Meet Odontochelys semitestacea. This little creature spends its days splashing in Late Triassic swamps with a host of other reptiles. Under the surface lies its best defense against attack: a hard shell on its belly.
Inilah Odontochelys semitestacea. Makhluk kecil ini menghabiskan harinya di rawa pada zaman Trias Akhir dengan sejumlah reptil lainnya. Di bawah permukaan kulitnya, terdapat perlindungan terbaik terhadap serangan: sebuah cangkang keras pada perutnya.
Odontochelys is an early ancestor of the turtle. Its half-shelled body illustrates an important point about the modern turtle: it actually has two shells that develop totally separately while the turtle is still an embryo. Both are extensions of the animal’s skeleton, and together they are made of almost 60 bones.
Odontochelys adalah leluhur awal dari kura-kura. Cangkang yang membungkus separuh tubuhnya menggambarkan hal utama kura-kura modern: bahwa mereka memiliki dua buah cangkang yang berkembang secara terpisah ketika kura-kura masih merupakan embrio. Keduanya adalah penambahan dari tulang kura-kura, dan bersama-sama mereka membentuk hampir 60 buah tulang.
Like other embryos, turtle embryos are made of undifferentiated cells that become specific cell types, and then organs and tissues, through gene activity and communication between cells.
Seperti embrio lainnya, embrio kura-kura terbuat dari sel yang tidak terdiferensiasi yang membentuk tipe sel yang spesifik, lalu organ-organ dan jaringan-jaringan, melalui aktivitas gen dan komunikasi antarsel.
At first, turtle embryos look very similar to those of other reptiles, birds, and mammals, except for a bulge of cells called the carapacial ridge. The ridge expands around the body between the neck and lower back, creating a disc shape. It guides the formation of the upper part of the turtle’s shell, called the carapace, likely by attracting the cells that will become ribs. Instead of curving downwards to make a regular rib cage, the ribs move outwards towards the carapacial ridge. They then secrete a signaling protein that converts surrounding cells into bone-forming cells. These fifty bones grow until they meet and connect with sutures. A ring of bone solidifies the carapace’s edges. The outer layer of skin cells produces the scales, known as scutes, that cover the carapace.
Awalnya, embrio kura-kura terlihat sangat mirip dengan reptil lainnya, burung, dan mamalia, kecuali pada tonjolan sel yang disebut punggungan karapaks. Punggungan ini membentang sekeliling tubuh antara leher dan tubuh bagian belakang, membentuk sebuah disk. Hal ini membantu pembentukan bagian atas dari cangkang kura-kura. yang disebut karapaks, dengan cara mengikat sel yang akan menjadi tulang iga. Alih-alih membentuk tulang iga secara melingkar ke bawah seperti umumnya, iga yang terbentuk menjalar keluar ke arah punggungan karapaks. Iga itu lalu mensekresikan protein sebagai sinyal yang mengubah sel-sel di sekitar menjadi sel pembentuk tulang. Kelima puluh tulang ini tumbuh hingga mereka bertemu dan terhubung pada sutura. Sebuah ring tulang mengeras pada tepian karapaks. Lapisan terluar dari sel kulit memroduksi sisik, disebut sebagai scute, yang melapisi karapaks.
The development of the bottom half of the shell, the plastron, is driven by neural crest cells, which can produce a variety of different cell types including neurons, cartilage and bone. A thick shield of these cells spreads across the belly, coming together in regions that produce nine plate-like bones. Eventually, these connect to the carapace by sutures.
Pengembangan dari bagian bawah cangkang, plastron, dikendalikan oleh sel neural crest, yang dapat menghasilkan beberapa tipe sel yang berbeda termasuk sel saraf, kartilago dan tulang. Sebuah pelindung tebal melapisi sel ini dan menyebar ke seluruh perut, bergabung di daerah yang menghasilkan tulang sembilan piringan. Akhirnya, bagian-bagian ini terhubung ke karapaks melalui sutura.
A turtle’s shell has obvious advantages for guarding against predators, but the rigid casing also presents some challenges. As the turtle grows, the sutures between the bones of the carapace and plastron spread. Most mammals and reptiles rely on a flexible rib cage that expands to allow them to breathe, but turtles use abdominal muscles attached to the shell instead: one to breathe in, and one to breathe out.
Cangkang kura-kura tentu saja memiliki kelebihan melindungi dari predator, tetapi selubung yang keras juga menghasilkan beberapa tantangan. Ketika kura-kura tumbuh, sutura di antara tulang-tulang karapaks dan plastron menyebar. Mamalia dan reptil umumnya mengandalkan tulang rusuk yang fleksibel yang mengembang untuk membantu pernapasan, tetapi kura-kura menggunakan otot abdominal yang ada pada cangkang: satu untuk menghirup napas, satu lagi untuk menghembuskan napas,
So how did the shell evolve? Though there are still gaps in the fossil record, the first step seems to have been a thickening of the ribs. The oldest known turtle ancestor, a creature called Eunotosaurus africanus, lived 260 million years ago and looked almost nothing like a modern turtle, but it had a set of broad, flat ribs that anchored the muscles of its powerful forearms. Eunotosaurus was likely a burrowing creature, digging homes for itself in what’s now southern Africa.
Jadi bagaimana cangkang berevolusi? Walaupun masih ada celah dalam catatan fosil, langkah pertama sepertinya adalah pengerasan tulang rusuk. Nenek moyang kura-kura pertama, makhluk yang bernama Eunotosaurus africanus, hidup 260 juta tahun yang lalu dan sama sekali tidak terlihat seperti kura-kura, tetapi memiliki satu set tulang rusuk yang luas dan rata yang terjangkar oleh otot-otot lengan yang kuat. Eunotosaurus sepertinya merupakan makhluk penggali, menggali sarang untuknya di daerah Afrika bagian selatan sekarang.
Odontochelys semitestacea illustrates another, later step in turtle evolution, with thick ribs like Eunotosaurus plus a belly plate for protection. Our first fossil evidence of the full shell characteristic of modern turtles is about 210 million years old, and belongs to a species called Proganochelys quenstedti, whose ribs had fused. Proganochelys could move between water and land. Unlike modern turtles, it couldn’t retract its head into its shell, but had defensive spines on its neck.
Odontochelys semitestacea menggambarkan hal lain, langkah lanjut evolusi kura-kura, dengan tulang rusuk tebal seperti Eunotosaurus ditambah piringan perut untuk perlindungan. Fosil pertama kami membuktikan karakteristik kura-kura modern secara penuh adalah kira-kira 210 juta tahun yang lalu, dan merupakan spesies bernama Proganochelys quenstedti, yang tulang rusuknya telah bergabung. Proganochelys dapat hidup di air dan daratan. Tidak seperti kura-kura modern, ia tidak dapat menarik kepalanya ke dalam cangkang,
Modern turtle shells are almost as diverse as the turtles themselves. Sea turtles have flatter, lighter shells for streamlined gliding through the water. Land-dwelling tortoises, meanwhile, have domed shells that can slip free of predators’ jaws and help them turn right-side up if they fall on their backs. Leatherback and softshell turtles have shells without the ring of bone around the edge of the carapace or the tough scutes covering it, making it easier for them to squeeze into tight spaces.
tetapi memiliki duri untuk perlindungan pada lehernya. Cangkang kura-kura modern telah berubah seperti kura-kura itu sendiri. Kura-kura air punya cangkang lebih datar dan ringan untuk bergerak di perairan. Semetara itu, kura-kura darat, memiliki cangkang berkubah untuk meloloskan diri dari gigitan predator dan membantu mereka berbalik ketika mereka jatuh terlentang. Penyu belimbing dan kura-kura bercangkang lunak memiliki cangkang tanpa cincin tulang di sekeliling sudut karapaks atau scute keras melindunginya,