and how can I put this nicely, that the male member is the very lever you need to get yourself off the couch and onto a sports ground.
Ada terlalu sedikit olahraga perempuan di televisi, yang membuat perempuan muda yang menonton mungkin berpikir bagaimana saya mengatakannya? seperti yang mendorong anggota laki-laki bangkit dari kursi dan pergi ke fasilitas olahraga.
(Laughter)
(Tertawa)
The inequalities in sport are breathtaking.
Kesenjangan di dunia olahraga sangat besar.
So this is what happens to me: I have a brand new idea, and immediately I come back to an old one. The fact is, there is not now, nor has there ever been in the whole of history, a single country in the world where women have equality with men. Not one. 196 countries, it hasn't happened in the whole of evolution.
Jadi ini yang terjadi: Saya punya ide baru, dan segera kembali ke ide lama. Faktanya, tidak sekarang, tidak juga di sepanjang sejarah satu negara di dunia ini di mana perempuan setara dengan laki-laki. Tidak satu pun. 196 negara, tidak ada juga dalam sepanjang sejarah evolusi.
So, here is a picture of evolution.
Jadi, ini adalah gambar evolusi.
(Laughter)
(Tertawa)
We women are not even in it!
Kami perempuan bahkan tidak ada didalamnya!
(Laughter)
(Tertawa)
It's a wonder men have been able to evolve quite so brilliantly. So --
Sebuah keajaiban bahwa laki-laki bisa berevolusi dengan sangat baik. Jadi --
(Laughter)
(Tertawa)
It bugs me, and I know I should do something about it. But I'm busy, OK? I have a full-on career, I've got three kids, I've got an elderly mom. In fact, if I'm honest with you, one of the reasons I came out here is because TED Talks said I could have 15 minutes to myself, and I never have that much time --
Ini mengganggu saya, dan saya tahu saya haru melakukan sesuatu. Tapi saya sibuk. Saya punya karir penuh waktu, 3 anak, ibu yang sudah tua. Faktanya, jika saya jujur, salah satu alasan saya disini karena TED Talks bilang saya punya 15 menit untuk saya sendiri, dan saya tidak pernah punya waktu sebanyak itu --
(Laughter)
(Tertawa)
(Applause)
(Tepuk tangan)
So I'm busy. And anyway, I already had a go at changing the world. Here's the thing, OK? Everybody has inside themselves what I call an "activation button." It's the button that gets pressed when you think, "I must do something about this." It gets pressed for all sorts of reasons. Maybe you face some kind of inequality, or you've come across an injustice of some kind, sometimes an illness strikes, or you're born in some way disadvantaged, or perhaps underprivileged. So I was born gay, OK? I've always known, I don't think my family were the least bit surprised. Here is a picture of me aged four. I look cute, but inside I genuinely believed that I looked like Clint Eastwood.
Saya sibuk. Dan saya sudah berusaha mengubah dunia. Begini. Setiap orang punya apa yang saya sebut sebagai “tombol aktivasi.” Itu tombol yang ditekan ketika Anda berpikir, “Saya harus melakukan sesuatu tentang ini.” Itu dapat ditekan untuk berbagai alasan. Mungkin Anda menghadapi ketidaksetaraan, atau melihat ketidakadilan, kadang karena penyakit, atau karena terlahir di situasi tidak menguntungkan, atau mungkin terpinggirkan. Jadi saya terlahir gay. Saya selalu tahu, Saya pikir keluarga saya tidak kaget. Ini foto saya saat berusia 4 tahun. Saya terlihat imut. Tapi dalam hati saya percaya saya terlihat seperti Clint Eastwood.
(Laughter)
(Tertawa)
So my activation button was pressed when I had my kids -- three wonderful kids, born to my then-partner. Now here's the thing: I work on television in Britain. By the time they were born, I was already hosting my own shows and working in the public eye. I love what I do, but I love my kids more. And I didn't want them to grow up with a secret. 1994, when my son, my youngest was born, there was not, as far as I was aware, a single out, gay woman in British public life. I don't think secrets are a good thing. I think they are a cancer of the soul. So I decided to come out.
Tombol aktivasi saya tertekan ketika saya punya anak -- 3 anak menakjubkan, lahir dari mantan pasangan saya. Satu hal: Saya bekerja di televisi di Britania. Ketika mereka terlahir, saya siap meminpin tayangan saya sendiri dan bekerja di publik. Saya mencintai hal itu, tapi saya lebih mencintai anak-anak saya. Dan saya tidak mau mereka tumbuh dengan rahasia. 1994, ketika anak terakhir saya lahir, tidak ada, sepengetahuan saya, satu pun, perempuan gay di kehidupan publik Britania. Saya percaya rahasia bukan hal baik. Saya merasa rahasia adalah kanker jiwa. Jadi saya memutuskan untuk mengaku.
Everybody warned me that I would never work again, but I decided it was absolutely worth the risk. Well, it was hell. In Britain, we have a particularly vicious section of the right-wing press, and they went nuts. And their hatred stirred up the less stable elements of society, and we got death threats -- enough death threats that I had to take the kids into hiding, and we had to have police protection. And I promise you there were many moments in the still of the night when I was terrified by what I had done.
Semua orang memperingatkan saya tidak akan bisa bekerja lagi, tapi saya memutuskan itu risiko yang sepadan. Sebenarnya, itu neraka.. Di Britania, ada jurnalis sayap kanan yang sangat jahat, dan mereka menggila. Kebencian mereka membuat kestabilan masyarakat terguncang, kami mendapatkan ancaman mati -- sangat banyak sampai saya harus menyembunyikan anak-anak, dan memerlukan perlindungan polisi. Dan saya janji ada banyak momen dalam senyapnya malam ketika saya ketakutan akan apa yang telah saya lakukan.
Eventually the dust settled. Against all expectation I carried on working, and my kids were and continue to be absolutely fantastic. I remember when my son was six, he had a friend over to play. They were in the next room; I could hear them chatting. The friend said to my son, "What's it like having two mums?" I was a little anxious to hear, so I leant in to hear and my son said, "It's fantastic, because if one of them's sick, you've still got another one to cook for you."
Akhirnya debunya turun. Bertolak belakang dengan semua ekspektasi yang saya bawa saat bekerja, juga anak-anak saya dan terus bersinar cemerlang. Saya ingat ketika anak saya berusia 6 tahun, ada temannya datang. Mereka di ruang sebelah; saya bisa mendengar obrolan mereka. Teman anak saya bilang, “bagaimana rasanya punya dua ibu?” Saya agak khawatir mendengarnya, dan anak saya bilang, “Fantastik, karena jika salah satunya sakit, masih ada yang lain yang memasak.”
(Laughter)
(Tertawa)
So my activation button for gay equality was pressed, and along with many, many others, I campaigned for years for gay rights, and in particular, the right to marry the person that I love. In the end, we succeeded. And in 2014, on the day that the law was changed, I married my wife, who I love very much, indeed.
Jadi tombol aktivasi saya untuk kesetaraan gay tertekan, dan bersama dengan banyak orang lainnya, saya berkampanye selama bertahun-tahun untuk hak-hak gay, dan secara spesifik, hak untuk menikah dengan orang yang saya cinta. Akhirnya, kami berhasil. Dan di tahu 2014, di hari di mana aturannya berubah, saya menikahi istri saya, yang saya cintai sepenuh hati.
(Applause)
(Tepuk tangan)
We didn't do it in a quiet way -- we did it on the stage at the Royal Festival Hall in London. It was a great event. The hall seats two-and-a-half thousand people. We invited 150 family and friends, then I let it be known to the public: anybody who wanted to come and celebrate, please come and join us. It would be free to anybody who wanted to come. Two-and-half thousand people turned up.
Kami tidak melakukannya diam-diam -- kami melakukannya di panggung di Royal Festival Hall di London. Itu kegiatan yang wow. Aulanya muat 2500 orang. Kami mengundang 150 keluarga dan teman, kemudian saya mempublikasikannya: siapa pun yang mau datang dan merayakan silahkan datang. Jadi siapa pun bebas datang. 2500 orang datang.
(Applause)
(Tepuk tangan)
Every kind of person you can imagine: gays, straights, rabbis, nuns, married people, black, white -- the whole of humanity was there. And I remember standing on that stage thinking, "How fantastic. Job done. Love triumphs. Law changed." And I --
Bermacam-macam orang yang bisa Anda bayangkan: gay, heteroseksual, rabbi, suster gereja, orang yang sudah menikah, kulit hitam, kulit putih -- semua ada disana. Dan saya ingat berdiri di panggung berpikir, “betapa fantastisnya. Pekerjaan selesai. Cinta menang. Aturan berubah.” Dan saya --
(Applause)
(Tepuk tangan)
And I genuinely thought my activation days were over, OK? So every year in that same hall, I host a fantastic concert to celebrate International Women's Day. We gather the world's only all-female orchestra, we play fantastic music by forgotten or overlooked women composers, we have amazing conductors -- it's Marin Alsop there from Baltimore conducting, Petula Clark singing -- and I give a lecture on women's history. I love to gather inspirational stories from the past and pass them on. Too often, I think history's what I call the Mount Rushmore model. It looks majestic, but the women have been entirely left out of it.
Dan saya berpikir hari-hari aktivasi saya sudah berakhir. Jadi setiap tahun di aula yang sama, saya mengadakan konser fantastis untuk merayakan Hari Perempuan Internasional. Kami mengumpulkan orkestra perempuan satu-satunya di dunia, memainkan musik fantastis dari komposer perempuan yang dilupakan, kami punya konduktor yang keren -- Itu Marin Alsop dari Baltimore sebagai konduktor, Petula Clark bernyanyi -- dan saya memberikan kuliah soal sejarah perempuan. Saya suka mengumpulkan cerita inspiratif dari masa lalu dan membagikannya. Sering kali, saya pikir sejarah adalah model Gunung Rushmore. Kelihatan agung, tapi perempuan sering kali ditinggalkan.
And I was giving a talk in 2015 about the suffragettes -- I'm sure you know those magnificent women who fought so hard for the right for women in Britain to vote. And their slogan was: "Deeds, not words." And boy, they succeeded, because women did indeed get the vote in 1928. So I'm giving this talk about this, and as I'm talking, what I realized is: this was not a history lecture I was giving; this was not something where the job was done. This was something where there was so much left to do. Nowhere in the world, for example, do women have equal representation in positions of power.
Dan saya memberikan kuliah pada 2015 tentang suffragettes -- Saya yakin Anda tahu tentang perempuan hebat yang melawan dengan keras untuk hak memilih bagi perempuan di Britania. Dan slogan mereka adalah: “Lakukan, bukan janjikan.” Dan, mereka sukses, karena perempuan dapat memilih di pemilu pada 1928. Jadi saya memberikan pidato ini, dan saat saya bicara, saya sadar bahwa: ini bukan kuliah sejarah yang saya berikan: ini bukan sesuatu di mana pekerjaan diselesaikan. Ada banyak hal yang masih perlu untuk dilakukan. Tidak satu pun di dunia, misalnya, di mana perempuan punya representasi setara di posisi kekuasaan.
OK, let's take a very quick look at the top 100 companies in the London Stock Exchange in 2016. Top 100 companies: How many women running them? Seven. OK. Seven. That's all right, I suppose. Until you realize that 17 are run by men called "John."
Ok, mari lihat ke 100 perusahaan teratas di London Stock Exchange pada 2016. 100 perusahaan top: Berapa banyak perempuan memimpinnya? Tujuh. Ok. Tujuh. Cuman itu kelihatannya. Sampai Anda menyadari bahwa 17 diantaranya dijalankan oleh “John.”
(Laughter)
(Tertawa)
There are more men called John running FTSE 100 companies --
Ada lebih banyak laki-laki bernama John yang memimpin FTSE perusahaan 100 --
(Laughter)
(Tertawa)
than there are women. There are 14 run by men called "Dave."
dibanding perempuan. Ada 14 perushaan dipimpin laki-laki bernama “Dave.”
(Laughter)
(Tertawa)
Now, I'm sure Dave and John are doing a bang-up job.
Saya yakin Dave dan John melakukan pekerjaan yang baik.
(Laughter)
(Tertawa)
OK. Why does it matter? Well, it's that pesky business of the gender pay gap. Nowhere in the world do women earn the same as men. And that is never going to change unless we have more women at the top in the boardroom. We have plenty of laws; the Equal Pay Act in Britain was passed in 1975. Nevertheless, there are still many, many women who, from early November until the end of the year, by comparison to their male colleagues, are effectively working for free. In fact, the World Economic Forum estimates that women will finally get equal pay in ... 2133! Yay!
Ok, apa masalahnya? Ada masalah bisnis yang bernama kesenjangan upah berbasis gender. Tidak ada di dunia di mana perempuan dapat upah yang setara dengan laki-laki. Dan itu tidak akan pernah berubah kecuali kita punya lebih banyak perempuan di posisi kepemimpinan. Kita punya banyak aturan; Aturan Kesetaraan Upah di Britania diundangkan pada 1975. Meski begitu, masih ada banyak, banyak perempuan yang, dari awal November hingga akhir tahun, dibandingkan dengan kolega laki-laki mereka, yang dapat bekerja dengan efektif secara bebas. Faktanya, Forum Ekonomi Dunia memperkirakan bahwa perempuan akan mendapatkan upah yang setara pada ... 2133! Yay!
(Laughter)
(Tertawa)
That's a terrible figure. And here's the thing: the day before I came out to give my talk, the World Economic Forum revised it. So that's good, because that's a terrible -- 2133. Do you know what they revised it to? 2186.
Itu gambaran yang buruk. Dan ini faktanya: hari di mana saya melela untuk memberi pidato, Forum Ekonomi Dunia merevisinya. Jadi bagus lah, karena hal buruk jika ada di 1233. Apa Anda tahu mereka merevisinya jadi berapa? 2186.
(Laughter)
(Tertawa)
Yeah, another 53 years, OK? We are not going to get equal pay in my grandchildren's grandchildren's lives under the current system.
Lebih banyak 53 tahun, ok? Kita tidak akan pernah mendapatkan kesetaraan upah di zaman cucunya cucu saya di bawah sistem saat ini.
And I have waited long enough. I've waited long enough in my own business. In 2016 I became the very first woman on British television to host a prime-time panel show. Isn't that great? Wonderful, I'm thrilled. But --
Dan saya sudah menunggu terlalu lama. Saya menunggu terlalu lama dalam bisnis saya sendiri. Pada 2016 saya jadi perempuan pertama di televisi Inggris yang memandu tayangan panel di jam sibuk. Hebat kan? Menakjubkan, saya sangat bahagia. Tapi --
(Applause)
(Tepuk tangan)
But 2016! The first! Television's been around for 80 years!
Tapi 2016! Yang pertama! Televisi sudah ada selama 80 tahun!
(Laughter)
(Tertawa)
It may be television's not so important, but it's kind of symptomatic, isn't it? 2016, the UN were looking for a brand new ambassador to represent women's empowerment and gender equality, and who did they choose? Wonder Woman. Yes, they chose a cartoon, OK?
Mungkin televisi tidak begitu penting, tapi ini adalah gejala yang jelas kan? 2016, PBB mencari brand ambassador baru untuk merepresentasikan pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender, dan siapa yang mereka pilih? Wonder Woman. Iya, mereka memilih kartun.
(Laughter)
(Tertawa)
Because no woman was up to the job.
Karena perempuan tidak sanggup menjalankan tugasnya.
The representation of women in positions of power is shockingly low. It's true in Congress, and it's certainly true in the British Parliament. In 2015, the number of men elected to the Parliament that year was greater than the total number of women who have ever been members of Parliament. And why does it matter? Here's the thing: if they're not at the table -- literally, in Britain, at that table helping to make the laws -- do not be surprised if the female perspective is overlooked.
Representasi perempuan di posisi kekuasaan sangatlah sedikit. Ini terjadi di Kongres, dan pastinya terjadi di Parlemen Inggris. Pada 2015, jumlah laki-laki yang dipilih di Parlemen tahun itu lebih banyak dari total jumlah perempuan yang pernah jadi anggota Parlemen. Dan kenapa ini penting? Begini: jika mereka tidak ada -- di Britania, untuk membantu membuat aturan -- jangan heran jika perspektif perempuan terlupakan.
It's a great role model for young people to see a woman in charge. In 2016, Britain got its second female Prime Minister; Theresa May came to power. The day she came to power she was challenged: just do one thing. Do one thing in the first 100 days that you're in office to try and improve lives for women in Britain. And what did she do? Nothing. Nothing. Because she's much too busy cleaning up the mess the boys made. Even having a female leader, they always find something better to do than to sort out the pesky issue of inequality.
Melihat perempuan memimpin akan menjadi role model yang baik bagi anak muda. Pada 2016, Britania mendapatkan Perdana Menteri perempuan kedua; Therese May menduduki posisi kekuasaan. Ketika dia duduk disitu, dia ditantang: untuk melakukan satu hal. Lakukan satu hal saja di 100 hari pertama menjabat untuk meningkatkan kehidupan perempuan di Britania. Dan apa yang dia lakukan? Tidak ada. Tidak ada. Karena dia terlalu sibuk membersihkan kekacauan yang dilakukan laki-laki. Bahkan ketika memiliki pemimpin perempuan, mereka selalu punya hal lain untuk dilakukan dibandingkan menyelesaikan isu ketidaksetaraan.
So I keep talking about equality like it matters. Does it? Well, let's take a very quick look at the STEM industries, OK? So science, technology, engineering and mathematics. Pretty much important in every single aspect of our daily lives. There is the thickest and most incredibly well-documented glass ceiling in the STEM industries. What if the cure for cancer or the answer the global warming lies in the head of a young female scientist who fails to progress?
Jadi saya terus bicara tentang kesetaraan kan, kenapa ini penting? Mari kita lihat industri STEM, Ok? Sains, teknologi, teknik, dan matematika. Subjek yang penting dalam setiap aspek kehidupan sehari-hari kita. Ada gelas kaca yang sangat tebal dan sudah terdokumentasikan dalam industri STEM. Bagaimana jika obat kanker atau solusi pemanasan global ada di tangan ilmuwan perempuan muda yang tidak berhasil di STEM?
So I thought all these things, and I knew I had to do "Deeds, not words." And I spoke to my wonderful friend, brilliant journalist Catherine Mayer in Britain, and we rather foolishly -- and I suspect there was wine involved --
Saya memikirkan tentang hal ini, dan saya tahu apa yang harus dilakukan, “aksi, bukan janji.” Saya bicara pada teman-teman, seorang jurnalis hebat, Catherin Mayer asal Britania, dan kami berangan-angan -- dan saya ini saat minum anggur --
(Laughter)
(Tertawa)
We decided to found a brand new political party. Because here's the critical thing: the one place women and men are absolutely equal is at the ballot box. We had no idea what we were doing, we didn't know how complicated it was to start a political party. I thought, "It can't be that difficult, men have been doing it for years."
Kami memutuskan membangun partai politik baru. Karena kami mengkritisi ini: tempat di mana laki-laki dan perempuan setara adalah di kotak pemilu. Kami tidak tahu apa yang kami lakukan, kami tidak tahu betapa kompleksnya memulai partai politik. Saya pikir, “pasti tidak sesulit itu, laki-laki sudah melakukannya duluan.”
(Laughter)
(Tertawa)
So we started by calling it "The Women's Equality Party." And straightaway people said to me, "Why did you call it that?" I said, "I don't know, I just thought we'd be clear."
Jadi kami memulai dengan menamainya “Partai Kesetaraan Perempuan.” Orang langsung mengatakan, “kenapa disebut begitu?” Saya bilang, “tidak tahu, saya ingin memperjelasnya.”
(Laughter)
(Tertawa)
I didn't want what we were doing to be a secret, you know? I just --
Saya tidak ingin apa yang kami lakukan jadi rahasia. Saya ingin --
(Laughter)
(Tertawa)
Some people said, "You can't call it that! It's much too feminist!" Ooh! Scary word! Ahh! I can't tell you how many times I've heard somebody say, "I'm not a feminist, but ..." And I always think if there's a "but" in the sentence, it can't all be roses in the garden. And then I started getting asked the hilarious question, "Are you all going to burn your bras?" Yes! Because bras are famously made of flammable material.
Beberapa bilang, “Anda tidak boleh menamainya itu! Itu terlalu feminis!” Ooh! Kata menakutkan! Ahh! Saya tidak ingat berapa banyak orang yang bilang, “saya bukan feminis, tapi ...” Dan saya selalu berpikir jika ada kata “tapi” di kalimatnya, pasti tidak semuanya indah. Kemudian saya mulai dapat banyak pertanyaan lucu, “Apa Anda semua akan membakar bra Anda?” Ya! Karena bra terkenal terbuat dari materi yang mudah terbakar.
(Laughter)
(Tertawa)
That's why all women spark when they walk.
Karena itu perempuan berkilau ketika mereka jalan.
(Laughter)
(Tertawa)
Here's quick history sidebar for you: no woman ever burnt her bra in the '60s. It's a story made up by a journalist. Thank goodness journalism has improved since then. So --
Ini sedikit sejarah sebenarnya: tidak ada seorang perempuan pun yang membakar bra di tahun 60-an. Itu cerita yang dibuat jurnalis. Terima kasih Tuhan, jurnalisme sudah berkembang sejak saat itu. Jadi --
(Laughter)
(Tertawa)
I announced what we were going to do in a broadcast interview, and straightaway, the emails started coming. First hundreds, then thousands and thousands, from every age group: from the very young to women in their '90s, to hundreds of wonderful men. People wrote and said, "Please, can I help? Please, can I visit you at party headquarters?" We didn't have a headquarters -- we didn't have a party! We didn't have anything. All we had was a wonderful, tight group of fabulous friends trying to answer emails pretty much 24-7 in our pajamas.
Saya mengumumkan apa yang akan kami lakukan dalam wawancara, dan seketika, banyak email masuk. Pertama ratusan, kemudian beribu-ribu, dari berbagai kategori usia: dari paling muda hingga perempuan berusia 90-an, hingga ratusan laki-laki. Orang menulis dan bilang, “Apa ada yang bisa saya bantu? Bisakah saya mengunjungi kantor partainya?” Kami bahkan belum punya kantor -- kami belum punya partai! Kami tidak punya apa pun. Yang kami punya hanya hanya sekelompok teman dekat yang mencoba menjawab email selama 24 jam seminggu dengan piyama.
We were all busy. Many of us had careers, many of us had children, but we did what women do, and we shared the work. And almost instantly, we agreed on certain fundamental things. First thing: we want to be the only political party in the world whose main aim was to no longer need to exist. That's a fantastic idea. We wanted to be the only political party with no particular political leaning. We wanted people from the left, from the right, from the middle, every age group. Because the whole point was to work with a simple agenda: let's get equality in every aspect of our lives, and when we're finished, let's go home and get the other chores done.
Kami semua sibuk. Kebanyakan dari kami punya karir, punya anak, tapi kami melakukan apa yang perempuan lakukan, berbagi pekerjaan. Dan seketika, kami sepakat pada hal-hal fundamental. Pertama: kami ingin menjadi satu-satunya partai politik di dunia yang tujuan utamanya adalah untuk tidak lagi diperlukan. Itu ide sangat baik. Kami ingin menjadi partai politik dengan kecenderungan yang spesifik. Kami ingin orang dari sayap kiri, sayap kanan, dan dari moderat, dari setiap kategori usia. Karena tujuan utamanya adalah untuk bekerja pada agenda sederhana: memperjuangkan kesetaraan dalam setiap aspek kehidupan kita, dan ketika kita selesai, mari pulang ke rumah dan mengerjakan pekerjaan lain.
(Laughter)
(Tertawa)
And we wanted to change how politics is conducted. I don't know if you have this, but in Britain we have two major political parties. They're the dinosaurs of politics. And how they speak to each other is shameful and poisonous. I'm sure you've never had that kind of name-calling --
Dan kami ingin mengubah bagaimana politik dijalankan. Saya tidak tahu situasi Anda, tapi di Britania kami punya 2 partai politik utama. Mereka monster politik. Dan cara mereka bicara satu sama lain memalukan dan beracun. Saya yakin Anda tidak pernah dapat panggilan --
(Laughter)
(Tertawa)
And lying here. Wouldn't it be great if just one politician said, "Do you know, my opponent has a point. Let's see if we can't work together and get the job done."
Dan di sini. Akan hebat jika hanya satu politikus yang bilang, “Anda tau, lawan saya punya argumen bagus. Mari lihat apakah kita bisa kerjasama dan menyelesaikannya.”
(Applause)
(Tertawa)
And let's get more women into politics, OK? Let's immediately get more women into politics by being the only political party to offer free childcare to our candidates, so they can get out of the house and start campaigning.
Dan mari perbanyak perempuan di dunia politik, ok? Segera libatkan lebih banyak perempuan di politik dengan jadi satu-satunya yang menawarkan perawatan anak gratis pada kandidatnya, jadi mereka bisa keluar rumah dan mulai berkampanye.
(Applause)
(Tertawa)
Within 10 months, we had more than 70 branches of our party across the UK. We stood candidates for election in London, Scotland and Wales in May 2016. One in 20 people voted for our candidate for London Mayor. And when the men in the race saw how many votes we were attracting, wonder of wonders, they began to talk about the need to tackle gender equality.
Dalam waktu 10 bulan, kami memiliki 70 cabang partai di UK. Kami punya kandidat dalam pemilu di London, Skotlandia, dan Wales pada Mey 2016. 1 dari 20 orang memilih kandidat kami dalam Pemilu Walikota London. Dan ketika laki-laki melihat sebanyak apa pemilih yang tertarik pada kami, tidak mengherankan, mereka mulai bicara soal kebutuhan untuk mencapai kesetaraan gender.
(Applause)
(Tepuk tangan)
You know, I've been promised change since I was a child. It was always coming: women were going to stand shoulder to shoulder with men. All I got were empty promises and disappointment -- enough disappointment to found a political party. But here is my new idea for today -- this is my five percent, OK? And this one is really good. The fact is, this is not enough. It is not enough to found one political party for equality in a single country. What we need is a seismic change in the global political landscape. And the wonderful thing about the model we have created is that it would work anywhere. It would work in America, it would work in Australia, it would work in India. It's like we've made the perfect recipe: anybody can cook it, and it's good for everybody. And we want to give it away. If you want to know what we did, we're giving it away. Can you imagine if we could mobilize millions of women across the world to say, "That's enough!" to the traditional battles of politics? To say, "Stop the bickering, let's get the work done." We could literally change the world. And I want that.
Anda tau, saya sudah dijanjikan akan adanya perubahan sejak kecil. Itu akan datang: perempuan akan berdiri bahu membahu bersama laki-laki. Yang saya dapatkan hanya janji kosong dan kekecewaan -- banyak kekecewaan hingga mendirikan partai politik. Tapi ini ide baru saja hari ini -- ini lima persen saya, Ok? Dan yang satu ini sangat bagus. Faktanya, ini tidak cukup. Tidak cukup hanya mendirikan satu partai politik untuk kesetaraan di satu negara. Yang kita perlukan adalah perubahan sistem dalam dunia perpolitikan global. Dan hal menarik terkait model yang kami ciptakan adalah ini dapat diterapkan di mana pun. Bisa diterapkan di Amerika, di Australia, di India. Kami seperti membuat resep sempurna di mana semua bisa memasaknya, dan ini baik untuk semua orang. Jadi kami ingin membagikannya. Jika Anda penasaran, kami menjawab rasa penasaran itu. Bisakah Anda bayangkan jika kita bisa memobilisasi jutaan perempuan di dunia untuk bilang, “Sudah cukup!” pada praktek politik tradisional? Untuk bilang, “stop berdebat, mari selesaikan.” Kita bisa mengubah dunia. Dan saya menginginkan itu.
(Applause)
(Tepuk tangan)
I want ...
Saya ingin ...
(Applause)
(Tepuk tangan)
I want that for our daughters, and I want it for our sons. Because the fact is: equality is better for everyone.
Saya ingin itu untuk anak perempuan kita, dan untuk anak laki-laki kita. Karena faktanya: kesetaraan baik untuk semua orang.
Come on people, let's activate! Let's change the world! I know we can do it, and it wants doing!
Ayolah, mari aktivasi! Mari ubah dunia! Saya tahu kita bisa melakukannya, dan ini perlu dilakukan!
(Applause)
(Tepuk tangan)