I'd like to apologize, first of all, to all of you because I have no form of PowerPoint presentation. So what I'm going to do is, every now and again, I will make this gesture, and in a moment of PowerPoint democracy, you can imagine what you'd like to see.
Pertama-tama saya ingin meminta maaf karena tidak memiliki presentasi PowerPoint apapun. Jadi yang akan saya lakukan adalah membuat gerakan ini sekali-kali dan di jaman demokrasi PowerPoint ini, Anda bisa membayangkan apa yang ingin Anda lihat.
I do a radio show. The radio show is called "The Infinite Monkey Cage." It's about science, it's about rationalism. So therefore, we get a lot of complaints every single week -- complaints including one we get very often, which is to say the very title, "Infinite Monkey Cage," celebrates the idea of vivisection. We have made it quite clear to these people that an infinite monkey cage is roomy.
Saya pembawa acara radio. Judul acaranya, "Kandang Monyet Tak Terbatas." Acara ini tentang sains, tentang rasionalisasi. Sehingga kami mendapat banyak keluhan setiap minggunya -- salah satu keluhan yang sering kami dapat, adalah bahwa judul "Kandang Monyet Tak Terbatas," ini mengagungkan pembedahan makhluk hidup. Kita telah menjelaskan kepada orang-orang ini bahwa kandang monyet tak terbatas ini luas.
(Laughter)
(Tawa)
We also had someone else who said, "'The Infinite Monkey Cage' idea is ridiculous. An infinite number of monkeys could never write the works of Shakespeare. We know this because they did an experiment." Yes, they gave 12 monkeys a typewriter for a week, and after a week, they only used it as a bathroom.
Ada juga yang berkata, gagasan "Kandang Monyet Tak Terbatas" ini konyol. Berapapun jumlah monyet yang ada tidak akan pernah menulis karya Shakespeare. Kami tahu ini karena mereka telah melakukan percobaan." Mereka memberikan mesin ketik kepada 12 monyet selama seminggu, setelah seminggu, monyet itu hanya menggunakannya sebagai toilet.
(Laughter)
(Tawa)
So the main element though, the main complaint we get -- and one that I find most worrying -- is that people say, "Oh, why do you insist on ruining the magic? You bring in science, and it ruins the magic." Now I'm an arts graduate; I love myth and magic and existentialism and self-loathing. That's what I do. But I also don't understand how it does ruin the magic. All of the magic, I think, that may well be taken away by science is then replaced by something as wonderful.
Jadi unsur utamanya, keluhan utama yang kami dapatkan -- dan hal yang saya rasa paling mengkhawatirkan -- adalah orang-orang bertanya, "Mengapa kau bersikeras menghancurkan keajaiban? Kau membawa ilmu pengetahuan dan itu menghancurkan keajaiban." Saya seorang lulusan sekolah seni; saya menyukai mitos dan keajaiban dan eksitensialime dan kebencian akan diri sendiri. Itu pekerjaan saya. Namun saya juga tidak paham bagaimana hal itu dapat menghancurkan keajaiban. Saya pikir semua keajaiban yang mungkin diambil alih oleh ilmu pengetahuan telah digantikan oleh sesuatu yang sama menakjubkannya.
Astrology, for instance: like many rationalists, I'm a Pisces. (Laughter) Now astrology -- we remove the banal idea that your life could be predicted; that you'll, perhaps today, meet a lucky man who's wearing a hat. That is gone. But if we want to look at the sky and see predictions, we still can. We can see predictions of galaxies forming, of galaxies colliding into each other, of new solar systems. This is a wonderful thing. If the Sun could one day -- and indeed the Earth, in fact -- if the Earth could read its own astrological, astronomical chart, one day it would say, "Not a good day for making plans. You'll been engulfed by a red giant."
Sebagai contoh, astrologi, seperti banyak rasionalis, saya seorang Pisces. (Tawa) Astrologi -- hapuslah ide dangkal bahwa hidup Anda dapat diramalkan; bahwa mungkin hari ini Anda bertemu pria yang beruntung yang memakai topi. Semua itu telah hilang. Namun jika kita ingin melihat langit dan membuat ramalan, kita masih bisa. Kita masih dapat meramal pembentukan galaksi, dari tabrakan antargalaksi, atau sistem tatasurya baru. Ini adalah hal yang menakjubkan. Jika suatu hari, matahari -- dan juga Bumi, sebenarnya -- jika Bumi dapat membaca bagan astrologi atau astronominya sendiri maka suatu hari bagan itu akan mengatakan, "Bukan hari baik untuk membuat rencana. Anda akan ditelan oleh raksasa merah."
And that to me as well, that if you think I'm worried about losing worlds, well Many Worlds theory -- one of the most beautiful, fascinating, sometimes terrifying ideas from the quantum interpretation -- is a wonderful thing. That every person here, every decision that you've made today, every decision you've made in your life, you've not really made that decision, but in fact, every single permutation of those decisions is made, each one going off into a new universe. That is a wonderful idea. If you ever think that your life is rubbish, always remember there's another you that's made much worse decisions than that. (Laughter) If you ever think, "Ah, I want to end it all," don't end it all. Remember that in the majority of universes, you don't even exist in the first place. This to me, in its own strange way, is very, very comforting.
Dan bagi saya juga jika Anda berpikir saya takut akan kehilangan dunia ini, dan teori tentang banyak dunia -- salah satu gagasan yang paling indah, luar biasa, dan terkadang menakutkan dari penafsiran kuantum -- adalah hal yang menakjubkan. Bahwa semua orang di sini, semua keputusan yang Anda buat hari ini, semua keputusan yang Anda buat dalam hidup Anda, sebenarnya bukan Anda yang membuat keputusan itu, namun sebenarnya, setiap permutasi dari keputusan itu semuanya melambung menjadi semesta baru. Itu adalah gagasan luar biasa. Jika Anda berpikir bahwa hidup Anda tidak berguna, ingatlah, ada diri Anda yang lain yang membuat keputusan jauh lebih buruk dari itu. (Tawa) Jika Anda berpikir, "Ah, saya ingin mengakhiri semuanya," jangan diakhiri. Ingatlah bahwa di kebanyakan alam semesta, Anda bahkan tidak ada. Bagi saya, hal ini dengan caranya yang aneh, sangatlah menghibur.
Now reincarnation, that's another thing gone -- the afterlife. But it's not gone. Science actually says we will live forever. Well, there is one proviso. We won't actually live forever. You won't live forever. Your consciousness, the you-ness of you, the me-ness of me -- that gets this one go. But every single thing that makes us, every atom in us, has already created a myriad of different things and will go on to create a myriad of new things. We have been mountains and apples and pulsars and other people's knees. Who knows, maybe one of your atoms was once Napoleon's knee. That is a good thing. Unlike the occupants of the universe, the universe itself is not wasteful. We are all totally recyclable. And when we die, we don't even have to be placed in different refuse sacs. This is a wonderful thing.
Lalu reinkarnasi, ada hal lain yang lenyap -- dunia akhirat. Sebenarnya itu tidak lenyap. Ilmu pengetahuan mengatakan kita akan hidup selamanya. Begini, ada satu ketentuan. Kita tidak akan hidup selamanya. Anda tidak akan hidup selamanya. Kesadaran Anda, Anda di dalam diri Anda, saya di dalam diri saya -- semua akan lenyap. Namun setiap hal yang membuat tubuh kita, setiap atom di dalam diri kita, telah menciptakan banyak sekali benda berbeda dan akan terus membuat banyak benda baru lainnya. Kita pernah menjadi gunung, apel, pulsar, dan lutut orang lain. Siapa tahu, mungkin salah satu atom dalam tubuh Anda pernah ada di lutut Napoleon. Itu hal yang bagus. Tidak seperti makhluk yang menghuninya, alam semesta tidak boros. Kita dapat didaur ulang seutuhnya. Saat kita meninggal kita bahkan tidak perlu ditempatkan di tempat sampah yang berbeda-beda. Ini adalah hal yang luar biasa.
Understanding, to me, does not remove the wonder and the joy. For instance, my wife could turn to me and she may say, "Why do you love me?" And I can with all honesty look her in the eye and say, "Because our pheromones matched our olfactory receptors." (Laughter) Though I'll probably also say something about her hair and personality as well. And that is a wonderful thing there. Love does not die because of that thing.
Menurut saya, pemahaman tidak menghilangkan keajaiban dan kesenangan. Contohnya, istri saya dapat menoleh dan berkata kepada saya, "Mengapa kau mencintaiku?" Dan dengan segala kejujuran, saya dapat melihat matanya dan berkata, "Karena feromon kita cocok dengan reseptor olfaktori kita." (Tawa) Walaupun mungkin saya juga berkata tentang rambut dan kepribadiannya. Dan itu adalah hal yang luar biasa. Cinta tidak mati karena hal itu.
Pain doesn't go away either. This is a terrible thing, even though I understand pain. If someone punches me -- and because of my personality, this is recently a regular occurrence -- I understand where the pain comes from. It is basically momentum to energy where the four-vector is constant -- that's what it is. But at no point can I react and go, "Ha! Is that the best momentum-to-energy fourth vector constant you've got?" No, I just spit out a tooth.
Rasa sakit juga tidak pergi. Ini hal yang buruk, walaupun saya mengerti tentang rasa sakit. Jika seseorang memukul saya -- dan karena kepribadian saya hal ini cukup sering terjadi -- saya tahu dari mana asal rasa sakit itu. Itu pada dasarnya perubahan momentum menjadi energi di mana keempat vektornya tetap -- itu dia sebenarnya. Namun saya tidak dapat mengatakan, "Ha! Itukah keempat tetapan vektor momentum dan energi terbaik yang Anda punya?" Tidak, saya hanya akan meludah gigi.
(Laughter)
(Tawa)
And that is all of these different things -- the love for my child. I have a son. His name is Archie. I'm very lucky, because he's better than all the other children. Now I know you don't think that. You may well have your own children and think, "Oh no, my child's best." That's the wonderful thing about evolution -- the predilection to believe that our child is best. Now in many ways, that's just a survival thing. The fact we see here is the vehicle for our genes, and therefore we love it. But we don't notice that bit; we just unconditionally love. That is a wonderful thing. Though I should say that my son is best and is better than your children. I've done some tests.
Dan itu adalah hal yang sangat berbeda -- cinta pada anak saya. Saya memiliki seorang putra. Namanya Archie. Saya sangat beruntung, karena dia lebih baik daripada anak-anak yang lain. Saya tahu Anda tidak sependapat. Mungkin Anda juga memiliki anak dan berpikir, "Tidak, anak sayalah yang terbaik." Itulah hal yang luar biasa mengenai evolusi -- kegemaran untuk meyakini bahwa anak kitalah yang terbaik. Dalam banyak hal, itu hanya alat kelangsungan hidup. Kenyataan yang kita lihat adalah kendaraan gen kita sehingga kita mencintainya. Namun kita tidak menyadarinya; kita hanya mencintai tanpa syarat. Itu hal yang luar biasa. Walaupun saya mengatakan putra sayalah yang terbaik dan lebih baik daripada anak Anda. Saya telah melakukan beberapa percobaan.
And all of these things to me give such joy and excitement and wonder. Even quantum mechanics can give you an excuse for bad housework, for instance. Perhaps you've been at home for a week on your own. You house is in a terrible state. Your partner is about to return. You think, what should I do? Do nothing. All you have to do is, when she walks in, using a quantum interpretation, say, "I'm so sorry. I stopped observing the house for a moment, and when I started observing again, everything had happened." (Laughter) That's the strong anthropic principle of vacuuming.
Dan bagi saya, semua hal ini memberikan kegembiraan, kesenangan, dan kekaguman. Bahkan mekanika kuantum dapat memberikan alasan bagi pekerjaan rumah tangga yang buruk. Mungkin Anda berada di rumah sendirian selama 1 minggu. Kondisi rumah Anda sangat buruk. Pasangan Anda akan segera kembali. Anda berpikir, apa yang harus saya lakukan? Tidak usah melakukan apa-apa. Yang harus Anda lakukan, adalah, saat dia masuk, dengan interpretasi kuantum mengatakan, "Maaf, saya berhenti mengamati rumah ini sesaat, dan saat saya mulai mengamatinya lagi, semuanya telah terjadi." (Tawa) Itulah prinsip antropik yang kuat dari kekosongan.
For me, it's a very, very important thing. Even on my journey up here -- the joy that I have on my journey up here every single time. If you actually think, you remove the myth and there is still something wonderful. I'm sitting on a train. Every time I breathe in, I'm breathing in a million-billion-billion atoms of oxygen. I'm sitting on a chair. Even though I know the chair is made of atoms and therefore actually in many ways empty space, I find it comfortable. I look out the window, and I realize that every single time we stop and I look out that window, framed in that window, wherever we are, I am observing more life than there is in the rest of the known universe beyond the planet Earth. If you go to the safari parks on Saturn or Jupiter, you will be disappointed. And I realize I'm observing this with the brain, the human brain, the most complex thing in the known universe. That, to me, is an incredible thing. And do you know what, that might be enough.
Bagi saya, hal ini sangat penting. Bahkan dalam perjalanan kemari -- kenikmatan yang saya dapatkan dalam perjalanan ini setiap kali. Jika Anda berpikir, Anda menghilangkan mitos dan hal itu masih luar biasa. Saya duduk di dalam kereta api. Setiap kali saya menarik nafas, saya menghirup sejuta-milyar-milyar atom oksigen. Saya duduk di kursi. Walaupun saya tahu kursi ini terbuat dari atom sehingga sebenarnya ada banyak celah kosong, saya merasa nyaman. Saya melihat keluar jendela dan menyadari bahwa setiap kali kita berhenti dan melihat keluar jendela, di sana terpampang di manapun kita berada, bahwa saya mengamati lebih banyak kehidupan daripada kehidupan yang ada di alam semesta di luar planet Bumi. Jika Anda pergi ke taman safari di Saturnus atau Jupiter, Anda akan kecewa. Dan saya menyadari bahwa saya mengamatinya dengan menggunakan otak manusia, hal paling kompleks yang ada di alam semesta. Bagi saya, itu adalah hal yang luar biasa. Dan Anda tahu, itu mungkin sudah cukup.
Steven Weinberg, the Nobel laureate, once said, "The more the universe seems comprehensible, the more it seems pointless." Now for some people, that seems to lead to an idea of nihilism. But for me, it doesn't. That is a wonderful thing. I'm glad the universe is pointless. It means if I get to the end of my life, the universe can't turn to me and go, "What have you been doing, you idiot? That's not the point." I can make my own purpose. You can make your own purpose. We have the individual power to go, "This is what I want to do." And in a pointless universe, that, to me, is a wonderful thing. I have chosen to make silly jokes about quantum mechanics and the Copenhagen interpretation. You, I imagine, can do much better things with your time.
Steven Weinberg, pemenang hadiah Nobel pernah berkata, "Semakin kita tampak memahami alam semesta, semakin alam semesta itu tampak tak berarti." Bagi beberapa orang hal itu seperti mengantar gagasan nihilisme. Namun bagi saya, itu hal yang luar biasa. Saya senang alam semesta ini tidak berarti. Itu artinya saat saya sampai pada akhir hidup saya, alam semesta tidak dapat menoleh dan berkata, "Apa yang telah kau lakukan, bodoh? Itu tidak penting." Saya dapat membuat tujuan saya sendiri. Anda dapat membuat tujuan Anda sendiri. Kita memiliki kekuatan sendiri untuk mengatakan, "Inilah yang ingin saya lakukan." Dan dalam alam semesta yang tidak berarti, ini adalah hal yang luar biasa. Saya telah memilih untuk membuat beberapa kekonyolan tentang mekanika kuantum dan penafsiran Kopenhagen. Saya pikir Anda dapat melakukannya dengan lebih baik.
Thank you very much. Goodbye.
Terima kasih banyak. Sampai jumpa.
(Applause)
(Tepuk tangan)