Today I'm going to speak to you about the last 30 years of architectural history. That's a lot to pack into 18 minutes.
Hari ini saya akan bicara tentang sejarah arsitektur 30 tahun terakhir. Cukup banyak untuk 18 menit.
It's a complex topic, so we're just going to dive right in at a complex place: New Jersey. Because 30 years ago, I'm from Jersey, and I was six, and I lived there in my parents' house in a town called Livingston, and this was my childhood bedroom. Around the corner from my bedroom was the bathroom that I used to share with my sister. And in between my bedroom and the bathroom was a balcony that overlooked the family room. And that's where everyone would hang out and watch TV, so that every time that I walked from my bedroom to the bathroom, everyone would see me, and every time I took a shower and would come back in a towel, everyone would see me. And I looked like this. I was awkward, insecure, and I hated it. I hated that walk, I hated that balcony, I hated that room, and I hated that house.
Topik ini kompleks, jadi kita mulai saja di tempat yang kompleks: New Jersey. Karena 30 tahun lalu, saya dari Jersey, saya berumur 6 tahun, dan tinggal di rumah orang tua saya di sebuah kota bernama Livingston, dan inilah kamar tidur saya dulu. Di sudut kamar saya ada kamar mandi yang saya pakai bersama adik saya. Di antara kamar tidur dan kamar mand ada balkon yang tembus ke ruang keluarga. Di sanalah semua orang berkumpul dan menonton TV, jadi setiap kali saya berjalan dari kamar tidur ke kamar mandi, semua orang akan melihat saya, setiap kali saya mandi dan kembali dalam keadaan berhanduk, semua orang akan melihat saya. Dan saya akan terlihat seperti ini. Saya canggung, tidak nyaman, dan saya benci itu. Saya benci harus berjalan di sana, saya benci balkon itu. Saya benci kamar itu, dan saya benci rumah itu.
And that's architecture. (Laughter) Done. That feeling, those emotions that I felt, that's the power of architecture, because architecture is not about math and it's not about zoning, it's about those visceral, emotional connections that we feel to the places that we occupy. And it's no surprise that we feel that way, because according to the EPA, Americans spend 90 percent of their time indoors. That's 90 percent of our time surrounded by architecture. That's huge. That means that architecture is shaping us in ways that we didn't even realize.
Dan itulah arsitektur. (Tawa) Selesai. Perasaan itu, emosi yang saya rasakan, adalah kekuatan arsitektur, karena arsitektur bukanlah tentang matematika atau tata ruang, Arsitektur itu dalam, tentang hubungan emosi yang kita miliki dengan hunian kita. Dan bukanlah hal yang mengejutkan jika kita merasa demikian, karena menurut EPA, orang Amerika menggunakan 90 persen waktu mereka di dalam ruangan. Artinya dalam 90 persen dari waktu kita, kita dikelilingi arsitektur. Itu sesuatu yang besar. Artinya, arsitektur sedang membentuk kita dengan cara yang bahkan tak kita sadari.
That makes us a little bit gullible and very, very predictable. It means that when I show you a building like this, I know what you think: You think "power" and "stability" and "democracy." And I know you think that because it's based on a building that was build 2,500 years ago by the Greeks. This is a trick. This is a trigger that architects use to get you to create an emotional connection to the forms that we build our buildings out of. It's a predictable emotional connection, and we've been using this trick for a long, long time. We used it [200] years ago to build banks. We used it in the 19th century to build art museums. And in the 20th century in America, we used it to build houses. And look at these solid, stable little soldiers facing the ocean and keeping away the elements.
Hal itu membuat kita agak mudah ditipu dan diprediksi. Artinya jika saya perlihatkan bangunan seperti ini, Saya tahu apa yang Anda pikirkan: Anda berpikir tentang "kekuasaan", "stabilitas", dan "demokrasi". Dan Anda berpikir begini karena ini berdasarkan konsep bangunan yang dibangun 2.500 tahun lalu oleh bangsa Yunani. Ini adalah sebuah trik. Ini adalah pemicu yang digunakan arsitek untuk membuat Anda menciptakan sebuah hubungan emosional yang darinya kita dirikan bangunan-bangunan kita. Ini adalah sebuah hubungan emosional yang dapat diprediksi dan kami sudah sangat lama menggunakan trik ini. Kami menggunakannya 200 tahun yang lalu untuk membangun bank-bank. Kami menggunakannya pada abad 19 untuk membangun museum-museum seni. Pada abad 20 di Amerika, kami memakainya untuk membangun perumahan. Perhatikan prajurit-prajurit kecil yang kuat dan stabil ini menghadap samudera dan menahan semua tekanan.
This is really, really useful, because building things is terrifying. It's expensive, it takes a long time, and it's very complicated. And the people that build things -- developers and governments -- they're naturally afraid of innovation, and they'd rather just use those forms that they know you'll respond to.
Hal ini sangat, sangat bermanfaat, karena mendirikan bangunan itu menakutkan, mahal, lama dan sangat rumit. Dan orang yang mendirikan bangunan -- para pengembang dan pemerintah -- secara alami mereka takut dengan inovasi, mereka lebih suka menggunakan bentuk yang mereka tahu akan Anda tanggapi.
That's how we end up with buildings like this. This is a nice building. This is the Livingston Public Library that was completed in 2004 in my hometown, and, you know, it's got a dome and it's got this round thing and columns, red brick, and you can kind of guess what Livingston is trying to say with this building: children, property values and history. But it doesn't have much to do with what a library actually does today. That same year, in 2004, on the other side of the country, another library was completed, and it looks like this. It's in Seattle. This library is about how we consume media in a digital age. It's about a new kind of public amenity for the city, a place to gather and read and share.
Itulah sebabnya kami akhirnya mendirikan bangunan seperti ini. Ini bangunan bagus. Ini adalah Perpustakaan Umum Livingston yang selesai pada 2004 di kota asal saya, dan, Anda lihat, ada kubahnya, ada benda dan pilar bulat ini, bata merah, Anda bisa menduga apa yang ingin disampaikan Livingston lewat gedung ini: anak-anak, nilai bangunan dan sejarah. Namun hal itu tidak banyak hubungannya dengan layanan perpustakaan yang sebenarnya saat ini. Pada tahun yang sama, 2004, di tempat lain di negeri ini, perpustakaan lain juga selesai dibangun, dan terlihat seperti ini. Ini di Seattle. Perpustakaan ini terkait dengan penggunaan media pada era digital. Ini tentang jenis baru keramahan publik untuk kota tersebut, sebuah tempat untuk berkumpul, membaca dan berbagi.
So how is it possible that in the same year, in the same country, two buildings, both called libraries, look so completely different? And the answer is that architecture works on the principle of a pendulum. On the one side is innovation, and architects are constantly pushing, pushing for new technologies, new typologies, new solutions for the way that we live today. And we push and we push and we push until we completely alienate all of you. We wear all black, we get very depressed, you think we're adorable, we're dead inside because we've got no choice. We have to go to the other side and reengage those symbols that we know you love. So we do that, and you're happy, we feel like sellouts, so we start experimenting again and we push the pendulum back and back and forth and back and forth we've gone for the last 300 years, and certainly for the last 30 years.
Jadi bagaimana mungkin pada tahun yang sama, di negara yang sama, dua bangunan yang sama-sama disebut perpustakaan, terlihat jauh berbeda? Jawabannya adalah, arsitektur bekerja dengan prinsip bandul. Pada satu sisi adalah inovasi, arsitek biasanya selalu mendorong teknologi baru, tipe baru, solusi baru untuk gaya hidup saat ini. Kami terus-menerus mendorong hingga sepenuhnya mengasingkan Anda semua. Kami semua memakai hitam, kami semua depresi, Anda pikir kami menawan, jiwa kami mati karena kami tak punya pilihan. Kami harus pindah ke sisi lain dan kembali menggunakan simbol-simbol itu yang kami tahu Anda sukai. Jadi itu yang kami lakukan, dan Anda senang, kami merasa bagai pengkhianat, lalu kami mulai bereksperimen lagi dan kami kembali mendorong bandul, mundur, maju, mundur, maju, dan kami maju mundur selama 300 tahun terakhir, dan tentunya selama 30 tahun terakhir ini.
Okay, 30 years ago we were coming out of the '70s. Architects had been busy experimenting with something called brutalism. It's about concrete. (Laughter) You can guess this. Small windows, dehumanizing scale. This is really tough stuff. So as we get closer to the '80s, we start to reengage those symbols. We push the pendulum back into the other direction. We take these forms that we know you love and we update them. We add neon and we add pastels and we use new materials. And you love it. And we can't give you enough of it. We take Chippendale armoires and we turned those into skyscrapers, and skyscrapers can be medieval castles made out of glass. Forms got big, forms got bold and colorful. Dwarves became columns. (Laughter) Swans grew to the size of buildings. It was crazy. But it's the '80s, it's cool. (Laughter) We're all hanging out in malls and we're all moving to the suburbs, and out there, out in the suburbs, we can create our own architectural fantasies. And those fantasies, they can be Mediterranean or French or Italian. (Laughter) Possibly with endless breadsticks.
Oke, 30 tahun yang lalu kita keluar dari era 70-an. Para arsitek sibuk bereksperimen dengan sesuatu yang disebut 'brutalisme'. Sesuatu tentang beton. (Tawa) Anda bisa menebaknya. Jendela yang kecil, ukuran yang tidak manusiawi Ini sangat berat. Saat mendekati era 80-an, kami mulai menggunakan simbol-simbol itu. Kami dorong bandul ke arah sebaliknya. Kami ambil bentuk-bentuk ini yang kami tahu Anda senangi dan kami perbaharui. Kami tambahkan neon, warna pastel, kami gunakan bahan baru. Dan Anda menyukainya. Hingga kami tak mampu memenuhi permintaan Anda. Kami gunakan lemari Chippindale dan kami ubah menjadi pencakar langit, dan pencakar langit bisa berupa kastil abad pertengahan yang terbuat dari kaca. Bentuk-bentuk menjadi besar, bentuk-bentuk menjadi tebal dan berwarna-warni. Para kurcaci menjadi pilarnya. (Tawa) Angsa membesar hingga seukuran bangunan. Gila. Tapi di era 80-an, itu keren. (Tawa) Kita nongkrongnya di mal-mal dan kita semua pindah ke pinggiran kota, dan di sana, di pinggiran kota, kita bisa bangun fantasi arsitektur kita. Dan fantasi-fantasi itu, bisa saja ala Mediterania, Perancis atau Italia. (Tawa) Mungkin dengan tumpukan roti Perancis.
This is the thing about postmodernism. This is the thing about symbols. They're easy, they're cheap, because instead of making places, we're making memories of places. Because I know, and I know all of you know, this isn't Tuscany. This is Ohio. (Laughter)
Ini dia soal postmodernisme. Ini dia soal simbol-simbol. Mereka mudah dan murah, karena, daripada membuat bangunan, lebih baik membuat kenangan tentang bangunan. Karena saya tahu, saya tahu Anda semua tahu, ini bukan Tuscany. Ini di Ohio. (Tawa)
So architects get frustrated, and we start pushing the pendulum back into the other direction. In the late '80s and early '90s, we start experimenting with something called deconstructivism. We throw out historical symbols, we rely on new, computer-aided design techniques, and we come up with new compositions, forms crashing into forms. This is academic and heady stuff, it's super unpopular, we totally alienate you. Ordinarily, the pendulum would just swing back into the other direction. And then, something amazing happened.
Jadi, para arsitek menjadi frustrasi, dan kami dorong kembali bandul itu ke arah lainnya. Pada akhir era 80-an dan awal 90-an, kami mulai bereksperimen dengan sesuatu yang disebut dekonstruktivisme. Kami tinggalkan simbol sejarah, kami bergantung pada teknik desain baru dengan bantuan komputer, kami hasilkan komposisi baru, bentuk bertabrakan dengan bentuk. Ini hal akademik yang berat, sangat tidak populer, kami benar-benar telah mengasingkan Anda. Biasanya, bandul akan kembali bergerak ke arah sebaliknya. Lalu sesuatu yang menakjubkan terjadi.
In 1997, this building opened. This is the Guggenheim Bilbao, by Frank Gehry. And this building fundamentally changes the world's relationship to architecture. Paul Goldberger said that Bilbao was one of those rare moments when critics, academics, and the general public were completely united around a building. The New York Times called this building a miracle. Tourism in Bilbao increased 2,500 percent after this building was completed. So all of a sudden, everybody wants one of these buildings: L.A., Seattle, Chicago, New York, Cleveland, Springfield. (Laughter) Everybody wants one, and Gehry is everywhere. He is our very first starchitect.
Pada 1997, gedung ini dibuka. Gedung ini bernama Guggenheim Bilbao, karya Frank Gehry. Dan gedung ini mengubah hubungan dunia dengan arsitektur secara mendasar. Paul Goldberger memuji Bilbao sebagai salah satu dari momen-momen langka itu, saat kritikus, akademisi dan publik bersatu di sekeliling sebuah bangunan. The New York Times menyebut bangunan ini sebagai sebuah keajaiban. Pariwisata Bilbao meningkat 2.500 persen setelah gedung ini selesai dibangun. Jadi, tiba-tiba saja semua orang menginginkan salah satu dari bangunan ini: L.A., Seattle, Chicago, New York, Cleveland, Springfield. (Tawa) Semua orang ingin satu, dan Gehry ada di mana-mana. Dia adalah 'starsitek' pertama kita.
Now, how is it possible that these forms -- they're wild and radical -- how is it possible that they become so ubiquitous throughout the world? And it happened because media so successfully galvanized around them that they quickly taught us that these forms mean culture and tourism. We created an emotional reaction to these forms. So did every mayor in the world. So every mayor knew that if they had these forms, they had culture and tourism.
Nah, bagaimana mungkin bentuk-bentuk ini -- liar dan radikal -- bagaimana mungkin mereka dapat sangat merambah di seluruh dunia? Hal ini terjadi karena media dengan sangat sukses melambungkan mereka hingga dengan cepat mengajari kita bahwa bentuk ini bermakna budaya & pariwisata. Kita menciptakan sebuah reaksi emosional terhadap bentuk-bentuk ini. Begitu juga semua walikota di dunia. Semua walikota tahu bahwa jika mereka punya bentuk-bentuk ini, mereka punya budaya dan pariwisata.
This phenomenon at the turn of the new millennium happened to a few other starchitects. It happened to Zaha and it happened to Libeskind, and what happened to these elite few architects at the turn of the new millennium could actually start to happen to the entire field of architecture, as digital media starts to increase the speed with which we consume information. Because think about how you consume architecture. A thousand years ago, you would have had to have walked to the village next door to see a building. Transportation speeds up: You can take a boat, you can take a plane, you can be a tourist. Technology speeds up: You can see it in a newspaper, on TV, until finally, we are all architectural photographers, and the building has become disembodied from the site. Architecture is everywhere now, and that means that the speed of communication has finally caught up to the speed of architecture.
Fenomena di peralihan milenium baru ini terjadi pada beberapa 'starsitek' lain. Hal ini terjadi pada Zaha dan Libeskind, dan apa yang terjadi pada segelintir arsitek elit ini pada pergantian milenium baru sebenarnya bisa terjadi pada seluruh bidang arsitektur, dengan media digital meningkatkan kecepatan yang kita gunakan untuk memperoleh informasi. Karena coba pikirkan bagaimana Anda menggunakan arsitektur. Seribu tahun yang lalu, Anda harus berjalan ke desa sebelah untuk melihat sebuah bangunan. Transportasi berkembang semakin cepat: Anda bisa naik kapal, naik pesawat, atau menjadi wisatawan. Teknologi melesat: Anda dapat melihatnya melalui koran, TV, lalu kita semua menjadi fotografer arsitektur, bangunan menjadi terpisah dari lokasinya. Saat ini arsitektur ada dimana-mana, dan artinya kecepatan komunikasi telah bisa menyamai laju arsitektur. Karena arsitektur sebenarnya melaju cukup cepat.
Because architecture actually moves quite quickly. It doesn't take long to think about a building. It takes a long time to build a building, three or four years, and in the interim, an architect will design two or eight or a hundred other buildings before they know if that building that they designed four years ago was a success or not. That's because there's never been a good feedback loop in architecture. That's how we end up with buildings like this. Brutalism wasn't a two-year movement, it was a 20-year movement. For 20 years, we were producing buildings like this because we had no idea how much you hated it. It's never going to happen again, I think, because we are living on the verge of the greatest revolution in architecture since the invention of concrete, of steel, or of the elevator, and it's a media revolution.
Tak butuh waktu lama untuk memikirkan sebuah bangunan. Tapi cukup lama untuk membangunnya, tiga atau empat tahun, sementara itu seorang arsitek sudah merancang dua atau delapan atau seratus bangunan lain sebelum akhirnya tahu bahwa bangunan yang dirancangnya empat tahun lalu sukses atau tidak. Itu karena belum pernah ada umpan balik di dunia arsitektur. Sehingga kami hanya mendirikan bangunan seperti ini. Brutalisme bukan gerakan dua tahunan saja, tapi gerakan 20 tahunan. Selama 20 tahun kami menghasilkan bangunan seperti ini karena kami tidak tahu seberapa Anda membencinya. Ini tidak akan terjadi lagi, saya kira, karena kita hidup di ambang revolusi terbesar di arsitektur sejak penemuan beton, atau baja, atau lift, dan itu adalah revolusi media.
So my theory is that when you apply media to this pendulum, it starts swinging faster and faster, until it's at both extremes nearly simultaneously, and that effectively blurs the difference between innovation and symbol, between us, the architects, and you, the public. Now we can make nearly instantaneous, emotionally charged symbols out of something that's brand new.
Jadi teori saya adalah jika Anda terapkan media pada bandul ini, dia akan berayun semakin cepat, hingga kedua ujung ayunan menjadi serentak yang secara efektif mengaburkan perbedaan antara inovasi dengan simbol, antara kami para arsitektur, dan Anda, masyarakat. Sekarang kita bisa membuat simbol-simbol instan yang dipicu perasaan dari sesuatu yang baru.
Let me show you how this plays out in a project that my firm recently completed. We were hired to replace this building, which burned down. This is the center of a town called the Pines in Fire Island in New York State. It's a vacation community. We proposed a building that was audacious, that was different than any of the forms that the community was used to, and we were scared and our client was scared and the community was scared, so we created a series of photorealistic renderings that we put onto Facebook and we put onto Instagram, and we let people start to do what they do: share it, comment, like it, hate it. But that meant that two years before the building was complete, it was already a part of the community, so that when the renderings looked exactly like the finished product, there were no surprises. This building was already a part of this community, and then that first summer, when people started arriving and sharing the building on social media, the building ceased to be just an edifice and it became media, because these, these are not just pictures of a building, they're your pictures of a building. And as you use them to tell your story, they become part of your personal narrative, and what you're doing is you're short-circuiting all of our collective memory, and you're making these charged symbols for us to understand. That means we don't need the Greeks anymore to tell us what to think about architecture. We can tell each other what we think about architecture, because digital media hasn't just changed the relationship between all of us, it's changed the relationship between us and buildings. Think for a second about those librarians back in Livingston. If that building was going to be built today, the first thing they would do is go online and search "new libraries." They would be bombarded by examples of experimentation, of innovation, of pushing at the envelope of what a library can be. That's ammunition. That's ammunition that they can take with them to the mayor of Livingston, to the people of Livingston, and say, there's no one answer to what a library is today. Let's be a part of this. This abundance of experimentation gives them the freedom to run their own experiment.
Mari saya perlihatkan caranya dari proyek yang baru diselesaikan perusahaan saya. Kami disewa untuk mengganti gedung yang terbakar ini. Ini adalah pusat kota bernama Pines di pulau Fire di negara bagian New York. Ini sebuah komunitas liburan. Kami usulkan sebuah gedung yang menantang, berbeda dari bentuk yang biasa dilihat penduduk, kami takut, klien kami takut, penduduk juga ngeri, jadi kami ciptakan serangkaian gambar-gambar foto realistik lalu kami tayangkan di Facebook dan Instagram, kami biarkan orang-orang melakukan apa yang biasa mereka lakukan: berbagi foto, menanggapi, suka, tidak suka. Tapi itu artinya dua tahun sebelum bangunan ini jadi, dia sudah menjadi bagian komunitas, jika terjemahan foto itu sama dengan produk jadi, tidak akan ada kejutan. Bangunan ini sudah menjadi bagian dari komunitas ini, lalu saat musim panas pertama itu, ketika orang-orang mulai datang dan berbagi foto bangunan di media sosial, bangunan itu tidak hanya sekedar gedung megah, dia menjadi media, karena ini, bukan hanya foto sebuah bangunan, tapi foto bangunan Anda. Dan ketika Anda menggunakannya untuk menceritakan kisah Anda, dia menjadi bagian dari cerita pribadi Anda, yang Anda lakukan adalah memotong seluruh ingatan kolektif kita, dan Anda menciptakan simbol yang memacu kita untuk memahami. Jadi kita tidak butuh orang Yunani lagi untuk mengajari kita tentang arsitektur. Kita bisa berdiskusi satu sama lain mengenai ide kita tentang arsitektur, karena media digital tidak hanya mengubah hubungan antara kita semua, tapi juga mengubah hubungan kita dengan bangunan. Coba pikirkan sebentar para pustakawan di Livingston. Jika bangunan itu akan dibangun saat ini, hal pertama yang mereka lakukan adalah online dan meng-googling 'pustaka baru'. Mereka akan dibombardir oleh contoh-contoh percobaan, inovasi, informasi tak terbatas tentang bagaimanakah sebuah perpustakaan itu. Itu adalah amunisi. Amunisi yang bisa mereka bawa kepada Walikota dan masyarakat Livingston, dan menyatakan; tidak hanya ada satu jawaban atas pertanyaan seperti apa perpustakaan masa kini. Mari kita jadi bagian di dalamnya. Kelimpahan percobaan-percobaan ini memberi keleluasaan untuk menjalankan percobaan mereka sendiri.
Everything is different now. Architects are no longer these mysterious creatures that use big words and complicated drawings, and you aren't the hapless public, the consumer that won't accept anything that they haven't seen anymore. Architects can hear you, and you're not intimidated by architecture. That means that that pendulum swinging back and forth from style to style, from movement to movement, is irrelevant. We can actually move forward and find relevant solutions to the problems that our society faces. This is the end of architectural history, and it means that the buildings of tomorrow are going to look a lot different than the buildings of today. It means that a public space in the ancient city of Seville can be unique and tailored to the way that a modern city works. It means that a stadium in Brooklyn can be a stadium in Brooklyn, not some red-brick historical pastiche of what we think a stadium ought to be. It means that robots are going to build our buildings, because we're finally ready for the forms that they're going to produce. And it means that buildings will twist to the whims of nature instead of the other way around. It means that a parking garage in Miami Beach, Florida, can also be a place for sports and for yoga and you can even get married there late at night. (Laughter) It means that three architects can dream about swimming in the East River of New York, and then raise nearly half a million dollars from a community that gathered around their cause, no one client anymore. It means that no building is too small for innovation, like this little reindeer pavilion that's as muscly and sinewy as the animals it's designed to observe. And it means that a building doesn't have to be beautiful to be lovable, like this ugly little building in Spain, where the architects dug a hole, packed it with hay, and then poured concrete around it, and when the concrete dried, they invited someone to come and clean that hay out so that all that's left when it's done is this hideous little room that's filled with the imprints and scratches of how that place was made, and that becomes the most sublime place to watch a Spanish sunset.
Semuanya telah berubah sekarang. Arsitek bukan lagi makhluk misterius yang menggunakan istilah sulit dan gambar yang rumit, dan Anda bukan lagi masyarakat tanpa daya, pengguna yang tak lagi menerima sesuatu tanpa melihatnya lebih dulu. Arsitek bisa mendengar masukan Anda, Anda tidak akan terintimidasi oleh arsitektur. Artinya bandul yang berayun maju mundur dari satu corak ke corak lainnya, dari satu gerakan ke gerakan lain, adalah tidak tepat. Kita bisa melangkah maju mencari solusi yang tepat bagi masalah yang dihadapi masyarakat. Ini adalah akhir dari sejarah arsitektur, artinya bangunan masa depan akan terlihat jauh berbeda dari bangunan saat ini. Artinya ruang publik di kota kuno Seville bisa menjadi unik dan dirancang sesuai dengan kondisi kota modern. Artinya sebuah stadion di Brooklyn bisa tetap menjadi stadion di Brooklyn, bukan gabungan bata dan sejarah tentang bagaimana seharusnya stadion itu. Artinya robot akan membangun gedung-gedung kita, karena kita akhirnya siap untuk bentuk yang akan mereka hasilkan. Dan artinya bangunan akan berputar seperti keinginan alam bukan ke arah sebaliknya. Artinya garasi di pantai Miami, Florida, juga bisa menjadi tempat berolah raga dan yoga dan Anda bahkan bisa menikah di sana tengah malam. (Tawa) Artinya tiga orang arsitek bisa mimpi berenang di sungai East, New York, lalu mengumpulkan hingga setengah miliar dolar dari penduduk yang bersimpati pada perjuangan mereka, tidak menjadi klien seorang pun lagi. Artinya tidak ada satupun bangunan yang terlalu kecil untuk inovasi, seperti paviliun rusa kutub kecil ini yang dirancang setegar dan sekekar hewan yang akan diamati. Dan artinya sebuah bangunan tidak harus indah untuk dicintai, seperti bangunan kecil dan jelek di Spanyol ini, di mana arsitek menggali lubang, lalu menutupnya dengan jerami, lalu menyiramkan beton di sekelilingnya, saat beton mengering, mereka mengundang seseorang untuk datang dan membersihkan jerami itu jadi satu-satunya yang tersisa adalah ruang menyeramkan ini yang penuh dangan cetakan dan goresan saat pembuatannya, yang menjadi tempat terindah untuk melihat sunset di Spanyol.
Because it doesn't matter if a cow builds our buildings or a robot builds our buildings. It doesn't matter how we build, it matters what we build. Architects already know how to make buildings that are greener and smarter and friendlier. We've just been waiting for all of you to want them. And finally, we're not on opposite sides anymore. Find an architect, hire an architect, work with us to design better buildings, better cities, and a better world, because the stakes are high. Buildings don't just reflect our society, they shape our society down to the smallest spaces: the local libraries, the homes where we raise our children, and the walk that they take from the bedroom to the bathroom.
Karena tidak ada pengaruhnya apakah yang membangun gedung kita adalah seekor sapi atau sebuah robot. Bagaimana kita membangun, tidak jadi masalah, tapi masalahnya adalah apa yang kita bangun. Arsitek sudah tahu cara membangun bangunan yang lebih hijau, cerdas dan bersahabat. Kami hanya menunggu Anda semua untuk menginginkannya. Dan akhirnya kami tidak lagi berada di sisi yang berbeda. Cari seorang arsitek, lalu sewa, bekerjasama dengan kami untuk merancang bangunan yang lebih baik, kota yang lebih baik, dan dunia yang lebih baik, karena taruhannya besar. Bangunan tidak hanya mencerminkan masyarakat kita, tetapi juga membentuk masyarakat kita hingga ke ruang-ruang terkecil: perpustakaan daerah, perumahan tempat kita membesarkan anak-anak, dan jalan yang mereka lalui dari kamar tidur ke kamar mandi.
Thank you.
Terima kasih.
(Applause)
(Tepuk tangan)