Thirteen trillion dollars in wealth has evaporated over the course of the last two years. We've questioned the future of capitalism. We've questioned the financial industry. We've looked at our government oversight. We've questioned where we're going. And yet, at the same time, this very well may be a seminal moment in American history, an opportunity for the consumer to actually take control and guide us to a new trajectory in America.
Tiga belas triliun dolar kekayaan menguap hanya dalam dua tahun terakhir. Kita jadi mempertanyakan masa depan kapitalisme, kita mempertanyakan industri keuangan. Kita melihat kelalaian pemerintah. Kita mempertanyakan arah tujuan kita. Namun pada saat bersamaan, ini mungkin adalah momen penting dalam sejarah Amerika, kesempatan bagi konsumen untuk memegang kendali dan menuntun kita menuju lintasan baru bagi Amerika.
I'm calling this The Great Unwind.
Saya sebut ini The Great Unwind.
(Laughter)
(Suara tawa)
And the idea is a simple, simple idea, which is the fact that the consumer has moved from a state of anxiety to action. Consumers who represent 72 percent of the GDP of America have actually started, just like banks and just like businesses, to de-leverage, to unwind their leverage in daily life, to remove themselves from the liability and risk that presents itself as they move forward.
Idenya sederhana, ya idenya sederhana, bahwa konsumen telah beralih dari kecemasan menuju aksi. Konsumen yang menyumbang 72 persen dari PDB Amerika telah mulai bergerak, seperti bank dan bisnis, menjual aset untuk mengurangi beban utang dalam hidup mereka, untuk melepaskan diri dari kewajiban dan risiko yang bisa timbul saat mereka bergerak maju.
So, to understand this -- and I'm going to stress this -- it's not about the consumer being in retreat. The consumer is empowered. To understand this, we'll step back and look at what's happened over the last year and a half. So if you've been gone, this is the CliffsNotes on what's happened in the economy.
Jadi, untuk memahami ini, saya ingin menekankan bahwa ini bukan soal perlakuan terhadap konsumen. Konsumen berdaya. Untuk memahami ini, kita akan mundur dan melihat apa yang terjadi selama satu setengah tahun terakhir. Jadi, jika Anda terlewat, ini ringkasan peristiwa ekonomi.
(Laughter)
(Suara tawa)
Unemployment up. Housing values down. Equity markets down. Commodity prices are like this.
Angka pengangguran dan harga rumah naik. Pasar saham turun. Harga komoditas seperti ini.
If you're a mom trying to manage a budget, and oil was 150 dollars a barrel last summer, and it's somewhere between 50 and 70, do you plan vacations? How do you buy? What's your strategy in your household? Will the bailout work? We have national debt, Detroit, currency valuations, health care -- all these issues facing us. You put them all together, mix them up in a bouillabaisse, and you have consumer confidence that's basically a ticking time bomb.
Jika Anda seorang ibu yang mencoba mengatur anggaran, dan harga minyak 150 dolar per barel musim panas lalu, dan sekarang antara 50 dan 70, apakah Anda akan berlibur? Bagaimana belanja Anda? Apa strategi rumah tangga Anda? Apakah <i>bailout</i> akan berhasil? Utang nasional, Detroit, nilai tukar uang, layanan kesehatan -- kita menghadapi semua ini. Jika semua ini berkumpul dan bersatu maka hilangnya kepercayaan konsumen adalah bom waktu.
In fact, let's go back and look at what caused this crisis, because the consumer, all of us, in our daily lives, actually contributed a large part to the problem. This is something I call the 50-20 paradox. It took us 50 years to reach annual savings ratings of almost 10 percent. Fifty years. Do you know what this was right here? This was World War II. Do you know why savings was so high? There was nothing to buy, unless you wanted to buy some rivets.
Baik, mari kita lihat ke belakang apa penyebab krisis ini, karena konsumen, yakni kita, dalam keseharian kita, turut berkontribusi dalam sebagian besar masalah. Ini adalah sesuatu yang saya sebut paradoks 50-20. Perlu 50 tahun untuk mencapai tingkat tabungan tahunan hampir 10 persen Lima puluh tahun. Tahukah Anda apa ini? Ini adalah Perang Dunia II. Tahukah Anda kenapa tabungan begitu tinggi? Tidak ada yang bisa dibeli, kecuali paku keling.
What happened, though, over the course of the last 20 years, we went from a 10 percent savings rate to a negative savings rate. Because we binged. We bought extra-large cars, supersized everything, we bought remedies for restless leg syndrome. All these things together basically created a factor where the consumer drove us headlong into the crisis that we face today. The personal debt-to-income ratio basically went from 65 to 135 percent in the span of about 15 years. So consumers got over-leveraged. And of course our banks did as well, as did our federal government.
Yang terjadi, selama 20 tahun terakhir, kita beralih dari tingkat tabungan 10 persen ke tingkat negatif. Karena kita boros. Kita membeli mobil ekstra besar, segalanya berlebihan, kita membeli obat untuk sindrom kaki gelisah. Semua hal ini pada dasarnya menjadi faktor penyebab konsumen mengantar kita langsung menuju krisis yang kita hadapi hari ini. Rasio utang terhadap pendapatan pribadi naik dari 65 persen menjadi 135 persen dalam rentang waktu sekitar 15 tahun. Konsumen punya banyak beban utang. Bank dan pemerintah federal kita juga mengalami hal yang sama.
This is an absolutely staggering chart. It shows leverage, trended out from 1919 to 2009. And what you end up seeing is the whole phenomenon that we are actually stepping forth and basically leveraging future education, future children in our households.
Grafik ini sangat mengejutkan. Ini menunjukkan peningkatan tren utang, dari tahun 1919 hingga 2009. Dan apa yang akhirnya Anda lihat adalah seluruh fenomena bahwa kita turut serta dan pada dasarnya menggadaikan pendidikan masa depan, generasi masa depan di rumah tangga kita.
So if you look at this in the context of visualizing the bailout, what you can see is, if you stack up dollar bills, first of all, 360,000 dollars is about the size of a five-foot-four guy. But if you stack it up, you see this amazing, staggering amount of dollars that have been put into the system to fund and bail us out. So this is the first 315 billion. But I read this fact the other day, that one trillion seconds equals 32,000 years. So if you think about that, the context, the casualness with which we talk about trillion-dollar bailout here and trillion there, we are stacking ourselves up for long-term leverage.
Jika Anda memperhatikan ini sebagai visualisasi <i>bailout</i>, yang terlihat adalah, jika Anda menumpuk uang dolar, pertama-tama, 360.000 dolar kira-kira seukuran pria setinggi lima kaki empat inci. Jika tumpukannya ditambah, Anda akan terkejut melihat sejumlah besar dolar telah disuntikkan untuk mendanai dan menyelamatkan kita. Jadi ini adalah 315 miliar pertama. Saya baca fakta ini tempo hari, bahwa satu triliun detik sama dengan 32.000 tahun. Jika Anda memikirkannya, konteksnya, kelonggaran yang kita bicarakan terkait dana talangan triliunan dolar di sana sini, kita mengikat diri kita dengan utang jangka panjang.
However, consumers have moved. They are taking responsibility. What we're seeing is an uptake in the savings rate. In fact, 11 straight months of savings have happened since the beginning of the crisis. We're working our way back up to that 10 percent. Also, remarkably, in the fourth quarter, spending dropped to its lowest level in 62 years -- almost a 3.7 percent decline.
Namun, konsumen telah tersadar. Mereka mengambil tanggung jawab. Ini menunjukkan adanya peningkatan tabungan. Bahkan, selama sebelas bulan terjadi peningkatan tabungan sejak awal krisis. Kita sedang mencoba balik ke angka sepuluh persen. Dan, hebatnya, pada kuarter empat, belanja menurun hingga tingkat terendah dalam 62 tahun ini -- turun hampir 3,7 persen.
Visa now reports that more people are using debit cards than credit cards. So we're starting to pay for things with money that we have. And we're starting to be much more careful about how we save and invest. But that's not really the whole story, because this has also been a dramatic time of transformation. And you've got to admit, over the last year and a half, consumers have been doing some weird things. It's pretty staggering, what we've lived through. If you take into account that 80 percent of all Americans were born after World War II, this was essentially our Depression.
Menurut Visa, lebih banyak orang memakai kartu debit dibanding kartu kredit. Kita mulai membayar belanjaan kita dengan uang kita punya. Dan kita lebih berhati-hati dalam menyimpan uang dan berinvestasi. Ini belum keseluruhan cerita, karena saat ini terjadi transformasi besar-besaran. Dan harus diakui, dalam satu setengah tahun ini, konsumen melakukan hal-hal aneh. Yang kita alami cukup mengejutkan. Jika dihitung, 80 persen warga Amerika lahir setelah Perang Dunia II, maka ini adalah Masa Depresi kita.
And so, as a result, some crazy things have happened. I'll give you some examples. Let's talk about dentists, vasectomies, guns and shark attacks.
Sehingga, banyak hal gila terjadi. Ada beberapa contoh, seperti dokter gigi, vasektomi, senjata dan serangan hiu.
(Laughter)
(Suara tawa)
Dentists report molars -- people grinding their teeth, coming in and reporting that they've had stress. So there's an increase in people having to have their fillings replaced. Gun sales, according to the FBI, who does background checks, are up almost 25 percent since January. Vasectomies are up 48 percent, according to the Cornell Institute. And lastly, but a very good point, hopefully not related to the former point I just made, which is that shark attacks are at their lowest level from 2003. Does anybody know why?
Dokter gigi membahas geraham -- orang menggemeretakkan gigi, datang dan melaporkan mereka mengalami stres. Jadi terjadi peningkatan jumlah orang yang melakukan tambal ulang gigi. Penjualan senjata, menurut FBI, yang memeriksa alasan penggunaan, naik hampir 25 persen sejak Januari. Vasektomi naik 48 persen, menurut Institut Cornell. Dan terakhir, tapi sangat menarik, semoga tidak berhubungan dengan poin sebelumnya, serangan hiu berada pada level terendah sejak tahun 2003. Apakah ada yang tahu alasannya?
(Laughter)
(Suara tawa)
No one's at the beach. So there's a bright side to everything.
Tak ada yang ke pantai. Selalu ada sisi terang dari setiap hal.
But seriously, what we see happening, and the reason I want to stress that the consumer is not in retreat, is that this is a tremendous opportunity for the consumer who drove us into this recession to lead us right back out. What I mean by that is we can move from mindless consumption to mindful consumption. Right?
Sungguh, apa yang kita saksikan saat ini, dan kenapa saya ingin menekankan bahwa konsumen tidak mundur, adalah karena ini adalah kesempatan baik bagi konsumen yang membawa kita ke dalam resesi ini untuk mengeluarkan kita dari resesi. Maksudnya kita bisa beralih dari pola belanja implusif ke belanja dengan bijak. Ya kan?
(Applause)
(Suara tepuk tangan)
If you think about the last three decades, the consumer has moved from savvy about marketing in the '90s, to gathering all these amazing social and search tools in this decade. But the one thing holding them back is the ability to discriminate. By restricting their demand, consumers can actually align their values with their spending, and drive capitalism and business to not just be about more, but to be about better.
Dalam tiga dekade terakhir, konsumen beralih dari memahami pemasaran tahun 90an, ke mengumpulkan seluruh media sosial dan alat peramban dekade ini. Tapi satu hal yang menahan mereka adalah kemampuan untuk membedakan. Dengan membatasi keinginan, konsumen bisa menyelaraskan antara nilai yang dianut dan pengeluarannya. sehingga kapitalisme dan bisnis tak lagi sekadar tentang “lebih” tapi tentang lebih baik.
We're going to explain that right now. Based on Y&R's BrandAsset Valuator, proprietary tool of VML and Young & Rubicam, we set out to understand what's been happening in the crisis with the consumer marketplace. We found a couple of really interesting things. We're going to go through four value shifts that we see driving new consumer behaviors, that offer new management principles.
Kami akan menjelaskannya sekarang. Berdasarkan BrandAsset Valuator Y&R, alat milik VML dan Young & Rubicam, kami mencoba memahami apa yang terjadi selama krisis terhadap pasar konsumen. Kami menemukan beberapa fakta menarik. Kita akan melalui empat pergeseran nilai yang kami duga memengaruhi perilaku baru konsumen, yang menjelaskan prinsip manajemen baru.
The first cultural value shift we see is this tendency toward something we call "liquid life." This is the movement from Americans defining their success on having things to having liquidity, because the less excess that you have around you, the more nimble and fleet of foot you are. As a result, déclassé consumption is in. Déclassé consumption is the whole idea that spending money frivolously makes you look a little bit anti-fashion. The management principle is dollars and cents.
Pergeseran budaya pertama adalah kecendrungan terhadap “kehidupan yang cair” Gerakan ini berasal dari orang Amerikan yang mendefinisikan kesuksessan atas kepemilikan dengan kepemilikan likuiditas, karena makin sedikit barang yang Anda miliki, makin tangkas dan cekatan Anda. Sehingga, terjadi konsumsi déclassé. Konsumsi déclassé merupakan gagasan bahwa menghabiskan uang secara sembrono membuat Anda terlihat ketinggalan zaman. Prinsip manajemennya adalah dolar dan sen.
So let's look at some examples of this déclassé consumption that falls out of this value. The first thing is, something must be happening when P. Diddy vows to tone down his bling.
Jadi mari kita lihat beberapa contoh konsumsi déclassé berdasarkan nilai ini. Pertama, sesuatu pasti terjadi saat P. Diddy berjanji mengurangi kegemerlapannya
(Laughter)
(Suara tawa)
But seriously, we also have this phenomenon on Madison Avenue and in other places, where people are actually walking out of luxury boutiques with ordinary, generic paper bags to hide the brand purchases. We see high-end haggling in fashion today, high-end haggling for luxury and real estate. We also see just a relaxing of ego, and sort of a dismantling of artifice.
Serius, kita lihat fenomena ini juga terjadi di Madison Avenue dan tempat-tempat lain, orang-orang keluar dari butik mewah dengan tas kertas biasa untuk menyembunyikan barang bermerek. Tawar-menawar kelas atas jadi tren, tawar-menawar barang mewah dan real estat. Kita juga melihat relaksasi ego, dan semacam pembongkaran kelicikan.
This is a story on the yacht club that's all basically blue collar. Blue-collar yacht club -- where you can join, but you've got to work in the boatyard as condition of membership. We also see the trend toward tourism that's a little bit more low-key: agritourism -- going to vineyards and going to farms.
Ini adalah cerita klub kapal pesiar bagi pekerja kerah biru. Klub pasar pesiar kerah biru -- Anda bisa bergabung jadi anggota hanya jika Anda bekerja di galangan kapal. Kita juga melihat peningkatan tren wisata yang lebih murah: agrowisata -- wisata kebun anggur dan wisata peternakan.
And then we also see this movement forward from dollars and cents. What businesses can do to connect with these new mindsets is really interesting. A couple things that are kind of cool. One is that Frito-Lay figured out this liquidity thing with their consumer. They found their consumer had more money at the beginning of the month, less at the end of the month. So they started to change their packaging: larger packs at the beginning of the month, smaller packaging at the end of the month.
Kita melihat gerakan ini juga menjauh dari dolar dan sen. Apa yang dapat bisnis lakukan dengan pola pikir baru ini sangat menarik. Beberapa di antaranya keren. Diantaranya, Frito-Lay mencari tahu hubungan likuiditas dan pelanggan mereka. Mereka dapati pelanggan lebih berduit di awal bulan dibanding akhir bulan. Sehingga mereka merubah kemasan mereka: lebih besar di awal bulan, lebih kecil di akhir bulan. San Francisco Giants juga melakukan hal yang menarik.
Really interestingly, too, was the San Francisco Giants. They've just instituted dynamic pricing. It takes into account everything from the pitcher match-ups, to the weather, to the team records, in setting prices for the consumer. Another quick example of these types of movements is the rise of Zynga. Zynga has risen on the consumer's desire to not want to be locked in to fixed cost. Again, this theme is about variable cost, variable living. So micro-payments have become huge. And lastly, some people are using Hulu as a device to get rid of their cable bill. So, really clever ideas there that are being taken ahold of and that marketers are starting to understand.
Mereka menerapkan harga dinamis. Semua hal dipertimbangkan, mulai dari pertandingan<i> pitcher</i>, hingga cuaca, catatan tim, dalam menetapkan harga bagi konsumen. Contoh lain dari gerakan ini adalah bangkitnya Zynga. Zynga menaikkan keinginan konsumen agar tidak terkunci pada harga tetap. Lagi-lagi, temanya variasi harga, hidup yang variatif. Pembayaran mikro jadi tren. Contoh terakhir, beberapa orang memakai Hulu agar bebas dari tagihan TV kabel. Jadi, ide-ide hebat telah tercipta dan terlaksana dan mulai dipahami oleh para pemasar. Nilai kedua dari keempat nilai tersebut adalah munculnya gerakan
The second of the four values is this movement toward ethics and fair play. We see that play itself out with empathy and respect. The consumer is demanding it. And, as a result, businesses must provide not only value, but values. Increasingly, consumers are looking at the culture of the company, at their conduct in the marketplace. So we see with empathy and respect lots of really hopeful things come out of this recession. I'll give you a few examples.
etis dan adil. Kita menyaksikan meningkatnya empati dan rasa hormat. Konsumen menginginkan kedua hal ini. Sehingga, bisnis tidak bisa hanya sekadar menciptakan satu nilai, tapi nilai-nilai. Konsumen makin perhatian pada budaya perusahaan, bagaimana perilaku mereka di pasar. Kita melihat dengan empati dan rasa hormat. Banyak harapan tercipta selama resesi ini. Saya akan beri beberapa contoh. Salah satunya bangkitnya komunitas dan semangat bertetangga,
One is the rise toward communities and neighborhoods, and increased emphasis on your neighbors as your support system. Also, a wonderful by-product of a really lousy thing, which has been unemployment, is a rise in volunteerism that's been noted in our country. We also see the phenomenon -- some of you may have "boomerang kids" -- these are "boomerang alumni," where universities are actually reconnecting with alumni and helping them with jobs, sharing skills and retraining. We also talked about character and professionalism. We had this miracle on the Hudson in New York City in January, and suddenly Sully has become a key name on BabyCenter.
dan meningkatnya peran tetangga sebagai pendukung Anda. Dan juga produk sampingan yang indah dari hal yang sangat buruk, yaitu pengangguran, adalah terjadinya peningkatan kesukarelaan di negara kita. Kita juga melihat phenomena -- Anda mungkin punya “anak bumerang” -- “alumni bumerang” adalah saat universitas menjalin hubungan dengan alumni dan membantu mencarikan pekerjaan, berbagi keterampilan dan pelatihan. Kita juga bicara masalah karakter dan profesionalisme. Kita mengalami keajaiban Hudson di Kota New York pada bulan Januari, dan tiba-tiba Sully menjadi nama populer di BabyCenter.
(Laughter)
(Suara tawa)
So, from a value and values standpoint, what companies can do is connect in lots of different ways. Microsoft is doing something wonderful. They are actually vowing to retrain two million Americans with IT training, using their existing infrastructure to do something good.
Jadi, dari sudut pandang nilai dan nilai-nilai perusahaan bisa terhubung melalui berbagai cara berbeda. Microsoft melakukan hal menakjubkan. Mereka berjanji untuk melakukan pelatihan ulang IT bagi dua juta warga Amerika, memanfaatkan infrastruktur yang ada untuk melakukan hal baik.
Also, a really interesting company is GORE-TEX. GORE-TEX is all about personal accountability of their management and their employees, to the point where they really kind of shun the idea of bosses. But they also talk about the fact that their executives -- all of their expense reports are put onto their company intranet for everyone to see. Complete transparency. Think twice before you have that bottle of wine.
Hal menarik lainya dilakukan GORE-TREX. GORE-TEX menjunjung akuntabilitas pribadi atas manajemen dan karyawan mereka, sampai-sampai mereka benar-benar menghindari gagasan adanya bos. Mereka juga bicara fakta bahwa para eksekutif mereka -- semua laporan pengeluaran mereka masuk ke dalam intranet perusahaan, bisa dilihat semua orang. Benar-benar transparan. Berpikirlah dua kali sebelum Anda minum sebotol anggur.
(Laughter)
(Suara tawa)
The third of the four laws of post-crisis consumerism is about durable living. We're seeing in our data that consumers are realizing this is a marathon, not a sprint. They're digging in and looking for ways to extract value out of every purchase they make. Witness the fact that Americans are holding on to their cars longer than ever before: 9.4 years on average, in March. A record. We also see the fact that libraries have become a huge resource for America. Did you know that 68 percent of Americans now carry a library card? The highest percentage ever in our nation's history.
Nilai ketiga dari empat hukum pascakrisis konsumerisme adalah kehidupan tahan lama. Data kami memperlihatkan, konsumen mulai sadar ini maraton, bukan lari cepat. Mereka mengali dan mencari cara untuk mendapatkan nilai dari setiap pembelian yang mereka lakukan. Saksikan bahwa warga Amerika memakai mobil mereka lebih lama dari sebelumnya: rata-rata 9,4 tahun, di bulan Maret. Sebuah rekor. Kita juga menyaksikan bahwa perpustakaan menjadi sumber daya terbesar bagi Amerika. Apakah Anda tahu 68 persen warga Amerika saat ini punya kartu perpustakaan? Persentase tertinggi sepanjang sejarah bangsa ini.
So what you see in this trend is also the accumulation of knowledge. Continuing education is up. Everything is focused on betterment, training, development and moving forward. We also see a big DIY movement. I was fascinated to learn that 30 percent of all homes in America are actually built by owners. That includes cottages and the like, but 30 percent. People are getting their hands dirty, rolling up their sleeves. They want these skills.
Tren ini juga menunjukkan adanya akumulasi pengetahuan. Pendidikan berkelanjutan meningkat. Semua fokus pada perbaikan, pelatihan, pengembangan dan kemajuan. Kita juga melihat gerakan DIY meningkat. Saya takjub mengetahui bahwa 30 persen rumah di Amerika dibangun oleh pemiliknya. Itu termasuk cottage dan sejenisnya, 30 persen. Orang-orang menyingsingkan lengan baju mereka. Mereka mau keterampilan ini.
We see it with the phenomenon of raising backyard hens, chickens and ducks. And when you work out the math, they say it doesn't work, but the principle is there; it's about being sustainable and taking care of yourself. Then we look at the High Line in New York City, an excellent use of reimagining existing infrastructure for something good, which is a brand-new park in New York City.
Ini terjadi seiring dengan naiknya tren ternak ayam dan bebek di belakang rumah. Jika dihitung secara matematis, mereka bilang merugi, tapi prinsipnya terpakai; keberlanjutan dan kemandirian. Lalu kita lihat di High Line, New York, penataan ulang infrastruktur yang ada dengan sangat baik untuk hal positif, yaitu taman baru di New York.
So what brands can do, and companies, is pay dividends to consumers, be a brand that lasts, offer transparency, promise you're going to be there beyond today's sale. Perfect example of that is Patagonia. Patagonia's "Footprint Chronicles" basically goes through and tracks every product they make, and gives you social responsibility, and helps you understand the ethics behind the product they make.
Jadi jenama dan perusahaan bisa membayar dividen kepada konsumen, menjadi jenama yang bertahan, menawarkan transparansi, janjikan Anda ada bukan hanya saat diskon hari ini. Contoh terbaik adalah Patagonia. “Catatan Rekam Jejak” Patagonia memuat rekam jejak setiap produk yang mereka buat, dan memberi Anda tanggung jawab sosial, serta membantu Anda memahami etika di balik produk yang mereka buat.
Another great example is Fidelity. Rather than instant cash-back rewards on your credit or debit purchases, this is about 529 rewards for your student education. Or the interesting company Sunrun. I love this company. They've created a consumer collective where they put solar panels on households and create a consumer-based utility, where the electricity they generate is basically pumped back out into the marketplace. So it's a consumer-driven co-op.
Contoh hebat lainnya adalah Fidelity. Bukannya memberi hadiah uang kembali langsung pada pembelian kredit atau debit, tapi mereka memberi 529 hadiah untuk pendidikan anak Anda. Perusahaan Sunrun juga menarik. Saya suka perusahaan ini. Mereka menciptakan aksi bersama konsumen, mereka memasang panel surya di rumah dan membuat utilitas berbasis konsumen, listrik yang mereka hasilkan dipompa kembali ke pasar. Sebuah aksi yang dimotori oleh konsumen.
The fourth post-crisis consumerism that we see is this movement about "return to the fold." It's incredibly important right now. Trust is not parceled out, as we all know. It's now about connecting to your communities, connecting to your social networks. In my book, I talked about the fact that 72 percent of people trust what other people say about a brand or a company, versus 15 percent on advertising. So in that respect, cooperative consumerism has really taken off. This is about consumers working together to get what they want out of the marketplace. Let's look at a couple of quick examples.
Nilai keempat dari pascakrisis konsumerisme yang kami amati adalah gerakan “kembali ke asal”. Hal ini sangat penting sekarang. Kepercayaan tidak bisa dibagi-bagi, seperti yang kita tahu. Ini soal terhubung dengan komunitas Anda, terhubung dengan jejaring sosial Anda. Dalam buku saya, saya membahas fakta bahwa 72 persen orang percaya pada apa yang masyarakat katakan tentang sebuah jenama atau perusahaan versus 15 persen pada iklan. Jadi dalam hal ini, konsumerisme kooperatif telah hilang. Konsumen berkerja sama untuk memperoleh yang mereka inginkan dari pasar. Mari lihat beberapa contoh.
The artisanal movement is huge: everything about locally derived products and services, supporting your local neighborhoods, whether it's cheeses, wines and other products. Also this rise of local currencies. Realizing that it's difficult to get loans in this environment, you're doing business with people you trust in your local markets. So this rise of local currency is another really interesting phenomenon. And then they did a recent report I thought was fascinating. They actually started, in certain communities in the United States, to publish people's electricity usage. And what they found out is when that was available for public record, the people's electricity usage in those communities dropped.
Gerakan artisanal sangat besar: penggunaan produk dan layanan lokal, untuk mendukung komunitas lokal Anda, mulai dari keju, anggur, dan produk lainnya. Bangkitnya mata uang lokal juga terjadi. Menyadari sulitnya mendapat pinjaman saat ini, Anda berbisnis dengan orang yang Anda percaya di pasar lokal. Jadi kebangkitan mata uang lokal adalah fenomena menarik lainnya. Lalu ada laporan terbaru yang menurut saya menarik. Bermula dari beberapa komunitas di Amerika Serikat, mereka mempublikasikan penggunaan listrik masyarakat. Mereka menemukan bahwa saat data ini tersedia ke publik, penggunaan listrik masyarakat di komunitas tersebut turun.
Then we also look at the idea of cow-pooling, which is the whole phenomenon of consumers organizing together to buy meat from organic farms, that they know is safe and controlled in the way that they want it to be controlled. And then there's this other really interesting movement in California, which is about carrot mobs. The traditional thing would be to boycott, right? Have a stick. Well, why not have a carrot? So these are consumers organizing, pooling their resources to incentify companies to do good.
Kami juga melihat ide <i>cow-pooling</i>, yaitu fenomena konsumen bersama-sama membeli daging dari peternakan organik yang mereka yakin aman dan diawasi sesuai dengan harapan mereka. Lalu ada gerakan yang juga menarik di California, pemberian insentif. Ide lama adalah memboikot, untuk menghukum. Apa salahnya memberi hadiah? Jadi para konsumen bergerak, mengumpulkan sumber daya mereka untuk memberi insentif pada perusahaan agar berlaku etis.
And then we look at what companies can do. This is all the opportunity about being a community organizer. You have to realize that you can't fight and control this. You actually need to organize it. You need to harness it. You need to give it meaning. And there's lots of really interesting examples here. First is just the rise of the fact that Zagat's has actually moved out of and diversified from rating restaurants, into actually rating health care. So what credentials does Zagat's have? Well, they have a lot, because it's their network of people. So that becomes a very powerful force for them to make their brand more elastic.
Mari lihat apa yang bisa dilakukan perusahaan. Ini adalah kesempatan menjadi penggerak komunitas. Anda harus tahu, Anda tidak bisa melawan dan mengontrol hal ini. Anda harus mengatur hal ini. Anda harus memanfaatkannya. Anda harus memaknainya. Dan ada banyak contoh yang sangat menarik. Pertama, adanya fakta bahwa Zagat benar-benar berubah dan melakukan diversifikasi dari peringkat restoran, ke peringkat perawatan kesehatan. Jadi, kredensial apa yang dimiliki Zagat? Mereka punya banyak, karena jaringan sosial yang mereka punya. Hal ini menjadi kekuatan yang sangat besar bagi mereka sehingga jenama mereka lebih elastis.
Then you look at the phenomenon of Kogi. This Kogi doesn't exist. It's a moving truck. It's a moving truck through L.A., and the only way you can find it is through Twitter.
Lalu kita lihat fenomena Kogi. Kogi dulunya tidak ada. Kogi adalah truk yang berpindah-pindah. Truk yang pindah di sekitar L.A., satu-satunya cara Anda tahu lokasinya adalah lewat Twitter.
(Laughter)
Atau Anda melihat
Or you look at Johnson & Johnson's "Momversations," a phenomenal blog that's been built up, where J&J basically is tapping into the power of mommy bloggers, allowing them to create a forum where they can communicate and connect. And it's also become a very valuable advertising revenue for J&J as well. This, plus the fact that you've got phenomenal work from CEOs, from Ford to Zappos, connecting on Twitter, creating an open environment, allowing their employees to be part of the process, rather than hidden behind walls.
Atau Anda melihat “Momversations”, blog fenomenal yang dibuat Johnson & Johnson untuk menggali potensi ibu-ibu penulis blog, sehingga mereka bisa membuat forum untuk berkomunikasi dan terhubung. Dan blog ini juga sarana beriklan penting bagi J&J. Ditambah fakta bahwa Anda dapat pekerjaan fenomenal dari CEO, dari Ford hingga Zappos, terhubung di Twitter, menciptakan lingkungan terbuka, memungkinkan karyawan mereka untuk menjadi bagian dari proses, tidak tersembunyi di balik tembok.
You see this rising force in total transparency and openness that companies are starting to adopt, all because the consumer is demanding it. So when we look at this and step back, what I believe is that the crisis that exists today is definitely real. It's been tremendously powerful for consumers. But at the same time, this is also a tremendous opportunity. The Chinese character for crisis is actually the same side of the same coin. Crisis equals opportunity. What we're seeing with consumers right now is the ability for them to actually lead us forward out of this recession.
Anda melihat peningkatan transparansi dan keterbukaan yang mulai diadopsi oleh perusahaan, semua karena konsumen menginginkannya. Melihat hal ini dan mundur ke belakang, saya percaya krisis hari ini sangat nyata. Dampaknya sangat besar bagi konsumen. Tapi di waktu yang sama, hal ini juga membuka kesempatan besar. Karakter orang Cina dalam menghadapi krisis layaknya dua sisi koin yang sama. Krisis sama dengan peluang. Apa yang kita lihat dari konsumen saat ini adalah kemampuan mereka untuk memimpin kita keluar dari resesi ini.
So we believe that values-driven spending will force capitalism to be better: it will drive innovation; it will make longer-lasting products; it will create better, more intuitive customer service; and it will give us the opportunity to connect with companies that share the values that we share. So when we look back and step out at this and see the beginning of these trends that we're seeing in our data, we see a very hopeful picture for the future of America.
Kami percaya bahwa belanja berdasarkan nilai akan membuat kapitalisme membaik; mendorong inovasi; akan membuat produk lebih tahan lama; akan menciptakan layanan konsumen yang lebih baik dan intuitif; dan memberi kita kesempatan untuk terhubung dengan perusahaan yang memiliki nilai yang sama dengan kita. Jika kita lihat ke belakang dan keluar dari ini dan melihat awal semua tren ini yang kami lihat dalam data kami kami melihat masa depan yang cerah bagi Amerika.
Thank you very much.
Terima kasih banyak.
(Applause)
(Suara tepuk tangan)