We always hear that texting is a scourge. The idea is that texting spells the decline and fall of any kind of serious literacy, or at least writing ability, among young people in the United States and now the whole world today. The fact of the matter is that it just isn't true, and it's easy to think that it is true, but in order to see it in another way, in order to see that actually texting is a miraculous thing, not just energetic, but a miraculous thing, a kind of emergent complexity that we're seeing happening right now, we have to pull the camera back for a bit and look at what language really is, in which case, one thing that we see is that texting is not writing at all. What do I mean by that?
Kita sering mendengar bahwa SMS adalah sebuah masalah, bahwa SMS adalah kemunduran dari melek huruf, atau setidaknya kemampuan menulis di antara kaum muda di Amerika Serikat dan di seluruh dunia saat ini. Tapi kenyataannya ini sama sekali tidak benar. memang lebih mudah menganggap sebaliknya, tapi untuk mengubah perspektif Anda, supaya Anda mengerti bahwa SMS adalah hal yang ajaib, bukan hanya aktif, tapi juga ajaib, semacam hal kompleks yang baru-baru ini menjadi sorotan, kita perlu melihat dari sudut pandang yang lebih luas dan memahami pengertian bahasa yang sesungguhnya, dimana, bisa kita lihat bahwa SMS sama sekali bukanlah menulis. Apa yang saya maksud?
Basically, if we think about language, language has existed for perhaps 150,000 years, at least 80,000 years, and what it arose as is speech. People talked. That's what we're probably genetically specified for. That's how we use language most. Writing is something that came along much later, and as we saw in the last talk, there's a little bit of controversy as to exactly when that happened, but according to traditional estimates, if humanity had existed for 24 hours, then writing only came along at about 11:07 p.m. That's how much of a latterly thing writing is. So first there's speech, and then writing comes along as a kind of artifice.
Pada dasarnya, jika kita berpikir tentang bahasa, ia mungkin telah ada selama 150,000 tahun, setidaknya selama 80,000 tahun, bahasa percakapan muncul. Orang-orang mulai bercakap-cakap. Mungkin kita semua memang diprogram untuk itu, karena seringkali begitulah cara kita berbahasa. Menulis merupakan sesuatu yang baru muncul kemudian, dan seperti yang telah kita lihat di ceramah terakhir, ada sedikit kontroversi mengenai kapan persisnya tulisan muncul, tapi menurut perkiraan yang sudah ada, apabila umat manusia telah ada selama 24 jam, maka tulisan muncul kira-kira pukul 11:07 malam. Tulisan muncul selambat itu. Jadi berawal dari percakapan, kemudian muncullah tulisan sebagai penemuan yang sangat cerdas.
Now don't get me wrong, writing has certain advantages. When you write, because it's a conscious process, because you can look backwards, you can do things with language that are much less likely if you're just talking. For example, imagine a passage from Edward Gibbon's "The Decline and Fall of the Roman Empire:"
Jangan salah tangkap, tulisan memiliki kelebihan-kelebihan sendiri. Saat Anda menulis, karena itu merupakan proses yang kita sadari, karena Anda dapat melihat kembali tulisan Anda, lingkup penggunaan bahasa yang dapat Anda gunakan jauh lebih luas dibandingkan jika Anda bercakap-cakap. Contohnya, lihatlah satu bacaan karya Edward Gibbon. "Kemerosotan dan Kejatuhan Kekaisaran Romawi:"
"The whole engagement lasted above twelve hours, till the graduate retreat of the Persians was changed into a disorderly flight, of which the shameful example was given by the principal leaders and the Surenas himself."
"Seluruh peristiwa tersebut terjadi selama lebih dari dua belas jam, sampai mundurnya tentara Persia secara perlahan mulai berganti menjadi perkelahian tanpa aturan, dimana contoh yang memalukan diberikan sendiri oleh tokoh-tokoh pemimpin dan Surenas sendiri."
That's beautiful, but let's face it, nobody talks that way. Or at least, they shouldn't if they're interested in reproducing. That -- (Laughter) is not the way any human being speaks casually.
Kedengarannya indah, tapi hadapilah kenyataan: Tidak ada orang yang berbicara seperti itu. Setidaknya, mereka tidak seharusnya berbicara demikian meski mereka tertarik untuk melakukannya. Itu -- (Tawa) bukanlah cara orang kebanyakan berbicara.
Casual speech is something quite different. Linguists have actually shown that when we're speaking casually in an unmonitored way, we tend to speak in word packets of maybe seven to 10 words. You'll notice this if you ever have occasion to record yourself or a group of people talking. That's what speech is like. Speech is much looser. It's much more telegraphic. It's much less reflective -- very different from writing. So we naturally tend to think, because we see language written so often, that that's what language is, but actually what language is, is speech. They are two things.
Percakapan sehari-hari merupakan sesuatu yang berbeda. Para pakar linguistik sebenarnya telah menunjukkan bahwa saat kita bercakap-cakap di kehidupan sehari-hari, kita cenderung berbicara dengan kumpulan kata berkisar mungkin antara 7-10 kata. Apabila Anda memiliki kesempatan untuk merekam diri Anda sendiri atau sekelompok orang yang bercakap-cakap, mungkin Anda akan sadar. Demikianlah cara kita berbicara sekarang ini. Percakapan menjadi sangat tidak teratur dan sangat telegrafik. Bahasa lisan tidak terlalu reflektif -- sangat berbeda dari bahasa tulis. Karena kita sangat sering melihat bahasa tulis, secara alamiah kita berpikir: seperti itulah bahasa adanya, tapi bahasa sebenarnya adalah percakapan. Ada dua hal.
Now of course, as history has gone by, it's been natural for there to be a certain amount of bleed between speech and writing. So, for example, in a distant era now, it was common when one gave a speech to basically talk like writing. So I mean the kind of speech that you see someone giving in an old movie where they clear their throat, and they go, "Ahem, ladies and gentlemen," and then they speak in a certain way which has nothing to do with casual speech. It's formal. It uses long sentences like this Gibbon one. It's basically talking like you write, and so, for example, we're thinking so much these days about Lincoln because of the movie. The Gettysburg Address was not the main meal of that event. For two hours before that, Edward Everett spoke on a topic that, frankly, cannot engage us today and barely did then. The point of it was to listen to him speaking like writing. Ordinary people stood and listened to that for two hours. It was perfectly natural. That's what people did then, speaking like writing.
Tentu saja, sekarang, seiring dengan berlalunya sejarah, sudah sepantasnya ada konflik antara bahasa percakapan dan bahasa tulis. Jadi, misalnya, di masa lampau, sangatlah umum jika seseorang berpidato menggunakan kata-kata bahasa tulis. Maksudnya pidato seperti yang diberikan oleh seseorang di film-film jaman dulu dimana mereka akan berdeham dan berkata, "Ahem, saudara-saudari," lalu mereka berbicara dengan gaya bicara yang sama sekali berbeda dengan bahasa sehari-hari. Bahasa formal yang menggunakan kalimat-kalimat panjang seperti di karya Gibbon. Pada dasarnya itu adalah bahasa tulis yang diucapkan, jadi misalnya, akhir-akhir ini kita sering sekali berpikir tentang Lincoln karena film yang kita tonton. Pidato Gettysburg Address bukanlah sorotan utama acara tersebut. Selama dua jam sebelum itu, Edward Everett berbicara mengenai topik yang, sejujurnya, tidak terlalu menarik perhatian orang-orang baik sekarang maupun dahulu kala. Intinya adalah mendengarkan beliau berbicara selayaknya ia menulis. Orang-orang lain berdiri dan mendengarkan pidatonya selama dua jam. Itu sangatlah biasa. Itulah yang dilakukan orang-orang jaman dulu. Mereka berbicara selayaknya menulis.
Well, if you can speak like writing, then logically it follows that you might want to also sometimes write like you speak. The problem was just that in the material, mechanical sense, that was harder back in the day for the simple reason that materials don't lend themselves to it. It's almost impossible to do that with your hand except in shorthand, and then communication is limited. On a manual typewriter it was very difficult, and even when we had electric typewriters, or then computer keyboards, the fact is that even if you can type easily enough to keep up with the pace of speech, more or less, you have to have somebody who can receive your message quickly.
Apabila Anda berbicara demikian, secara logis, Anda juga mungkin ingin menulis seperti Anda berbicara. Masalahnya ada di alat yang kita gunakan, secara teknis, ini lebih susah dilakukan di waktu yang lampau karena alat yang ada tidaklah mendukung. Sangatlah mustahil untuk melakukan hal tersebut jika Anda tidak menggunakan singkatan-singkatan yang justru membatasi percakapan. Sangatlah susah melakukan hal tersebut dengan mesin ketik, dan bahkan saat mesin ketik elektrik sudah ada, atau saat sudah ada keyboard komputer, faktanya adalah bahwa bahkan saat Anda bisa mengetik dengan mudah secepat orang-orang berbicara, kurang lebih harus ada seseorang yang dapat menerima pesan Anda dengan cepat.
Once you have things in your pocket that can receive that message, then you have the conditions that allow that we can write like we speak. And that's where texting comes in. And so, texting is very loose in its structure. No one thinks about capital letters or punctuation when one texts, but then again, do you think about those things when you talk? No, and so therefore why would you when you were texting?
Saat Anda mempunyai alat di dalam kantong Anda yang dapat menerima pesan tersebut, maka kondisi Anda telah memungkinkan untuk menulis selayaknya kita berbicara. Dan saat itulah SMS muncul. Dan SMS memiliki banyak sekali kelonggaran di strukturnya. Tidak ada yang berpikir tentang huruf besar atau tanda baca saat mereka mengirim SMS, tapi, apakah Anda memikirkan hal-hal tersebut saat Anda berbicara? Tidak. Jadi Anda juga tidak akan memusingkan hal yang sama saat Anda mengirim SMS kan?
What texting is, despite the fact that it involves the brute mechanics of something that we call writing, is fingered speech. That's what texting is. Now we can write the way we talk. And it's a very interesting thing, but nevertheless easy to think that still it represents some sort of decline. We see this general bagginess of the structure, the lack of concern with rules and the way that we're used to learning on the blackboard, and so we think that something has gone wrong. It's a very natural sense.
Terlepas dari fakta bahwa ada bentuk fisik dari sesuatu yang kita sebut menulis, SMS adalah percakapan tulis. Itulah definisi SMS. Sekarang kita bisa menulis selayaknya kita berbicara. Dan ini sangatlah menarik, tapi memang mudah bagi kita untuk berpikir bahwa ini tetaplah suatu kemunduran. Strukturnya sangat longgar. Dan orang-orang tidak mengindahkan peraturan dan cara-cara yang dulu kita pelajari di papan tulis, jadi kita berpikir bahwa ada yang salah dengan SMS. Ini adalah insting yang sangat alamiah.
But the fact of the matter is that what is going on is a kind of emergent complexity. That's what we're seeing in this fingered speech. And in order to understand it, what we want to see is the way, in this new kind of language, there is new structure coming up.
Tapi faktanya adalah apa yang sedang terjadi merupakan hal yang kompleks. Itulah yang kita lihat di percakapan tertulis ini. Dan untuk mengerti akan hal ini, apa yang harus kita lihat di bahasa yang baru ini, adalah adanya struktur baru yang muncul.
And so, for example, there is in texting a convention, which is LOL. Now LOL, we generally think of as meaning "laughing out loud." And of course, theoretically, it does, and if you look at older texts, then people used it to actually indicate laughing out loud. But if you text now, or if you are someone who is aware of the substrate of texting the way it's become, you'll notice that LOL does not mean laughing out loud anymore. It's evolved into something that is much subtler.
Contohnya, ada singkatan yang cukup umum di bahasa SMS, yaitu LOL. Kita biasanya menganggap LOL sebagai singkatan dari "laughing out loud" (tertawa keras-keras). Dan tentu saja itu benar, menurut teorinya. Dan apabila anda melihat SMS di jaman yang lebih dahulu, orang-orang saat itu pun menggunakan istilah yang sama untuk "laughing out loud." Tapi kalau anda mengirim SMS di masa sekarang, atau apabila anda adalah seseorang yang mengikuti perkembangan bahasa SMS, anda akan menyadari bahwa LOL tidak selalu berarti "laughing out loud" lagi. Artinya telah berubah menjadi sesuatu yang jauh lebih samar.
This is an actual text that was done by a non-male person of about 20 years old not too long ago.
Ini merupakan SMS yang benar-benar ada, diketik oleh seorang wanita berumur kurang lebih 20 tahun beberapa waktu yang lalu.
"I love the font you're using, btw."
"Aku suka font (jenis tulisan) yang kamu pakai, btw"
Julie: "lol thanks gmail is being slow right now"
Julie: "Lol thanks gmail lagi lemot sekarang"
Now if you think about it, that's not funny. No one's laughing. (Laughter) And yet, there it is, so you assume there's been some kind of hiccup.
Kalau anda berpikir mengenai percakapan di atas, itu bukanlah sesuatu yang lucu. Tidak ada yang tertawa. (Tawa) Tapi toh mereka menulis "lol", jadi anda beranggapan bahwa ada semacam kebingungan.
Then Susan says "lol, I know," again more guffawing than we're used to when you're talking about these inconveniences.
Kemudian Susan berkata "lol, aku tahu," lagi-lagi dengan kehebohan yang lebih dari yang dibutuhkan saat anda berbicara mengenai ketidaknyamanan semacam ini.
So Julie says, "I just sent you an email."
Maka Julie berkata, "Aku baru mengirimimu email."
Susan: "lol, I see it."
Susan: "lol, aku lihat emailmu."
Very funny people, if that's what LOL means.
Sangat lucu kalau menurut arti LOL yang sebenarnya.
This Julie says, "So what's up?"
Julie kemudian berkata, "Jadi apa kabarmu?"
Susan: "lol, I have to write a 10 page paper."
Susan: "lol, aku harus menulis essay 10 halaman."
She's not amused. Let's think about it. LOL is being used in a very particular way. It's a marker of empathy. It's a marker of accommodation. We linguists call things like that pragmatic particles. Any spoken language that's used by real people has them. If you happen to speak Japanese, think about that little word "ne" that you use at the end of a lot of sentences. If you listen to the way black youth today speak, think about the use of the word "yo." Whole dissertations could be written about it, and probably are being written about it. A pragmatic particle, that's what LOL has gradually become. It's a way of using the language between actual people.
Coba pikir, dia sama sekali tidak senang. LOL digunakan dengan cara seperti ini. Ia menjadi simbol dari empati dan akomodasi dari itu. Kami para pakar bahasa menyebut hal-hal tersebut partikel pragmatis. Semua bahasa percakapan yang digunakan oleh kebanyakan orang memiliki partikel ini. Kalau anda berbicara bahasa Jepang, pikirkan tentang kata "ne" yang sering dipakai untuk mengakhiri banyak kalimat. Kalau anda mendengarkan bagaimana para kaum muda berkulit hitam berbicara zaman sekarang, pikirkan tentang penggunaan kata "yo." Ini bisa menjadi topik dari banyak disertasi, dan mungkin memang beberapa sedang ditulis. Istilah LOL telah perlahan berubah menjadi partikel pragmatis. Ini menjadi bahasa yang digunakan untuk percakapan orang-orang.
Another example is "slash." Now, we can use slash in the way that we're used to, along the lines of, "We're going to have a party-slash-networking session." That's kind of like what we're at. Slash is used in a very different way in texting among young people today. It's used to change the scene.
Contoh lainnya adalah "slash" (garis miring). Sekarang kita bisa menggunakan garis miring seperti dulu, di dalam percakapan semacam, "Kita akan mengadakan sesi pesta slash keakraban." Semacam itulah. Para pemuda menggunakan garis miring dengan cara yang sangat berbeda dalam SMS. Garis miring digunakan untuk mengganti topik.
So for example, this Sally person says, "So I need to find people to chill with" and Jake says, "Haha" -- you could write a dissertation about "Haha" too, but we don't have time for that — "Haha so you're going by yourself? Why?"
Jadi misalnya, ada orang bernama Sally berkata, "Aku mau mencari teman untuk hangout bersama" dan Jake berkata, "Haha" -- anda dapat menulis disertasi tentang "Haha" juga, tapi kita tidak punya waktu untuk itu -- "Haha jadi kamu pergi sendirian? Mengapa?"
Sally: "For this summer program at NYU."
Sally: "Untuk program musim panas di NYU."
Jake: "Haha. Slash I'm watching this video with suns players trying to shoot with one eye."
Jake: "Haha. Slash aku sedang menonton video dimana para pemain Suns (pemain klub basket Phoenix Suns) mencoba memasukkan bola dengan satu mata tertutup."
The slash is interesting. I don't really even know what Jake is talking about after that, but you notice that he's changing the topic. Now that seems kind of mundane, but think about how in real life, if we're having a conversation and we want to change the topic, there are ways of doing it gracefully. You don't just zip right into it. You'll pat your thighs and look wistfully off into the distance, or you'll say something like, "Hmm, makes you think --" when it really didn't, but what you're really -- (Laughter) — what you're really trying to do is change the topic. You can't do that while you're texting, and so ways are developing of doing it within this medium. All spoken languages have what a linguist calls a new information marker -- or two, or three. Texting has developed one from this slash.
Penggunaan "slash" (garis miring) yang sangat menarik. Saya bahkan tidak benar-benar mengerti apa yang dibicarakan Jake setelahnya, tapi anda tahu ia mengganti topiknya. Kesannya biasa saja, tapi pikirkanlah bahwa di dunia nyata, kalau kita sedang bercakap-cakap dan ingin mengganti topiknya, ada berbagai cara untuk melakukannya dengan halus. Anda tidak melakukannya secara blak-blakan. Anda akan menepuk-menepuk paha anda dan melihat ke kejauhan dengan sendu, atau anda akan mengatakan sesuatu semacam, "Hmmm, aku jadi terpikir akan sesuatu --" padahal sebenarnya tidak, tapi apa yang sebenarnya anda -- (Tawa) -- apa yang sebenarnya anda lakukan adalah mengubah topik yang ada. Anda tidak dapat melakukan hal yang sama saat anda mengirim SMS atau chatting. Maka orang-orang menciptakan cara-cara lain untuk melakukannya dengan medium tersebut. Semua bahasa percakapan memiliki sesuatu yang oleh pakar bahasa disebut pertanda adanya satu informasi baru -- atau dua, atau tiga. SMS telah mengembangkan satu tanda dengan garis miring ini.
So we have a whole battery of new constructions that are developing, and yet it's easy to think, well, something is still wrong. There's a lack of structure of some sort. It's not as sophisticated as the language of The Wall Street Journal. Well, the fact of the matter is, look at this person in 1956, and this is when texting doesn't exist, "I Love Lucy" is still on the air.
Jadi kita punya cukup baterai untuk satu konstruksi baru yang sedang berkembang. Namun mudah bagi kita untuk berpikir, yah, masih saja ada sesuatu yang salah. Ada semacam kurangnya struktur. Ini tidak secanggih bahasa-bahasa yang digunakan di The Wall Street Journal. Yah, faktanya adalah, lihatlah orang ini di tahun 1956, dan ini adalah masa dimana SMS dan chatting belumlah ada. "I Love Lucy" masih dikumandangkan.
"Many do not know the alphabet or multiplication table, cannot write grammatically -- "
Banyak yang tidak mengenal huruf ataupun hitung-hitungan, dan tidak dapat menulis dengan struktur yang benar --"
We've heard that sort of thing before, not just in 1956. 1917, Connecticut schoolteacher. 1917. This is the time when we all assume that everything somehow in terms of writing was perfect because the people on "Downton Abbey" are articulate, or something like that.
Kita sudah pernah mendengar hal semacam ini, tidak hanya di tahun 1956, tapi juga dari guru di Connecticut tahun 1917. Ini adalah waktu dimana kita semua beranggapan bahwa entah bagaimana semua yang berhubungan dengan menulis sudahlah sempurna karena orang-orang di "Downton Abbey" sangatlah pandai berbicara atau semacam itu.
So, "From every college in the country goes up the cry, 'Our freshmen can't spell, can't punctuate.'"
Jadi, "Semua perguruan tinggi di seluruh negeri berseru, 'Para mahasiswa baru tidak bisa mengeja dan tidak mengerti tanda baca.'"
And so on. You can go even further back than this. It's the President of Harvard. It's 1871. There's no electricity. People have three names.
Dan seterusnya. Anda bahkan dapat menelusuri ke masa jauh sebelum ini. Contohnya dari Presiden Harvard di tahun 1871. Belum ada listrik pada masa itu. Orang-orang memiliki tiga julukan.
"Bad spelling, incorrectness as well as inelegance of expression in writing."
"Ejaan yang buruk, pengungkapan ekspresi yang tidak benar dan janggal dalam penulisan."
And he's talking about people who are otherwise well prepared for college studies.
Dan beliau membicarakan tentang orang-orang yang telah siap untuk memasuki level perguruan tinggi.
You can go even further back. 1841, some long-lost superintendent of schools is upset because of what he has for a long time "noted with regret the almost entire neglect of the original" blah blah blah blah blah.
Anda bahkan dapat menelusuri lebih jauh lagi. Tahun 1841, beberapa mantan inspektur sekolah-sekolah merasa jengkel karena suatu hal yang untuk jangka waktu yang lama telah ia "perhatikan dengan penyesalan keaslian yang hampir seutuhnya ditanggalkan" blah blah blah blah blah.
Or you can go all the way back to 63 A.D. -- (Laughter) -- and there's this poor man who doesn't like the way people are speaking Latin. As it happens, he was writing about what had become French. And so, there are always — (Laughter) (Applause) — there are always people worrying about these things and the planet somehow seems to keep spinning.
Atau anda dapat menelusuri lebih jauh lagi ke tahu 63 M -- (Tawa) -- dan ada orang miskin yang tidak menyukai cara orang-orang berbicara bahasa Latin. Pada masa itu, ia sedang menulis tentang bahasa yang telah menjadi bahasa Prancis. Jadi, selalu ada -- (Tawa) (Tepuk tangan) -- selalu ada saja orang-orang yang mencemaskan hal-hal semacam ini dan masih saja planet ini terus berputar.
And so, the way I'm thinking of texting these days is that what we're seeing is a whole new way of writing that young people are developing, which they're using alongside their ordinary writing skills, and that means that they're able to do two things. Increasing evidence is that being bilingual is cognitively beneficial. That's also true of being bidialectal. That's certainly true of being bidialectal in terms of your writing. And so texting actually is evidence of a balancing act that young people are using today, not consciously, of course, but it's an expansion of their linguistic repertoire. It's very simple. If somebody from 1973 looked at what was on a dormitory message board in 1993, the slang would have changed a little bit since the era of "Love Story," but they would understand what was on that message board. Take that person from 1993 -- not that long ago, this is "Bill and Ted's Excellent Adventure" -- those people. Take those people and they read a very typical text written by a 20-year-old today. Often they would have no idea what half of it meant because a whole new language has developed among our young people doing something as mundane as what it looks like to us when they're batting around on their little devices.
Jadi, cara saya berpikir mengenai SMS pada masa sekarang adalah bahwa apa yang kita lihat sekarang adalah cara menulis yang sepenuhnya baru yang dikembangkan oleh para kaum muda, dimana mereka menggunakan kemampuan menulis mereka yang biasa saja, dan juga berarti bahwa mereka dapat melakukan dua hal. Memperkuat pendapat bahwa kemampuan bilingual itu merupakan sesuatu yang penting. Sama halnya dengan kemampuan bidialectal (memiliki dua aksen). Terutama dalam hal menulis. Jadi SMS sebenarnya merupakan bukti dari orang-orang muda yang berusaha untuk menyeimbangkan diri sekarang, secara tidak sadar tentunya, tapi ini merupakan perluasan dari repertoar linguistik mereka. Sangatlah sederhana, sebenarnya. Apabila seseorang dari tahun 1973 melihat apa yang tertulis di papan pesan asrama di tahun 1993, istilahnya akan berubah sedikit sejak era "Love Story," tapi mereka akan mengerti apa yang ada di dalam pesan tersebut. Contoh lainnya adalah orang dari tahun 1993 -- tidak terlalu lama, misalnya "Pengalaman Luar Biasa Bill dan Ted" -- orang-orang tersebut. Misalnya orang-orang tersebut membaca tulisan khas karya seseorang berumur 20 tahun dari masa sekarang. Seringkali mereka tidak akan mengerti artinya karena bahasa yang sama sekali baru telah berkembang diantara kaum muda sebagai sesuatu yang biasa sepertinya halnya bagi kita saat mereka sibuk dengan perangkat-perangkat kecil mereka.
So in closing, if I could go into the future, if I could go into 2033, the first thing I would ask is whether David Simon had done a sequel to "The Wire." I would want to know. And — I really would ask that — and then I'd want to know actually what was going on on "Downton Abbey." That'd be the second thing. And then the third thing would be, please show me a sheaf of texts written by 16-year-old girls, because I would want to know where this language had developed since our times, and ideally I would then send them back to you and me now so we could examine this linguistic miracle happening right under our noses. Thank you very much.
Jadi, sebagai penutup, apabila saya dapat pergi ke masa depan, kalau saya bisa mengunjungi tahun 2033, hal pertama yang akan saya tanyakan adalah apakah David Simon telah membuat sekuel "The Wire." Saya ingin tahu. Dan -- saya sungguh akan bertanya -- dan saya ingin tahu apa sebenarnya yang telah terjadi di "Downton Abbey." Itu hal kedua. Dan hal yang ketiga adalah, tolong tunjukkan kepada saya satu berkas tulisan yang ditulis oleh gadis-gadis berumur 16 tahun karena saya ingin tahu ke arah perkembangan bahasa ini sejak masa sekarang, dan idealnya saya kemudian akan mengirimkan semuanya ke masa sekarang supaya kita dapat memeriksa keajaiban linguistik ini yang terjadi tepat di depan mata kita. Terima kasih banyak.
(Applause) Thank you. (Applause)
(Tepuk tangan) Terima kasih. (Tepuk tangan)