(Music)
(Musik)
What you just heard are the interactions of barometric pressure, wind and temperature readings that were recorded of Hurricane Noel in 2007. The musicians played off a three-dimensional graph of weather data like this. Every single bead, every single colored band, represents a weather element that can also be read as a musical note. I find weather extremely fascinating. Weather is an amalgam of systems that is inherently invisible to most of us. So I use sculpture and music to make it, not just visible, but also tactile and audible.
Yang baru saja Anda dengar adalah interaksi dari tekanan barometer, angin, dan pembacaan temperatur yang terekam dari Badai Noel pada 2007. Para musisi memainkan grafik tiga-dimensi dari data cuaca seperti ini. Setiap manik-manik, setiap pita berwarna, mewakili sebuah elemen cuaca yang bisa juga dibaca sebagai not musik. Saya menemukan cuaca itu sangat menarik. Cuaca adalah gabungan sistem yang sifatnya tidak terlihat bagi sebagian besar dari kita. Jadi saya menggunakan karya seni dan musik untuk menjadikannya, tidak hanya terlihat, tetapi juga nyata dan terdengar.
All of my work begins very simple. I extract information from a specific environment using very low-tech data collecting devices -- generally anything I can find in the hardware store. I then compare my information to the things I find on the Internet -- satellite images, weather data from weather stations as well as offshore buoys. That's both historical as well as real data. And then I compile all of these numbers on these clipboards that you see here. These clipboards are filled with numbers. And from all of these numbers, I start with only two or three variables. That begins my translation process.
Semua pekerjaan saya dimulai secara sederhana. Saya mengambil informasi dari lingkungan tertentu memakai peralatan pengumpul data sederhana -- dengan apa saja yang bisa saya temukan di toko peralatan. Lalu saya bandingkan informasi itu dengan yang saya temukan di internet -- gambar-gambar satelit, data cuaca dari stasiun cuaca dan pelampung di laut. Baik data historis maupun data saat ini. Lalu saya menyatukan semua angka-angka di papan yang Anda lihat di sini. Papan-papan ini dipenuhi dengan angka. Dan dari semua angka, saya mulai hanya dengan dua atau tiga variabel. Dimulailah proses terjemahan saya dari sana.
My translation medium is a very simple basket. A basket is made up of horizontal and vertical elements. When I assign values to the vertical and horizontal elements, I can use the changes of those data points over time to create the form. I use natural reed, because natural reed has a lot of tension in it that I cannot fully control. That means that it is the numbers that control the form, not me. What I come up with are forms like these. These forms are completely made up of weather data or science data. Every colored bead, every colored string, represents a weather element. And together, these elements, not only construct the form, but they also reveal behavioral relationships that may not come across through a two-dimensional graph.
Alat bantu saya untuk menterjemahkan adalah keranjang sederhana. Sebuah keranjang yang terbuat dari elemen horizontal dan vertikal. Saat saya menaruh angka pada elemen vertikal dan horizontal, Saya dapat memakai perubahan dari titik-titik data itu terhadap waktu untuk membuat bentukinya. Saya menggunakan alang-alang alami,. karena alang-alang alami memiliki banyak tegangan yang tidak bisa saya kendalikan sepenuhnya. Artinya angka-angkalah yang mengendalikan bentuknya, bukan saya. Apa yang saya buat adalah bentuk seperti ini. Bentuk-bentuk ini sepenuhnya dibuat dari data cuaca atau data ilmiah. Setiap manik berwarna, setiap dawai berwarna, mewakili sebuah elemen cuaca. Dan bersama dengan itu, elemen-elemen ini, bukan hanya membentuknya tetapi juga menyatakan sifat hubungan yang mungkin tidak akan terlihat dalam grafik dua-dimensi.
When you step closer, you actually see that it is indeed all made up of numbers. The vertical elements are assigned a specific hour of the day. So all the way around, you have a 24-hour timeline. But it's also used to assign a temperature range. On that grid, I can then weave the high tide readings, water temperature, air temperature and Moon phases. I also translate weather data into musical scores. And musical notation allows me a more nuanced way of translating information without compromising it.
Saat Anda melihat lebih dekat, Anda sebenarnya melihat semuanya memang terangkai dari angka-angka. Elemen vertikalnya diambil pada jam-jam tertentu. Jadi secara keseluruhan, Anda memiliki 24 jam. Dan itu juga dipakai untuk mengambil data temperatur. Di garis itu, saya lalu menenun bacaan yang naik turun, temperatur air, temperatur angin dan tahapan Bulan. Saya juga menerjemahkan data cuaca ke dalam not-not musik. Dan not-not ini memungkinkan nuansa yang lebih untuk menerjemahkan informasi tanpa merusaknya.
So all of these scores are made up of weather data. Every single color, dot, every single line, is a weather element. And together, these variables construct a score. I use these scores to collaborate with musicians. This is the 1913 Trio performing one of my pieces at the Milwaukee Art Museum. Meanwhile, I use these scores as blueprints to translate into sculptural forms like this, that function still in the sense of being a three-dimensional weather visualization, but now they're embedding the visual matrix of the musical score, so it can actually be read as a musical score.
Jadi semua not-not ini dibuat dari data cuaca. Setiap warna, titik, setiap garis, adalah sebuah data cuaca. Dan semua variabel-variabel ini menghasilkan not-not. Saya menggunakan not ini untuk berkolaborasi dengan para musisi. Ini adalah 1913 Trio memainkan salah satu dari karya saya di Museum Seni Milwaukee. Sementara itu, saya memakai not-not sebagai cetak biru untuk menerjemahkannya dalam bentuk karya seni seperti ini, yang sedikit banyak masih menjadi visualisasi cuaca tiga-dimensi. tetapi sekarang mereka mencocokkan kandungan visualnya dengan not musik, sehingga dapat dibaca sebagai not musik.
What I love about this work is that it challenges our assumptions of what kind of visual vocabulary belongs in the world of art, versus science. This piece here is read very differently depending on where you place it. You place it in an art museum, it becomes a sculpture. You place it in a science museum, it becomes a three-dimensional visualization of data. You place it in a music hall, it all of a sudden becomes a musical score. And I really like that, because the viewer is really challenged as to what visual language is part of science versus art versus music.
Yang saya suka dalam pekerjaan ini adalah pekerjaan ini menantang anggapan kita tentang bentuk kosakata visual apa yang semestinya ada di dalam dunia seni dan ilmiah. Karya ini disini dibaca dengan berbeda tergantung dari di mana Anda menaruhnya. Anda menaruhnya di museum seni, jadilah karya seni. Anda menaruhnya di museum ilmiah, jadilah sebuah visualisasi data tiga-dimensi. Anda menaruhnya di aula musik, Semuanya menjadi not musik dalam sekejap. Dan saya sangat suka itu, karena penontonnya sangat diuji karena definisi bahasa visual adalah bagian dari ilmiah, seni, dan musik
The other reason why I really like this is because it offers an alternative entry point into the complexity of science. And not everyone has a Ph.D. in science. So for me, that was my way into it.
Alasan lain mengapa saya menyukainya adalah karena karya ini menawarkan jalan masuk alternatif ke dalam dunia ilmiah yang kompleks. Tidak semua orang memiliki gelar Doktor di bidang ilmiah. Bagi saya, itulah cara saya memilikinya.
Thank you.
Terima kasih.
(Applause)
(Tepukan tangan)