So, I'll be speaking to you using language ... because I can. This is one these magical abilities that we humans have. We can transmit really complicated thoughts to one another. So what I'm doing right now is, I'm making sounds with my mouth as I'm exhaling. I'm making tones and hisses and puffs, and those are creating air vibrations in the air. Those air vibrations are traveling to you, they're hitting your eardrums, and then your brain takes those vibrations from your eardrums and transforms them into thoughts. I hope.
Saya akan berbicara menggunakan bahasa... karena saya mampu. Bahasa adalah salah satu kemampuan ajaib yang dimiliki manusia. Kita dapat saling menyampaikan ide yang sangat rumit. Jadi, yang saya lakukan sekarang adalah membuat suara melalui mulut saya, saat menghela napas. Saya membuat nada, desisan, dan embusan, dan semua itu menghasilkan getaran di udara. Getaran udara itu merambat ke arah Anda, kemudian sampai ke gendang telinga, lalu otak menerima getaran dari gendang telinga itu, dan mengubahnya menjadi sebuah pemikiran. Saya harap.
(Laughter)
(Tertawa)
I hope that's happening. So because of this ability, we humans are able to transmit our ideas across vast reaches of space and time. We're able to transmit knowledge across minds. I can put a bizarre new idea in your mind right now. I could say, "Imagine a jellyfish waltzing in a library while thinking about quantum mechanics."
Semoga itu yang terjadi. Karena kemampuan ini, kita, manusia, dapat meneruskan ide-ide kita menembus luasnya ruang dan waktu. Kita dapat menyampaikan pengetahuan ke dalam pemikiran orang lain. Saya bisa menanamkan ide aneh baru ke kepala Anda saat ini juga. Misalnya saya katakan, "Bayangkan ubur-ubur berdansa di perpustakaan, sambil memikirkan teori mekanika kuantum."
(Laughter)
(Tertawa)
Now, if everything has gone relatively well in your life so far, you probably haven't had that thought before.
Jika hidup Anda berjalan mulus tanpa hambatan yang berarti, mungkin hal itu tak pernah terpikirkan.
(Laughter)
(Tertawa)
But now I've just made you think it, through language.
Tapi, saya membuat Anda memikirkannya melalui bahasa.
Now of course, there isn't just one language in the world, there are about 7,000 languages spoken around the world. And all the languages differ from one another in all kinds of ways. Some languages have different sounds, they have different vocabularies, and they also have different structures -- very importantly, different structures. That begs the question: Does the language we speak shape the way we think? Now, this is an ancient question. People have been speculating about this question forever. Charlemagne, Holy Roman emperor, said, "To have a second language is to have a second soul" -- strong statement that language crafts reality. But on the other hand, Shakespeare has Juliet say, "What's in a name? A rose by any other name would smell as sweet." Well, that suggests that maybe language doesn't craft reality.
Tentu, bahasa di dunia bukan hanya satu, sekitar 7.000 bahasa digunakan di seluruh dunia. Dan semua bahasa memiliki perbedaan pada bermacam-macam hal. Beberapa bahasa memiliki bunyi yang berbeda, kosakata yang berbeda, juga struktur bahasa yang berbeda, perbedaan struktur ini sungguh penting. Maka timbul pertanyaan: Apakah bahasa yang kita pakai membentuk cara berpikir kita? Nah, ini pertanyaan kuno. Sejak dulu, banyak orang telah berspekulasi mengenai hal ini. Charlemagne, seorang Kaisar Romawi, berkata, "Memiliki bahasa kedua sama seperti memiliki jiwa kedua" -- ini suatu dukungan kuat bahwa bahasa membentuk realitas. Tetapi di sisi lain, Shakespeare membuat Juliet berkata, "Apalah arti sebuah nama? Mawar dengan nama lain akan tetap sama wanginya." Nah, mungkin artinya, bahasa tidak membentuk realitas.
These arguments have gone back and forth for thousands of years. But until recently, there hasn't been any data to help us decide either way. Recently, in my lab and other labs around the world, we've started doing research, and now we have actual scientific data to weigh in on this question.
Perdebatan ini telah berlangsung selama ribuan tahun. Tetapi hingga saat ini, belum ada data yang membuktikan salah satunya. Belum lama ini, di lab saya dan lab lain di dunia, mulai dilakukan penelitian dan kini kami punya data ilmiah untuk menjawab perdebatan tersebut.
So let me tell you about some of my favorite examples. I'll start with an example from an Aboriginal community in Australia that I had the chance to work with. These are the Kuuk Thaayorre people. They live in Pormpuraaw at the very west edge of Cape York. What's cool about Kuuk Thaayorre is, in Kuuk Thaayorre, they don't use words like "left" and "right," and instead, everything is in cardinal directions: north, south, east and west. And when I say everything, I really mean everything. You would say something like, "Oh, there's an ant on your southwest leg." Or, "Move your cup to the north-northeast a little bit." In fact, the way that you say "hello" in Kuuk Thaayorre is you say, "Which way are you going?" And the answer should be, "North-northeast in the far distance. How about you?"
Saya akan menceritakan beberapa contoh favorit saya. Saya akan mulai dengan sebuah komunitas Aborigin di Australia yang pernah bekerja sama dengan saya. Mereka adalah suku Kuuk Thaayorre. Mereka tinggal di Pormpuraaw di ujung paling barat Cape York. Yang menarik dari Kuuk Thaayorre adalah-- mereka tidak menggunakan kata seperti "kiri" dan "kanan", mereka menggunakan arah mata angin untuk semua petunjuk arah: utara, selatan, timur, barat. Saat saya bilang semua, benar-benar di semua hal. Bisa saja ada kalimat, Oh, ada semut di arah barat daya kakimu." Atau, "Geser cangkirmu ke arah utara timur laut sedikit." Bahkan dalam bahasa Kuuk Thaayore, untuk menyapa kita berkata, "Kamu mau ke arah mana?" Dan balasannya adalah, "Utara timur laut nun jauh di sana. Kalau kamu?"
So imagine as you're walking around your day, every person you greet, you have to report your heading direction.
Jadi, bayangkan kalian sedang berjalan-jalan, dan siapapun yang kalian sapa, harus diberitahu arah perjalanan kalian.
(Laughter)
(Tertawa)
But that would actually get you oriented pretty fast, right? Because you literally couldn't get past "hello," if you didn't know which way you were going. In fact, people who speak languages like this stay oriented really well. They stay oriented better than we used to think humans could. We used to think that humans were worse than other creatures because of some biological excuse: "Oh, we don't have magnets in our beaks or in our scales." No; if your language and your culture trains you to do it, actually, you can do it. There are humans around the world who stay oriented really well.
Tetapi, hal ini akan membuat Anda cepat mengetahui arah, kan? Karena kalian tidak mungkin bisa bertegur sapa, jika tidak tahu arah yang kalian tuju. Bahkan, orang yang berbahasa seperti itu mengetahui arah dengan baik Mereka tahu arah lebih baik daripada kebanyakan manusia. Kita dulu menganggap manusia lebih buruk dari makhluk lain-- karena beberapa alasan biologis: "Oh, kita tidak punya magnet di paruh atau sisik kita." Tidak; jika bahasa dan budaya membiasakan untuk melakukannya, sebetulnya, Anda bisa. Nyatanya ada juga manusia yang tahu arah dengan baik.
And just to get us in agreement about how different this is from the way we do it, I want you all to close your eyes for a second and point southeast.
Agar kita punya gambaran yang sama-- tentang betapa berbedanya kemampuan mengenal arah ini, Saya ingin Anda semua menutup mata sebentar-- lalu tunjuk arah tenggara.
(Laughter)
(Tertawa)
Keep your eyes closed. Point. OK, so you can open your eyes. I see you guys pointing there, there, there, there, there ... I don't know which way it is myself --
Tetap tutup mata. Tunjuklah. Oke, Anda bisa buka mata sekarang. Saya lihat kalian menunjuk ke sana, ke sana, ke sana, ke sana... Saya sendiri juga tidak tahu--
(Laughter)
(Tertawa)
You have not been a lot of help.
Anda tidak terlalu membantu.
(Laughter)
(Tertawa)
So let's just say the accuracy in this room was not very high. This is a big difference in cognitive ability across languages, right? Where one group -- very distinguished group like you guys -- doesn't know which way is which, but in another group, I could ask a five-year-old and they would know.
Bisa dikatakan kita punya akurasi rendah dalam mengenali arah. Ini contoh perbedaan besar kemampuan kognitif antarbahasa, kan? Ada satu kelompok -- yang sangat terhormat seperti Anda semua -- tidak tahu arah dengan pasti, sedangkan di tempat lain, saya bertanya ke anak 5 tahun dan dia tahu.
(Laughter)
(Tertawa)
There are also really big differences in how people think about time. So here I have pictures of my grandfather at different ages. And if I ask an English speaker to organize time, they might lay it out this way, from left to right. This has to do with writing direction. If you were a speaker of Hebrew or Arabic, you might do it going in the opposite direction, from right to left.
Terdapat pula perbedaan besar mengenai persepsi akan waktu. Di sini saya punya foto kakek saya dengan umur yang berbeda-beda. Jika saya minta penutur Bahasa Inggris untuk merunut waktu, susunannya akan seperti ini, dari kiri ke kanan. Ini terkait dengan arah penulisan. Jika kalian penutur bahasa Ibrani atau Arab, mungkin susunannya akan berlawanan arah, dari kanan ke kiri.
But how would the Kuuk Thaayorre, this Aboriginal group I just told you about, do it? They don't use words like "left" and "right." Let me give you hint. When we sat people facing south, they organized time from left to right. When we sat them facing north, they organized time from right to left. When we sat them facing east, time came towards the body. What's the pattern? East to west, right? So for them, time doesn't actually get locked on the body at all, it gets locked on the landscape. So for me, if I'm facing this way, then time goes this way, and if I'm facing this way, then time goes this way. I'm facing this way, time goes this way -- very egocentric of me to have the direction of time chase me around every time I turn my body. For the Kuuk Thaayorre, time is locked on the landscape. It's a dramatically different way of thinking about time.
Tetapi bagaimana Kuuk Thaayorre, suku Aborigin tadi, mengurutkannya? Mereka tidak menggunakan arah "kiri" dan "kanan". Saya beri Anda petunjuk. Jika kita menghadapkan orang ke arah selatan, mereka akan menyusun waktu dari kiri ke kanan. Jika kita menghadapkan mereka ke arah utara, mereka akan merunut waktu dari kanan ke kiri. Jika mereka kita hadapkan ke timur, jalannya waktu akan mendekati tubuh. Apa polanya? Timur ke Barat, kan? Bagi mereka, waktu tidak terpatok pada posisi tubuh, waktu terpatok pada lanskap. Sedangkan bagi saya, saat tubuh ke sini, arah waktu ke sini, jika saya menghadap ke sini, maka waktu ke arah sini. Saya menghadap ke sini, waktu ke arah sini, sangat egosentris karena arah waktu selalu berubah mengikuti saya-- setiap kali saya berpaling arah. Sedangkan bagi Kuuk Thaayorre, waktu terpatok pada lanskap. Persepsi yang sangat berbeda pada waktu.
Here's another really smart human trick. Suppose I ask you how many penguins are there. Well, I bet I know how you'd solve that problem if you solved it. You went, "One, two, three, four, five, six, seven, eight." You counted them. You named each one with a number, and the last number you said was the number of penguins. This is a little trick that you're taught to use as kids. You learn the number list and you learn how to apply it. A little linguistic trick. Well, some languages don't do this, because some languages don't have exact number words. They're languages that don't have a word like "seven" or a word like "eight." In fact, people who speak these languages don't count, and they have trouble keeping track of exact quantities. So, for example, if I ask you to match this number of penguins to the same number of ducks, you would be able to do that by counting. But folks who don't have that linguistic trick can't do that.
Ada satu lagi trik cerdas manusia. Misalkan saya bertanya ada berapa pinguin. Saya tahu dengan pasti cara Anda menjawabnya. Anda menghitungnya, "Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan." Anda menomori mereka satu per satu dan nomor terakhir yang diucapkan adalah jumlah pinguinnya. Ini adalah trik kecil yang diajarkan sedari kita kecil. Kita belajar urutan nomor dan mengaplikasikannya. Sebuah trik linguistik kecil. Namun, beberapa bahasa tidak begini, karena beberapa bahasa tidak punya kata untuk angka. Bahasa tersebut tidak punya kata seperti "tujuh"... atau kata seperti "delapan." Bahkan, para penutur bahasa itu tidak berhitung, dan mereka kesulitan menentukan jumlah dengan tepat. Jadi, contohnya, jika saya meminta mereka untuk mencocokkan jumlah pinguin ini dengan bebek berjumlah sama, Anda mungkin bisa menghitungnya. Tetapi, mereka yang tak punya trik linguistik itu tidak bisa.
Languages also differ in how they divide up the color spectrum -- the visual world. Some languages have lots of words for colors, some have only a couple words, "light" and "dark." And languages differ in where they put boundaries between colors. So, for example, in English, there's a word for blue that covers all of the colors that you can see on the screen, but in Russian, there isn't a single word. Instead, Russian speakers have to differentiate between light blue, "goluboy," and dark blue, "siniy." So Russians have this lifetime of experience of, in language, distinguishing these two colors. When we test people's ability to perceptually discriminate these colors, what we find is that Russian speakers are faster across this linguistic boundary. They're faster to be able to tell the difference between a light and dark blue. And when you look at people's brains as they're looking at colors -- say you have colors shifting slowly from light to dark blue -- the brains of people who use different words for light and dark blue will give a surprised reaction as the colors shift from light to dark, as if, "Ooh, something has categorically changed," whereas the brains of English speakers, for example, that don't make this categorical distinction, don't give that surprise, because nothing is categorically changing.
Bahasa juga berbeda dalam hal memilah spektrum warna -- pada dunia visual. Beberapa bahasa punya banyak kata untuk warna, beberapa hanya punya sedikit, "muda" dan "tua". Tiap bahasa berbeda dalam hal penempatan batasan antarwarna. Contohnya, dalam bahasa Inggris, ada kata untuk biru yang mencakup semua warna yang Anda lihat di layar, tetapi dalam bahasa Rusia tidak ada kata biru. Alih-alih, penutur Rusia harus membedakan antara biru muda, "goluboy," dengan biru tua, "siniy." Jadi orang Rusia mendapat latihan seumur hidup, melalui bahasanya, untuk membedakan kedua warna ini. Saat kami menguji kemampuan orang untuk secara perseptual membedakan warna ini, kami temukan bahwa penutur bahasa Rusia lebih cekatan dalam batasan linguistik ini. Mereka lebih cekatan saat membedakan antara biru muda dan tua. Dan jika Anda mengamati otak manusia di saat mereka melihat warna -- misalnya warna biru yang perlahan berubah dari biru muda ke tua -- otak manusia yang menggunakan kata berbeda untuk biru muda dan tua akan menampakkan reaksi terkejut saat warna berubah dari muda ke tua, seakan, "Oh, ada sesuatu yang kategorinya berubah," sedangkan otak para penutur bahasa Inggris, misalnya, yang tak melakukan pengelompokan serupa, tidak menunjukkan reaksi terkejut, karena tak ada perubahan kategori.
Languages have all kinds of structural quirks. This is one of my favorites. Lots of languages have grammatical gender; every noun gets assigned a gender, often masculine or feminine. And these genders differ across languages. So, for example, the sun is feminine in German but masculine in Spanish, and the moon, the reverse. Could this actually have any consequence for how people think? Do German speakers think of the sun as somehow more female-like, and the moon somehow more male-like? Actually, it turns out that's the case. So if you ask German and Spanish speakers to, say, describe a bridge, like the one here -- "bridge" happens to be grammatically feminine in German, grammatically masculine in Spanish -- German speakers are more likely to say bridges are "beautiful," "elegant" and stereotypically feminine words. Whereas Spanish speakers will be more likely to say they're "strong" or "long," these masculine words.
Bahasa punya segala macam ciri struktur yang khas. Yang ini salah satu favorit saya Banyak bahasa memiliki tata bahasa bergender; setiap kata benda diberikan gender, seringnya maskulin atau feminin. Dan gender tersebut berbeda antarbahasa. Contohnya, matahari itu feminin di bahasa Jerman, tetapi maskulin di bahasa Spanyol, dan bulan, sebaliknya. Mungkinkah ini ada hubungannya dengan cara orang berpikir? Apakah penutur bahasa Jerman berpendapat matahari sebagai hal yang feminin, dan bulan lebih maskulin? Sebetulnya, memang demikian adanya. Kalau kita meminta penutur bahasa Jerman dan Spanyol mendeskripsikan jembatan, seperti yang ada di gambar ini-- kebetulan kata "jembatan" termasuk feminin dalam bahasa Jerman, secara gramatikal maskulin dalam bahasa Spanyol-- Penutur bahasa Jerman mungkin menggunakan kata "cantik", "elegan" untuk jembatan, atau kata lain yang dianggap feminin. Sedangkan penutur bahasa Spanyol akan berpendapat bahwa "kokoh" atau "panjang", yang merupakan kata bersifat maskulin.
(Laughter)
(Tertawa)
Languages also differ in how they describe events, right? You take an event like this, an accident. In English, it's fine to say, "He broke the vase." In a language like Spanish, you might be more likely to say, "The vase broke," or, "The vase broke itself." If it's an accident, you wouldn't say that someone did it. In English, quite weirdly, we can even say things like, "I broke my arm." Now, in lots of languages, you couldn't use that construction unless you are a lunatic and you went out looking to break your arm -- (Laughter) and you succeeded. If it was an accident, you would use a different construction.
Bahasa juga berbeda saat digunakan untuk mendeskripsikan peristiwa, kan? Misalnya peristiwa kecelakaan seperti ini. Di bahasa Inggris, akan dikatakan, "Dia memecahkan vasnya." Dalam bahasa seperti Spanyol, kalian mungkin akan berkata, "Vasnya pecah," atau, "Vasnya pecah sendiri." Jika tak disengaja, kita takkan bilang seseorang melakukannya. Dalam bahasa Inggris, anehnya, kita bisa berkata seperti, "Aku mematahkan lenganku." Nah, di banyak bahasa lain, Anda tidak bisa memakai susunan itu kecuali jiwa Anda terganggu ... lalu Anda mencoba mematahkan tangan Anda-- dan Anda berhasil. Jika hal itu tak disengaja, susunan kalimatnya akan berbeda. Perbedaan ini ada dampaknya.
Now, this has consequences. So, people who speak different languages will pay attention to different things, depending on what their language usually requires them to do. So we show the same accident to English speakers and Spanish speakers, English speakers will remember who did it, because English requires you to say, "He did it; he broke the vase." Whereas Spanish speakers might be less likely to remember who did it if it's an accident, but they're more likely to remember that it was an accident. They're more likely to remember the intention. So, two people watch the same event, witness the same crime, but end up remembering different things about that event. This has implications, of course, for eyewitness testimony. It also has implications for blame and punishment. So if you take English speakers and I just show you someone breaking a vase, and I say, "He broke the vase," as opposed to "The vase broke," even though you can witness it yourself, you can watch the video, you can watch the crime against the vase, you will punish someone more, you will blame someone more if I just said, "He broke it," as opposed to, "It broke." The language guides our reasoning about events.
Penutur bahasa yang berbeda akan memperhatikan hal yang berbeda, tergantung dari ketentuan dalam bahasa masing-masing. Jadi saat kami menunjukkan kecelakaan yang sama kepada penutur bahasa Inggris dan Spanyol, penutur bahasa Inggris akan mengingat siapa pelakunya, karena bahasa Inggris menuntut susunan, "Dia memecahkan vas itu." Sedangkan penutur bahasa Spanyol cenderung tidak mengingat pelakunya jika itu tidak disengaja, dan mereka cenderung lebih ingat bahwa itu adalah suatu kecelakaan. Mereka akan lebih mengingat unsur niatnya. Jadi, dua orang melihat kejadian yang sama, menyaksikan kejahatan yang sama, tetapi mengingat hal yang berbeda dari kejadian tersebut. Hal tersebut berhubungan dengan kesaksian saksi mata. Ini juga terkait dengan tuduhan dan hukuman. Jadi misalnya ada penutur bahasa Inggris dan saya menunjukkan seseorang memecahkan vas, lalu saya bilang, "Dia memecahkan vasnya," bukannya, "Vasnya pecah," walaupun sudah menyaksikannya sendiri, menonton rekamannya, Anda bisa melihat kronologis pecahnya vas, Anda akan menghukum orang lebih berat dan lebih menyalahkannya jika saya berkata, "Dia memecahkan vas," dibandingkan, "Vasnya pecah." Bahasa menuntun logika kita mengenai suatu kejadian.
Now, I've given you a few examples of how language can profoundly shape the way we think, and it does so in a variety of ways. So language can have big effects, like we saw with space and time, where people can lay out space and time in completely different coordinate frames from each other. Language can also have really deep effects -- that's what we saw with the case of number. Having count words in your language, having number words, opens up the whole world of mathematics. Of course, if you don't count, you can't do algebra, you can't do any of the things that would be required to build a room like this or make this broadcast, right? This little trick of number words gives you a stepping stone into a whole cognitive realm.
Nah, saya sudah memberikan beberapa contoh bagaimana bahasa dapat sangat membentuk cara kita berpikir, dan itu terjadi dengan berbagai cara. Jadi bahasa bisa memiliki dampak besar, misalnya pada persepsi ruang dan waktu, sehingga cara orang dalam memetakan ruang dan waktu bisa sangat berbeda. Bahasa juga memiliki dampak yang mendalam-- seperti pada contoh mengenai angka. Jika bahasa memiliki kata untuk berhitung, memiliki kata untuk angka, akan membuka seluruh dunia matematika. Tanpa kemampuan berhitung, mustahil menguasai aljabar, serta tidak bisa melakukan apapun yang dibutuhkan untuk membangun ruangan seperti ini atau mempersiapkan tayangan ini, kan? Trik kecil mengenai angka ini menjadi batu loncatan menuju seluruh ranah kognitif.
Language can also have really early effects, what we saw in the case of color. These are really simple, basic, perceptual decisions. We make thousands of them all the time, and yet, language is getting in there and fussing even with these tiny little perceptual decisions that we make. Language can have really broad effects. So the case of grammatical gender may be a little silly, but at the same time, grammatical gender applies to all nouns. That means language can shape how you're thinking about anything that can be named by a noun. That's a lot of stuff.
Bahasa juga memiliki dampak yang sangat awal, seperti pada contoh tentang warna. Ini adalah langkah persepsi yang sederhana dan mendasar. Kita melakukannya ribuan kali setiap saat, tetapi bahasa berperan di dalamnya dan mempengaruhi keputusan perseptual yang kelihatannya sepele itu. Bahasa dapat memberi dampak yang luas. Persoalan gender dalam tata bahasa mungkin agak sedikit konyol, tetapi gender tersebut melekat pada semua kata benda. Itu artinya, bahasa dapat membentuk cara berpikir kita mengenai apapun yang tergolong kata benda. Dan itu mencakup banyak hal.
And finally, I gave you an example of how language can shape things that have personal weight to us -- ideas like blame and punishment or eyewitness memory. These are important things in our daily lives.
Akhirnya, saya tadi mencontohkan bagaimana bahasa membentuk hal-hal yang bernilai personal bagi kita-- misalnya tuduhan, hukuman, atau ingatan saksi mata. Hal ini penting dalam kehidupan sehari-hari.
Now, the beauty of linguistic diversity is that it reveals to us just how ingenious and how flexible the human mind is. Human minds have invented not one cognitive universe, but 7,000 -- there are 7,000 languages spoken around the world. And we can create many more -- languages, of course, are living things, things that we can hone and change to suit our needs. The tragic thing is that we're losing so much of this linguistic diversity all the time. We're losing about one language a week, and by some estimates, half of the world's languages will be gone in the next hundred years. And the even worse news is that right now, almost everything we know about the human mind and human brain is based on studies of usually American English-speaking undergraduates at universities. That excludes almost all humans. Right? So what we know about the human mind is actually incredibly narrow and biased, and our science has to do better.
Indahnya keberagaman linguistik adalah, betapa ia menunjukkan keulungan dan kelenturan pikiran manusia. Pikiran manusia menghasilkan bukan hanya satu bidang kognitif, melainkan 7.000-- ada 7.000 bahasa yang digunakan di seluruh dunia. Dan kita bisa membuat lebih banyak lagi --bahasa merupakan sesuatu yang hidup, yang dapat kita asah dan ubah untuk memenuhi kebutuhan kita. Hal yang memprihatinkan adalah, kita semakin kehilangan keberagaman bahasa sepanjang waktu. Satu bahasa menghilang setiap minggunya, dan diperkirakan, separuh dari bahasa dunia akan hilang dalam seratus tahun ke depan. Berita yang lebih buruknya adalah, semua yang kita ketahui tentang pikiran dan otak manusia saat ini bersumber dari penelitian oleh mahasiswa penutur Bahasa Inggris Amerika di universitas. Mereka tidak dapat mewakili seluruh umat manusia, kan? Jadi, pengetahuan kita mengenai pikiran manusia sebenarnya sangat sempit dan bias, dan ilmu pengetahuan kita harus berusaha agar lebih baik.
I want to leave you with this final thought. I've told you about how speakers of different languages think differently, but of course, that's not about how people elsewhere think. It's about how you think. It's how the language that you speak shapes the way that you think. And that gives you the opportunity to ask, "Why do I think the way that I do?" "How could I think differently?" And also, "What thoughts do I wish to create?"
Saya ingin menutup dengan gagasan terakhir ini. Kita tahu penutur bahasa yang berbeda berpikir secara berbeda pula, tetapi intinya bukan tentang bagaimana orang di belahan dunia lain berpikir. Ini mengenai cara Anda berpikir. Tentang bagaimana bahasa yang Anda gunakan membentuk cara Anda berpikir. Hal tersebut memberi Anda kesempatan untuk bertanya, "Mengapa saya berpikir seperti ini?" "Bisakah berpikir dengan cara lain?" Dan juga, "Pemikiran apa yang ingin saya buat?"
Thank you very much.
Terima kasih banyak.
(Applause)
(Tepuk tangan)