Mark Twain summed up what I take to be one of the fundamental problems of cognitive science with a single witticism. He said, "There's something fascinating about science. One gets such wholesale returns of conjecture out of such a trifling investment in fact." (Laughter)
Mark Twain meringkas yang saya pandang sebagai salah satu masalah mendasar ilmu kognitif dengan satu gurauan. Katanya, "Ada yang menarik tentang ilmu pengetahuan. Ada keuntungan berupa dugaan dalam jumlah yang besar dari sekelumit investasi fakta." (Tertawa)
Twain meant it as a joke, of course, but he's right: There's something fascinating about science. From a few bones, we infer the existence of dinosuars. From spectral lines, the composition of nebulae. From fruit flies, the mechanisms of heredity, and from reconstructed images of blood flowing through the brain, or in my case, from the behavior of very young children, we try to say something about the fundamental mechanisms of human cognition. In particular, in my lab in the Department of Brain and Cognitive Sciences at MIT, I have spent the past decade trying to understand the mystery of how children learn so much from so little so quickly. Because, it turns out that the fascinating thing about science is also a fascinating thing about children, which, to put a gentler spin on Mark Twain, is precisely their ability to draw rich, abstract inferences rapidly and accurately from sparse, noisy data. I'm going to give you just two examples today. One is about a problem of generalization, and the other is about a problem of causal reasoning. And although I'm going to talk about work in my lab, this work is inspired by and indebted to a field. I'm grateful to mentors, colleagues, and collaborators around the world.
Twain bercanda, tentu saja, tapi dia benar: Ada yang menarik tentang ilmu pengetahuan. Dari beberapa tulang, kita menyimpulkan keberadaan dinosaurus. Dari garis-garis spektrum, komposisi nebula. Dari lalat buah, mekanisme hereditas, dan dari penyusunan ulang gambar darah yang mengalir ke otak, atau dalam kasus saya, dari perilaku anak-anak, kita mencoba mengungkapkan mekanisme dasar kognisi manusia. Khususnya, di laboratorium saya di Dept. Ilmu Otak dan Kognitif di MIT, Saya telah menghabiskan dekade terakhir mencoba memahami misteri bagaimana anak-anak belajar banyak dari sedikit sumber dengan cepat. Karena, ternyata yang menarik mengenai ilmu pengetahuan juga merupakan yang menarik mengenai anak-anak, yaitu, untuk menyederhanakan kutipan Mark Twain, tepatnya adalah kemampuan mereka untuk menarik kesimpulan yang kaya dan abstrak dengan cepat dan akurat dari data yang sedikit dan hingar. Saya hanya akan memberi Anda dua contoh hari ini. Yang pertama adalah masalah generalisasi, dan yang kedua adalah masalah penalaran sebab-akibat. Dan meski saya akan membahas tentang karya saya di lab, karya ini terinspirasi dari dan berhutang pada praktik lapangan. Saya bersyukur dapat mengajar, bermitra, dan berkolaborasi di seluruh dunia.
Let me start with the problem of generalization. Generalizing from small samples of data is the bread and butter of science. We poll a tiny fraction of the electorate and we predict the outcome of national elections. We see how a handful of patients responds to treatment in a clinical trial, and we bring drugs to a national market. But this only works if our sample is randomly drawn from the population. If our sample is cherry-picked in some way -- say, we poll only urban voters, or say, in our clinical trials for treatments for heart disease, we include only men -- the results may not generalize to the broader population.
Mari saya mulai dengan masalah generalisasi. Generalisasi dari sedikit sampel data adalah makanan pokok ilmu pengetahuan. Kami memungut suara dari sekelumit pemilih dan kami memprediksi hasil pemilihan nasional. Kami mengamati bagaimana sejumlah pasien memberi tanggapan pada klinik percobaan, dan kami membawa obat-obatan ke pasar nasional. Tapi ini hanya berhasil jika sampel kami diambil secara acak dari populasinya. Jika sampel kami dipilih dengan cara-cara tertentu -- misal, pemungutan suara hanya di kota besar, atau, perawatan penyakit jantung di klinik percobaan kami hanya diperuntukan bagi para pria -- hasilnya tidak akan mengeneralisasi populasi yang lebih luas.
So scientists care whether evidence is randomly sampled or not, but what does that have to do with babies? Well, babies have to generalize from small samples of data all the time. They see a few rubber ducks and learn that they float, or a few balls and learn that they bounce. And they develop expectations about ducks and balls that they're going to extend to rubber ducks and balls for the rest of their lives. And the kinds of generalizations babies have to make about ducks and balls they have to make about almost everything: shoes and ships and sealing wax and cabbages and kings.
Jadi para ilmuwan peduli apakah bukti diambil dari sampel acak atau tidak, tapi apa hubungannya dengan bayi? Yah, bayi harus mengeneralisasi dari sejumlah kecil sampel data setiap saat. Mereka melihat beberapa bebek karet dan belajar bahwa benda itu mengapung, atau beberapa bola dan belajar bahwa benda itu membal. Dan mereka membangun ekspektasi tentang bebek karet dan bola yang akan terus mereka bawa tentang bebek karet dan bola seumur hidup mereka. Dan jenis generalisasi yang harus dibuat oleh bayi tentang bebek dan bola mereka melakukannya terhadap hampir semua hal: sepatu dan kapal dan lilin segel dan kubis dan raja-raja.
So do babies care whether the tiny bit of evidence they see is plausibly representative of a larger population? Let's find out. I'm going to show you two movies, one from each of two conditions of an experiment, and because you're going to see just two movies, you're going to see just two babies, and any two babies differ from each other in innumerable ways. But these babies, of course, here stand in for groups of babies, and the differences you're going to see represent average group differences in babies' behavior across conditions. In each movie, you're going to see a baby doing maybe just exactly what you might expect a baby to do, and we can hardly make babies more magical than they already are. But to my mind the magical thing, and what I want you to pay attention to, is the contrast between these two conditions, because the only thing that differs between these two movies is the statistical evidence the babies are going to observe. We're going to show babies a box of blue and yellow balls, and my then-graduate student, now colleague at Stanford, Hyowon Gweon, is going to pull three blue balls in a row out of this box, and when she pulls those balls out, she's going to squeeze them, and the balls are going to squeak. And if you're a baby, that's like a TED Talk. It doesn't get better than that. (Laughter) But the important point is it's really easy to pull three blue balls in a row out of a box of mostly blue balls. You could do that with your eyes closed. It's plausibly a random sample from this population. And if you can reach into a box at random and pull out things that squeak, then maybe everything in the box squeaks. So maybe babies should expect those yellow balls to squeak as well. Now, those yellow balls have funny sticks on the end, so babies could do other things with them if they wanted to. They could pound them or whack them. But let's see what the baby does.
Bayi juga peduli apakah sekelumit bukti yang mereka lihat secara masuk akal mewakili populasi yang lebih besar? Mari kita cari tahu. Saya akan tunjukkan Anda dua cuplikan, satu dari setiap dua kondisi percobaan, dan karena Anda hanya akan melihat dua cuplikan, Anda hanya akan melihat dua bayi, dan kedua bayi tersebut berbeda satu sama lain dari berbagai segi. Tapi bayi-bayi ini, tentunya, mewakili sekelompok bayi, dan perbedaan yang akan Anda lihat mewakili perbedaan rata-rata sekelompok perilaku bayi pada berbagai kondisi. Di setiap cuplikan, mungkin Anda akan lihat bayi melakukan tepat seperti apa yang kira-kira Anda harapkan dari seorang bayi, dan kami tidak dapat membuat bayi lebih ajaib daripada yang sudah ada. Tapi di pikiran saya hal ajaib itu, dan apa yang saya ingin Anda perhatikan, adalah perbedaan antara dua kondisi ini, karena satu-satunya hal yang berbeda antara kedua cuplikan ini adalah bukti statistik yang akan diamati oleh si bayi. Kami akan menunjukkan si bayi sebuah kotak berisi bola biru dan kuning, dan mahasiswa saya yang akan lulus, kini adalah kolega di Stanford, Hyowon Gweon, akan mengambil tiga bola biru berturut-turut dari kotak ini, dan sewaktu dia mengambil bola-bola tersebut, dia akan meremasnya, dan bola-bola itu akan berdecit. Dan jika Anda seorang bayi, itu seperti TED Talk Tidak ada yang lebih baik lagi. (Tertawa) Tapi yang penting adalah mudah untuk mengambil tiga bola biru berturut-turut dari sebuah kotak yang kebanyakan berisi bola biru. Anda dapat melakukannya dengan mata tertutup. Itu adalah sampel acak yang masuk akal dari populasi. Dan jika Anda meraih ke dalam kotak secara acak dan mengambil sesuatu yang berdecit, maka mungkin semua benda yang ada di dalam kotak berdecit. Jadi mungkin si bayi harus berekspektasi bola-bola kuning itu berdecit juga. Nah, bola-bola kuning punya tongkat lucu di ujungnya, jadi si bayi bisa melakukan hal lain jika mereka mau. Mereka dapat memukulnya atau menderanya, Tapi kita lihat saja apa yang mereka lakukan.
(Video) Hyowon Gweon: See this? (Ball squeaks) Did you see that? (Ball squeaks) Cool. See this one? (Ball squeaks) Wow.
(Video) Hyowon Gweon: Lihat ini? (Bola berdecit) Apa kamu lihat itu? (Bola berdecit) Keren. Lihat yang ini? (Bola berdecit) Wow.
Laura Schulz: Told you. (Laughs)
Laura Schulz: Saya bilang juga apa. (Tertawa)
(Video) HG: See this one? (Ball squeaks) Hey Clara, this one's for you. You can go ahead and play. (Laughter)
(Video) HG: Lihat yang ini? (Bola berdecit) Hey Clara, yang ini buat kamu. Kamu dapat memainkannya. (Tertawa)
LS: I don't even have to talk, right? All right, it's nice that babies will generalize properties of blue balls to yellow balls, and it's impressive that babies can learn from imitating us, but we've known those things about babies for a very long time. The really interesting question is what happens when we show babies exactly the same thing, and we can ensure it's exactly the same because we have a secret compartment and we actually pull the balls from there, but this time, all we change is the apparent population from which that evidence was drawn. This time, we're going to show babies three blue balls pulled out of a box of mostly yellow balls, and guess what? You [probably won't] randomly draw three blue balls in a row out of a box of mostly yellow balls. That is not plausibly randomly sampled evidence. That evidence suggests that maybe Hyowon was deliberately sampling the blue balls. Maybe there's something special about the blue balls. Maybe only the blue balls squeak. Let's see what the baby does.
LS: Saya bahkan tidak perlu bicara, kan? Baik, sangat bagus para bayi dapat mengeneralisasi sifat-sifat dari bola biru dan kuning, dan mengesankan bahwa para bayi dapat belajar dari menirukan kita, tapi kita telah mengetahui hal-hal tersebut tentang bayi cukup lama. Pertanyaan yang benar-benar menarik apa yang terjadi jika kita tunjukkan pada bayi benda yang sama, dan kami bisa memastikan benda itu sama karena kita punya kotak rahasia dan sebenarnya kami mengambilnya dari situ, tapi kali ini, yang kami ubah adalah populasi yang terlihat dari mana bukti diambil. Kali ini, kami akan menunjukkan si bayi tiga bola biru yang diambil dari kotak yang sebagian besar berisi bola kuning, dan coba tebak? Anda (mungkin tidak) secara acak mengambil tiga bola biru berurutan dari kotak yang sebagian besar berisi bola kuning. Itu bukan bukti sampel acak yang masuk akal. Bukti itu menyimpulkan bahwa mungkin Hyowon sengaja mengambil bola biru. Mungkin ada yang istimewa dari bola-bola biru. Mungkin hanya bola biru yang berdecit. Mari kita lihat apa yang mereka lakukan.
(Video) HG: See this? (Ball squeaks) See this toy? (Ball squeaks) Oh, that was cool. See? (Ball squeaks) Now this one's for you to play. You can go ahead and play.
(Video) HG: Lihat ini? (Bola berdecit) Lihat mainan ini? (Bola berdecit) Oh, itu keren. Lihat? (Bola berdecit) Nah ini untuk kamu mainkan. Kamu boleh mainkan.
(Fussing) (Laughter)
(Gaduh) (Tertawa)
LS: So you just saw two 15-month-old babies do entirely different things based only on the probability of the sample they observed. Let me show you the experimental results. On the vertical axis, you'll see the percentage of babies who squeezed the ball in each condition, and as you'll see, babies are much more likely to generalize the evidence when it's plausibly representative of the population than when the evidence is clearly cherry-picked. And this leads to a fun prediction: Suppose you pulled just one blue ball out of the mostly yellow box. You [probably won't] pull three blue balls in a row at random out of a yellow box, but you could randomly sample just one blue ball. That's not an improbable sample. And if you could reach into a box at random and pull out something that squeaks, maybe everything in the box squeaks. So even though babies are going to see much less evidence for squeaking, and have many fewer actions to imitate in this one ball condition than in the condition you just saw, we predicted that babies themselves would squeeze more, and that's exactly what we found. So 15-month-old babies, in this respect, like scientists, care whether evidence is randomly sampled or not, and they use this to develop expectations about the world: what squeaks and what doesn't, what to explore and what to ignore.
LS: Jadi Anda baru saja melihat dua bayi berumur 15 bulan melakukan hal yang benar-benar berbeda hanya berdasarkan probabilitas sampel yang mereka amati. Mari saya tunjukkan Anda hasil percobaan ini. Pada sumbu vertikal, Anda akan lihat persentase bayi yang meremas bola pada setiap kondisi, dan seperti yang akan Anda lihat, bayi cenderung untuk mengeneralisasi bukti sewaktu mewakili populasi secara masuk akal daripada sewaktu bukti diambil dengan pilih-pilih. Dan ini mengarah pada prediksi yang menyenangkan: Misal Anda hanya mengambil satu bola biru dari kebanyakan bola kuning. Anda (mungkin tidak) mengambil secara acak tiga bola biru berurutan dari kotak kuning tapi Anda bisa secara acak mengambil satu bola biru. Itu bukan sampel yang tidak mungkin. Dan jika Anda bisa merogoh ke kotak secara acak dan mengambil sesuatu yang berdecit, mungkin semua di kotak itu berdecit. Jadi, walaupun bayi akan melihat bukti berdecit yang lebih sedikit, dan punya lebih sedikit tindakan untuk ditiru pada kondisi satu bola ini daripada pada kondisi yang baru saja Anda lihat, kami memprediksikan bahwa bayi-bayi itu sendiri akan meremas lebih banyak, dan itulah yang kami temukan. Jadi, bayi berumur 15 bulan, dalam hal ini, seperti ilmuwan, peduli apakah bukti diambil secara acak atau tidak, dan mereka menggunakan ini untuk mengembangkan ekspektasi tentang dunia: apa yang berdecit dan apa yang tidak, apa yang perlu dieksplorasi dan apa yang harus diabaikan.
Let me show you another example now, this time about a problem of causal reasoning. And it starts with a problem of confounded evidence that all of us have, which is that we are part of the world. And this might not seem like a problem to you, but like most problems, it's only a problem when things go wrong. Take this baby, for instance. Things are going wrong for him. He would like to make this toy go, and he can't. I'll show you a few-second clip. And there's two possibilities, broadly: Maybe he's doing something wrong, or maybe there's something wrong with the toy. So in this next experiment, we're going to give babies just a tiny bit of statistical data supporting one hypothesis over the other, and we're going to see if babies can use that to make different decisions about what to do.
Mari saya tunjukkan contoh lain, kali ini adalah masalah mengenai penalaran sebab-akibat. Berawal dari suatu masalah dari bukti yang sudah ada yang kita semua punya, yaitu bahwa kita semua adalah bagian dunia. Ini mungkin tak terlihat seperti masalah bagi Anda, tapi seperti banyak masalah, ini hanya akan menjadi masalah jika ada yang salah. Ambil bayi ini sebagai contoh. Ada yang salah menurutnya. Dia ingin membunyikan mainan ini, dan dia tidak bisa. Saya tunjukkan Anda sebuah cuplikan. Dan ada dua kemungkinan, umumnya: Mungkin dia melakukan suatu kesalahan, atau mungkin ada yang salah dengan mainannya. Jadi di percobaan berikutnya, kami akan memberikan para bayi sekelumit data statistik mendukung hipotesa satu dengan yang lainnya, dan kita lihat apakah bayi bisa memakainya untuk membuat keputusan yang berbeda tentang apa yang harus dilakukan.
Here's the setup. Hyowon is going to try to make the toy go and succeed. I am then going to try twice and fail both times, and then Hyowon is going to try again and succeed, and this roughly sums up my relationship to my graduate students in technology across the board. But the important point here is it provides a little bit of evidence that the problem isn't with the toy, it's with the person. Some people can make this toy go, and some can't. Now, when the baby gets the toy, he's going to have a choice. His mom is right there, so he can go ahead and hand off the toy and change the person, but there's also going to be another toy at the end of that cloth, and he can pull the cloth towards him and change the toy. So let's see what the baby does.
Beginilah susunannya. Hyowon akan mencoba untuk membunyikan mainan ini dan berhasil. Saya kemudian akan mencoba dua kali dan gagal kedua-duanya, kemudian Hyowon akan mencoba lagi dan berhasil, dan ini kira-kira menyimpulkan hubungan saya dengan mahasiswa saya pada keseluruhan teknologi. Tapi poin penting di sini adalah ini memberikan sekelumit bukti bahwa masalahnya bukan di mainannya tapi di orangnya. Ada orang yang dapat membunyikan mainan ini, dan ada yang tidak. Sekarang, sewaktu si bayi menggenggam mainan, dia akan punya pilihan. Ibunya ada di sana, jadi dia bisa menyerahkan saja mainannya dan mengganti orangnya, tapi juga akan ada mainan lain di ujung kain tersebut, dan dia dapat menarik kain itu dan mengganti mainannya. Jadi mari kita lihat apa yang dilakukannya.
(Video) HG: Two, three. Go! (Music) LS: One, two, three, go! Arthur, I'm going to try again. One, two, three, go! YG: Arthur, let me try again, okay? One, two, three, go! (Music) Look at that. Remember these toys? See these toys? Yeah, I'm going to put this one over here, and I'm going to give this one to you. You can go ahead and play. LS: Okay, Laura, but of course, babies love their mommies. Of course babies give toys to their mommies when they can't make them work. So again, the really important question is what happens when we change the statistical data ever so slightly. This time, babies are going to see the toy work and fail in exactly the same order, but we're changing the distribution of evidence. This time, Hyowon is going to succeed once and fail once, and so am I. And this suggests it doesn't matter who tries this toy, the toy is broken. It doesn't work all the time. Again, the baby's going to have a choice. Her mom is right next to her, so she can change the person, and there's going to be another toy at the end of the cloth. Let's watch what she does.
(Video) HG: Dua, tiga. Bunyi! (Musik) LS: Satu, dua, tiga, bunyi! Arthur, aku akan mencobanya lagi. Satu, dua, tiga, bunyi! YG: Arthur, aku akan mencobanya lagi ya? Satu, dua, tiga, bunyi! (Musik) Lihat itu. Ingat mainan-mainan ini? Lihat mainan-mainan ini? Ya, aku akan meletakannya satu di sini, dan aku akan memberikan yang ini untuk kamu. Kamu dapat memainkannya. LS: Oke, Laura, tapi tentu saja, bayi suka dengan ibunya. Tentu saja bayi memberikan mainan ke ibunya sewaktu mereka tak dapat memainkannya. Sekali lagi, pertanyaan yang penting yaitu apa yang terjadi sewaktu kami merubah data statistik bahkan sedikit saja. Kali ini, para bayi akan melihat mainannya berbunyi dan gagal dengan urutan yang sama tapi kami mengganti distribusi bukti. Kali ini, Hyowon akan berhasil sekali, gagal sekali, dan juga saya. Dan ini menyimpulkan bahwa tidak peduli siapa yang mencoba, mainannya rusak. Tidak selalu berhasil. Sekali lagi, si bayi akan punya pilihan. Ibunya berada di sampingnya, jadi dia dapat merubah orangnya, dan akan ada mainan lain di ujung kain. Mari lihat apa yang dilakukan.
(Video) HG: Two, three, go! (Music) Let me try one more time. One, two, three, go! Hmm.
(Video) HG: Dua, tiga, bunyi! (Musik) Biar aku coba sekali lagi. Satu, dua, tiga, bunyi! Hmm.
LS: Let me try, Clara. One, two, three, go! Hmm, let me try again. One, two, three, go! (Music) HG: I'm going to put this one over here, and I'm going to give this one to you. You can go ahead and play. (Applause)
LS: Aku akan coba, Clara. Satu, dua, tiga, bunyi! Hmm, aku coba lagi. Satu, dua, tiga, bunyi! (Musik) HG: Aku akan meletakan yang ini di sini, dan aku akan memberikan yang ini untuk kamu. Kamu dapat memainkannya. (Tepuk tangan)
LS: Let me show you the experimental results. On the vertical axis, you'll see the distribution of children's choices in each condition, and you'll see that the distribution of the choices children make depends on the evidence they observe. So in the second year of life, babies can use a tiny bit of statistical data to decide between two fundamentally different strategies for acting in the world: asking for help and exploring. I've just shown you two laboratory experiments out of literally hundreds in the field that make similar points, because the really critical point is that children's ability to make rich inferences from sparse data underlies all the species-specific cultural learning that we do. Children learn about new tools from just a few examples. They learn new causal relationships from just a few examples. They even learn new words, in this case in American Sign Language.
LS: Saya akan tunjukkan Anda hasil percobaannya. Di sumbu vertikal, Anda melihat distribusi pilihan anak-anak pada setiap kondisi, dan Anda akan lihat distribusi pilihan yang dibuat anak-anak yang bergantung dari bukti yang diamati. Jadi di tahun kedua hidupnya, bayi dapat menggunakan sekelumit data statistik untuk memutuskan antara dua strategi mendasar yang berbeda untuk bertindak di dunia ini: meminta bantuan dan menjelajah. Saya baru saja menunjukkan Anda dua percobaan lab dari ratusan di bidang ini yang membuat poin yang serupa, karena poin yang benar-benar penting bahwa kemampuan anak-anak untuk membuat kesimpulan yang kaya dari sedikit data mendasari semua pembelajaran budaya pada spesies tertentu yang kita lakukan. Anak-anak belajar tentang peralatan baru hanya dari sedikit contoh. Mereka belajar hubungan sebab-akibat baru hanya dari sedikit contoh. Mereka bahkan belajar kosa kata baru, dalam hal ini Bahasa Isyarat Amerika.
I want to close with just two points. If you've been following my world, the field of brain and cognitive sciences, for the past few years, three big ideas will have come to your attention. The first is that this is the era of the brain. And indeed, there have been staggering discoveries in neuroscience: localizing functionally specialized regions of cortex, turning mouse brains transparent, activating neurons with light. A second big idea is that this is the era of big data and machine learning, and machine learning promises to revolutionize our understanding of everything from social networks to epidemiology. And maybe, as it tackles problems of scene understanding and natural language processing, to tell us something about human cognition. And the final big idea you'll have heard is that maybe it's a good idea we're going to know so much about brains and have so much access to big data, because left to our own devices, humans are fallible, we take shortcuts, we err, we make mistakes, we're biased, and in innumerable ways, we get the world wrong. I think these are all important stories, and they have a lot to tell us about what it means to be human, but I want you to note that today I told you a very different story. It's a story about minds and not brains, and in particular, it's a story about the kinds of computations that uniquely human minds can perform, which involve rich, structured knowledge and the ability to learn from small amounts of data, the evidence of just a few examples. And fundamentally, it's a story about how starting as very small children and continuing out all the way to the greatest accomplishments of our culture, we get the world right.
Saya akan mengakhiri dengan dua poin. Jika Anda mengikuti dunia saya, bidang ilmu otak dan kognitif, dalam beberapa tahun terakhir, Tiga gagasan besar akan menarik perhatian Anda. Yang pertama adalah bahwa sekarang ini adalah jaman pemikiran. Dan tentu saja, sudah ada penemuan yang belum pasti pada ilmu saraf: melokalisasi secara fungsional khusus pada daerah korteks, merubah otak tikus menjadi transparan, mengaktikan neuron dengan cahaya. Ide besar yang kedua adalah bahwa ini adalah jaman data besar dan pembelajaran mesin, dan pembelajaran mesin menjanjikan perubahan cepat pengertian kita mengenai segala hal dari jejaring sosial sampai epidemiologi. Dan mungkin, karena itu menangani masalah pemahaman kejadian dan pemrosesan bahasa natural, untuk memberitahu kita mengenai kognisi manusia. Dan ide besar terakhir adalah bahwa mungkin adalah ide bagus kita akan mengetahui banyak mengenai otak dan punya banyak akses ke data besar, karena di samping peralatan kita, manusia rentan kesalahan, kita mengambil jalan pintas, kita membuat kesalahan, kita bias, dalam berbagai cara, kita salah memahami dunia. Saya rasa ini semua adalah kisah-kisah yang penting, dan mereka banyak memberitahu kita tentang apa artinya menjadi manusia, tapi saya mau Anda mencatat bahwa hari ini saya menceritakan kisah yang berbeda. Ini adalah kisah tentang pemikiran dan bukan otak, dan khususnya, ini adalah kisah tentang jenis komputasi yang pikiran manusia bisa lakukan dengan unik, yang melibatkan pengetahuan berlimpah yang terstruktur dan kemampuan belajar dari sedikit data, bukti dari sekelumit contoh. dan pada dasarnya, ini kisah tentang bagaimana memulai sebagai anak-anak kecil dan berlanjut sampai pada pencapaian yang besar akan kebudayaan kita, kita memahami dunia dengan benar.
Folks, human minds do not only learn from small amounts of data. Human minds think of altogether new ideas. Human minds generate research and discovery, and human minds generate art and literature and poetry and theater, and human minds take care of other humans: our old, our young, our sick. We even heal them. In the years to come, we're going to see technological innovations beyond anything I can even envision, but we are very unlikely to see anything even approximating the computational power of a human child in my lifetime or in yours. If we invest in these most powerful learners and their development, in babies and children and mothers and fathers and caregivers and teachers the ways we invest in our other most powerful and elegant forms of technology, engineering and design, we will not just be dreaming of a better future, we will be planning for one.
Rekan-rekan, pikiran manusia tidak hanya belajar dari sekelumit data. Pikiran manusia berpikir gagasan baru yang menyeluruh. Pikiran manusia menghasilkan penelitian dan penemuan, dan pikiran manusia menghasilkan kesenian, literatur, puisi, teater, dan pikiran manusia merawat manusia yang lainnya: para lansia, anak-anak muda, orang-orang sakit. Kita bahkan menyembuhkan mereka. Pada tahun-tahun mendatang, kita akan melihat inovasi teknologi di luar dari segala yang dapat saya bayangkan, tapi kita sangat tidak mungkin melihat apapun bahkan mengira-ngira kekuatan berhitung anak manusia dalam masa hidup saya atau Anda. jika kita berinvestasi ke para pembelajar yang kuat ini dan perkembangannya, pada bayi dan anak-anak dan para ibu dan ayah dan para perawat dan guru dengan cara kita berinvestasi pada bentuk elegan dan kuat lainnya akan teknologi, keteknikan, dan perancangan, kita tidak hanya akan bermimpi akan masa depan yang lebih baik, kita akan merencanakannya.
Thank you very much.
Terima kasih banyak.
(Applause)
(Tepuk tangan)
Chris Anderson: Laura, thank you. I do actually have a question for you. First of all, the research is insane. I mean, who would design an experiment like that? (Laughter) I've seen that a couple of times, and I still don't honestly believe that that can truly be happening, but other people have done similar experiments; it checks out. The babies really are that genius.
Chris Anderson: Laura, terima kasih. Saya ada pertanyaan untuk Anda. Pertama-tama, penelitian ini gila. Maksud saya, siapa yang akan merancang percobaan seperti itu? (Tertawa) Saya telah melihatnya dua kali, dan saya masih tidak percaya sebetulnya bahwa itu bisa benar-benar terjadi, tapi orang lain telah melakukan percobaan yang serupa: ini benar. Bayi-bayi itu benar-benar jenius.
LS: You know, they look really impressive in our experiments, but think about what they look like in real life, right? It starts out as a baby. Eighteen months later, it's talking to you, and babies' first words aren't just things like balls and ducks, they're things like "all gone," which refer to disappearance, or "uh-oh," which refer to unintentional actions. It has to be that powerful. It has to be much more powerful than anything I showed you. They're figuring out the entire world. A four-year-old can talk to you about almost anything. (Applause)
LS: Anda tahu, mereka sangat mengesankan pada percobaan kami, tapi coba pikir seperti apa mereka di kehidupan nyata, kan? Semua bermula dari bayi. 18 bulan kemudian, dia berbicara kepada Anda, dan kata-kata pertama bayi bukan hanya seperti bola dan bebek, tapi seperti "semua hilang," yang menunjuk pada kehilangan. atau "uh-oh," yang menunjuk pada ketidaksengajaan. Harus sekuat itu. Harus lebih kuat dari apapun yang saya tunjukkan kepada Anda. Mereka mengetahui semuanya. Anak umur empat bisa bicara pada Anda hampir tentang segala sesuatu. (Tepuk tangan)
CA: And if I understand you right, the other key point you're making is, we've been through these years where there's all this talk of how quirky and buggy our minds are, that behavioral economics and the whole theories behind that that we're not rational agents. You're really saying that the bigger story is how extraordinary, and there really is genius there that is underappreciated.
CA: Dan jika saya memahami Anda dengan benar, poin kunci lain adalah, kita melalui tahun-tahun ini di mana ada semua ceramah ini bagaimana aneh dan acaknya pikiran kita, ekonomi perilaku dan seluruh teori di balik itu bahwa kami bukan agen rasional. Anda benar-benar berkata bahwa kisah yang lebih besar adalah bagaimana luar biasa, dan benar-benar ada si jenius di luar sana yang tidak dihargai.
LS: One of my favorite quotes in psychology comes from the social psychologist Solomon Asch, and he said the fundamental task of psychology is to remove the veil of self-evidence from things. There are orders of magnitude more decisions you make every day that get the world right. You know about objects and their properties. You know them when they're occluded. You know them in the dark. You can walk through rooms. You can figure out what other people are thinking. You can talk to them. You can navigate space. You know about numbers. You know causal relationships. You know about moral reasoning. You do this effortlessly, so we don't see it, but that is how we get the world right, and it's a remarkable and very difficult-to-understand accomplishment.
LS: Salah satu kutipan kesukaan saya di psikologi datang dari psikolog sosial Solomon Asch, dan dia berkata tugas dasar psikologi adalah untuk menghilangkan tabir bukti diri dan segala hal. Ada urutan besar pada lebih banyak lagi keputusan yang Anda buat setiap harinya yang memahami dunia dengan benar. Anda tahu mengenai benda-benda dan sifatnya. Anda tahu saat mereka menutup. Anda mengenalinya di kegelapan. Anda bisa melalui ruangan. Anda bisa tahu apa yang orang lain pikir. Anda bisa bicara dengan mereka. Anda bisa menavigasi ruang. Anda mengetahui angka. Anda tahu hubungan sebab-akibat. Anda tahu penalaran moral. Anda mudah melakukannya, jadi kita tidak melihatnya, tapi begitulah kita memahami dunia dan ini sangat luar biasa dan sangat sulit untuk memahami pencapaian,
CA: I suspect there are people in the audience who have this view of accelerating technological power who might dispute your statement that never in our lifetimes will a computer do what a three-year-old child can do, but what's clear is that in any scenario, our machines have so much to learn from our toddlers. LS: I think so. You'll have some machine learning folks up here. I mean, you should never bet against babies or chimpanzees or technology as a matter of practice, but it's not just a difference in quantity, it's a difference in kind. We have incredibly powerful computers, and they do do amazingly sophisticated things, often with very big amounts of data. Human minds do, I think, something quite different, and I think it's the structured, hierarchical nature of human knowledge that remains a real challenge.
CA: Saya mencurigai ada di antara penonton yang punya pandangan semacam mempercepat kekuatan teknologi yang bisa menentang pernyataan Anda bahwa tidak akan pernah komputer melakukan apa yang anak umur tiga tahun bisa lakukan, tapi yang jelas biar bagaimanapun, mesin harus belajar lebih banyak dari anak-anak kita. LS: Saya setuju. Anda akan punya mesin yang mempelajari rekan-rekan di sini. Maksud saya, Anda seharusnya tidak pernah bertaruh antara bayi atau simpanse atau teknologi secara praktiknya, tapi tidak hanya perbedaan jumlah, Ini adalah perbedaan jenisnya. Kita punya komputer yang kuat luar biasa, dan mereka memang melakukan hal-hal yang luar biasa rumit, seringnya dengan data yang sangat besar jumlahnya. Pikiran manusia, saya rasa, melakukan sesuatu yang cukup berbeda, dan saya rasa pengetahuan manusia yang terstruktur dan bertingkat secara alamiah yang masih merupakan suatu tantangan.
CA: Laura Schulz, wonderful food for thought. Thank you so much.
CA: Laura Schulz, asupan yang baik untuk pikiran. Terima kasih banyak.
LS: Thank you. (Applause)
LS: Terima kasih. (Tepuk tangan)