This is my first time at TED. Normally, as an advertising man, I actually speak at TED Evil, which is TED's secret sister that pays all the bills. It's held every two years in Burma. And I particularly remember a really good speech by Kim Jong Il on how to get teens smoking again. (Laughter)
Ini adalah pertama kalinya saya di TED. Biasanya, sebagai pakar iklan, saya berbicara di TED Jahat, yang adalah organisasi kerabat TED -- yang membayar semua pengeluaran. Diadakan tiap dua tahun di Burma. Dan saya terutama ingat sebuah pidato yang sangat bagus oleh Kim Jong Il mengenai bagaimana untuk membuat remaja merokok kembali. (Tawa)
But, actually, it's suddenly come to me after years working in the business, that what we create in advertising, which is intangible value -- you might call it perceived value, you might call it badge value, subjective value, intangible value of some kind -- gets rather a bad rap. If you think about it, if you want to live in a world in the future where there are fewer material goods, you basically have two choices. You can either live in a world which is poorer, which people in general don't like. Or you can live in a world where actually intangible value constitutes a greater part of overall value, that actually intangible value, in many ways is a very, very fine substitute for using up labor or limited resources in the creation of things.
Tapi, sebenarnya, setelah bertahun-tahun bekerja dalam bisnis ini, tiba-tiba saya melihat bahwa apa yang kita ciptakan dalam iklan, yakni nilai yang tidak berwujud -- anda mungkin menyebutnya nilai persepsi, anda mungkin menyebutnya nilai tempel, nilai subjektif, satu macam nilai tak berwujud -- kesannya jadi buruk. Jika anda pikirkan, jika anda ingin hidup di masa depan di mana terdapat lebih sedikit barang material, anda punya dua pilihan. Anda dapat hidup di dunia yang lebih miskin, di mana orang-orang kebanyakan tidak suka. Atau anda dapat hidup di dunia di mana nilai tak berwujud merupakan bagian besar dari keseluruhan nilai, di mana sesungguhnya nilai tak berwujud, bagaimanapun juga adalah pengganti yang sangat-sangat baik dari penggunaan tenaga kerja atau sumber daya terbatas dalam pembuatan barang-barang.
Here is one example. This is a train which goes from London to Paris. The question was given to a bunch of engineers, about 15 years ago, "How do we make the journey to Paris better?" And they came up with a very good engineering solution, which was to spend six billion pounds building completely new tracks from London to the coast, and knocking about 40 minutes off a three-and-half-hour journey time. Now, call me Mister Picky. I'm just an ad man ... ... but it strikes me as a slightly unimaginative way of improving a train journey merely to make it shorter. Now what is the hedonic opportunity cost on spending six billion pounds on those railway tracks?
Ini satu contohnya. Ini adalah kereta yang pergi dari London ke Paris. Pertanyaan diberikan kepada sekelompok insinyur, sekitar 15 tahun yang lalu, "Bagaimana kita membuat perjalanan ke Paris jadi lebih baik?" Dan mereka keluar dengan solusi teknik yang sangat baik, yang menghabiskan enam miliar poundsterling membangun rel-rel yang benar-benar baru dari London ke pantai (Eropa), dan memotong sekitar 40 menit dari tiga-setengah jam waktu perjalanannya. Sekarang, anda boleh memanggil saya cerewet, saya hanyalah seorang pakar iklan ... ... tapi bagi saya, ini adalah cara yang sedikit kurang imajinatif untuk membuat sebuah perjalanan kereta api lebih baik dengan cara membuatnya lebih pendek. sekarang apa biaya kesempatan hedonik dari mengeluarkan enam miliar poundsterling untuk rel-rel kereta itu?
Here is my naive advertising man's suggestion. What you should in fact do is employ all of the world's top male and female supermodels, pay them to walk the length of the train, handing out free Chateau Petrus for the entire duration of the journey. (Laughter) (Applause) Now, you'll still have about three billion pounds left in change, and people will ask for the trains to be slowed down. (Laughter)
Berikut ini adalah saran naif saya sebagai pakar iklan. Apa yang harus anda lakukan adalah mempekerjakan semua supermodel-supermodel dunia, bayar mereka untuk berjalan dari ujung gerbong kereta api, membagi-bagikan gratis Chateau Petrus sepanjang perjalanan. (Tawa) (Tepuk tangan) Nah, anda akan masih punya sekitar tiga miliar poundsterling kembalian, dan orang-orang akan meminta kereta apinya diperlambat. (Tawa)
Now, here is another naive advertising man's question again. And this shows that engineers, medical people, scientific people, have an obsession with solving the problems of reality, when actually most problems, once you reach a basic level of wealth in society, most problems are actually problems of perception. So I'll ask you another question. What on earth is wrong with placebos? They seem fantastic to me. They cost very little to develop. They work extraordinarily well. They have no side effects, or if they do, they're imaginary, so you can safely ignore them. (Laughter)
Nah, ini adalah pertanyaan naif lainnya dari pakar iklan lagi. Dan ini menunjukkan bahwa insinyur, orang-orang medik, ilmuwan, memiliki obsesi memecahkan masalah realitas, ketika sesungguhnya sebagian besar masalah, ketika anda sampai ke tingkat dasar kekayaan di masyarakat, sebagian besar masalah adalah masalah persepsi. Jadi saya akan bertanya pertanyaan lain. Apa yang salah dengan plasebo? Tampaknya fantastik bagi saya. Mereka sangat murah untuk dikembangkan. Mereka bekerja dengan sangat hebat. Mereka tidak memiliki efek samping, atau jikalau ada, itu hanya perasaan saja, sehingga anda dapat dengan aman mengabaikannya. (Tawa)
So I was discussing this. And I actually went to the Marginal Revolution blog by Tyler Cowen. I don't know if anybody knows it. Someone was actually suggesting that you can take this concept further, and actually produce placebo education. The point is that education doesn't actually work by teaching you things. It actually works by giving you the impression that you've had a very good education, which gives you an insane sense of unwarranted self-confidence, which then makes you very, very successful in later life. So, welcome to Oxford, ladies and gentlemen. (Laughter) (Applause)
Jadi saya membahas tentang ini. Dan saya sebenarnya masuk ke blog Marginal Revolution oleh Tyler Cowen. Saya tidak tahu apakah ada yang tahu. Seseorang benar-benar mengusulkan bahwa kita dapat mengambil konsep ini lebih jauh, dan membuat pendidikan plasebo. Intinya adalah bahwa pendidikan tidak benar-benar mengajarkan Anda sesuatu. Pendidikan sesungguhnya bekerja dengan memberikan anda kesan bahwa anda telah memiliki pendidikan yang sangat baik, yang akan memberikan anda rasa percaya diri yang tak beralasan, yang kemudian membuat anda sangat, sangat sukses nantinya. Jadi, selamat datang ke Oxford, saudara-saudara. (Tawa) (Tepuk tangan)
But, actually, the point of placebo education is interesting. How many problems of life can be solved actually by tinkering with perception, rather than that tedious, hardworking and messy business of actually trying to change reality? Here's a great example from history. I've heard this attributed to several other kings, but doing a bit of historical research, it seems to be Fredrick the Great. Fredrick the Great of Prussia was very, very keen for the Germans to adopt the potato and to eat it, because he realized that if you had two sources of carbohydrate, wheat and potatoes, you get less price volatility in bread. And you get a far lower risk of famine, because you actually had two crops to fall back on, not one.
Tapi, sebenarnya, ide tentang pendidikan plasebo itu menarik. Berapa banyak masalah kehidupan bisa diselesaikan sebenarnya hanya bermain dengan persepsi, daripada dengan kerja keras, hal yang merepotkan, dan bisnis yang berantakan untuk berusaha mengubah kenyataan? Ini adalah contoh yang bagus dari sejarah. Saya pernah mendengar hal ini dihubungkan ke beberapa raja lain, tapi setelah melakukan sedikit penelitian sejarah sepertinya adalah Fredrick Agung. Fredrick Agung dari Prusia sangat sangat ingin supaya orang Jerman menanam kentang, dan memakannya. Karena dia menyadari jika mereka punya dua sumber karbohidrat, gandum dan kentang, fluktuasi harga roti akan berkurang. Dan resiko kelaparan akan menjadi lebih rendah, karena anda akan memiliki dua sumber, bukan satu.
The only problem is: potatoes, if you think about it, look pretty disgusting. And also, 18th century Prussians ate very, very few vegetables -- rather like contemporary Scottish people. (Laughter) So, actually, he tried making it compulsory. The Prussian peasantry said, "We can't even get the dogs to eat these damn things. They are absolutely disgusting and they're good for nothing." There are even records of people being executed for refusing to grow potatoes.
Masalah adalah: kentang, jika benar-benar dipikir, terlihat cukup menjijikkan. Dan juga, orang-orang Prusia abad ke-18 makan sangat, sangat sedikit sayuran -- mirip dengan orang Skotlandia jaman sekarang. (Tawa) Jadi, sebenarnya, dia mencoba membuatnya wajib. Petani-petani Prusia berkata, "Kita bahkan tidak dapat membuat anjing memakan barang ini. Pastilah menjijikan dan tidak ada baiknya sama sekali." Bahkan ada catatan mengenai orang-orang yang dihukum mati karena menolak menanam kentang.
So he tried plan B. He tried the marketing solution, which is he declared the potato as a royal vegetable, and none but the royal family could consume it. And he planted it in a royal potato patch, with guards who had instructions to guard over it, night and day, but with secret instructions not to guard it very well. (Laughter) Now, 18th century peasants know that there is one pretty safe rule in life, which is if something is worth guarding, it's worth stealing. Before long, there was a massive underground potato-growing operation in Germany. What he'd effectively done is he'd re-branded the potato. It was an absolute masterpiece.
Jadi dia mencoba rencana B. Dia mencoba solusi pemasaran, di mana dia menyatakan kentang sebagai sayuran kerajaan. Dan tidak ada yang boleh mengkonsumsinya selain keluarga kerajaan. Dan dia menanamnya di lahan kentang khusus bangsawan, lengkap dengan penjaga yang mendapat instruksi untuk menjaganya, siang dan malam, tapi dengan instruksi rahasia untuk tidak menjaganya dengan ketat. (Tawa) Nah, petani-petani abad ke-18 tahu bahwa ada satu aturan yang cukup aman dalam hidup, yakni jika sesuatu dijaga, pastilah itu cukup berharga untuk dicuri. Tak butuh waktu lama, terjadi operasi rahasia yang besar untuk menanam kentang di Jerman. Apa yang dia sebenarnya lakukan adalah dia mengubah persepsi tentang kentang. Adalah sebuah karya yang luar biasa.
I told this story and a gentleman from Turkey came up to me and said, "Very, very good marketer, Fredrick the Great. But not a patch on Ataturk." Ataturk, rather like Nicolas Sarkozy, was very keen to discourage the wearing of a veil, in Turkey, to modernize it. Now, boring people would have just simply banned the veil. But that would have ended up with a lot of awful kickback and a hell of a lot of resistance. Ataturk was a lateral thinker. He made it compulsory for prostitutes to wear the veil. (Laughter) (Applause)
Saya menceritakan kisah ini dan seorang pria dari Turki datang kepada saya dan berkata, "Pakar pemasaran yang sangat, sangat hebat, Fredrick Agung. Tapi tidak sehebat Ataturk." Ataturk, seperti Nicloas Sarkozy, sangat ingin mencegah pemakaian jilbab, di Turki, untuk memodernisasikannya. Sekarang, orang kebanyakan akan langsung melarang jilbab. Tapi itu pasti akan berakhir dengan banyak sekali tantangan dan banyak penolakan. Ataturk adalah seorang yang berpikir secara lateral. Dia mewajibkan untuk pelacur untuk memakai jilbab. (Tawa) (Tepuk tangan)
I can't verify that fully, but it does not matter. There is your environmental problem solved, by the way, guys: All convicted child molesters have to drive a Porsche Cayenne. (Laughter) What Ataturk realized actually is two very fundamental things. Which is that, actually, first one, all value is actually relative. All value is perceived value.
Saya tidak dapat memastikan itu sepenuhnya. Tapi itu tidak penting. Nah selesailah masalah lingkungan anda semua, bapak-bapak: Semua terdakwa pelaku pelecehan anak-anak harus menyetir Porsche Cayenne. (Tawa) Apa yang Ataturk sadari adalah dua hal mendasar. Yang sebenarnya, adalah, pertama, bahwa semua nilai sebenarnya relatif. Semua nilai adalah nilai berdasarkan persepsi.
For those of you who don't speak Spanish, jugo de naranja -- it's actually the Spanish for "orange juice." Because actually it's not the dollar. It's actually the peso in Buenos Aires. Very clever Buenos Aires street vendors decided to practice price discrimination to the detriment of any passing gringo tourists. As an advertising man, I have to admire that.
Bagi anda yang tidak berbicara bahasa Spanyol, jugo de naranja -- sebenarnya adalah bahasa Spanyol untuk "orange juice." Karena sebenarnya itu bukan dolar. Ini sebenarnya peso di Buenos Aires. Sangatlah pintar pedagang kaki lima di Buenos Aires memutuskan untuk mempraktekkan diskriminasi harga untuk memeras turis-turis asing yang lewat. Sebagai pakar iklan, saya harus mengakui bahwa saya mengagumi ini.
But the first thing is that all value is subjective. Second point is that persuasion is often better than compulsion. These funny signs that flash your speed at you, some of the new ones, on the bottom right, now actually show a smiley face or a frowny face, to act as an emotional trigger. What's fascinating about these signs is they cost about 10 percent of the running cost of a conventional speed camera, but they prevent twice as many accidents. So, the bizarre thing, which is baffling to conventional, classically trained economists, is that a weird little smiley face has a better effect on changing your behavior than the threat of a £60 fine and three penalty points.
Tapi pertama, ini semua menunjukkan bahwa semua nilai itu subjektif. Poin kedua adalah bahwa persuasi seringkali bekerja lebih baik daripada paksaan. Tanda lucu ini, yang menunjukkan kecepatan anda, beberapa yang baru, di ujung kanan bawah, sekarang ada yang menunjukkan muka tersenyum atau muka merengut, untuk bekerja sebagai picu emosional. Apa yang menarik tentang muka-muka ini adalah, bahwa biayanya hanya sekitar 10 persen dari biaya menjalankan sebuah kamera kecepatan yang biasa dipakai. Tapi muka-muka ini mencegah kecelakaan dua kali lipat. Jadi, hal yang aneh yang mengherankan bagi ekonom konvensional, yang terlatih secara klasik, bahwa muka kecil aneh yang tersenyum memiliki efek yang lebih bagus untuk mengubah perilaku anda daripada ancaman denda £60 dan tiga poin penalti.
Tiny little behavioral economics detail: in Italy, penalty points go backwards. You start with 12 and they take them away. Because they found that loss aversion is a more powerful influence on people's behavior. In Britain we tend to feel, "Whoa! Got another three!" Not so in Italy.
Detail kecil dari ekonomi perilaku: di Italia, poin penalti dihitung mundur. Anda mulai dengan 12 dan mereka menguranginya. Karena mereka menemukan bahwa mencegah kehilangan adalah cara yang lebih kuat untuk mempengaruhi perilaku orang. Di Inggris kita cenderung merasa, "Wah! Tambah tiga lagi!" Tidak demikian di Italia.
Another fantastic case of creating intangible value to replace actual or material value, which remember, is what, after all, the environmental movement needs to be about: This again is from Prussia, from, I think, about 1812, 1813. The wealthy Prussians, to help in the war against the French, were encouraged to give in all their jewelry. And it was replaced with replica jewelry made of cast iron. Here's one: "Gold gab ich für Eisen, 1813." The interesting thing is that for 50 years hence, the highest status jewelry you could wear in Prussia wasn't made of gold or diamonds. It was made of cast iron. Because actually, never mind the actual intrinsic value of having gold jewelry. This actually had symbolic value, badge value. It said that your family had made a great sacrifice in the past.
Kasus lain yang fantastis tentang pembuatan nilai tak berwujud untuk menggantikan nilai aktual atau material, yang jika anda ingat, adalah tujuan dari gerakan lingkungan hidup itu sendiri: Ini, lagi-lagi, dari Prusia, saya rasa sekitar tahun 1812, 1813. Orang-orang kaya Prusia, untuk membantu dalam perang melawan Perancis, didorong untuk memberikan perhiasan-perhiasan mereka. Dan itu ditukar dengan perhiasan replika yang terbuat dari besi tuang. Ini satu: "Emas kugantikan untuk besi, 1813." Yang menarik adalah bahwa untuk 50 tahun kemudian, perhiasan dengan status tertinggi yang anda dapat pakai di Prusia bukanlah terbuat dari emas atau permata. Tapi terbuat dari besi tuang. Karena sebenarnya, jangan pikirkan nilai intrinsik sebenarnya dari mempunyai perhiasan emas. Ini sebenarnya memiliki nilai simbolik, nilai tempel. Perhiasan ini menunjukkan bahwa keluarga anda telah membuat pengorbanan besar di masa lalu.
So, the modern equivalent would of course be this. (Laughter) But, actually, there is a thing, just as there are Veblen goods, where the value of the good depends on it being expensive and rare -- there are opposite kind of things where actually the value in them depends on them being ubiquitous, classless and minimalistic.
Jadi, perbandingan modern yang setara adalah tentu saja ini. (Tawa) Tapi, sebenarnya, ada sesuatu, sama seperti barang Veblen, di mana nilai barang tersebut tergantung pada hal itu menjadi mahal dan langka -- ada barang-barang kebalikannya di mana sebenarnya nilai di dalamnya tergantung pada fakta bahwa barangnya ada di mana-mana, sama-rata dan minimalis.
If you think about it, Shakerism was a proto-environmental movement. Adam Smith talks about 18th century America, where the prohibition against visible displays of wealth was so great, it was almost a block in the economy in New England, because even wealthy farmers could find nothing to spend their money on without incurring the displeasure of their neighbors. It's perfectly possible to create these social pressures which lead to more egalitarian societies.
Jika Anda berpikir tentang hal ini, Shakerism adalah sebuah awal dari gerakan lingkungan. Adam Smith berbicara tentang Amerika abad ke-18. di mana larangan terhadap menampilkan kekayaan terlihat begitu besar, perekonomian di New England hampir berhenti, karena bahkan petani yang kaya tidak dapat membelanjakan uang mereka, tanpa menimbulkan ketidaksenangan dari para tetangga mereka. Sangatlah mungkin untuk menciptakan tekanan-tekanan sosial seperti ini yang membawa masyarakat ke arah yang lebih egaliter.
What's also interesting, if you look at products that have a high component of what you might call messaging value, a high component of intangible value, versus their intrinsic value: They are often quite egalitarian. In terms of dress, denim is perhaps the perfect example of something which replaces material value with symbolic value. Coca-Cola. A bunch of you may be a load of pinkos, and you may not like the Coca-Cola company, but it's worth remembering Andy Warhol's point about Coke. What Warhol said about Coke is, he said, "What I really like about Coca-Cola is the president of the United States can't get a better Coke than the bum on the corner of the street." Now, that is, actually, when you think about it -- we take it for granted -- it's actually a remarkable achievement, to produce something that's that democratic.
Yang juga menarik, jika anda melihat produk-produk yang mempunyai komponen utamanya dari apa yang anda mungkin sebut sebagai nilai pesan sebuah komponen besar dari nilai tak berwujud, dibandingkan dengan nilai berwujudnya: Mereka seringkali cukup sama-rata. Tentang pakaian, denim mungkin adalah contoh yang tepat untuk menggantikan nilai material dengan nilai simbolik. Coca-Cola. Beberapa di antara kalian mungkin segerombolan sosialis, dan mungkin anda tidak begitu suka dengan perusahaan Coca-Cola. Tapi perlu diingat poin Andy Warhol mengenai Coke. Apa yang Warhol katakan mengenai Coke adalah, dia bilang, "Apa yang saya benar-benar suka dari Coca-Cola adalah bahwa presiden Amerika Serikat tidak bisa mendapat Coke yang lebih baik dibanding orang di pinggir jalan." Nah, ini, sebenarnya, jika anda benar-benar pikirkan, kita seringkali acuh -- tapi sebenarnya itu adalah sebuah prestasi yang luar biasa, untuk memproduksi sesuatu yang sedemokratik itu.
Now, we basically have to change our views slightly. There is a basic view that real value involves making things, involves labor. It involves engineering. It involves limited raw materials. And that what we add on top is kind of false. It's a fake version. And there is a reason for some suspicion and uncertainly about it. It patently veers toward propaganda. However, what we do have now is a much more variegated media ecosystem in which to kind of create this kind of value, and it's much fairer.
Sekarang, pada dasarnya kita harus mengubah pandangan kita sedikit. Ada pandangan dasar bahwa nilai nyata melibatkan membuat hal-hal, melibatkan tenaga kerja. Melibatkan teknik. Melibatkan bahan baku yang terbatas. Dan apa yang kita tambahkan di atasnya adalah sesuatu yang palsu. Versi palsunya. Dan ada alasan untuk curiga dan ragu-ragu tentang itu. Jelas kelihatan bahwa ini mengarah ke propaganda. Namun, apa yang kita punya sekarang adalah sebuah ekosistem media yang jauh lebih beraneka ragam di mana untuk menciptakan nilai semacam ini. Dan itu jauh lebih adil.
When I grew up, this was basically the media environment of my childhood as translated into food. You had a monopoly supplier. On the left, you have Rupert Murdoch, or the BBC. (Laughter) And on your right you have a dependent public which is pathetically grateful for anything you give it. (Laughter)
Ketika saya tumbuh dewasa, ini pada dasarnya lingkungan media masa kecil saya yang diterjemahkan ke dalam makanan. Anda memiliki penyedia tunggal. Di sebelah kiri, anda lihat Rupert Murdoch, atau BBC. (Tawa) Dan di sebelah kanan, anda lihat publik yang tergantung yang dengan menyedihkannya, bersyukur akan segala sesuatu yang diberikan. (Tawa)
Nowadays, the user is actually involved. This is actually what's called, in the digital world, "user-generated content." Although it's called agriculture in the world of food. (Laughter) This is actually called a mash-up, where you take content that someone else has produced and you do something new with it. In the world of food we call it cooking. This is food 2.0, which is food you produce for the purpose of sharing it with other people. This is mobile food. British are very good at that. Fish and chips in newspaper, the Cornish Pasty, the pie, the sandwich. We invented the whole lot of them. We're not very good at food in general. Italians do great food, but it's not very portable, generally. (Laughter)
Jaman sekarang, pengguna sebenarnya terlibat. Ini adalah apa yang di dunia digital disebut, "user-generated content." (konten ciptaan pengguna) Meskipun disebut pertanian, di dunia makanan. (Tawa) Hal ini sebetulnya dinamakan campur-aduk, di mana anda mengambil bahan yang orang lain telah buat dan anda melakukan sesuatu yang baru menggunakan bahan itu. Di dunia makanan kita menamakannya memasak. Ini makanan 2.0, di mana makanan yang anda buat adalah untuk dibagi dengan orang-orang lain. Ini adalah makanan praktis. Orang Inggris sangat hebat membuatnya. Ikan dan keripik dalam kertas koran, pastel daging, pie, sandwich. Orang Inggris menciptakan banyak macam. Memang tidak begitu hebat tentang makanan secara umum. Orang Italia membuat makanan yang bagus, tapi tidak bisa dibawa sambil jalan, umumnya. (Tawa)
I only learned this the other day. The Earl of Sandwich didn't invent the sandwich. He actually invented the toasty. But then, the Earl of Toasty would be a ridiculous name. (Laughter)
Saya baru tahu ini baru-baru ini. Earl of Sandwich tidak menemukan sandwich. Dia sebenarnya menemukan toasty. Tapi kemudian, Earl of Toasty akan menjadi nama yang konyol. (Tawa)
Finally, we have contextual communication. Now, the reason I show you Pernod -- it's only one example. Every country has a contextual alcoholic drink. In France it's Pernod. It tastes great within the borders of that country, but absolute shite if you take it anywhere else. (Laughter) Unicum in Hungary, for example. The Greeks have actually managed to produce something called Retsina, which even tastes shite when you're in Greece. (Laughter)
Akhirnya, kita punya komunikasi yang tergantung konteks. Nah, alasan saya menunjukkan Pernod - itu hanyalah satu contoh. Setiap negara memiliki minuman beralkohol yang tergantung konteks. Di Prancis itu Pernod. Berasa sangat enak di dalam batas negara itu. Tapi benar-benar ampas jika anda membawanya ke tempat lain. (Tawa) Unicum di Hungaria, contohnya. Orang Yunani sebenarnya berhasil untuk membuat sesuatu yang bernama Retsina, yang terasa ampas bahkan jika anda berada di Yunani. (Tawa)
But so much communication now is contextual that the capacity for actually nudging people, for giving them better information -- B.J. Fogg, at the University of Stanford, makes the point that actually the mobile phone is -- He's invented the phrase, "persuasive technologies." He believes the mobile phone, by being location-specific, contextual, timely and immediate, is simply the greatest persuasive technology device ever invented.
Tapi sebegitu banyak komunikasi sekarang adalah kontekstual bahwa kemampuan untuk sebenarnya menyenggol orang, untuk memberikan informasi yang lebih baik -- B. J. Fogg, di Universitas Stanford, mengutarakan pendapat bahwa sebenarnya telepon genggam adalah -- Dia menciptakan frase, "teknologi persuasif." Dia percaya bahwa telepon genggam, yang mana spesifik berdasarkan lokasi, kontekstual, tepat waktu, dan langsung, adalah perangkat teknologi persuasif terhebat yang pernah diciptakan.
Now, if we have all these tools at our disposal, we simply have to ask the question, and Thaler and Sunstein have, of how we can use these more intelligently. I'll give you one example. If you had a large red button of this kind, on the wall of your home, and every time you pressed it, it saved 50 dollars for you, put 50 dollars into your pension, you would save a lot more. The reason is that the interface fundamentally determines the behavior. Okay?
Sekarang, jika kita memiliki semua alat-alat yang kita dapat pakai ini, kita sepatutnya bertanya, seperti yang dilakukan Thaler dan Sunstein, mengenai bagaimana kita dapat menggunakannya dengan lebih cerdas. Saya akan berikan anda sebuah contoh. Jika Anda memiliki tombol merah besar semacam ini, di dinding rumah anda, dan setiap kali anda menekannya, 50 dolar itu disimpan untuk anda, 50 dolar akan ditaruh di tabungan pensiun anda, anda akan menabung lebih banyak lagi. Alasannya adalah perantaranya secara fundamental menentukan perilakunya. Oke?
Now, marketing has done a very, very good job of creating opportunities for impulse buying. Yet we've never created the opportunity for impulse saving. If you did this, more people would save more. It's simply a question of changing the interface by which people make decisions, and the very nature of the decisions changes. Obviously, I don't want people to do this, because as an advertising man I tend to regard saving as just consumerism needlessly postponed. (Laughter) But if anybody did want to do that, that's the kind of thing we need to be thinking about, actually: fundamental opportunities to change human behavior.
Nah, marketing telah dengan sangat sangat baik menciptakan kesempatan untuk membeli secara impulsif. Namun kita tidak pernah menciptakan kesempatan untuk menabung impulsif. Jika anda melakukan ini, lebih banyak orang yang akan menabung lebih lagi. Jadi ini hanyalah sebuah masalah mengubah perantara yang digunakan oleh orang untuk membuat keputusan. Dan sifat dasar dari keputusannya akan berubah. Tentu saja, saya tidak ingin orang melakukan ini, karena sebagai pakar iklan saya cenderung menganggap tabungan hanya sebagai konsumerisme yang dengan sia-sia tertunda. (Tawa) Tetapi jika orang ingin melakukan itu, itu adalah hal-hal yang kita perlu pikirkan, sebenarnya: peluang mendasar untuk mengubah perilaku manusia.
Now, I've got an example here from Canada. There was a young intern at Ogilvy Canada called Hunter Somerville, who was working in improv in Toronto, and got a part-time job in advertising, and was given the job of advertising Shreddies. Now this is the most perfect case of creating intangible, added value, without changing the product in the slightest. Shreddies is a strange, square, whole-grain cereal, only available in New Zealand, Canada and Britain. It's Kraft's peculiar way of rewarding loyalty to the crown. (Laughter) In working out how you could re-launch Shreddies, he came up with this.
Nah, saya punya contoh di sini dari Kanada. Ada seorang magang di Ogilvy Kanada yang bernama Hunter Somerville, yang bekerja di Toronto, dan mendapat pekerjaan paruh waktu di periklanan, dan diberikan tugas untuk mengiklankan Shreddies. Nah ini adalah contoh paling sempurna mengenai bagaimana menciptakan nilai tambah yang tak berwujud, tanpa mengubah produk sama sekali. Shreddies adalah, sereal gandum, yang aneh dan berbentuk kotak, yang hanya tersedia di Selandia Baru, Kanada dan Inggris Raya. Ini cara Kraft yang unik untuk menghargai kesetiaan kepada kerajaan (Inggris). (Tawa) Untuk mengetahui bagaimana anda bisa meluncurkan kembali Shreddies, dia keluar dengan ide ini.
Video: (Buzzer) Man: Shreddies is supposed to be square. (Laughter)
Video: (Bel) Pria: Shreddies seharusnya persegi. (Tawa)
Woman: Have any of these diamond shapes gone out? (Laughter)
Wanita: Bagaimana bisa bentuk wajik ini keluar? (Tawa)
Voiceover: New Diamond Shreddies cereal. Same 100 percent whole-grain wheat in a delicious diamond shape. (Applause)
Voiceover: Sereal Shreddies wajik baru. 100 persen sereal gandum dalam bentuk wajik yang lezat. (Tepuk tangan)
Rory Sutherland: I'm not sure this isn't the most perfect example of intangible value creation. All it requires is photons, neurons, and a great idea to create this thing. I would say it's a work of genius. But, naturally, you can't do this kind of thing without a little bit of market research.
Rory Sutherland: Saya tidak yakin ini bukan contoh yang paling sempurna dari penciptaan nilai tak berwujud. Yang diperlukan hanyalah cahaya, otak, dan ide bagus untuk menciptakan hal ini. Saya akan mengatakan ini adalah sebuah karya jenius. Tapi, tentu saja, anda tidak dapat melakukan hal semacam ini tanpa sedikit riset pasar.
Man: So, Shreddies is actually producing a new product, which is something very exciting for them. So they are introducing new Diamond Shreddies. (Laughter) So I just want to get your first impressions when you see that, when you see the Diamond Shreddies box there. (Laughter)
Pria: Jadi, Shreddies sebenarnya menghasilkan produk baru, yang merupakan sesuatu yang sangat menarik. Jadi, mereka memperkenalkan Diamond Shreddies baru. (Tawa) Jadi saya hanya ingin mendapatkan kesan pertama anda ketika anda melihat ini, ketika anda melihat kotak Diamond Shreddies di sini. (Tawa)
Woman: Weren't they square?
Wanita: Bukankan mereka persegi?
Woman #2: I'm a little bit confused. Woman #3: They look like the squares to me.
Wanita #2: Saya sedikit bingung. Wanita #3: Keliatannya bagi saya seperti persegi.
Man: They -- Yeah, it's all in the appearance. But it's kind of like flipping a six or a nine. Like a six, if you flip it over it looks like a nine. But a six is very different from a nine.
Pria: Ya, itu semua cuma penampilannya saja. Tapi itu seperti membalik sembilan atau enam seperti sembilan. Jika anda membaliknya ini akan terlihat seperti sembilan. Tapi enam jelas berbeda dari sembilan.
Woman # 3: Or an "M" and a "W". Man: An "M" and a "W", exactly.
Wanita # 3: Atau "M" dan "W". Pria: "M" dan "W", tepat sekali.
Man #2: [unclear] You just looked like you turned it on its end. But when you see it like that it's more interesting looking.
Pria #2: [tidak jelas] Anda hanya tampak seperti memutarnya. Tapi jika anda melihatnya seperti itu itu akan terlihat lebih menarik.
Man: Just try both of them. Take a square one there, first. (Laughter) Man: Which one did you prefer? Man #2: The first one.
Pria: Cobalah keduanya. Coba yang persegi dulu. (Tawa) Pria: Yang mana kau anda lebih sukai? Pria #2: Yang pertama.
Man: The first one? (Laughter)
Pria: Yang pertama? (Tawa)
Rory Sutherland: Now, naturally, a debate raged. There were conservative elements in Canada, unsurprisingly, who actually resented this intrusion. So, eventually, the manufacturers actually arrived at a compromise, which was the combo pack. (Laughter) (Applause) (Laughter)
Rory Sutherland: Sekarang, seperti sewajarnya, terjadi debat yang ramai. Ternyata ada unsur-unsur konservatif di Kanada, walaupun tidak mengejutkan, yang sebenarnya membenci intrusi ini. Jadi, pada akhirnya, produsen sampai kepada kompromi, yakni paket combo. (Tawa) (Tepuk tangan) (Tawa)
If you think it's funny, bear in mind there is an organization called the American Institute of Wine Economics, which actually does extensive research into perception of things, and discovers that except for among perhaps five or ten percent of the most knowledgeable people, there is no correlation between quality and enjoyment in wine, except when you tell the people how expensive it is, in which case they tend to enjoy the more expensive stuff more. So drink your wine blind in the future.
Jika anda menganggap ini lucu, ingatlah bahwa ada sebuah organisasi yang disebut Institusi Ekonomi Anggur di Amerika, yang sebenarnya melakukan riset ekstensif mengenai persepsi hal-hal, dan menemukan bahwa dengan pengecualian mungkin lima atau sepuluh persen dari orang-orang yang paling berpengetahuan, tidak ada korelasi antara kualitas dan kenikmatan anggur, kecuali ketika anda memberi tahu mereka betapa mahalnya itu, di mana mereka akan cenderung untuk lebih menikmati yang lebih mahal. Jadi minum anggur anda sambil menutup mata di masa depan.
But this is both hysterically funny -- but I think an important philosophical point, which is, going forward, we need more of this kind of value. We need to spend more time appreciating what already exists, and less time agonizing over what else we can do.
Tapi ini lucu dan histerikal -- tapi saya pikir sebuah poin filosofi penting, yakni, ke depannya, kita membutuhkan nilai-nilai semacam ini. Kita harus menggunakan lebih banyak waktu untuk menghargai apa yang ada, dan lebih sedikit waktu untuk merasa menderita melihat apa lagi yang bisa kita lakukan.
Two quotations to more or less end with. One of them is, "Poetry is when you make new things familiar and familiar things new." Which isn't a bad definition of what our job is, to help people appreciate what is unfamiliar, but also to gain a greater appreciation, and place a far higher value on those things which are already existing. There is some evidence, by the way, that things like social networking help do that. Because they help people share news. They give badge value to everyday little trivial activities. So they actually reduce the need for actually spending great money on display, and increase the kind of third-party enjoyment you can get from the smallest, simplest things in life. Which is magic.
Dua kutipan untuk kurang lebih mengakhiri ini. Salah satunya adalah, "Puisi adalah ketika anda membuat hal-hal baru menjadi akrab dan hal-hal yang akrab menjadi baru." Yang merupakan definisi yang tidak jelek dari pekerjaan saya, untuk membantu orang menghargai apa yang asing bagi mereka, tapi juga untuk memperoleh apresiasi yang lebih besar, dan menaruh nilai yang jauh lebih tinggi pada hal-hal yang sudah ada. Omong-omong, ada beberapa bukti bahwa hal-hal seperti jaringan sosial membantu hal ini. Karena mereka membantu orang berbagi berita. Mereka memberikan nilai tempel untuk kegiatan sehari-hari yang sepele. Jadi mereka sebenarnya mengurangi kebutuhan untuk menghabiskan banyak uang untuk memamerkan barang, dan meningkatkan semacam kenikmatan dari pihak ketiga yang dapat diperoleh dari hal-hal kecil dan sederhana dalam hidup. Yang adalah ajaib.
The second one is the second G.K. Chesterton quote of this session, which is, "We are perishing for want of wonder, not for want of wonders," which I think for anybody involved in technology, is perfectly true. And a final thing: When you place a value on things like health, love, sex and other things, and learn to place a material value on what you've previously discounted for being merely intangible, a thing not seen, you realize you're much, much wealthier than you ever imagined. Thank you very much indeed. (Applause)
Yang kedua adalah kutipan kedua dari G.K. Chesterton pada sesi ini, yang adalah, "Kita binasa karena ingin bertanya-tanya, bukan karena keinginan akan keajaiban," yang saya rasa untuk mereka yang terlibat dalam teknologi, sangatlah benar. Dan hal terakhir: Ketika anda menempatkan nilai pada hal-hal seperti kesehatan, cinta, seks dan hal-hal lain, dan belajar untuk menempatkan nilai materi pada apa yang sebelumnya Anda tidak hitung karena tak berwujud, sesuatu yang tidak kelihatan, anda akan sadari bahwa anda sudah jauh lebih kaya daripada yang anda bayangkan. Terima kasih banyak. (Tepuk tangan)