That splendid music, the coming-in music, "The Elephant March" from "Aida," is the music I've chosen for my funeral.
Musik penyambutan yang megah-- "The Elephant March" dari Aida -- saya pilih untuk mengiringi penguburan saya--
(Laughter)
(Tawa)
And you can see why. It's triumphal. I won't feel anything, but if I could, I would feel triumphal at having lived at all, and at having lived on this splendid planet, and having been given the opportunity to understand something about why I was here in the first place, before not being here.
--dan Anda akan paham kenapa. Penuh kemenangan. Saya akan -- saya tak bisa merasakan apapun, tapi jika bisa, saya akan merasa penuh kemenangan bahkan hanya untuk hidup, terlebih karena bisa hidup di planet yang indah ini, dan diberikan kesempatan untuk memahami penjelasan mengapa saya hadir di sini, dan bukannya tidak di sini.
Can you understand my quaint English accent?
Bisa Anda pahami aksen Inggris saya yang aneh?
(Laughter)
Like everybody else, I was entranced yesterday by the animal session. Robert Full and Frans Lanting and others; the beauty of the things that they showed. The only slight jarring note was when Jeffrey Katzenberg said of the mustang, "the most splendid creatures that God put on this earth." Now of course, we know that he didn't really mean that, but in this country at the moment, you can't be too careful.
Seperti orang lain, kemarin saya terpesona oleh sesi binatang. Robert Full dan Frans Lanting dan lainnya-- keindahan-keindahan yang mereka pertunjukkan. Satu hal yang mengganggu ketika Jeffrey Katzenberg berkata bahwa mustang, adalah "mahluk paling indah yang ditaruh Tuhan di bumi ini." Tentu saja, kita tahu bahwa dia tidak memaksudkannya secara harafiah, tapi di negara ini sekarang, Anda tidak bisa terlalu berhati-hati.
(Laughter)
(Tawa)
I'm a biologist, and the central theorem of our subject: the theory of design, Darwin's theory of evolution by natural selection. In professional circles everywhere, it's of course universally accepted. In non-professional circles outside America, it's largely ignored. But in non-professional circles within America, it arouses so much hostility --
Saya seorang ahli biologi, dan fokus topik pembicaraan kita: teori desain, Teori evolusi Darwin melalui seleksi alam. Di lingkungan profesional di mana pun, teori itu tentu diterima secara meluas. Di lingkungan non-profesional di luar Amerika, teori itu diabaikan. Tapi di lingkungan non-profesional di Amerika, teori ini memancing permusuhan--
(Laughter)
(Tawa)
it's fair to say that American biologists are in a state of war. The war is so worrying at present, with court cases coming up in one state after another, that I felt I had to say something about it.
-- bisa dikatakan ahli biologi Amerika dalam keadaan perang. Perang ini begitu mengkhawatirkan saat ini, dengan berbagai kasus hukum di banyak negara bagian, sehingga saya merasa harus bersikap mengenai hal ini.
If you want to know what I have to say about Darwinism itself, I'm afraid you're going to have to look at my books, which you won't find in the bookstore outside.
Jika Anda ingin tahu pendapat saya mengenai Darwinisme itu sendiri, sebaiknya Anda baca buku-buku yang saya tulis, yang tidak bisa didapatkan dari toko buku di sekitar sini.
(Laughter)
(Tawa)
Contemporary court cases often concern an allegedly new version of creationism, called "Intelligent Design," or ID. Don't be fooled. There's nothing new about ID. It's just creationism under another name, rechristened -- I choose the word advisedly --
Kasus terbaru di pengadilan sering berkaitan dengan versi baru kreasionisme, yaitu desain cerdas (<i>intelligent design</i>) atau ID. Jangan tertipu. Tak ada yang baru dalam ID. Itu hanyalah kreasionisme dengan nama lain. Ganti nama baptis -- kata ini sengaja saya pilih --
(Laughter)
(Tawa)
for tactical, political reasons.
-- untuk alasan taktis dan politis.
The arguments of so-called ID theorists are the same old arguments that had been refuted again and again, since Darwin down to the present day. There is an effective evolution lobby coordinating the fight on behalf of science, and I try to do all I can to help them, but they get quite upset when people like me dare to mention that we happen to be atheists as well as evolutionists. They see us as rocking the boat, and you can understand why. Creationists, lacking any coherent scientific argument for their case, fall back on the popular phobia against atheism: Teach your children evolution in biology class, and they'll soon move on to drugs, grand larceny and sexual "pre-version."
Argumen dari -- yang katanya -- teoritisi ID adalah argumen lawas yang sama dan telah terus-menerus dibantah, sejak zaman Darwin sampai hari ini. Ada kelompok lobi evolusi yang efektif mengoordinasi perlawanan atas nama sains, dan saya berusaha membantu mereka semampunya, tapi mereka merasa terusik jika orang seperti saya berani mengatakan bahwa kami adalah juga ateis selain evolusionis. Mereka melihat kami sebagai pembuat onar, dan Anda bisa paham kenapa. Kreasionis, tak punya argumen ilmiah yang masuk akal kembali memanfaatkan fobia masyarakat terhadap ateisme. Ajarkan evolusi kepada anak-anak di kelas biologi, dan mereka akan segera mendekati narkoba, penjarahan, dan kelainan seksual.
(Laughter)
(Tawa)
In fact, of course, educated theologians from the Pope down are firm in their support of evolution. This book, "Finding Darwin's God," by Kenneth Miller, is one of the most effective attacks on Intelligent Design that I know and it's all the more effective because it's written by a devout Christian. People like Kenneth Miller could be called a "godsend" to the evolution lobby,
Nyatanya, tentu, ahli teologi terdidik mulai dari Paus tegas mendukung teori evolusi. Buku "Menemukan Tuhan-nya Darwin," karya Kenneth Miller, adalah salah satu serangan paling efektif terhadap teori desain cerdas yang saya tahu, dan lebih efektif lagi karena ditulis oleh seorang Kristen yang taat.
(Laughter)
Orang seperti Kenneth Miller bisa dibilang 'utusan Tuhan' bagi kelompok lobi evolusi --
because they expose the lie that evolutionism is, as a matter of fact, tantamount to atheism. People like me, on the other hand, rock the boat.
(Tawa) -- karena mereka mengungkap kebohongan bahwa evolusi, sebenarnya, sama saja dengan ateisme. Orang seperti saya, sementara itu, dianggap membuat keonaran.
But here, I want to say something nice about creationists. It's not a thing I often do, so listen carefully.
Tapi di sini, saya ingin menyampaikan pujian terhadap kreasionis. Jarang saya lakukan, oleh karenanya dengarkan baik-baik.
(Laughter)
(Tawa)
I think they're right about one thing. I think they're right that evolution is fundamentally hostile to religion.
Saya pikir mereka benar mengenai satu hal. Saya pikir mereka benar bahwa evolusi secara mendasar berbahaya bagi agama.
I've already said that many individual evolutionists, like the Pope, are also religious, but I think they're deluding themselves. I believe a true understanding of Darwinism is deeply corrosive to religious faith. Now, it may sound as though I'm about to preach atheism, and I want to reassure you that that's not what I'm going to do. In an audience as sophisticated as this one, that would be preaching to the choir.
Telah saya katakan bawa banyak evolusionis perseorangan, seperti Paus, juga religius, tapi saya pikir mereka membohongi diri sendiri. Saya percaya bahwa pemahaman sejati tentang Darwinisme akan mengikis keimanan beragama dengan sangat kuat. Nah, mungkin akan terdengar seolah saya akan berceramah tentang ateisme, dan saya tegaskan bahwa bukan itu yang akan saya lakukan. Terhadap audiens yang cerdas seperti Anda semua itu sama saja dengan mengkhotbahi pengikut setia.
No, what I want to urge upon you --
Bukan, apa yang ingin saya paksakan pada Anda Anda --
(Laughter)
(Tawa)
Instead, what I want to urge upon you is militant atheism.
-- yang ingin saya paksakan pada Anda adalah ateisme militan.
(Laughter)
(Tawa)
(Applause)
(Tepuk tangan)
But that's putting it too negatively. If I was a person who were interested in preserving religious faith, I would be very afraid of the positive power of evolutionary science, and indeed science generally, but evolution in particular, to inspire and enthrall, precisely because it is atheistic.
Tapi rasanya itu terlalu negatif. Jika saya ingin--jika saya adalah orang yang ingin memelihara keimanan, saya akan sangat takut pada kekuatan positif sains evolusi, dan sains secara umum, tetapi khususnya evolusi, yang bisa mengilhami dan memikat, justru karena sifatnya yang ateistik.
Now, the difficult problem for any theory of biological design is to explain the massive statistical improbability of living things. Statistical improbability in the direction of good design -- "complexity" is another word for this. The standard creationist argument -- there is only one; they're all reduced to this one -- takes off from a statistical improbability. Living creatures are too complex to have come about by chance; therefore, they must have had a designer. This argument of course, shoots itself in the foot. Any designer capable of designing something really complex has to be even more complex himself, and that's before we even start on the other things he's expected to do, like forgive sins, bless marriages, listen to prayers -- favor our side in a war --
Nah, kesulitan yang dihadapi semua teori desain biologis adalah menjelaskan bagaimana menghidupkan benda mati, yang mustahil secara statistik. Kemustahilan statistik menuju desain yang baik -- -- dengan kata lain kompleksitas. Argumen kreasionis baku -- hanya ada satu, dan semuanya mengerucut di sini -- berangkat dari kemustahilan secara statistik. Mahluk hidup terlalu rumit untuk muncul secara kebetulan; oleh karenanya mereka pasti memiliki perancang. Argumen ini adalah senjata makan tuan. Semua perancang yang mampu merancang sesuatu yang begitu rumit dengan sendirinya harus lebih rumit lagi, dan itupun belum mempertimbangkan hal-hal yang bisa dia lakukan, seperti memaafkan dosa, memberkati pernikahan, mendengarkan doa -- -- mendukung pihak kita dalam perang --
(Laughter)
(Tawa)
disapprove of our sex lives, and so on.
-- tidak menyetujui kehidupan seks kita, dan seterusnya.
(Laughter)
(Tawa)
Complexity is the problem that any theory of biology has to solve, and you can't solve it by postulating an agent that is even more complex, thereby simply compounding the problem. Darwinian natural selection is so stunningly elegant because it solves the problem of explaining complexity in terms of nothing but simplicity. Essentially, it does it by providing a smooth ramp of gradual, step-by-step increment. But here, I only want to make the point that the elegance of Darwinism is corrosive to religion, precisely because it is so elegant, so parsimonious, so powerful, so economically powerful. It has the sinewy economy of a beautiful suspension bridge.
Kompleksitas adalah masalah yang harus diselesaikan oleh semua teori biologi, tapi Anda tidak bisa menyelesaikannya dengan mengajukan sebuah agen yang lebih kompleks, yang artinya melipatgandakan persoalannya. Seleksi alam Darwinian begitu anggun dan memukau karena memberi solusi bagaimana menjelaskan kompleksitas bukan dengan cara lain, melainkan dengan kesederhanaan. Intinya, teori tersebut menyajikan sebuah lereng landai untuk peningkatan bertahap setapak demi setapak. Tapi, yang ingin saya sampaikan bahwa keanggunan Darwinisme dapat mengikis agama terutama karena teori itu begitu anggun, hemat, kuat, begitu ekonomis. Teori itu memiliki kekuatan ekonomis layaknya jembatan gantung yang indah.
The God theory is not just a bad theory. It turns out to be -- in principle -- incapable of doing the job required of it.
Teori Tuhan bukan hanya sebuah teori yang jelek. Nyatanya, pada dasarnya, teori Tuhan tidak mampu menjalankan tugas semestinya.
So, returning to tactics and the evolution lobby, I want to argue that rocking the boat may be just the right thing to do. My approach to attacking creationism is -- unlike the evolution lobby -- my approach to attacking creationism is to attack religion as a whole. And at this point I need to acknowledge the remarkable taboo against speaking ill of religion, and I'm going to do so in the words of the late Douglas Adams, a dear friend who, if he never came to TED, certainly should have been invited.
Jadi, kembali ke taktik dan kelompok lobi evolusi, saya ingin menyatakan bahwa membuat keonaran mungkin adalah hal yang tepat. Cara saya menyerang kreasionisme tidak seperti kelompok lobi evolusi. Cara saya menyerang kreasionisme adalah menyerang agama secara keseluruhan, dan sampai di sini saya perlu melanggar larangan ketat membicarakan keburukan agama, dan akan saya sampaikan dalam kata-kata almarhum Douglas Adams, seorang sahabat, jika belum pernah datang ke TED, sepatutnyalah pernah diundang.
(Richard Saul Wurman: He was.)
(Richard Saul Wurman: Dia pernah diundang.)
Richard Dawkins: He was. Good. I thought he must have been.
Richard Dawkins: Dia datang. Bagus. Saya kira begitulah seharusnya.
He begins this speech, which was tape recorded in Cambridge shortly before he died -- he begins by explaining how science works through the testing of hypotheses that are framed to be vulnerable to disproof, and then he goes on.
Ia membacakan pidato yang direkam di Cambridge ini tak lama sebelum meninggal. Ia mulai dengan menjelaskan bagaimana sains bekerja melalui pengujian hipotesis yang dibentuk agar rentan terhadap bantahan, lalu ia melanjutkan.
I quote, "Religion doesn't seem to work like that. It has certain ideas at the heart of it, which we call 'sacred' or 'holy.' What it means is: here is an idea or a notion that you're not allowed to say anything bad about. You're just not. Why not? Because you're not."
Saya kutipkan, "Agama tidak bekerja seperti itu. Agama memiliki gagasan tertentu di jantungnya, yang kita sebut keramat atau suci. Maksudnya, ini adalah gagasan yang tidak boleh Anda jelek-jelekkan. Anda sama sekali tidak boleh. Kenapa tidak? Karena tidak boleh.
(Laughter)
(Tawa)
"Why should it be that it's perfectly legitimate to support the Republicans or Democrats, this model of economics versus that, Macintosh instead of Windows, but to have an opinion about how the universe began, about who created the universe -- no, that's holy. So, we're used to not challenging religious ideas, and it's very interesting how much of a furor Richard creates when he does it." --
Mengapa sah-sah saja mendukung Partai Republik atau Demokrat, model ekonomi ini melawan model itu, Macintosh bukannya Windows, tapi ketika berpendapat mengenai bagaimana alam semesta dimulai, mengenai siapa menciptakan alam semesta -- tidak boleh, itu suci. Jadi, kita terbiasa untuk tidak menantang gagasan keagamaan dan sangat menarik melihat kehebohan yang dibuat Richard ketika ia melakukannya." Richard di sini maksudnya saya, bukan yang itu.
He meant me, not that one.
"Everybody gets absolutely frantic about it, because you're not allowed to say these things. Yet when you look at it rationally, there's no reason why those ideas shouldn't be as open to debate as any other, except that we've agreed somehow between us that they shouldn't be."
"Setiap orang kalap mendengarnya, karena Anda dilarang mengatakan itu, tapi, kalau Anda telaah secara rasional tidak ada alasan mengapa gagasan tersebut tidak sepantasnya diperdebatkan seperti hal lain, kecuali bahwa di antara kita bersepakat, entah bagaimana, tidak akan memperdebatkannya," dan itulah akhir kutipan dari Douglas.
And that's the end of the quote from Douglas.
In my view, not only is science corrosive to religion; religion is corrosive to science. It teaches people to be satisfied with trivial, supernatural non-explanations, and blinds them to the wonderful, real explanations that we have within our grasp. It teaches them to accept authority, revelation and faith, instead of always insisting on evidence.
Dalam pandangan saya, bukan hanya sains mengikis iman keagamaan dengan kuat, agama juga mengikis sains. Agama mengajarkan orang untuk puas dengan bualan remeh supranatural dan membuat orang buta akan penjelasan sebenarnya yang bisa kita pahami. Agama mengajarkan mereka untuk menerima otoritas, wahyu dan iman bukannya selalu menuntut bukti.
There's Douglas Adams, magnificent picture from his book, "Last Chance to See." Now, there's a typical scientific journal, The Quarterly Review of Biology. And I'm going to put together, as guest editor, a special issue on the question, "Did an asteroid kill the dinosaurs?" And the first paper is a standard scientific paper, presenting evidence, "Iridium layer at the K-T boundary, and potassium argon dated crater in Yucatan, indicate that an asteroid killed the dinosaurs." Perfectly ordinary scientific paper. Now, the next one. "The President of the Royal Society has been vouchsafed a strong inner conviction that an asteroid killed the dinosaurs."
Ini adalah Douglas Adams, gambar indah dari bukunya, "Kesempatan Terakhir untuk Melihat." Sekarang, ini contoh jurnal sains umumnya, Ulasan Biologi Triwulan . Dan akan saya kumpulkan, sebagai penyunting tamu, edisi khusus seputar pertanyaan "Apakah asteroid memunahkan dinosaurus?" Dan makalah pertama, sebuah makalah ilmiah standar menyajikan bukti, "Lapisan Iridium pada Batas K-T, Pentarikhan Kalium-Argon Kawah di Yucatan, Menunjukkan Bahwa sebuah Asteroid Memunahkan Dinosaurus." Makalah ilmiah yang sangat lazim. Nah, selanjutnya, "Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Inggris Bersedia Mengungkapkan Keyakinan Batin"-- (Tawa) -- "...Bahwa sebuah Asteroid Memunahkan Dinosaurus." (Tawa)
(Laughter)
"It has been privately revealed to Professor Huxtane
"Secara Pribadi Diungkapkan kepada Professor Huxtane
that an asteroid killed the dinosaurs."
Bahwa sebuah Asteroid Memunahkah Dinosaurus."
(Laughter)
(Tawa)
"Professor Hordley was brought up to have total and unquestioning faith" --
"Professor Hordley Diyakinkan sehingga Memiliki Keyakinan Tak Terbantah"--
(Laughter) --
(Tawa)
"that an asteroid killed the dinosaurs." "Professor Hawkins has promulgated an official dogma binding on all loyal Hawkinsians that an asteroid killed the dinosaurs."
"...Bahwa sebuah Asteroid Memunahkan Dinosaurus." "Professor Hawkins Mengumumkan sebuah Dogma Resmi Mengikat Semua Pengikut Setia Hawkins bahwa sebuah Asteroid Memunahkan Dinosaurus."
(Laughter)
(Tawa)
That's inconceivable, of course.
Tak masuk akal, tentunya.
But suppose --
Tapi misalnya--
[Supporters of the Asteroid Theory cannot be patriotic citizens]
(Tepuk tangan)
(Laughter)
(Applause)
In 1987, a reporter asked George Bush, Sr. whether he recognized the equal citizenship and patriotism of Americans who are atheists. Mr. Bush's reply has become infamous. "No, I don't know that atheists should be considered citizens, nor should they be considered patriots. This is one nation under God."
--pada 1987, seorang wartawan menanyai George Bush, Sr. apakah ia mengakui kesetaraan kewarganegaraan dan patriotisme warga Amerika yang ateis. Jawaban Bush menjadi terkenal. "Tidak, saya tidak yakin bahwa ateis perlu dianggap warga negara, tidak pula perlu dianggap patriot. Amerika adalah satu bangsa di bawah Tuhan."
Bush's bigotry was not an isolated mistake, blurted out in the heat of the moment and later retracted. He stood by it in the face of repeated calls for clarification or withdrawal. He really meant it. More to the point, he knew it posed no threat to his election -- quite the contrary. Democrats as well as Republicans parade their religiousness if they want to get elected. Both parties invoke "one nation under God." What would Thomas Jefferson have said?
Penolakan keras Bush bukanlah sebuah kesalahan terpisah, berkata tanpa berpikir ketika gusar, dan kemudian ditarik kembali. Dia bersikukuh sekalipun terus dimintai klarifikasi atau menarik kembali ucapannya. Dia bersungguh-sungguh. Lebih dari itu, dia yakin bahwa hal itu tidak akan mencederai hasil pemilu, padahal sebaliknya. Anggota Partai Demokrat atau Republik memamerkan ketaatan pada agamanya jika mereka ingin dipilih. Kedua partai menyerukan satu bangsa di bawah Tuhan. Apa kata Thomas Jefferson?
[In every country and in every age, the priest has been hostile to liberty]
Biasanya saya tidak terlalu bangga jadi orang Inggris,
Incidentally, I'm not usually very proud of being British, but you can't help making the comparison.
tapi saya terpaksa membuat perbandingan.
(Applause)
(Tepuk tangan)
In practice, what is an atheist? An atheist is just somebody who feels about Yahweh the way any decent Christian feels about Thor or Baal or the golden calf. As has been said before, we are all atheists about most of the gods that humanity has ever believed in. Some of us just go one god further.
Dalam praktiknya, apakah ateis itu? Seorang ateis adalah orang biasa yang memandang Yahweh seperti layaknya orang Kristen memandang Thor, Baal, atau sapi emas. Seperti saya katakan sebelumnya, kita semua ateis terhadap sebagian besar tuhan yang pernah diyakini oleh manusia. Beberapa dari kita hanya meninggalkan satu tuhan lagi.
(Laughter)
(Tawa)
(Applause)
(Tepuk tangan)
And however we define atheism, it's surely the kind of academic belief that a person is entitled to hold without being vilified as an unpatriotic, unelectable non-citizen. Nevertheless, it's an undeniable fact that to own up to being an atheist is tantamount to introducing yourself as Mr. Hitler or Miss Beelzebub. And that all stems from the perception of atheists as some kind of weird, way-out minority.
Dan apapun definisinya, ateisme adalah pandangan akademis yang berhak dianut orang tanpa harus dicap sebagai tak patriotik, atau tak punya hak dipilih. Namun demikian, tak bisa disangkal bahwa mengaku sebagai ateis serupa dengan memperkenalkan diri sebagai Tuan Hitler atau Nona Beelzebub. Dan semua berhulu pada persepsi bahwa ateis adalah sejenis minoritas nyentrik dan aneh.
Natalie Angier wrote a rather sad piece in the New Yorker, saying how lonely she felt as an atheist. She clearly feels in a beleaguered minority. But actually, how do American atheists stack up numerically? The latest survey makes surprisingly encouraging reading. Christianity, of course, takes a massive lion's share of the population, with nearly 160 million. But what would you think was the second largest group, convincingly outnumbering Jews with 2.8 million, Muslims at 1.1 million, Hindus, Buddhists and all other religions put together? The second largest group, with nearly 30 million, is the one described as non-religious or secular.
Natalie Angier menulis dengan nada sedih di New Yorker, menceritakan kesepiannya sebagai seorang ateis. Ia merasa sebagai minoritas terkepung, tapi sebenarnya, seberapa banyak orang Amerika yang ateis? Survei terbaru memberikan hasil menggembirakan. Umat Kristen, tentu, merupakan pangsa terbesar dalam populasi, dengan hampir 160 juta. Tapi menurut Anda kelompok apa yang terbesar kedua, jauh melampaui 2,8 juta orang Yahudi, 1,1 juta orang Muslim, dan Hindu, Budha serta semua agama lainnya dijadikan satu? Kelompok terbesar kedua, hampir 30 juta, adalah kelompok yang disebut non-religius atau sekuler.
You can't help wondering why vote-seeking politicians are so proverbially overawed by the power of, for example, the Jewish lobby -- the state of Israel seems to owe its very existence to the American Jewish vote -- while at the same time, consigning the non-religious to political oblivion. This secular non-religious vote, if properly mobilized, is nine times as numerous as the Jewish vote. Why does this far more substantial minority not make a move to exercise its political muscle?
Anda tentunya heran mengapa politisi yang haus suara begitu terpana dengan kekuatan, sebagai contoh, kelompok lobi Yahudi. Negara Israel kelihatannya berutang eksistensinya pada suara Yahudi Amerika, sementara pada saat yang sama meminggirkan kelompok non-religius dalam kehampaan politis. Suara kelompok sekuler non-religius ini, jika dimobilisasi dengan baik berjumlah sembilan kali lebih banyak daripada suara kelompok Yahudi. Kenapa kelompok minoritas yang penting ini tidak menggerakkan kekuatan politiknya?
Well, so much for quantity. How about quality? Is there any correlation, positive or negative, between intelligence and tendency to be religious?
Baiklah, itu tentang kuantitas. Bagaimana dengan kualitas? Apakah ada korelasi, positif atau negatif, antara kecerdasan dan kecenderungan untuk menjadi religius?
[Them folks misunderestimated me]
(Tawa)
(Laughter)
The survey that I quoted, which is the ARIS survey, didn't break down its data by socio-economic class or education, IQ or anything else. But a recent article by Paul G. Bell in the Mensa magazine provides some straws in the wind. Mensa, as you know, is an international organization for people with very high IQ. And from a meta-analysis of the literature, Bell concludes that, I quote -- "Of 43 studies carried out since 1927 on the relationship between religious belief, and one's intelligence or educational level, all but four found an inverse connection. That is, the higher one's intelligence or educational level, the less one is likely to be religious." Well, I haven't seen the original 42 studies, and I can't comment on that meta-analysis, but I would like to see more studies done along those lines. And I know that there are -- if I could put a little plug here -- there are people in this audience easily capable of financing a massive research survey to settle the question, and I put the suggestion up, for what it's worth.
Survei yang saya kutip, survei ARIS, tidak memecah datanya dalam kelas sosio-ekonomi atau pendidikan, IQ atau lainnya. Tapi artikel baru oleh Paul G. Bell di majalah Mensa memberikan gambaran ke masa depan. Mensa, seperti Anda ketahui, adalah organisasi internasional bagi orang ber-IQ sangat tinggi. Dan dari meta-analisis literatur, Bell menyimpulkan, saya kutipkan, "Dari 43 studi sejak tahun 1927 mengenai hubungan antara keyakinan religius dan kecerdasan seseorang atau tingkat pendidikan semuanya, kecuali 4 diantaranya, menunjukkan hubungan terbalik. Artinya, semakin cerdas atau tinggi pendidikan seseorang, semakin cenderung untuk tidak religius. Saya belum membaca 42 studinya dan saya tidak bisa berkomentar mengenainya tapi saya ingin melihat lebih banyak studi mengenai hal ini. Dan saya tahu bahwa ada, kalau boleh promosi sedikit, ada beberapa orang di sini yang bisa dengan mudah mendanai sebuah survei riset untuk memastikan hal ini, dan menyatakan hasilnya -- mudah-mudahan berguna.
But let me know show you some data that have been properly published and analyzed, on one special group -- namely, top scientists. In 1998, Larson and Witham polled the cream of American scientists, those who'd been honored by election to the National Academy of Sciences, and among this select group, belief in a personal God dropped to a shattering seven percent. About 20 percent are agnostic; the rest could fairly be called atheists. Similar figures obtained for belief in personal immortality. Among biological scientists, the figure is even lower: 5.5 percent, only, believe in God. Physical scientists, it's 7.5 percent. I've not seen corresponding figures for elite scholars in other fields, such as history or philosophy, but I'd be surprised if they were different.
Tapi izinkan saya menunjukkan beberapa data yang telah dipublikasi dan dianalisis dengan baik mengenai satu kelompok khusus, ilmuwan papan atas. Pada 1998, Larson dan Witham menyurvei ilmuwan Amerika terbaik, mereka yang dianugerahi keanggotaan dalam Akademi Sains Nasional, dan dalam kelompok terpilih ini, yang percaya pada Tuhan personal hanyalah segelintir tujuh persen. Sekitar 20 persen agnostik, dan sisanya bisa dikatakan ateis. Mengenai keyakinan pada kehidupan abadi persentasenya sama. Di antara ilmuwan biologi, angkanya bahkan lebih rendah, hanya 5,5 persen percaya Tuhan. Ilmuwan fisika: 7,5 persen. Saya belum melihat angka-angka untuk pakar di bidang lain, seperti sejarah atau filsafat, tapi akan mengejutkan kalau angkanya berbeda.
So, we've reached a truly remarkable situation, a grotesque mismatch between the American intelligentsia and the American electorate. A philosophical opinion about the nature of the universe, which is held by the vast majority of top American scientists and probably the majority of the intelligentsia generally, is so abhorrent to the American electorate that no candidate for popular election dare affirm it in public. If I'm right, this means that high office in the greatest country in the world is barred to the very people best qualified to hold it -- the intelligentsia -- unless they are prepared to lie about their beliefs. To put it bluntly: American political opportunities are heavily loaded against those who are simultaneously intelligent and honest.
Jadi, kita berada dalam situasi yang perlu perhatian, ada yang jomplang antara kelompok terpelajar di Amerika dan rakyat pemilih di Amerika Serikat. Sebuah pandangan filosofis mengenai alam semesta, yang dianut sebagian besar ilmuwan papan atas Amerika dan mungkin mayoritas kaum terpelajar pada umumnya, dipandang hina oleh rakyat pemilih Amerika sedemikian sehingga tak ada calon dalam pemilihan yang berani menyatakannya secara terbuka. Jika saya benar, artinya, jabatan tinggi di negeri terkuat di dunia ini terlarang bagi orang yang paling pantas mendudukinya, kaum terpelajar, kecuali jika mereka bersedia berbohong mengenai keyakinannya. Secara blak-blakan, peluang berpolitik orang Amerika sungguh penuh rintangan bagi mereka yang cerdas sekaligus jujur.
(Laughter)
(Tepuk tangan)
(Applause)
Saya bukan warga negara Amerika, mudah-mudahan saya tidak dianggap keterlaluan
I'm not a citizen of this country, so I hope it won't be thought unbecoming if I suggest that something needs to be done.
jika saya usul agar segera membenahi hal ini.
(Laughter)
(Tawa)
And I've already hinted what that something is. From what I've seen of TED, I think this may be the ideal place to launch it. Again, I fear it will cost money. We need a consciousness-raising, coming-out campaign for American atheists.
Dan saya sudah memberi petunjuk hal apa yang perlu dibenahi. Dari apa yang saya ketahui tentang TED, saya kira forum ini cocok untuk memulainya. Tetapi, saya khawatirkan ini akan memerlukan biaya besar. Kita perlu meningkatkan kesadaran, kampanye terbuka bagi warga Amerika ateis.
(Laughter)
(Tawa)
This could be similar to the campaign organized by homosexuals a few years ago, although heaven forbid that we should stoop to public outing of people against their will. In most cases, people who out themselves will help to destroy the myth that there is something wrong with atheists.
Ini bisa mirip dengan kampanye yang diorganisasi oleh kelompok homoseksual beberapa tahun yang lalu, walaupun jangan sampai dicemari dengan membuka keyakinan orang tanpa persetujuan yang bersangkutan. Pada banyak kasus, orang yang membuka keyakinannya sendiri kepada publik akan membantu menghancurkan mitos bahwa ada yang salah dengan ateis.
On the contrary, they'll demonstrate that atheists are often the kinds of people who could serve as decent role models for your children, the kinds of people an advertising agent could use to recommend a product, the kinds of people who are sitting in this room. There should be a snowball effect, a positive feedback, such that the more names we have, the more we get. There could be non-linearities, threshold effects. When a critical mass has been obtained, there's an abrupt acceleration in recruitment. And again, it will need money.
Sebaliknya, mereka akan menunjukkan bahwa ateis seringkali adalah orang-orang yang patut menjadi teladan bagi anak-anak Anda. Orang-orang yang bisa dimanfaatkan untuk mengiklankan barang. Orang-orang yang sekarang duduk di ruangan ini. Nantinya akan ada efek bola salju, sebuah umpan balik positif, sehingga semakin banyak nama, semakin banyak lagi yang bergabung. Mungkin akan ada efek ambang batas non linear. Ketika massa kritis telah terbentuk, akan ada percepatan mendadak dalam perolehan pendukung. Lagi-lagi, ini memerlukan biaya.
I suspect that the word "atheist" itself contains or remains a stumbling block far out of proportion to what it actually means, and a stumbling block to people who otherwise might be happy to out themselves. So, what other words might be used to smooth the path, oil the wheels, sugar the pill? Darwin himself preferred "agnostic" -- and not only out of loyalty to his friend Huxley, who coined the term.
Saya duga kata 'ateis' itu sendiri mengandung atau tetap menjadi batu sandungan secara berlebihan dari makna sesunguhnya, dan batu sandungan bagi orang yang seharusnya bisa dengan lega membuka dirinya kepada publik. Jadi, kata apa yang bisa dipakai untuk memuluskan jalan, meminyaki gerigi, mengurangi ketakutan? Darwin sendiri memilih agnostik-- dan bukan hanya karena kesetiannya kepada sahabatnya Huxley, yang mempopulerkan istilah itu.
Darwin said, "I have never been an atheist in the same sense of denying the existence of a God. I think that generally an 'agnostic' would be the most correct description of my state of mind."
Kata Darwin, "Saya tak pernah menjadi ateis dalam arti menyangkal eksistensi Tuhan. Saya kira secara umum, agnostik adalah yang paling tepat menjelaskan alam pikiran saya."
He even became uncharacteristically tetchy with Edward Aveling. Aveling was a militant atheist who failed to persuade Darwin to accept the dedication of his book on atheism -- incidentally, giving rise to a fascinating myth that Karl Marx tried to dedicate "Das Kapital" to Darwin, which he didn't, it was actually Edward Aveling. What happened was that Aveling's mistress was Marx's daughter, and when both Darwin and Marx were dead, Marx's papers became muddled up with Aveling's papers, and a letter from Darwin saying, "My dear sir, thank you very much but I don't want you to dedicate your book to me," was mistakenly supposed to be addressed to Marx, and that gave rise to this whole myth, which you've probably heard. It's a sort of urban myth, that Marx tried to dedicate "Kapital" to Darwin.
Ia, tidak seperti biasanya, berang terhadap Edward Aveling. Aveling adalah seorang ateis militan yang gagal membujuk Darwin untuk menerima dedikasi bukunya mengenai ateisme-- tak disengaja, menciptakan mitos yang mencengangkan bahwa Karl Marx berusaha mendedikasikan "Das Kapital" kepada Darwin, padahal tidak demikian. Sebenarnya, hal itu berkaitan dengan Edwar Aveling. Yang benar, anak perempuan Marx adalah simpanan Aveling, dan ketika baik Darwin maupun Marx meninggal, dokumen Marx tercampur-aduk dengan dokumen Aveling. dan sebuah surat dari Darwin berbunyi, "Yang terhormat, terima kasih banyak tetapi saya tidak mau Anda mendedikasikan buku kepada saya," dikira ditujukan kepada Marx, dan menciptakan seluruh mitos ini, yang barangkali pernah Anda dengar. Ini semacam mitos urban, bahwa Marx berusaha mendedikasikan Kapital kepada Darwin.
Anyway, it was Aveling, and when they met, Darwin challenged Aveling. "Why do you call yourselves atheists?" "'Agnostic, '" retorted Aveling, "was simply 'atheist' writ respectable, and 'atheist' was simply 'agnostic' writ aggressive." Darwin complained, "But why should you be so aggressive?" Darwin thought that atheism might be well and good for the intelligentsia, but that ordinary people were not, quote, "ripe for it." Which is, of course, our old friend, the "don't rock the boat" argument. It's not recorded whether Aveling told Darwin to come down off his high horse.
Itu sebenarnya Aveling, dan ketika bertemu, Darwin menantang Aveling, "Mengapa Anda menyebut diri Anda sendiri sebagai ateis?" "Agnostik," jawab Aveling, "semata-mata adalah ateis yang berkesan sopan, dan ateis semata-mata adalah agnostik yang berkesan agresif." Darwin mengeluh, "Tapi kenapa Anda harus begitu agresif?" Darwin menganggap bahwa ateisme boleh jadi baik bagi kaum terpelajar, tapi bagi orang kebanyakan belum, "matang untuk itu." Hal ini, tentu saja, adalah argumen kawan lama kita, "jangan bikin onar." Tidak terekam apakah Aveling menyuruh Darwin untuk berhenti bersikap congkak.
(Laughter)
(Tawa)
But in any case, that was more than 100 years ago. You'd think we might have grown up since then. Now, a friend, an intelligent lapsed Jew, who, incidentally, observes the Sabbath for reasons of cultural solidarity, describes himself as a "tooth-fairy agnostic." He won't call himself an atheist because it's, in principle, impossible to prove a negative, but "agnostic" on its own might suggest that God's existence was therefore on equal terms of likelihood as his non-existence.
Tapi bagaimanapun juga, itu terjadi lebih dari 100 tahun yang lalu. Anda paham jika kita telah berkembang sejak saat itu. Nah, seorang teman, intelektual, Yahudi tak taat, yang sekali-sekali menjalani ibadah Sabat karena alasan solidaritas kultural, menyebut dirinya sebagai seorang "agnostik peri gigi." Ia tak akan menyebut dirinya seorang ateis karena, pada dasarnya, tidak mungkin membuktikan pernyataan negatif, tapi agnostik sendiri memberi kesan bahwa eksistensi Tuhan memiliki peluang sama besarnya dengan ketiadaan Tuhan.
So, my friend is strictly agnostic about the tooth fairy, but it isn't very likely, is it? Like God. Hence the phrase, "tooth-fairy agnostic." Bertrand Russell made the same point using a hypothetical teapot in orbit about Mars. You would strictly have to be agnostic about whether there is a teapot in orbit about Mars, but that doesn't mean you treat the likelihood of its existence as on all fours with its non-existence.
Jadi, teman saya adalah seorang yang sangat agnostik mengenai peri gigi, tapi peluang eksistensinya kecil, bukan? Seperti Tuhan. Begitulah kiranya istilah, "agnostik peri gigi," tapi Bertrand Russell menyampaikan gagasan yang sama dengan poci teh hipotetis yang mengorbit dekat Mars. Anda harus jadi sangat agnostik mengenai ada atau tidaknya poci teh yang mengorbit dekat Mars, tapi itu tidak berarti Anda memberi peluang eksistensinya sama kuatnya dengan ketiadaannya.
The list of things which we strictly have to be agnostic about doesn't stop at tooth fairies and teapots; it's infinite. If you want to believe one particular one of them -- unicorns or tooth fairies or teapots or Yahweh -- the onus is on you to say why. The onus is not on the rest of us to say why not. We, who are atheists, are also a-fairyists and a-teapotists.
Daftar segala hal yang mengharuskan kita menjadi sangat agnostik tidak berhenti pada peri gigi dan poci teh. Daftarnya tak terbatas panjangnya. Kalau Anda ingin meyakini satu hal dalam daftar tersebut, unicorn atau peri gigi atau poci teh atau Yahweh, Andalah yang wajib menjelaskan kenapa. Bukannya orang-orang selain Anda yang wajib menjelaskan kenapa tidak. Kami, ateis, juga adalah penganut aperi-gigisme dan apoci-tehisme.
(Laughter)
(Tawa)
But we don't bother to say so. And this is why my friend uses "tooth-fairy agnostic" as a label for what most people would call atheist. Nonetheless, if we want to attract deep-down atheists to come out publicly, we're going to have find something better to stick on our banner than "tooth-fairy" or "teapot agnostic."
Tapi kita tak mau repot-repot bilang begitu, dan itu sebabnya teman saya menggunakan kata agnostik peri-gigi sebagai nama lain bagi ateis. Walaupun begitu, jika kita ingin menarik minat ateis terpendam untuk tampil di hadapan publik, kita harus menemukan istilah yang lebih baik untuk spanduk kita daripada agnostik peri gigi atau poci teh.
So, how about "humanist"? This has the advantage of a worldwide network of well-organized associations and journals and things already in place. My problem with it is only its apparent anthropocentrism. One of the things we've learned from Darwin is that the human species is only one among millions of cousins, some close, some distant.
Jadi, bagaimana kalau humanis? Istilah ini punya kelebihan berupa jaringan perkumpulan terorganisasi internasional dan jurnal dan hal-hal lain yang sudah tersedia. Ganjalannya bagi saya hanya karena kelihatannya berpusat pada manusia. Satu pelajaran yang bisa kita ambil dari Darwin adalah bahwa manusia hanyalah satu spesies di antara jutaan sepupu, sepupu jauh dan sepupu dekat.
And there are other possibilities, like "naturalist," but that also has problems of confusion, because Darwin would have thought naturalist -- "Naturalist" means, of course, as opposed to "supernaturalist" -- and it is used sometimes -- Darwin would have been confused by the other sense of "naturalist," which he was, of course, and I suppose there might be others who would confuse it with "nudism".
Dan ada beberapa istilah lain yang mungkin, seperti naturalis. Tapi juga punya masalah terkacaukan, karena Darwin mungkin akan menganggap naturalis, naturalis berarti, tentunya, sebagai lawan supernaturalis. Dan istilah itu kadang digunakan demikian. Darwin bisa saja disalahartikan dengan makna lain naturalis, dia memang begitu, tentu, dan saya kira ada saja orang lain yang mengacaukan naturalisme dengan nudisme.
(Laughter)
(Tawa)
Such people might be those belonging to the British lynch mob, which last year attacked a pediatrician in mistake for a pedophile.
Orang-orang seperti itu mungkin bagian dari kelompok tukang keroyok di Inggris yang tahun lalu menyerang pediatris (dokter anak) karena dikira pedofil.
(Laughter)
(Tawa)
I think the best of the available alternatives for "atheist" is simply "non-theist." It lacks the strong connotation that there's definitely no God, and it could therefore easily be embraced by teapot or tooth-fairy agnostics. It's completely compatible with the God of the physicists. When atheists like Stephen Hawking and Albert Einstein use the word "God," they use it of course as a metaphorical shorthand for that deep, mysterious part of physics which we don't yet understand. "Non-theist" will do for all that, yet unlike "atheist," it doesn't have the same phobic, hysterical responses. But I think, actually, the alternative is to grasp the nettle of the word "atheism" itself, precisely because it is a taboo word, carrying frissons of hysterical phobia. Critical mass may be harder to achieve with the word "atheist" than with the word "non-theist," or some other non-confrontational word. But if we did achieve it with that dread word "atheist" itself, the political impact would be even greater.
Saya kira alternatif terbaik yang ada untuk istilah ateis adalah non-teis. Istilah itu tidak sepenuhnya berkonotasi Tuhan pasti tidak ada, dan istilah itu mudah dirangkul oleh agnostik poci teh atau peri gigi. Istilah itu sepenuhnya senada dengan Tuhan para fisikawan. Ketika orang seperti---ketika ateis seperti Stephen Hawking dan Albert Einstein memakai kata "Tuhan," mereka memakainya tentu saja sebagai metafora untuk bagian misterius fisika yang belum kita pahami. Non-teis cocok untuk semua hal tersebut, dan tidak seperti ateis, istilah itu tidak menghadapi fobia dan tanggapan histeris yang sama. Tapi saya pikir, sebetulnya, alternatif lain ialah menggenggam sengat dari kata ateisme itu sekalian, justru karena kata itu adalah kata terlarang yang membawa getaran fobia histeris. Massa kritis mungkin lebih sukar terbentuk dengan kata ateis daripada dengan kata non-teis, atau kata-kata lain yang non-konfrontasional. Tapi jika kita mencapai itu semua dengan kata seram, ateis, itu sendiri, dampak politisnya akan lebih besar.
Now, I said that if I were religious, I'd be very afraid of evolution -- I'd go further: I would fear science in general, if properly understood. And this is because the scientific worldview is so much more exciting, more poetic, more filled with sheer wonder than anything in the poverty-stricken arsenals of the religious imagination. As Carl Sagan, another recently dead hero, put it, "How is it that hardly any major religion has looked at science and concluded, 'This is better than we thought! The universe is much bigger than our prophet said, grander, more subtle, more elegant'? Instead they say, 'No, no, no! My god is a little god, and I want him to stay that way.' A religion, old or new, that stressed the magnificence of the universe as revealed by modern science, might be able to draw forth reserves of reverence and awe hardly tapped by the conventional faiths."
Nah, saya katakan bahwa jika saya religius, saya akan sangat takut pada evolusi. Akan saya teruskan. Saya akan takut pada sains secara umum jika dipahami dengan baik. Dan ini karena cara pandang ilmiah jauh lebih menarik, lebih puitis berisi lebih banyak kekaguman dari apapun yang ada dalam gudang imajinasi religius yang miskin. Sebagaimana Carl Sagan, pahlawan yang baru-baru ini meninggal, mengatakan "Entah mengapa hampir tak ada agama besar yang melihat sains dan menyimpulkan, "Ini lebih baik dari yang kita duga! Alam semesta jauh lebih besar dari yang dikatakan nabi kita, lebih megah, lebih subtil, lebih anggun'? Malah mereka bilang, 'Tidak, tidak, tidak! Tuhan saya adalah tuhan kerdil, dan saya mau tuhan saya tetap begitu.' Sebuah agama, lama atau baru, yang menekankan kemegahan alam semesta sebagaimana diungkap oleh sains modern mungkin bisa menarik rasa takzim dan kagum yang tersimpan yang hampir tak pernah dimunculkan oleh keyakinan konvensional."
Now, this is an elite audience, and I would therefore expect about 10 percent of you to be religious. Many of you probably subscribe to our polite cultural belief that we should respect religion. But I also suspect that a fair number of those secretly despise religion as much as I do.
Nah, ini adalah audiens elit, dan saya memperkirakan 10 persen dari Anda semua religius. Banyak diantara kalian menganut paham budaya sopan yang menyarankan kita untuk menghormati agama, tapi saya juga menduga bahwa tidak sedikit yang diam-diam memandang rendah agama seperti saya.
(Laughter)
(Tawa)
If you're one of them, and of course many of you may not be, but if you are one of them, I'm asking you to stop being polite, come out, and say so. And if you happen to be rich, give some thought to ways in which you might make a difference. The religious lobby in this country is massively financed by foundations -- to say nothing of all the tax benefits -- by foundations, such as the Templeton Foundation and the Discovery Institute. We need an anti-Templeton to step forward. If my books sold as well as Stephen Hawking's books, instead of only as well as Richard Dawkins' books, I'd do it myself.
Jika Anda salah satunya, dan tentunya banyak yang tidak, tapi jika Anda salah satunya, saya mengajak Anda untuk berhenti bersikap sopan, keluarlah dan ungkapkanlah, dan jika kebetulan Anda kaya, pertimbangkan beberapa jalan yang memungkinkan Anda membuat perubahan. Kelompok lobi religius di negara ini sangat kuat didanai oleh yayasan, belum lagi ditambah pengurangan pajak, oleh yayasan seperti Templeton Foundation dan Discovery Institute. Kita perlu sebuah anti-Templeton untuk melangkah maju. Jika buku saya terjual selaris buku Stephen Hawking, tidak hanya selaris buku Richard Dawkins, hal itu akan saya kerjakan sendiri.
People are always going on about, "How did September the 11th change you?"
Orang selalu bertanya, "Bagaimana peristiwa 11 September mengubah Anda?"
Well, here's how it changed me.
Baiklah, inilah bagaimana peristiwa itu mengubah saya.
Let's all stop being so damned respectful.
Marilah kita semua berhenti bersikap hormat berlebihan.
Thank you very much.
Terima kasih banyak.
(Applause)
(Tepuk tangan)