In October 2010, the Justice League of America will be teaming up with The 99. Icons like Batman, Superman, Wonder Woman and their colleagues will be teaming up with icons Jabbar, Noora, Jami and their colleagues. It's a story of intercultural intersections, and what better group to have this conversation than those that grew out of fighting fascism in their respective histories and geographies? As fascism took over Europe in the 1930s, an unlikely reaction came out of North America. As Christian iconography got changed, and swastikas were created out of crucifixes, Batman and Superman were created by Jewish young men in the United States and Canada, also going back to the Bible.
Pada bulan Oktober 2010, Justice League Amerika akan bergabung dengan "The 99". Tokoh-tokoh seperti Batman, Superman, Wonder Woman dan rekan-rekan mereka akan bergabung dengan tokoh bernama Jabbar, Noora, Jami dan teman-teman mereka. Ini adalah cerita tentang pertemuan antarbudaya. Dan tak ada kelompok lebih baik yang membahas hal ini selain mereka yang tumbuh untuk melawan fasisme dalam sejarah dan tempat tinggal mereka masing-masing. Ketika fasisme mengambil alih Eropa di tahun 1930an, sebuah reaksi yang tidak diduga datang dari Amerika Utara. Ketika ikonografi Kristen berubah, dan swastika (simbol NAZI) dibuat dari salib, Batman dan Superman diciptakan oleh bebebrapa pemuda Yahudi di Amerika Serikat dan Kanada yang juga mengacu pada Injil.
Consider this: like the prophets, all the superheroes are missing parents. Superman's parents die on Krypton before the age of one. Bruce Wayne, who becomes Batman, loses his parents at the age of six in Gotham City. Spiderman is raised by his aunt and uncle. And all of them, just like the prophets who get their message from God through Gabriel, get their message from above. Peter Parker is in a library in Manhattan when the spider descends from above and gives him his message through a bite. Bruce Wayne is in his bedroom when a big bat flies over his head, and he sees it as an omen to become Batman. Superman is not only sent to Earth from the heavens, or Krypton, but he's sent in a pod, much like Moses was on the Nile. (Laughter) And you hear the voice of his father, Jor-El, saying to Earth, "I have sent to you my only son."
Pertimbangkan hal ini: seperti para nabi, semua pahlawan super itu kehilangan orang tua. Orang tua Superman tewas di planet Krypton sebelum ia berusia satu tahun. Bruce Wayne, yang menjadi Batman, kehilangan orang tuanya saat usia 6 tahun di Kota Gotham. Spiderman dibesarkan oleh bibi dan pamannya. Dan semuanya, seperti halnya nabi yang mendapatkan pesan mereka dari Tuhan melalui Jibril, mendapatkan pesan dari langit. Peter Parker sedang berada di perpustakaan di Manhattan ketika laba-laba datang dari atas dan memberinya pesan melalui gigitan. Bruce Wayne sedang berada di kamarnya ketika seekor kelelawar besar terbang di atasnya, dan ia melihatnya sebagai pertanda untuk menjadi Batman. Superman tak hanya dikirim ke bumi dari surga, atau Krypton, tapi ia dikirim di dalam sebuah tabung, hampir sama seperti Musa di sungai Nil. (Tertawa) Dan kalian mendengar suara ayahnya, Jor-El, berkata pada Bumi, "Aku telah mengirimkan kamu, anak satu-satunya."
(Laughter)
(Tertawa)
(Applause)
(Tepuk tangan)
These are clearly biblical archetypes, and the thinking behind that was to create positive, globally-resonating storylines that could be tied to the same things that other people were pulling mean messages out of because then the person that's using religion for the wrong purpose just becomes a bad man with a bad message. And it's only by linking positive things that the negative can be delinked. This is the kind of thinking that went into creating The 99. The 99 references the 99 attributes of Allah in the Koran, things like generosity and mercy and foresight and wisdom and dozens of others that no two people in the world would disagree about. It doesn't matter what your religion is; even if you're an atheist, you don't raise your kid telling him, you know, "Make sure you lie three times a day." Those are basic human values.
Ini jelas merupakan arketipe Injil, dan pikiran dibaliknya adalah untuk menciptakan jalan cerita yang positif dan menggaung secara global yang bisa dihubungkan dengan hal-hal sama yang diartikan negatif oleh orang lain. Karena kemudian orang yang menggunakan agama untuk tujuan yang salah, hanyalah menjadi orang jahat dengan pesan yang jahat. Dan hanya dengan memikirkan hal positif lah maka hal negatif bisa dihilangkan. Inilah pemikiran yang muncul dalam menciptakan "The 99". "The 99" mewakili 99 sifat Allah SWT dalam Al-Qur'an, hal-hal seperti kemurahan hati, belas kasih, maha tahu, dan kebijaksanaan dan banyak lagi hal yang tak akan bisa diperdebatkan, tak peduli apa pun agama Anda. Bahkan jika Anda seorang ateis, Anda tak mendidik anak Anda agar berbohong tiga kali sehari. Itulah nilai-nilai dasar kemanusiaan.
And so the backstory of The 99 takes place in 1258, which history tells us the Mongols invaded Baghdad and destroyed it. All the books from Bait al-Hikma library, the most famous library in its day, were thrown in the Tigris River, and the Tigris changes color with ink. It's a story passed on generation after generation. I rewrote that story, and in my version, the librarians find out that this is going to happen -- and here's a side note: if you want a comic book to do well, make the librarians the hero. It always works well. (Laughter) (Applause) So the librarians find out and they get together a special solution, a chemical solution called King's Water, that when mixed with 99 stones would be able to save all that culture and history in the books. But the Mongols get there first. The books and the solution get thrown in the Tigris River. Some librarians escape, and over the course of days and weeks, they dip the stones into the Tigris and suck up that collective wisdom that we all think is lost to civilization.
Jadi cerita "The 99" berawal dari tahun 1258 ketika sejarah menceritakan tentang Mongolia yang menyerang dan menghancurkan Bagdad. Semua buku dari perpustakaan Baitul Hikma, perpustakaan paling terkenal di zamannya, dibuang ke Sungai Tigris, dan Tigris berubah warnanya karena tinta. Ini adalah cerita dari generasi ke generasi. Saya menulis ulang cerita tersebut. Dan dalam versi saya, para pustakawan tahu bahwa ini akan terjadi -- dan ada catatannya: jika Anda ingin agar komik laku, buatlah para pustakawan sebagai pahlawannya. Ini selalu berhasil. (Tertawa) (Tepuk tangan) Jadi mereka tahu dan mereka membuat larutan spesial, larutan kimia bernama Air Sang Raja, yang ketika dicampur dengan 99 batu, akan bisa menyelamatkan semua budaya dan sejarah dalam buku-buku tadi. Tapi bangsa Mongolia datang lebih dahulu. Buku-buku dan larutannya dibuang ke Sungai Tigris. Beberapa pustakawan melarikan diri, dan setelah berhari-hari dan berminggu-minggu, mereka menenggelamkan batu-batu tadi ke Tigris dan menyedot kebijaksanaannya yang kita semua pikir telah hilang dari peradaban.
Those stones have been smuggled as three prayer beads of 33 stones each through Arabia into Andalusia in Spain, where they're safe for 200 years. But in 1492, two important things happen. The first is the fall of Granada, the last Muslim enclave in Europe. The second is Columbus finally gets funded to go to India, but he gets lost. (Laughter) So 33 of the stones are smuggled onto the Nina, the Pinta and the Santa Maria and are spread in the New World. Thirty-three go on the Silk Road to China, South Asia and Southeast Asia. And 33 are spread between Europe, the Middle East and Africa.
Batu-batu tadi telah diselundupkan sebagai tiga tasbih yang terdiri dari 33 batu masing-masingnya. melalui Arabia ke Andalusia di Spanyol, di mana mereka aman selama 200 tahun. Tapi di tahun 1492, dua hal penting terjadi. Hal pertama adalah jatuhnya Granada, daerah kantong Muslim terakhir di Eropa. Yang kedua adalah Columbus yang akhirnya bisa pergi ke India, tapi tersesat. (Tertawa) Jadi 33 batu tadi diselundupkan ke Nina, Pinta, dan Santa Maria dan disebarkan di Dunia Baru. 33 lagi dibawa melalui Jalan Sutra ke China, Asia Selatan, dan Asia Tenggara. Dan 33 lagi disebar antara Eropa, Timur Tengah, dan Afrika.
And now it's 2010, and there are 99 heroes from 99 different countries. Now it's very easy to assume that those books, because they were from a library called Bait al-Hikma, were Muslim books, but that's not the case because the caliph that built that library, his name was al-Ma'mun -- he was Harun al-Rashid's son. He had told his advisers, "Get me all the scholars to translate any book they can get their hands onto into Arabic, and I will pay them its weight in gold." After a while, his advisers complained. They said, "Your Highness, the scholars are cheating. They're writing in big handwriting to take more gold." To which he said, "Let them be, because what they're giving us is worth a lot more than what we're paying them." So the idea of an open architecture, an open knowledge, is not new to my neck of the desert.
Dan sekarang 2010, dan ada 99 pahlawan dari 99 negara yang berbeda. Sekarang sangat mudah untuk berasumsi bahwa buku-buku tadi, karena berasal dari perpustakaan al-Hikma, adalah buku-buku Muslim, tapi itu salah karena khalifah yang membangun perpustakaan, bernama al-Ma'mun -- anak dari Harun al-Rashid. Ia telah mengatakan pada penasihatnya, "Datangkan semua cendekiawan untuk menerjemahkan buku apapun yang bisa mereka dapatkan menjadi bahasa Arab, dan aku akan membayar mereka emas sesuai beratnya." Setelah beberapa waktu, penasihatnya protes. Mereka bekata, "Yang Mulia, para cendekiawan curang. Mereka menulis dengan huruf yang besar untuk mendapat emas lebih." Kemudian al-Ma'mun berkata, "Biarkan saja, karena apa yang mereka beri jauh lebih bernilai daripada yang kita bayar." Jadi ide dari sebuah arsitektur terbuka, pengetahuan terbuka, bukan hal baru bagi saya.
The concept centers on something called the Noor stones. Noor is Arabic for light. So these 99 stones, a few kind of rules in the game: Number one, you don't choose the stone; the stone chooses you. There's a King Arthur element to the storyline, okay. Number two, all of The 99, when they first get their stone, or their power, abuse it; they use it for self-interest. And there's a very strong message in there that when you start abusing your stone, you get taken advantage of by people who will exploit your powers, okay. Number three, the 99 stones all have within them a mechanism that self-updates.
Konsepnya berpusat pada sesuatu bernama batu-batu Nur. Nur adalah bahasa Arab untuk cahaya. Jadi 99 batu tadi, ada beberapa peraturan dalam permainan ini: Pertama, Anda tidak memilih batunya, tapi batu yang memilih Anda. Ada elemen King Arthur dalam jalan ceritanya, oke. Kedua, semua anggota dari "The 99", ketika mereka pertama kalinya mendapatkan batu atau kekuatan, mereka menyalahgunakannya; mereka menggunakannya untuk kesenangan pribadi. Dan ada pesan yang sangat kuat di sana bahwa ketika Anda mulai menyalahgunakannya keuntungan Anda diambil oleh orang yang akan mengeksploitasi kekuatan Anda, oke. Ketiga, ke 99 batu memiliki mekanisme yang bisa memperbaharui diri.
Now there are two groups that exist within the Muslim world. Everybody believes the Koran is for all time and all place. Some believe that means that the original interpretation from a couple thousand years ago is what's relevant today. I don't belong there. Then there's a group that believes the Koran is a living, breathing document, and I captured that idea within these stones that self-update. Now the main bad guy, Rughal, does not want these stones to update, so he's trying to get them to stop updating. He can't use the stones, but he can stop them. And by stopping them, he has more of a fascist agenda, where he gets some of The 99 to work for him -- they're all wearing cookie-cutter, same color uniforms They're not allowed to individually express who they are and what they are. And he controls them from the top down -- whereas when they work for the other side, eventually, when they find out this is the wrong person, they've been manipulated, they actually, each one has a different, colorful kind of dress.
Saat ini ada dua kelompok yang ada dalam dunia Muslim. Semua percaya Al-Qur'an dipakai sampai kapanpun dan di manapun. Beberapa orang percaya pada interpretasi asli Al-Qur'an dari beberapa ribu tahun lalu sampai apa yang relevan sekarang. Saya tidak termasuk disitu. Kemudian ada kelompok yang percaya Al-Qur'an adalah dokumen yang hidup. Dan saya menangkap ide tersebut dalam batu yang memperbaharui diri. Sekarang penjahat utamanya, Rughal, tak mau batu tersebut memperbaharui diri. Jadi ia mencoba agar batu tersebut berhenti memperbaharui. Ia tak bisa menggunakan batu itu, tapi ia bisa menghentikannya. Dan dengan menghentikan batu itu, ia punya agenda fasis yang lebih banyak, di mana ia mendapat beberapa dari "The 99" untuk bekerja padanya. Mereka menggunakan seragam dengan model dan warna yang sama. Mereka tak boleh mengekspresikan siapa dan apa mereka secara individual Dan ia mengontrol mereka seluruhnya. Di mana ketika mereka bekerja untuk sisi yang lain, akhirnya, ketika mereka tahu bahwa orang tersebut adalah orang yang salah, mereka telah dimanipulasi mereka sebenarnya, tiap orang memiliki warna baju yang berbeda
And the last point about the 99 Noor stones is this. So The 99 work in teams of three. Why three? A couple of reasons. Number one, we have a thing within Islam that you don't leave a boy and a girl alone together, because the third person is temptation or the devil, right? I think that's there in all cultures, right? But this is not about religion, it's not about proselytizing. There's this very strong social message that needs to get to kind of the deepest crevices of intolerance, and the only way to get there is to kind of play the game. And so this is the way I dealt with it. They work in teams of three: two boys and a girl, two girls and a boy, three boys, three girls, no problem. And the Swiss psychoanalyst, Carl Jung, also spoke about the importance of the number three in all cultures, so I figure I'm covered. Well ... I got accused in a few blogs that I was actually sent by the Pope to preach the Trinity and Catholicism in the Middle East, so you -- (Laughter) you believe who you want. I gave you my version of the story.
Dan poin terakhir tentang 99 batu Nur adalah ini. Jadi "The 99" bekerja dalam beberapa tim yang terdiri dari 3 orang. Mengapa tiga? Ada beberapa alasan. Pertama, kami punya sesuatu dalam Islam bahwa Anda tak boleh membiarkan seorang gadis dan pria berduaan karena orang ketiga adalah godaan atau syaitan, benar. Ini ada di semua budaya, bukan? Tapi ini bukan masalah agama, ini bukan masalah membujuk menganut agama Ada pesan sosial yang sangat kuat yang perlu masuk dalam celah intoleransi yang paling dalam Dan satu-satunya cara adalah dengan memainkan permainan. Dan ini adalah cara saya berhadapan dengannya. Mereka bekerja dalam tim tiga orang, dua laki-laki dan satu gadis, dua gadis dan satu laki-laki tiga laki-laki, tiga gadis, tak masalah. Dan psikoanalis dari Swiss, Carl Jung, juga bicara tentang pentingnya angka tiga di semua budaya, jadi saya mencakupinya. Nah... Saya dituduh di beberapa blog bahwa saya dikirim oleh Paus untuk menceramahkan tentang Triniti dan Katolik di Timur Tengah, jadi Anda -- (Tertawa) silakan pilih mana yang Anda percaya -- saya memberikan Anda cerita versi saya.
So here's some of the characters that we have. Mujiba, from Malaysia: her main power is she's able to answer any question. She's the Trivial Pursuit queen, if you want, but when she first gets her power, she starts going on game shows and making money. We have Jabbar from Saudi who starts breaking things when he has the power. Now, Mumita was a fun one to name. Mumita is the destroyer. So the 99 attributes of Allah have the yin and the yang; there's the powerful, the hegemonous, the strong, and there's also the kind, the generous. I'm like, are all the girls going to be kind and merciful and the guys all strong? I'm like, you know what, I've met a few girls who were destroyers in my lifetime, so ... (Laughter) We have Jami from Hungary, who first starts making weapons: He's the technology wiz. Musawwira from Ghana, Hadya from Pakistan, Jaleel from Iran who uses fire. And this is one of my favorites, Al-Batina from Yemen. Al-Batina is the hidden. So Al-Batina is hidden, but she's a superhero. I came home to my wife and I said, "I created a character after you." My wife is a Saudi from Yemeni roots. And she said, "Show me." So I showed this. She said, "That's not me." I said, "Look at the eyes. They're your eyes."
Jadi inilah beberapa tokoh yang kami miliki. Mujiba dari Malaysia, kekuatan utamanya adalah ia mampu menjawab pertanyaan apapun. Ia adalah ratu tebak-tebakan, bisa dibilang. Tapi ketika ia mendapat kekuatannya, ia mulai ikut acara kuis dan mencari uang. Kami punya Jabbar dari Arab Saudi yang mulai memecahkan benda ia ketika memiliki kekuatan. Sekarang, Mumita adalah tokoh yang unik. Mumita adalah penghancur. Jadi 99 sifat Allah punya yin dan yang Ada yang penuh tenaga, dominan, dan kuat. Dan ada juga yang baik, yang pemurah. Saya berpikir, apakah semua tokoh gadisnya akan bersifat baik dan pemaaf serta tokoh laki-lakinya semua kuat. Saya pikir, saya telah bertemu beberapa gadis yang juga penghancur dalam hidup saya, jadi... (Tertawa) Kami punya Jami dari Hungaria, yang pertama kali mulai membuat senjata. Ia ahli teknologi. Musawwira dari Ghana, Hadya dari Pakistan, Jaleel dari Iran yang memakai api. Dan ini salah satu favorit saya, Al-Batina dari Yaman. Al-Batina artinya yang tersembunyi. Jadi Batina tersembunyi, tapi ia adalah pahlawan super. Saya menemui istri saya dan berkata, "Aku menciptakan karakter sesuai dirimu." Istri saya dari Saudi keturunan Yaman. Dan ia berkata, "Tunjukkan padaku." Jadi saya menunjukkan ini. Ia berkata, "Itu bukan aku." Saya berkata, "Lihat matanya. Seperti matamu."
(Laughter)
(Tertawa)
So I promised my investors this would not be another made-in-fifth-world-country production. This was going to be Superman, or it wasn't worth my time or their money. So from day one, the people involved in the project, bottom left is Fabian Nicieza, writer for X-Men and Power Rangers. Next to him is Dan Panosian, one of the character creators for the modern-day X-Men. Top right is Stuart Moore, a writer for Iron Man. Next to him is John McCrea, who was an inker for Spiderman. And we entered Western consciousness with a tagline: "Next Ramadan, the world will have new heroes," back in 2005.
Jadi saya berjanji pada investor saya bahwa ini tak akan menjadi sebuah produksi yang buruk. Ini akan menjadi Superman, atau ini tidak sebanding dengan waktu atau uang yang telah dikorbankan. Jadi dari hari pertama, orang-orang yang terlibat dalam proyek ini, di kiri bawah adalah Fabian Nicieza, penulis X-men dan Power Rangers. Di sebelahnya Dan Panosian, salah seorang pencipta tokoh X-Men modern. Penulis top, Stuart Moore, penulis Iron Man. Sebelahnya John McCrea, pembuat ilustrasi Spiderman. Dan kami memasuki kesadaran Barat dengan tagline: "Ramadan berikutnya, dunia akan punya pahlawan baru" di tahun 2005.
Now I went to Dubai, to an Arab Thought Foundation Conference, and I was waiting by the coffee for the right journalist. Didn't have a product, but had energy. And I found somebody from The New York Times, and I cornered him, and I pitched him. And I think I scared him -- (Laughter) because he basically promised me -- we had no product -- but he said, "We'll give you a paragraph in the arts section if you'll just go away." (Laughter) So I said, "Great." So I called him up a few weeks afterward. I said, "Hi, Hesa." And he said, "Hi." I said, "Happy New Year." He said, "Thank you. We had a baby." I said, "Congratulations." Like I care, right? "So when's the article coming out?" He said, "Naif, Islam and cartoon? That's not timely. You know, maybe next week, next month, next year, but, you know, it'll come out." So a few days after that, what happens? What happens is the world erupts in the Danish cartoon controversy. I became timely. (Laughter) So flurry of phone calls and emails from The New York Times. Next thing you knew, there's a full page covering us positively, January 22nd, 2006, which changed our lives forever, because anybody Googling Islam and cartoon or Islam and comic, guess what they got; they got me.
Kemudian saya pergi ke Dubai, ke Konferensi Yayasan Pemikiran Arab, dan saya menunggu jurnalis yang tepat. Belum punya produk, tapi punya energi. Dan saya menemukan seseorang dari New York Times. Saya mendekatinya, dan membujuknya. Saya kira saya menakutinya -- (Tertawa) karena ia berjanji pada saya -- kami tak punya produk -- tapi ia berkata, "Kami beri Anda sebuah paragraf di bagian seni jika Anda segera pergi." (Tertawa) Jadi saya berkata, "Bagus." Jadi saya menelponnya beberapa minggu kemudian. Saya berkata, "Hai, Hesa." Dan ia berkata, "Hai." Saya berkata, "Selamat tahun baru." Ia berkata, "Terimakasih. Kami baru punya anak." Saya berkata, "Selamat." Pura-pura peduli, kan. "Jadi kapan artikelnya keluar?" Ia berkata, "Naif, Islam dan kartun? Ini bukan saat yang tepat. Kau tahu, mungkin minggu depan, bulan depan, tahun depan, tapi, nanti pasti keluar." Jadi apakah yang terjadi beberapa hari kemudian? Apa yang terjadi adalah dunia gempar karena kontroversi kartun dari Denmark. Waktunya menjadi tepat. (Tertawa) Jadi telepon dan e-mail berdatangan dari New York Times. Berikutnya Anda tahu, satu halaman penuh membahas kami secara positif, 22 Januari 2006, yang mengubah kehidupan kami selamanya. Karena siapapun yang meng-Google Islam dan kartun atau Islam dan komik, tebak apa yang mereka temukan, mereka menemukan saya.
And The 99 were like superheroes kind of flying out of what was happening around the world. And that led to all kinds of things, from being in curricula in universities and schools to -- one of my favorite pictures I have from South Asia, it was a couple of men with long beards and a lot of girls wearing the hijab -- it looked like a school. The good news is they're all holding copies of The 99, smiling, and they found me to sign the picture. The bad news is they were all photocopies, so we didn't make a dime in revenue. (Laughter) We've been able to license The 99 comic books into eight languages so far -- Chinese, Indonesian, Hindi, Urdu, Turkish. Opened a theme park through a license in Kuwait a year and a half ago called The 99 Village Theme Park -- 300,000 square feet, 20 rides, all with our characters: a couple back-to-school licenses in Spain and Turkey.
Dan "The 99" seperti pahlawan super yang mencari apa yang sedang terjadi di dunia. Dan ini tertuju pada semua hal, dari kurikulum di universitas dan sekolah sampai -- salah satu gambar favorit saya dari Asia Selatan, yaitu beberapa pria dengan jenggot panjang dan banyak gadis memakai hijab -- kelihatan seperti sebuah sekolahan. Kabar baiknya mereka tersenyum sambil memegang kopian "The 99" dan mereka bertemu saya untuk menandatangani gambarnya. Kabar buruknya semua itu hasil foto kopi, jadi kami tak mendapat royalti. (Tertawa) Kami sudah mendapat lisensi untuk komik "The 99" ke dalam delapan bahasa sejauh ini, Bahasa China, Indonesia, Hindi, Urdu, Turki. Kami membuka taman rekreasi melalui sebuah lisensi di Kuwait satu setengah tahun lalu bernama "The 99 Village Theme Park", 91.000 m2, 20 permainan, semua dengan tokoh kami. Beberapa lisensi perlengkapan sekolah di Spanyol dan Turki.
But the biggest thing we've done to date, which is just amazing, is that we've done a 26-episode animated series, which is done for global audiences: in fact, we're already going to be in the U.S. and Turkey, we know. It's 3D CGI, which is going to be very high-quality, written in Hollywood by the writers behind Ben 10 and Spiderman and Star Wars: Clone Wars. In this clip I'm about to show you, which has never been seen in the public before, there is a struggle. Two of the characters, Jabbar, the one with the muscles, and Noora, the one that can use light, are actually wearing the cookie-cutter fascist gray uniform because they're being manipulated. They don't know, OK, and they're trying to get another member of The 99 to join them. So there's a struggle within the team. So if we can get the lights ...
Tapi hal terbesar yang telah kami lakukan sampai saat ini, suatu hal yang hebat, adalah membuat 26 episode serial animasi, yang dibuat untuk pemirsa global, bahkan kami akan segera menayangkan di A.S dan Turki, serial ini berbentuk CGI 3D dengan kualitas sangat tinggi, ditulis di Hollywood oleh penulis-penulis di balik "Ben 10" dan "Spiderman" dan "Star Wars: Clone Wars." Dalam klip berikut, yang belum pernah ditunjukkan ke publik sebelumnya, menceritakan sebuah perjuangan. Dua dari tokohnya, Jabbar, yang berotot besar, dan Noora, yang bisa menggunakan sinar, sebenarnya memakai seragam fasis abu-abu karena mereka dimanipulasi. mereka tak tahu. Dan mereka mencoba mengajak anggota "The 99" lain untuk bergabung. Jadi ada perjuangan dalam kelompok itu. Bisa matikan lampunya...
["The 99"]
["The 99"]
Jabbar: Dana, I can't see where to grab hold. I need more light.
Jabbar: Dana, aku tak bisa melihat di mana untuk berpegangan. Aku perlu cahaya.
What's happening?
Apa yang terjadi?
Dana: There's too much darkness.
Dana: Terlalu banyak kegelapan.
Rughal: There must be something we can do.
Rughal: Pasti ada yang bisa kita lakukan.
Man: I won't send any more commandos in until I know it's safe.
Pria: Aku tak mau lagi membuat komando sampai aku tahu sekarang aman.
Dr. Razem: It's time to go, Miklos.
Dr. Razem: Saatnya pergi, Miklos.
Miklos: Must download file contents. I can't forget auntie.
Miklos: Harus mengunduh file. Aku tak bisa meninggalkan bibi.
Jabbar: Dana, I can't do this without you.
Jabbar: Aku tak bisa melakukannya tanpamu.
Dana: But I can't help.
Dana: Tapi aku tak tahan.
Jabbar: You can, even if you don't believe in yourself right now. I believe in you. You are Noora the Light.
Jabbar: Kau bisa, meski kau tak percaya pada dirimu sendiri sekarang. Aku percaya padamu. Kau adalah Noora sang Cahaya.
Dana: No. I don't deserve it. I don't deserve anything.
Dana: Tidak. Aku tak pantas. Aku tak pantas mendapat apapun.
Jabbar: Then what about the rest of us? Don't we deserve to be saved? Don't I? Now, tell me which way to go.
Jabbar: Lalu bagaimana dengan kami? Bukankah kami pantas diselamatkan? Aku pantas diselamatkan? Sekarang, katakan arahnya ke mana.
Dana: That way.
Dana: Ke sana.
Alarm: Threat imminent.
Alarm: Ancaman sudah dekat.
Jabbar: Aaaahhh!
Jabbar: Aaaahhh!
Miklos: Stay away from me.
Miklos: Menjauhlah dariku.
Jabbar: We're here to help you.
Jabbar: Kami ingin membantumu.
Dr. Razem: Don't listen to them.
Dr. Razem: Jangan dengar mereka.
Dana: Miklos, that man is not your friend.
Dana: Miklos, pria itu bukan kawanmu.
Miklos: No. He gave me access, and you want to reboot the [unclear]. No more [unclear].
Miklos: Tidak. Dia memberiku akses, Dan kau ingin [tak jelas]. Tak ada lagi [tak jelas].
["The 99"]
["The 99"]
Thank you.
Terimakasih.
(Applause)
(Tepuk tangan)
So "The 99" is technology; it's entertainment; it's design. But that's only half the story. As the father of five sons, I worry about who they're going to be using as role models. I worry because all around me, even within my extended family, I see religion being manipulated. As a psychologist, I worry for the world in general, but worry about the perception of how people see themselves in my part of the world. Now, I'm a clinical psychologist. I'm licensed in New York State. I trained at Bellevue Hospital Survivors of Political Torture Program, and I heard one too many stories of people growing up to idolize their leadership, only to end up being tortured by their heroes. And torture's a terrible enough thing as it is, but when it's done by your hero, that just breaks you in so many ways. I left Bellevue, went to business school and started this.
Jadi "The 99" adalah tentang teknologi; sebuah hiburan; dan desain. Tapi ini baru setengah cerita. Sebagai ayah dari lima anak, Saya khawatir tentang siapa yang akan mereka jadikan panutan. Saya khawatir karena di sekitar saya, bahkan di dalam keluarga besar, saya melihat agama dimanipulasi. Sebagai psikolog, saya khawatir tentang dunia pada umumnya, tapi khawatir tentang persepsi bagaimana orang melihat diri mereka dalam bagian dunia saya. Saya seorang psikolog klinik. Saya mendapat lisensi di negara bagian New York. Saya melatih orang yang selamat dari penyiksaan politik di Rumah Sakit Bellevue Dan saya banyak mendengar cerita tentang orang yang tumbuh dan mengidolakan kepemimpinan mereka, hanya untuk disiksa oleh pahlawan mereka sendiri. Siksaan sendiri adalah hal yang mengerikan, tapi jika dilakukan oleh pahlawan Anda, rasanya akan menjadi lebih mengerikan. Saya meninggalkan Bellevue, kuliah di jurusan bisnis dan memulai hal ini.
Now, one of the things that I refer to when I -- about the importance of this message -- is that I gave a lecture at the medical school at Kuwait University, where I lecture on the biological basis of behavior, and I gave the students two articles, one from The New York Times and one from New York magazine. And I took away the name of the writer, the name of the [unclear] -- everything was gone except the facts. And the first one was about a group called The Party of God, who wanted to ban Valentine's Day. Red was made illegal. Any boys and girls caught flirting would get married off immediately, okay. The second one was about a woman complaining because three minivans with six bearded men pulled up and started interrogating her on the spot for talking to a man who wasn't related to her.
Salah satu hal yang saya sebutkan ketika saya -- tentang hal penting dalam pesan ini -- adalah bahwa saya memberi kuliah di jurusan kedokteran Universitas Kuwait -- di mana saya mengajar tentang dasar biologis dari perilaku. dan saya memberi mahasiswa dua artikel, satu dari New York Times dan satu dari majalah New York. Dan saya menghilangkan nama penulisnya -- semuanya hilang kecuali faktanya. Dan yang pertama tetang kelompok bernama The Party of God (Partai Tuhan), yang ingin menentang Hari Kasih Sayang. Warna merah dibuat ilegal. Para lelaki dan gadis yang tertangkap bermesraan akan dinikahkan segera, oke. Yang kedua tentang seorang wanita yang mengeluh karena tiga minivan dengan enam pria berjenggot berhenti dan mulai menginterogasinya di tempat karena berbicara pada pria yang tak berhubungan saudara.
And I asked the students in Kuwait where they thought these incidents took place. The first one, they said Saudi Arabia. There was no debate. The second one, they were actually split between Saudi and Afghanistan. What blew their mind was the first one took place in India, it was the party of a Hindu God. The second one took place in upstate New York. It was an Orthodox Jewish community. But what breaks my heart and what's alarming is that in those two interviews, the people around, who were interviewed as well, refer to that behavior as Talibanization. In other words, good Hindus and good Jews don't act this way. This is Islam's influence on Hinduism and Judaism. But what do the students in Kuwait say? They said it's us -- and this is dangerous. It's dangerous when a group self-identifies itself as extreme.
Dan saya bertanya pada mahasiswa di Kuwait di mana mereka pikir insiden itu terjadi. Yang pertama, mereka berkata di Saudi Arabia. Tak ada perdebatan. Yang kedua, mereka berbeda pendapat antara Saudi dan Afghanistan. Apa yang mengejutkan mereka adalah ternyata yang pertama terjadi di India, yaitu partai Hindu. Yang kedua terjadi di New York. Yaitu oleh komunitas Yahudi Ortodoks. Tapi apa yang mengecewakan saya adalah dalam kedua wawancara tersebut orang-orang sekitar, yang juga diwawancara, menyebut perilaku tersebut sebagai Talibanisasi. Dengan kata lain, orang Hindu dan Yahudi yang baik tidak melakukannya. Ini adalah pengaruh Islam pada Hindu dan Yahudi. Tapi apa yang mahasiswa Kuwait katakan? Mereka berkata ini kami. Dan ini bahaya. Bahaya jika sebuah kelompok mengidentifikasi mereka sendiri sebagai kelompok ekstrim.
This is one of my sons, Rayan, who's a Scooby Doo addict. You can tell by the glasses there. He actually called me a meddling kid the other day. (Laughter) But I borrow a lesson that I learned from him. Last summer when we were in our home in New York, he was out in the yard playing in his playhouse. And I was in my office working, and he came in, "Baba, I want you to come with me. I want my toy." "Yes, Rayan, just go away." He left his Scooby Doo in his house. I said, "Go away. I'm working. I'm busy." And what Rayan did then is he sat there, he tapped his foot on the floor, at three and a half, and he looked at me and he said, "Baba, I want you to come with me to my office in my house. I have work to do." (Laughter) (Applause) Rayan reframed the situation and brought himself down to my level.
Ini adalah salah satu anak saya, Rayan, yang sangat suka Scooby Doo. Anda bisa lihat dari kaca matanya. Ia sebenarnya menyebut saya turut campur di suatu hari. (Tertawa) Tapi saya belajar darinya. Musim panas lalu ketika kami berada di rumah di New York, ia sedang bermain rumah-rumahan di halaman. Dan saya di ruang kerja, dan ia masuk, "Ayah, aku ingin kau ikut denganku. Aku ingin mainanku." "Ya, Rayan, pergi saja." Scooby Doo nya ketinggalan di rumahnya. Saya berkata, "Pergilah. Aku sedang bekerja. Aku sibuk." Dan apa yang Rayan lakukan adalah duduk, mengentakkan kaki ke lantai, di usia tiga setengah, melihat saya lalu berkata "Ayah, aku ingin kau ikut denganku ke ruang kerja ku di rumahku. Aku punya pekerjaan. (Tertawa) (Tepuk tangan) Rayan membingkai ulang situasi dan membawa dirinya ke level saya.
(Laughter)
(Tertawa)
And with The 99, that is what we aim to do. You know, I think that there's a big parallel between bending the crucifix out of shape and creating swastikas. And when I see pictures like this, of parents or uncles who think it's cute to have a little child holding a Koran and having a suicide bomber belt around them to protest something, the hope is by linking enough positive things to the Koran, that one day we can move this child from being proud in the way they're proud there, to that. And I think -- I think The 99 can and will achieve its mission.
Dan dengan "The 99", inilah yang ingin saya lakukan. Saya pikir ada paralel jelas antara membengkokkan salib dan membuat swastika. Ketika saya melihat gambar orang tua atau kerabat seperti ini yang berpikir bahwa akan lucu jika punya anak kecil memegang Al-Qur'an dan mengikatkan bom bunuh diri untuk memprotes sesuatu, harapannya adalah dengan menghubungkan hal positif yang cukup pada Al-Qur'an, hingga suatu hari kita bisa mengubah anak ini dari seseorang yang bangga karena apa yang mereka lakukan di sini, menjadi seperti ini. Saya pikir -- Saya pikir "The 99" bisa dan akan mewujudkan misi ini.
As an undergrad at Tufts University, we were giving away free falafel one day and, you know, it was Middle East Day or something. And people came up and picked up the culturally resonant image of the falafel, ate it and, you know, talked and left. And no two people could disagree about what the word free was and what the word falafel was, behind us, "free falafel." You know. (Laughter) Or so we thought, until a woman came rushing across the campus and dropped her bag on the floor, pointed up to the sign and said, "Who's falafel?" (Laughter) True story. (Laughter) She was actually coming out of an Amnesty International meeting.
Sebagai mahasiswa di Universitas Tufts, suatu hari kami membagikan falafel (sejenis makanan) gratis dan, Anda tahu, ini seperti Hari Timur Tengah atau semacamnya. Dan orang datang dan mengambil gambaran falafel yang menggema secara budaya, memakannya, berbicara, dan pergi. Dan tak ada yang berdebat tentang arti kata gratis dan apa itu arti falafel, "falafel gratis" (free = gratis/bebaskan) Anda tahu. (Tertawa) Itulah yang kami pikir, sampai seorang wanita datang terburu-buru ke kampus dan menjatuhkan tasnya ke lantai, menunjuk ke papan tanda dan berkata, "Siapa itu falafel?" (Tertawa) Kisah nyata. (Tertawa) Ia sebenarnya baru datang dari pertemuan Amnesti Internasional.
(Laughter)
(Tertawa)
Just today, D.C. Comics announced the cover of our upcoming crossover. On that cover you see Batman, Superman and a fully-clothed Wonder Woman with our Saudi member of The 99, our Emirati member and our Libyan member. On April 26, 2010, President Barack Obama said that of all the initiatives since his now famous Cairo speech -- in which he reached out to the Muslim world -- the most innovative was that The 99 reach back out to the Justice League of America. We live in a world in which the most culturally innocuous symbols, like the falafel, can be misunderstood because of baggage, and where religion can be twisted and purposefully made where it's not supposed to be by others. In a world like that, they'll always be a job for Superman and The 99.
Baru saja, D.C. Comics mengumumkan sampul dari persilangan kami berikutnya. Di sampul tersebut Anda melihat Batman, Superman dan Wonder Woman berpakaian lengkap dengan anggota "The 99" Saudi kami, anggota Emirat dan Libya kami. Pada tanggal 26 April 2010, Presiden Barack Obama mengatakan dari semua inisiatif sejak pidatonya di Kairo yang terkenal -- di mana ia menjangkau dunia Muslim -- hal yang paling inovatif adalah bahwa "The 99" menjangkau ke belakang ke Justice League Amerika. Kita hidup di dunia dengan simbol yang paling tak berbahaya secara budaya seperti falafel, bisa disalahartikan karena barang bawaan, dan di mana agama bisa dipelintir dan dibuat dengan sengaja ketika seharusnya tidak demikian. Di dunia seperti ini, akan selalu ada tugas untuk Superman dan The 99.
Thank you very much.
Terimakasih banyak.
(Applause)
(Tepuk tangan)