Nearly everyone in the world is part of some community, whether large or small. And all of these communities have similar needs. They need light, they need heat they need air-conditioning. People can't function very well when it's too hot or too cold. They need food to be grown or provided, distributed and stored safely. They need waste products to be collected, removed and processed. People in the community need to be able to get from one place to another as quickly as possible. And a supply of energy is the basis for all of these activities. Energy in the form of electricity provides light and air-conditioning. Energy in the form of heat keeps us warm. And energy in chemical form provides fertilizer; it drives farm machinery and transportation energy.
Setiap orang di dunia adalah bagian dari suatu komunitas besar atau kecil. Semua komunitas ini memiliki kebutuhan yang serupa. Mereka butuh cahaya, butuh kehangatan, dan butuh penyejuk udara/AC. Orang tidak bisa berfungsi baik ketika terlalu panas atau dingin. Mereka butuh makanan untuk ditanam atau disediakan, didistribusikan dan disimpan dengan aman. Mereka butuh produk limbah untuk dikumpulkan, dibersihkan, dan diolah. Mereka harus bisa mendapatkannya dari satu tempat ke tempat lain secepat mungkin. Pasokan energi adalah kebutuhan dasar untuk semua kegiatan ini. Energi listrik mengadakan cahaya dan pendingin udara. Energi panas membuat kita tetap hangat. Energi kimia membantu proses pembuatan pupuk; ini yang menggerakkan mesin pertanian dan energi transportasi.
Now, I spent 10 years working at NASA. In the beginning of my time there in 2000, I was very interested in communities. But this is the kind of community I was thinking of -- a lunar community It had all of the same needs as a community on Earth would have, but it had some very unique constraints. And we had to think about how we would provide energy for this very unique community. There’s no coal on the Moon. There's no petroleum. There’s no natural gas. There's no atmosphere. There’s no wind, either. And solar power had a real problem: the Moon orbits the Earth once a month. For two weeks, the sun goes down, and your solar panels don't make any energy. If you want to try to store enough energy in batteries for two weeks, it just simply isn't practical. So nuclear energy was really the only choice.
Saat ini, saya menghabiskan waktu 10 tahun bekerja di NASA. Awal waktu saya di sana tahun 2000, Saya sangat tertarik di komunitas tersebut. Tapi, jenis komunitas yang saya pikirkan ini adalah komunitas Bulan. Komunitas ini berkebutuhan sama dengan komunitas di Bumi, hanya saja memiliki beberapa kendala yang sangat unik. Kita harus memikirkan cara menyediakan energi. Itulah keunikannya. Di bulan tidak ada batu bara, tidak ada minyak bumi, tidak ada gas alam, tidak ada atmosfir, angin pun tidak ada. Tenaga surya telah memiliki masalah nyata: Bulan mengitari Bumi satu bulan sekali. Selama dua minggu, matahari terbenam. Panel surya Anda tidak menyerap banyak energi. Jika ingin menyimpan cukup banyak energi di baterai selama dua minggu itu tidak praktis. Energi nuklir adalah satu-satunya pilihan.
Now, back in 2000, I didn't really know too much about nuclear power, so I started trying to learn. Almost all of the nuclear power we use on Earth today uses water as a basic coolant. This has some advantages, but it has a lot of disadvantages. If you want to generate electricity, you have to get the water a lot hotter than you normally can. At normal pressures, water will boil at 100 degrees Celsius. This isn't nearly hot enough to generate electricity effectively. So water-cooled reactors have to run at much higher pressures than atmospheric pressure. Some water-cooled reactors run at over 70 atmospheres of pressure, and others have to run at as much as 150 atmospheres of pressure. There's no getting around this; it's simply what you have to do if you want to generate electricity using a water-cooled reactor. This means you have to build a water-cooled reactor as a pressure vessel, with steel walls over 20 centimeters thick. If that sounds heavy, that's because it is.
Pada tahun 2000, saya tidak tahu banyak tentang tenaga nuklir. Lalu saya mulai untuk mempelajarinya Hampir semua tenaga nuklir yang kita pakai di Bumi saat ini butuh air sebagai pendingin dasarnya. Selain punya kelebihan, juga banyak kekurangannya. Jika ingin menghasilkan listrik, harus mendapatkan air yang jauh lebih panas dari biasanya. Pada tekanan normal, air mendidih 100 derajat Celcius. Ini tidak cukup panas untuk menghasilkan listrik secara efektif. Reaktor berpendingin air harus beroperasi pada tekanan yang jauh lebih tinggi dari tekanan atmosfer. Beberapa reaktor berpendingin air beroperasi lebih dari 70 atmosfer tekanan, dan yang lainnya harus beroperasi sebanyak 150 atmosfer. Tidak ada jalan keluarnya; Apa yang harus dilakukan jika ingin menghasilkan listrik memakai reaktor berpendingin air? Artinya, Anda harus membangun reaktor berpendingin air sebagai bejana tekanan berdinding baja setebal lebih dari 20 cm. Jika terdengar berat, ya, itulah sebabnya.
Things get a lot worse if you have an accident where you lose pressure inside the reactor. If you have liquid water at 300 degrees Celsius and suddenly you depressurize it, it doesn't stay liquid for very long; it flashes into steam. So water-cooled reactors are built inside of big, thick concrete buildings called containment buildings, which are meant to hold all of the steam that would come out of the reactor if you had an accident where you lost pressure. Steam takes up about 1,000 times more volume than liquid water, so the containment building ends up being very large, relative to the size of the reactor.
Keadaan akan jauh lebih buruk apabila terjadi kecelakaan di mana kehilangan tekanan di dalam reaktor Apabila Anda memiliki cairan air 300 derajat celcius, kemudian tiba-tiba Anda menekannya, wujudnya tidak akan tetap cair; itu akan menjadi uap. Reaktor berpendingin air dibangun di dalam bangunan beton besar dan tebal yang disebut bangunan penahanan. yang dimaksudkan untuk menahan semua uap yang keluar dari reaktor jika dialami kecelakaan di mana Anda kehilangan tekanan. Uap butuh volume sekitar 1000 kali lebih banyak daripada cairan air. Sehingga isi bangunan menjadi sangat besar,
Another bad thing happens if you lose pressure
relatif terhadap ukuran reaktor.
and your water flashes to steam. If you don't get emergency coolant to the fuel in the reactor, it can overheat and melt. The reactors we have today use uranium oxide as a fuel. It's a ceramic material similar in performance to the ceramics we use to make coffee cups or cookware or the bricks we use to line fireplaces. They're chemically stable, but they're not very good at transferring heat. If you lose pressure, you lose your water, and soon your fuel will melt down and release the radioactive fission products within it.
Hal buruk lain terjadi jika kehilangan tekanan dan air cepat menguap. Jika reaktor tidak mendapatkan pendingin darurat, bisa menjadi terlalu panas dan meleleh. Reaktor yang dimiliki saat ini menggunakan uranium oksida sebagai bahan bakar. Tampilannya serupa dengan bahan keramik untuk membuat cangkir kopi, peralatan masak, atau batu bata yang digunakan untuk melapisi perapian. Bahan itu stabil secara kimia, tapi kurang baik dalam mentransfer panas. Bila kehilangan tekanan, kehilangan air, bahan bakar akan cepat meleleh. Kemudian melepaskan bahan fisi radioaktif di dalamnya.
Making solid nuclear fuel is a complicated and expensive process. And we extract less than one percent of the energy for the nuclear fuel before it can no longer remain in the reactor. Water-cooled reactors have another additional challenge: they need to be near large bodies of water, where the steam they generate can be cooled and condensed. Otherwise, they can't generate electrical power. Now, there's no lakes or rivers on the Moon, so if all of this makes it sound like water-cooled reactors aren't such a good fit for a lunar community, I would tend to agree with you.
Membuat bahan bakar nuklir padat itu rumit dan mahal. Kita mengekstrak kurang dari 1% energi untuk bahan bakar nuklir sebelum tidak tetap berada di reaktor. Reaktor berpendingin air memiliki tantangan lain: harus berada di dekat penampungan air yang besar, di mana uap yang dihasilkan bisa didinginkan & dipadatkan. Jika tidak, daya listrik tidak dapat dihasilkan. Di Bulan tidak ada danau atau sungai, jika semua ini terdengar seperti reaktor berpendingin air tidak cocok untuk komunitas bulan, Saya setuju dengan Anda.
(Laughter)
(tertawa)
I had the good fortune to learn about a different form of nuclear power that doesn't have all these problems, for a very simple reason: it's not based on water-cooling, and it doesn't use solid fuel. Surprisingly, it's based on salt.
Saya merasa beruntung mempelajari perbedaan bentuk tenaga nuklir, perbedaan itu tidak memiliki semua masalah ini, alasannya sederhana: ini tidak berdasarkan pada pendingin air dan bahan bakar padat. Anehnya, ini berdasarkan garam.
One day, I was at a friend's office at work, and I noticed this book on the shelf, "Fluid Fuel Reactors." I was interested and asked him if I could borrow it. Inside that book, I learned about research in the United States back in the 1950s, into a kind of reactor that wasn't based on solid fuel or on water-cooling. It didn't have the problems of the water-cooled reactor, and the reason why was pretty neat. It used a mixture of fluoride salts as a nuclear fuel, specifically, the fluorides of lithium, beryllium, uranium and thorium. Fluoride salts are remarkably chemically stable. They do not react with air and water. You have to heat them up to about 400 degrees Celsius to get them to melt. But that's actually perfect for trying to generate power in a nuclear reactor.
Suatu hari, saya berada di kantor teman, ada buku "Fluid Fuel Reactors" di raknya. Saya tertarik dan bertanya padanya, apakah bisa dipinjam? Di dalam buku itu, saya belajar tentang penelitian di AS kembali ke 1950-an, semacam reaktor yang tidak didasarkan pada bahan bakar padat atau pada pendingin air. Itu tidak memiliki masalah pada reaktor berpendingin air, dan alasan mengapa itu cukup rapi. Itu menggunakan campuran garam fluoride sebagai bahan bakar nuklir, khususnya, fluorida litium, berilium, uranium, dan thorium. Garam fluoride sangat stabil secara kimiawi. Mereka tidak bereaksi dengan udara dan air. Anda harus memanaskannya sekitar 400 derajat Celcius untuk membuatnya meleleh. Tapi itu sebenarnya sempurna untuk mencoba menghasilkan tenaga reaktor nuklir.
Here's the real magic: they don't have to operate at high pressure. And that makes the biggest difference of all. This means they don't have to be in heavy, thick steel pressure vessels, they don't have to use water for coolant and there's nothing in the reactor that's going to make a big change in density, like water. So the containment building around the reactor can be much smaller and close-fitting. Unlike the solid fuels that can melt down if you stop cooling them, these liquid fluoride fuels are already melted, at a much, much lower temperature. In normal operation, you have a little plug here at the bottom of the reactor vessel. This plug is made out of a piece of frozen salt that you've kept frozen by blowing cool gas over the outside of the pipe. If there's an emergency and you lose all the power to your nuclear power plant, the little blower stops blowing, the frozen plug of salt melts, and the liquid fluoride fuel inside the reactor drains out of the vessel, through the line and into another vessel called a drain tank. Inside the drain tank, it's all configured to maximize the transfer of heat, so as to keep the salt passively cooled as its heat load drops over time. In water-cooled reactors, you generally have to provide power to the plant to keep the water circulating and to prevent a meltdown, as we saw in Japan. But in this reactor, if you lose the power to the reactor, it shuts itself down all by itself, without human intervention, and puts itself in a safe and controlled configuration.
Ini benar-benar ajaib. Mereka tak perlu beroperasi dengan tekanan tinggi. Inilah yang menjadi pembeda dari semuanya. Mereka tidak harus berada di bejana baja tekanan yang tebal, tidak perlu menggunakan air sebagai pendingin, tidak diperlukan apa-apa di dalam reaktor. Itu akan membuat perubahan besar dalam kepadatan, seperti air. Bangunan penahan di sekitar reaktor bisa jauh lebih kecil bahkan pas. Berbeda dengan bahan bakar padat, jika berhenti didinginkan, meleleh. Bahan bakar fluoride cair ini sudah meleleh pada suhu yang jauh lebih rendah. Pengoperasian normalnya, ada plug kecil di sini di bagian bawah bejana reaktor. Plug ini terbuat dari sepotong garam beku Akan tetap beku dengan meniup gas dingin di luar pipa. Bila darurat dan hilang semua kekuatan pembangkit listrik tenaga nuklir, blower kecil berhenti bertiup, garam beku mencair, dan bahan bakar fluoride cair di dalam reaktor mengalir keluar melewati garis bejana, hingga ke bejana lain, tangki pembuangan. Di tangki pembuangan, semua dikonfigurasikan untuk memaksimalkan transfer panas juga menjaga garam tetap dingin beban panasnya turun seiring waktu. Pada reaktor berpendingin air, biasanya harus memberikan daya ke pembangkit listrik agar menjaga sirkulasi air dan mencegah meleleh seperti diketahui di Jepang. Tapi di reaktor ini, jika kehilangan daya ke reaktor dia akan mati dengan sendirinya, tanpa dikendalikan manusia, dan menyesuaikannya dalam konfigurasi yang aman dan terkendali.
Now, this was sounding pretty good to me, and I was excited about the potential of using a liquid fluoride reactor to power a lunar community. But then I learned about thorium, and the story got even better. Thorium is a naturally occurring nuclear fuel that is four times more common in the Earth's crust than uranium. It can be used in liquid fluoride thorium reactors to produce electrical energy, heat and other valuable products. It's so energy-dense that you could hold a lifetime supply of thorium energy in the palm of your hand. Thorium is also common on the Moon and easy to find. Here's an actual map of where the lunar thorium is located. Thorium has an electromagnetic signature that makes it easy to find, even from a spacecraft.
Ini terdengar cukup baik bagi saya. Saya senang tentang potensi menggunakan reaktor fluoride cair untuk memperkuat komunitas bulan. Kemudian saya mempelajari Thorium, ceritanya jadi lebih baik. Thorium adalah bahan bakar nuklir alami empat kali lebih banyak di kerak bumi daripada uranium. Ini dapat digunakan dalam reaktor thorium fluoride cair untuk menghasilkan energi listrik, panas, dan bahan berharga lainnya. Sangat padat energi sehingga bisa menyimpannya seumur hidup dalam genggaman Anda. Thorium juga banyak dan mudah ditemukan di Bulan. Ini adalah peta aktual di mana Thorium bulan berada. Thorium memiliki elektromagnetik yang membuatnya mudah ditemukan, sekalipun dari pesawat ruang angkasa.
With the energy generated from a liquid fluoride thorium reactor, we could recycle all of the air, water and waste products within the lunar community. In fact, doing so would be an absolute requirement for success. We could grow the crops needed to feed the members of the community even during the two-week lunar night, using light and power from the reactor. It seemed like the liquid fluoride thorium reactor, or LFTR, could be the power source that could make a self-sustainable lunar colony a reality.
Energi yang dihasilkan dari reaktor thorium fluoride cair, bisa mendaur ulang semua produk berbahan udara, air, dan limbah di komunitas lunar. Faktanya, melakukan itu akan menjadi syarat mutlak untuk berhasil. Kita bisa menanam tanaman yang dibutuhkan untuk warga komunitas Bulan selama dua minggu malam Bulan, menggunakan cahaya dan daya dari reaktor. Itu tampak seperti reaktor thorium fluoride cair atau LFTR, bisa menjadi sumber daya yang bisa membuat koloni Bulan yang mandiri, itu sebuah kenyataan.
But I had a simple question: If it was such a great thing for a community on the Moon, why not a community on the Earth, a community of the future, self-sustaining and energy-independent? The same energy generation and recycling techniques that could have a powerful impact on surviving on the Moon could also have a powerful impact on surviving on the Earth. Right now, we're burning fossil fuels because they're easy to find and because we can. Unfortunately, they're making some parts of our planet look like the Moon. Using fossil fuels entangles us in conflict in unstable regions of the world and costs money and lives.
Tapi ada satu pertanyaan: Jika itu adalah hal hebat bagi komunitas Bulan, mengapa tidak bagi komunitas Bumi, komunitas masa depan, mandiri dan energi independen. Generasi energi yang sama dan teknik daur ulang bisa berdampak kuat untuk bertahan hidup di Bulan juga berdampak kuat untuk bertahan hidup di Bumi. Saat ini, kami sedang membakar bahan bakar fosil karena fosil mudah ditemukan. Sayangnya, mereka membuat beberapa bagian planet kita terlihat seperti Bulan. Menggunakan bahan bakar fosil melibatkan kita dalam konflik daerah tidak stabil di dunia, biaya pengeluaran, dan nyawa.
Things could be very different if we were using thorium. You see, in a LFTR, we could use thorium about 200 times more efficiently than we're using uranium now. And because the LFTR is capable of almost completely releasing the energy in thorium, this reduces the waste generated over uranium by factors of hundreds, and by factors of millions over fossil fuels. We're still going to need liquid fuels for vehicles and machinery, but we could generate these liquid fuels from the carbon dioxide in the atmosphere and from water, much like nature does. We could generate hydrogen by splitting water and combining it with carbon harvested from CO2 in the atmosphere, making fuels like methanol, ammonia, and dimethyl ether, which could be a direct replacement for diesel fuels. Imagine carbon-neutral gasoline and diesel, sustainable and self-produced.
Segalanya bisa sangat berbeda jika kita menggunakan thorium. Lihat, di LFTR, kita bisa menggunakan thorium sekitar 200 kali lebih efisien daripada menggunakan uranium. LFTR mampu hampir sepenuhnya melepaskan energi di thorium, ini mengurangi limbah yang dihasilkan lebih dari uranium dengan ratusan faktor, dan oleh jutaan faktor lebih dari bahan bakar fosil. Kita masih membutuhkan bahan bakar cair untuk kendaraan dan mesin, tapi kita bisa menghasilkan bahan bakar cair ini dari karbon dioksida di atmosfer dan dari air, seperti halnya alam. Kita bisa menghasilkan hidrogen dengan membelah air dan menggabungkannya dengan karbon dipanen dari CO2 di atmosfer, membuat bahan bakar seperti metanol, amonia, dan dimetil eter, yang bisa menjadi pengganti langsung untuk bahan bakar diesel. Bayangkan karbon-netral bensin dan solar, berkelanjutan dan diproduksi sendiri.
Do we have enough thorium? Yes, we do. In fact, in the United States, we have over 3,200 metric tons of thorium that was stockpiled 50 years ago and is currently buried in a shallow trench in Nevada. This thorium, if used in LFTRs, could produce almost as much energy as the United States uses in three years. And thorium is not a rare substance, either. There are many sites like this one in Idaho, where an area the size of a football field would produce enough thorium each year to power the entire world.
Apakah kita memiliki cukup thorium? Ya, benar. Bahkan, di Amerika Serikat, kami punya lebih dari 3.200 metrik ton thorium yang tertimbun 50 tahun lalu dan saat ini terpendam di parit dangkal di Nevada. Thorium ini, jika digunakan dalam LFTR, dapat menghasilkan energi yang hampir sama banyaknya seperti yang digunakan AS dalam tiga tahun. Thorium juga bukan zat langka . Ada banyak situs seperti ini di Idaho, di mana area seukuran lapangan sepak bola akan menghasilkan cukup thorium setiap tahun untuk menggerakkan seluruh dunia.
Using liquid fluoride thorium technology, we could move away from expensive and difficult aspects of current water-cooled, solid-fueled uranium nuclear power. We wouldn't need large, high-pressure nuclear reactors and big containment buildings that they go in. We wouldn't need large, low-efficiency steam turbines. We wouldn't need to have as many long-distance power transmission infrastructure, because thorium is a very portable energy source that can be located near to where it is needed. A liquid fluoride thorium reactor would be a compact facility, very energy-efficient and safe, that would produce the energy we need day and night, and without respect to weather conditions. In 2007, we used five billion tons of coal, 31 billion barrels of oil and five trillion cubic meters of natural gas, along with 65,000 tons of uranium to produce the world's energy. With thorium, we could do the same thing with 7,000 tons of thorium that could be mined at a single site.
Penggunaan teknologi thorium fluoride cair, kita bisa menghindari aspek mahal dan sulit dari berpendingin air saat ini, berbahan bakar padat tenaga nuklir uranium. Tidak butuh banyak reaktor nuklir tekanan tinggi dan bangunan penahan besar. Kita tidak butuh banyak turbin uap efisiensi rendah. Kita tidak perlu memilikinya banyak kekuatan jarak jauh infrastruktur transmisi, karena thorium adalah sumber energi yang sangat portabel yang bisa ditemukan dekat ke tempat dibutuhkan. Reaktor thorium fluoride cair akan menjadi fasilitas yang rapi, sangat hemat energi dan aman, itu akan menghasilkan energi siang dan malam, dan tanpa memperhatikan kondisi cuaca. Pada tahun 2007, kami menggunakan lima miliar ton batubara, 31 miliar barel minyak dan lima triliun meter kubik gas alam, bersama dengan 65.000 ton uranium untuk menghasilkan energi dunia. Dengan thorium, kita bisa melakukan hal yang sama dengan 7.000 ton thorium yang dapat ditambang di satu situs.
If all this sounds interesting to you, I invite you to visit our website, where a growing and enthusiastic online community of thorium advocates is working to tell the world about how we can realize a clean, safe and sustainable energy future, based on the energies of thorium.
Jika semua ini terdengar menarik bagi Anda, Saya undang Anda untuk mengunjungi situs web kami, tempat yang tumbuh dan antusias komunitas daring pendukung thorium bekerja untuk memberi tahu dunia tentang bagaimana kita dapat mewujudkan bersih, aman dan masa depan energi berkelanjutan,
Thank you very much. (Applause)
berdasarkan energi thorium.