Chris Anderson: Dr. Jane Goodall, welcome.
Chris Anderson: Dr. Jane Goodall, selamat datang.
Jane Goodall: Thank you, and I think, you know, we couldn't have a complete interview unless people know Mr. H is with me, because everybody knows Mr. H.
Jane Goodall: Terima kasih, dan saya rasa wawancara kita tidak lengkap tanpa orang-orang tahu bahwa Mr. H ada bersama saya, karena semua orang mengenal Mr. H.
CA: Hello, Mr. H. In your TED Talk 17 years ago, you warned us about the dangers of humans crowding out the natural world. Is there any sense in which you feel that the current pandemic is kind of, nature striking back?
CA: Halo, Mr. H. Dalam TED Talk olehmu 17 tahun lalu, Anda memperingatkan kami tentang bahaya manusia yang mengeksploitasi alam. Apakah Anda merasakan bahwa pandemi saat ini seolah alam balas menyerang?
JG: It's very, very clear that these zoonotic diseases, like the corona and HIV/AIDS and all sorts of other diseases that we catch from animals, that's partly to do with destruction of the environment, which, as animals lose habitat, they get crowded together and sometimes that means that a virus from a reservoir species, where it's lived harmoniously for maybe hundreds of years, jumps into a new species, then you also get animals being pushed into closer contact with humans. And sometimes one of these animals that has caught a virus can -- you know, provides the opportunity for that virus to jump into people and create a new disease, like COVID-19. And in addition to that, we are so disrespecting animals. We hunt them, we kill them, we eat them, we traffic them, we send them off to the wild-animal markets in Asia, where they're in terrible, cramped conditions, in tiny cages, with people being contaminated with blood and urine and feces, ideal conditions for a virus to spill from an animal to an animal, or an animal to a person.
JG: Sangat jelas bahwa penyakit-penyakit zoonotik ini, seperti corona dan HIV/AIDS dan berbagai macam penyakit lainnya yang kita idap dari hewan, sebagian ada kaitannya dengan penghancuran lingkungan, karena saat hewan kehilangan habitat, mereka jadi berdekatan dan terkadang itu berarti bahwa virus dari spesies reservoir, di mana virus hidup secara harmonis selama mungkin ratusan tahun, melompat ke spesies baru, lalu juga ada hewan yang dipaksa berdekatan dengan manusia. Terkadang salah satu hewan ini yang telah terjangkiti virus berpeluang menyebarkan virus ke manusia dan menciptakan penyakit baru, seperti COVID-19. Selain itu, kita juga sangat tidak menghormati hewan. Kita memburu mereka, membunuh mereka, memakan mereka, menyelundupkan mereka, mengirim mereka ke pasar hewan liar di Asia, di mana mereka terkurung dalam kondisi buruk, di kandang kecil, dan orang-orang terkontaminasi darah, urin dan feses, kondisi ideal bagi virus untuk berpindah dari hewan ke hewan, atau hewan ke manusia.
CA: I'd love to just dip backwards in time for a bit, because your story is so extraordinary. I mean, despite the arguably even more sexist attitudes of the 1960s, somehow you were able to break through and become one of the world's leading scientists, discovering this astonishing series of facts about chimpanzees, such as their tool use and so much more. What was it about you, do you think, that allowed you to make such a breakthrough?
CA: Saya ingin mundur ke masa lalu, karena kisah Anda yang luar biasa. Maksud saya, walaupun ada lebih banyak diskriminasi gender di tahun 1960-an, tapi Anda bisa menembusnya dan menjadi salah satu ilmuwan terkemuka di dunia, menemukan serangkaian fakta mengagumkan tentang simpanse, seperti penggunaan alat mereka dan masih banyak yang lain. Menurut Anda, apa yang memungkinkan Anda membuat terobosan seperti itu?
JG: Well, the thing is, I was born loving animals, and the most important thing was, I had a very supportive mother. She didn't get mad when she found earthworms in my bed, she just said they better be in the garden. And she didn't get mad when I disappeared for four hours and she called the police, and I was sitting in a hen house, because nobody would tell me where the hole was where the egg came out.
JG: Soalnya, saya terlahir menyayangi hewan, dan yang terpenting adalah ibu saya sangat suportif. Dia tidak marah saat menemukan cacing tanah di tempat tidur, dia hanya mengatakan lebih baik ada di kebun. Dan dia tidak marah saat saya menghilang selama empat jam walau dia menelepon polisi padahal saya duduk di kandang ayam, karena tidak ada yang memberitahu saya di mana lubang tempat keluar telur.
I had no dream of being a scientist, because women didn't do that sort of thing. In fact, there weren't any man doing it back then, either. And everybody laughed at me except Mom, who said, "If you really want this, you're going to have to work awfully hard, take advantage of every opportunity, if you don't give up, maybe you'll find a way."
Saya tidak memiliki impian menjadi ilmuwan, karena dulu wanita tidak berprofesi seperti itu. Bahkan, pria pun juga tidak. Dan semua orang menertawakan saya kecuali ibu, yang berkata, "Jika menginginkan ini, kau harus bekerja keras, manfaatkan setiap peluang, jika tak menyerah, mungkin kau akan temukan jalan."
CA: And somehow, you were able to kind of, earn the trust of chimpanzees in the way that no one else had. Looking back, what were the most exciting moments that you discovered or what is it that people still don't get about chimpanzees?
CA: Dan entah bagaimana, Anda mampu mendapat kepercayaan dari simpanse yang tidak bisa dilakukan orang lain. Jika diingat kembali, apa momen paling menyenangkan yang Anda temukan atau apa yang masih tidak dipahami manusia tentang simpanse?
JG: Well, the thing is, you say, "See things nobody else had, get their trust." Nobody else had tried. Quite honestly. So, basically, I used the same techniques that I had to study the animals around my home when I was a child. Just sitting, patiently, not trying to get too close too quickly, but it was awful, because the money was only for six months. I mean, you can imagine how difficult to get money for a young girl with no degree, to go and do something as bizarre as sitting in a forest. And you know, finally, we got money for six months from an American philanthropist, and I knew with time I'd get the chimps' trust, but did I have time? And weeks became months and then finally, after about four months, one chimpanzee began to lose his fear, and it was he that on one occasion I saw -- I still wasn't really close, but I had my binoculars -- and I saw him using and making tools to fish for termites. And although I wasn't terribly surprised, because I've read about things captive chimps could do -- but I knew that science believed that humans, and only humans, used and made tools. And I knew how excited [Dr. Louis] Leakey would be. And it was that observation that enabled him to go to the National Geographic, and they said, "OK, we'll continue to support the research," and they sent Hugo van Lawick, the photographer-filmmaker, to record what I was seeing. So a lot of scientists didn't want to believe the tool-using. In fact, one of them said I must have taught the chimps.
JG: Anda mengatakan, "sesuatu yang tak dilakukan orang lain, mendapat kepercayaan mereka." Memang mereka tidak mencobanya. Sejujurnya. Pada dasarnya, saya menggunakan teknik sama, mempelajari hewan di sekitar rumah saat saya masih kecil. Hanya duduk, dengan sabar, tidak terlalu cepat mendekat, tapi itu sulit, karena uangnya hanya untuk enam bulan. Bisa Anda bayangkan sulitnya mendapatkan uang bagi gadis muda tanpa gelar, pergi dan melakukan sesuatu yang seaneh duduk di hutan. Dan akhirnya, kami mendapat uang untuk enam bulan dari seorang dermawan Amerika, saya tahu seiring berjalannya waktu saya akan mendapat kepercayaan simpanse, tapi apakah saya punya waktu? Minggu menjadi bulan dan kemudian akhirnya, setelah sekitar empat bulan, satu simpanse mulai hilang rasa takutnya, dan dialah yang pada suatu saat saya lihat ... saya masih belum terlalu dekat, tapi saya memiliki teropong... saya lihat dia menggunakan dan membuat alat untuk memancing rayap. Dan walaupun saya tidak terlalu terkejut, karena saya sudah membaca tentang hal-hal yang dilakukan simpanse dalam kurungan, tapi saya tahu bahwa sains meyakini bahwa manusia, dan hanya manusia, menggunakan dan membuat alat. Dan saya tahu betapa senangnya [Dr. Louis] Leakey. Dan pengamatan itulah yang memungkinkan dia sampai ke National Geographic, dan mereka bilang, "Baiklah, kami akan terus mendukung penelitian itu," dan mereka mengirimkan Hugo van Lawick, seorang pembuat film dan fotografer, untuk merekam apa yang saya lihat. Banyak ilmuwan tidak mau percaya tentang penggunaan alat. Bahkan, salah satunya berkata bahwa saya yang mengajari simpanse itu.
(Laughter)
(Tertawa)
Since I couldn't get near them, it would have been a miracle. But anyway, once they saw Hugo's film and that with all my descriptions of their behavior, the scientists had to start changing their minds.
Karena saya tidak bisa mendekati mereka, itu pasti keajaiban. Tapi setelah mereka melihat film Hugo dan dengan semua penjelasan saya tentang perilaku mereka, para ilmuwan mulai berubah pikiran.
CA: And since then, numerous other discoveries that placed chimpanzees much closer to humans than people cared to believe. I think I saw you say at one point that they have a sense of humor. How have you seen that expressed?
CA: Dan sejak itu, sejumlah penemuan lain meletakkan simpanse jauh lebih dekat dengan manusia dari yang orang yakini. Rasanya Anda pernah mengatakan bahwa mereka punya selera humor. Bagaimana Anda melihat itu diungkapkan?
JG: Well, you see it when they're playing games, and there's a bigger one playing with a little one, and he's trailing a vine around a tree. And every time the little one is about to catch it, the bigger one pulls it away, and the little one starts crying and the big one starts laughing. So, you know.
JG: Anda melihatnya saat mereka sedang bermain, dan ada yang lebih besar bermain dengan yang kecil, dan dia menyeret ranting mengelilingi pohon. Dan setiap kali yang kecil hampir menangkapnya, yang lebih besar menariknya pergi, dan yang kecil mulai menangis dan yang besar mulai tertawa. Jadi, Anda tahu.
CA: And then, Jane, you observed something much more troubling, which was these instances of chimpanzee gangs, tribes, groups, being brutally violent to each other. I'm curious how you process that. And whether it made you, kind of, I don't know, depressed about us, we're close to them, did it make you feel that violence is irredeemably part of all the great apes, somehow?
CA: Lalu, Jane, Anda mengamati sesuatu yang jauh lebih meresahkan, yaitu kejadian kelompok simpanse, suku, grup, bersikap saling brutal satu sama lain. Saya ingin tahu bagaimana Anda menanggapinya. Dan apakah itu membuat Anda, depresi tentang kita, karena kita dekat dari mereka, apakah itu membuat Anda merasa bahwa kekerasan adalah bagian dari semua kera besar?
JG: Well, it obviously is. And my first encounter with human, what I call evil, was the end of the war and the pictures from the Holocaust. And you know, that really shocked me. That changed who I was. I was 10, I think, at the time. And when the chimpanzees, when I realized they have this dark, brutal side, I thought they were like us but nicer. And then I realized they're even more like us than I had thought. And at that time, in the early '70s, it was very strange, aggression, there was a big thing about, is aggression innate or learned. And it became political. And it was, I don't know, it was a very strange time, and I was coming out, saying, "No, I think aggression is definitely part of our inherited repertoire of behaviors." And I asked a very respected scientist what he really thought, because he was coming out on the clean slate, aggression is learned, and he said, "Jane, I'd rather not talk about what I really think." That was a big shock as far as science was concerned for me.
JG: Sudah jelas begitu. Dan pertemuan pertama saya dengan manusia, yang saya sebut kejahatan, adalah pada akhir perang dan foto-foto dari Holokaus. Dan itu sangat mengejutkan saya. Itu mengubah diri saya. Saya rasa saat itu usia saya 10 tahun. Dan ketika simpanse, saat saya sadar bahwa mereka memiliki sisi gelap yang brutal, saya pikir mereka seperti kita tapi lebih baik. Dan mereka jauh lebih mirip dengan kita daripada yang saya duga. Saat itu, di awal tahun 70-an, sangat aneh, agresi, ada hal besar yaitu agresi bawaan lahir atau dipelajari. Dan itu menjadi politis. Dan entahlah, itu masa yang sangat aneh, dan saya mengatakan, "Tidak, saya rasa agresi benar-benar bagian dari pengulangan dari perilaku kita yang diwariskan." Dan saya meminta pendapat dari seorang ilmuwan yang sangat terhormat, karena dia menyatakan dengan jelas, agresi itu dipelajari, dia bilang, "Jane, sebaiknya saya tidak mengatakan yang sejujurnya." Bagi saya itu sangat mengejutkan dalam kaitannya dengan sains.
CA: I was brought up to believe a world of all things bright and beautiful. You know, numerous beautiful films of butterflies and bees and flowers, and you know, nature as this gorgeous landscape. And many environmentalists often seem to take the stance, "Yes, nature is pure, nature is beautiful, humans are bad," but then you have the kind of observations that you see, when you actually look at any part of nature in more detail, you see things to be terrified by, honestly. What do you make of nature, how do you think of it, how should we think of it?
CA: Saya dibesarkan untuk meyakini dunia yang berisikan hal-hal ceria dan indah. Banyak film indah tentang kupu-kupu, lebah, dan bunga, dan Anda tahu, alam sebagai lanskap yang indah. Dan banyak pecinta lingkungan sering memiliki pendapat, "Ya, alam itu murni, alam itu indah, manusia yang buruk," tapi kemudian Anda memiliki observasi yang Anda lihat, saat melihat bagian apa pun dari alam dengan lebih detail, Anda lihat dengan menakutkan, sejujurnya. Apa pendapatmu tentang alam, seperti apa kita harus memandangnya?
JG: Nature is, you know, I mean, you think of the whole spectrum of evolution, and there's something about going to a pristine place, and Africa was very pristine when I was young. And there were animals everywhere. And I never liked the fact that lions killed, they have to, I mean, that's what they do, if they didn't kill animals, they would die. And the big difference between them and us, I think, is that they do what they do because that's what they have to do. And we can plan to do things. Our plans are very different. We can plan to cut down a whole forest, because we want to sell the timber, or because we want to build another shopping mall, something like that. So our destruction of nature and our warfare, we're capable of evil because we can sit comfortably and plan the torture of somebody far away. That's evil. Chimpanzees have a sort of primitive war, and they can be very aggressive, but it's of the moment. It's how they feel. It's response to an emotion.
JG: Alam adalah, maksud saya seluruh spektrum dari evolusi, dan ada sesuatu tentang pergi ke tempat yang bersih, dan Afrika sangat bersih saat saya masih muda. Dan ada hewan di mana-mana. Dan saya tidak pernah suka fakta bahwa singa membunuh, mereka harus, itulah yang mereka lakukan, jika tidak membunuh hewan, mereka akan mati. Dan perbedaan besar antara mereka dan kita, menurut saya, adalah mereka melakukan itu karena harus. Dan kita bisa berencana untuk melakukan sesuatu. Rencana kita sangat berbeda. Kita bisa berencana untuk memangkas seluruh hutan, karena ingin menjual kayunya, atau karena ingin membangun sebuah pusat perbelanjaan lagi, hal-hal seperti itu. Jadi pengrusakan alam kita, dan peperangan kita, kita mampu melakukan kejahatan karena bisa duduk dengan nyaman dan merencanakan penyiksaan seseorang yang berada jauh. Itu kejahatan. Simpanse memiliki perang yang primitif, dan mereka bisa sangat agresif, tapi itu sesaat. Itu yang mereka rasakan. Itu respon terhadap emosi.
CA: So your observation of the sophistication of chimpanzees doesn't go as far as what some people would want to say is the sort of the human superpower, of being able to really simulate the future in our minds in great detail and make long-term plans. And act to encourage each other to achieve those long-term plans. That that feels, even to someone who spent so much time with chimpanzees, that feels like a fundamentally different skill set that we just have to take responsibility for and use much more wisely than we do.
CA: Jadi pengamatan Anda tentang kecanggihan simpanse tidak sejauh yang sebagian orang ingin katakan seperti kekuatan super manusia, mampu mensimulasikan masa depan di pikiran kita secara mendetail dan membuat rencana jangka panjang. Dan bertindak untuk saling mendorong demi mencapai rencana jangka panjang itu. Itu terasa, bahkan bagi seseorang yang sangat lama bersama simpanse, itu terasa seperti keahlian yang berbeda secara fundamental yang harus kita pertanggungjawabkan dan gunakan dengan jauh lebih bijaksana.
JG: Yes, and I personally think, I mean, there's a lot of discussion about this, but I think it's a fact that we developed the way of communication that you and I are using. And because we have words, I mean, animal communication is way more sophisticated than we used to think. And chimpanzees, gorillas, orangutans can learn human sign language of the Deaf. But we sort of grow up speaking whatever language it is. So I can tell you about things that you've never heard of. And a chimpanzee couldn't do that. And we can teach our children about abstract things. And chimpanzees couldn't do that. So yes, chimpanzees can do all sorts of clever things, and so can elephants and so can crows and so can octopuses, but we design rockets that go off to another planet and little robots taking photographs, and we've designed this extraordinary way of you and me talking in our different parts of the world. When I was young, when I grew up, there was no TV, there were no cell phones, there was no computers. It was such a different world, I had a pencil, pen and notebook, that was it.
JG: Ya, secara pribadi saya pikir... Ada banyak diskusi tentang ini, tapi saya pikir faktanya kita mengembangkan cara berkomunikasi yang kita gunakan. Dan karena kita punya kata-kata, maksud saya, komunikasi hewan jauh lebih rumit dari yang dulu kita pikir. Dan simpanse, gorila, orangutan, bisa mempelajari bahasa isyarat tunarungu. Tapi kita tumbuh dengan berbicara dalam bahasa apa pun itu. Jadi saya bisa memberitahu Anda hal-hal yang belum pernah Anda dengar. Dan simpanse tidak bisa melakukan itu. Dan kita bisa mengajari anak-anak kita tentang hal-hal abstrak. Dan simpanse tidak bisa melakukan itu. Jadi ya, simpanse bisa melakukan berbagai hal pintar, begitu juga gajah, burung gagak, dan gurita, tapi kita mendesain roket yang pergi ke planet lain dan robot-robot kecil yang bisa memotret, dan kita mendesain cara luar biasa hingga Anda dan saya berbicara di belahan dunia yang berbeda. Saat saya muda, saat tumbuh dewasa, tidak ada TV, tidak ada ponsel, tidak ada komputer, itu dunia yang jauh berbeda, saya punya pensil, pulpen, dan buku tulis, itu saja.
CA: So just going back to this question about nature, because I think about this a lot, and I struggle with this, honestly. So much of your work, so much of so many people who I respect, is about this passion for trying not to screw up the natural world. So is it possible, is it healthy, is it essential, perhaps, to simultaneously accept that many aspects of nature are terrifying, but also, I don't know, that it's awesome, and that some of the awesomeness comes from its potential to be terrifying and that it is also just breathtakingly beautiful, and that we cannot be ourselves, because we are part of nature, we cannot be whole unless we somehow embrace it and are part of it? Help me with the language, Jane, on how that relationship should be.
CA: Kembali ke pertanyaan tentang alam, karena saya sering memikirkannya, dan sejujurnya saya kesulitan dengan ini. Begitu banyak hasil kerja Anda, begitu banyak orang yang saya hormati, memiliki keinginan untuk berusaha tidak mengacaukan alam. Jadi apakah memungkinkan, apakah sehat, apakah mungkin penting, untuk menerima secara serempak bahwa banyak aspek alam yang menakutkan, tapi juga luar biasa, dan hal-hal yang luar biasa itu berasal dari potensinya yang menakutkan dan bahwa itu juga sangat indah, dan kita tidak bisa menjadi diri sendiri, karena kita bagian dari alam, kita tidak bisa menjadi seutuhnya kecuali kita menerimanya dan menjadi bagian darinya? Bantu saya dengan bahasanya, Jane, tentang bagaimana hubungan itu seharusnya.
JG: Well, I think one of the problems is, you know, as we developed our intellect, and we became better and better at modifying the environment for our own use, and creating fields and growing crops where it used to be forest or woodland, and you know, we won't go into that now, but we have this ability to change nature. And as we've moved more into towns and cities, and relied more on technology, many people feel so divorced from the natural world. And there's hundreds, thousands of children growing up in inner cities, where there basically isn't any nature, which is why this movement now to green our cities is so important. And you know, they've done experiments, I think it was in Chicago, I'm not quite sure, and there were various empty lots in a very violent part of town. So in some of those areas they made it green, they put trees and flowers and things, shrubs in these vacant lots. And the crime rate went right down. So then of course, they put trees in the other half. So it just shows, and also, there have been studies done showing that children really need green nature for good psychological development.
JG: Kurasa salah satu masalahnya adalah, semakin berkembangnya intelektual kita, dan kita menjadi semakin baik memodifikasi lingkungan agar bermanfaat bagi kita, dan menciptakan ladang dan menanam tumbuhan di tempat yang dulunya hutan, kita tidak akan membahas itu sekarang, tapi kita memiliki kemampuan untuk mengubah alam. Dan saat kita lebih banyak pindah ke kota besar, dan lebih mengandalkan teknologi, banyak orang merasa terpisah dari alam. Dan ada ratusan, ribuan anak tumbuh di kota, yang tidak memiliki alam, karena itu gerakan menghijaukan kota sekarang ini sangat penting. Mereka sudah melakukan eksperimen, saya rasa itu di Chicago, saya kurang yakin, dan ada banyak lahan kosong di bagian kota yang penuh kejahatan. Mereka menghijaukan sebagian area itu, menaruh pepohonan dan bunga-bunga, semak-semak di lahan kosong ini. Dan tingkat kejahatan langsung turun. Kemudian, mereka menaruh pepohonan di sisi lainnya. Jadi itu juga menunjukkan, sudah ada studi yang menunjukkan bahwa anak-anak butuh alam hijau untuk perkembangan psikologi yang baik.
But we are, as you say, part of nature and we disrespect it, as we are, and that is so terrible for our children and our children's children, because we rely on nature for clean air, clean water, for regulating climate and rainfall. Look what we've done, look at the climate crisis. That's us. We did that.
Tapi kita, seperti kata Anda, bagian dari alam dan kita tidak menghormatinya, dan itu sangat buruk bagi anak-anak kita dan generasi berikutnya, karena kita butuh alam untuk udara bersih, air bersih, untuk mengatur iklim dan curah hujan. Lihat yang telah kita perbuat, lihatlah krisis iklim ini. Itu kita. Kita yang melakukan itu.
CA: So a little over 30 years ago, you made this shift from scientist mainly to activist mainly, I guess. Why?
CA: Sekitar 30 tahun yang lalu, Anda membuat perubahan dari ilmuwan ke aktivis. Kenapa?
JG: Conference in 1986, scientific one, I'd got my PhD by then and it was to find out how chimp behavior differed, if it did, from one environment to another. There were six study sites across Africa. So we thought, let’s bring these scientists together and explore this, which was fascinating. But we also had a session on conservation and a session on conditions in some captive situations like medical research. And those two sessions were so shocking to me. I went to the conference a a scientist, and I left as an activist. I didn't make the decision, something happened inside me.
JG: Konferensi ilmiah tahun 1986, saya sudah memiliki gelar doktor dan itu untuk mengetahui bagaimana perbedaan perilaku simpanse, jika ada, dari satu lingkungan ke yang lain. Ada enam lokasi studi di Afrika. Jadi kami pikir, mari pertemukan para ilmuwan ini dan mengeksplorasi ini, yang sangat menarik. Tapi juga ada sesi tentang pelestarian dan sesi tentang kondisi di situasi kurungan seperti penelitian medis. Dan kedua sesi itu sangat mengejutkan bagi saya. Saya pergi ke konferensi itu sebagai ilmuwan, dan pergi sebagai aktivis. Saya tidak membuat keputusan itu, terjadi sesuatu di dalam diri saya.
CA: So you spent the last 34 years sort of tirelessly campaigning for a better relationship between people and nature. What should that relationship look like?
CA: Anda menghabiskan 34 tahun terakhir ini berkampanye tanpa lelah demi hubungan yang lebih baik antara manusia dan alam. Seperti apa hubungan itu seharusnya?
JG: Well, you know, again you come up with all these problems. People have to have space to live. But I think the problem is that we've become, in the affluent societies, too greedy. I mean, honestly, who needs four houses with huge grounds? And why do we need yet another shopping mall? And so on and so on. So we are looking at short-term economic benefit, money has become a sort of god to worship, as we lose all spiritual connection with the natural world. And so we're looking for short-term monetary gain, or power, rather than the health of the planet and the future of our children. We don't seem to care about that anymore. That's why I'll never stop fighting.
JG: Sekali lagi Anda mengutarakan semua masalah ini. Manusia harus memiliki ruang untuk hidup. Tapi saya rasa masalahnya adalah di masyarakat yang makmur, kita menjadi terlalu serakah. Maksud saya, sejujurnya, siapa yang butuh empat rumah dengan lahan yang luas? Dan kenapa kita butuh sebuah pusat perbelanjaan lagi? Dan seterusnya. Jadi kita melihat keuntungan ekonomi jangka pendek, uang menjadi seperti dewa yang disembah, saat kita kehilangan koneksi spiritual dengan alam. Jadi kita mencari keuntungan atau kekuasaan jangka pendek, alih-alih kesehatan planet ini dan masa depan anak-anak kita. Kita sepertinya sudah tidak peduli tentang itu. Karena itu saya tak akan pernah berhenti berjuang.
CA: I mean, in your work specifically on chimpanzee conservation, you've made it practice to put people at the center of that, local people, to engage them. How has that worked and do you think that's an essential idea if we're to succeed in protecting the planet?
CA: Dalam pekerjaan Anda khususnya dalam pelestarian simpanse, Anda menempatkan masyarakat di tengah itu, masyarakat setempat, untuk melibatkan mereka. Bagaimana hasilnya dan apakah menurut Anda itu ide yang penting jika kita ingin sukses melindungi planet ini?
JG: You know, after that famous conference, I thought, well, I must learn more about why chimps are vanishing in Africa and what's happening to the forest. So I got a bit of money together and went out to visit six range countries. And learned a lot about the problems faced by chimps, you know, hunting for bushmeat and the live animal trade and caught in snares and human populations growing and needing more land for their crops and their cattle and their villages. But I was also learning about the plight faced by so many people. The absolute poverty, the lack of health and education, the degradation of the land. And it came to a head when I flew over the tiny Gombe National Park. It had been part of this equatorial forest belt right across Africa to the west coast, and in 1990, it was just this little island of forest, just tiny national park. All around, the hills were bare. And that's when it hit me. If we don't do something to help the people find ways of living without destroying their environment, we can't even try to save the chimps. So the Jane Goodall Institute began this program "Take Care," we call it "TACARE." And it's our method of community-based conservation, totally holistic. And we've now put the tools of conservation into the hand of the villagers, because most Tanzanian wild chimps are not in protected areas, they're just in the village forest reserves. And so, they now go and measure the health of their forest. They've understood now that protecting the forest isn't just for wildlife, it's their own future. That they need the forest. And they're very proud. The volunteers go to workshops, they learn how to use smartphones, they learn how to upload into platform and the cloud. And so it's all transparent. And the trees have come back, there's no bare hills anymore. They agreed to make a buffer zone around Gombe, so the chimps have more forest than they did in 1990. They're opening up corridors of forest to link the scattered chimp groups so that you don't get too much inbreeding. So yes, it's worked, and it's in six other countries now. Same thing.
JG: Setelah konferensi terkenal itu, saya pikir saya harus lebih banyak belajar kenapa simpanse lenyap di Afrika dan apa yang terjadi pada hutan. Jadi saya mengumpulkan uang dan pergi mengunjungi enam negara. Dan saya belajar banyak tentang masalah yang dihadapi simpanse, perburuan hewan liar dan perdagangan hewan hidup dan terperangkap jerat dan pertumbuhan populasi manusia yang membutuhkan lebih banyak lahan untuk bercocok tanam dan beternak dan desa mereka. Tapi saya juga belajar tentang kondisi buruk yang dihadapi banyak orang. Kemiskinan, kurangnya kesehatan dan pendidikan, degradasi lahan. Dan puncaknya saat saya pergi ke Taman Nasional Gombe yang kecil. Taman itu bagian dari sabuk hutan khatulistiwa di sepanjang Afrika hingga ke pesisir barat, dan pada tahun 1990, itu hanya pulau hutan yang kecil, taman nasional yang kecil. Bukit-bukit di sekitarnya gundul. Dan saat itulah saya tersadar. Jika kita tidak melakukan sesuatu untuk membantu masyarakat mencari cara hidup tanpa menghancurkan lingkungan mereka, kita bahkan tak bisa mencoba menyelamatkan simpanse. Jadi Institut Jane Goodall memulai program "Take Care" ini, kami menyebutnya "TACARE." Dan itu cara kami untuk pelestarian berbasis masyarakat, benar-benar holistik. Dan kami sekarang meletakkan alat pelestarian di tangan para penduduk desa, karena sebagian besar simpanse liar Tanzania tidak di area yang dilindungi, mereka hanya di cagar hutan desa. Jadi, mereka sekarang mengukur kesehatan hutan mereka. Kini mereka mengerti bahwa melindungi hutan bukan hanya untuk hewan liar, tapi masa depan mereka sendiri. Mereka butuh hutan itu. Dan mereka sangat bangga. Para relawan pergi ke lokakarya, mereka belajar cara menggunakan ponsel, mereka belajar cara mengunggah ke platform dan cloud. Jadi semua itu transparan. Dan pepohonan telah kembali, tidak ada bukit gundul lagi. Mereka setuju untuk membuat zona penyangga di sekitar Gombe, jadi simpanse memiliki lebih banyak hutan daripada tahun 1990. Mereka membuka koridor hutan untuk menghubungkan kelompok simpanse agar tidak terlalu banyak kawin sedarah. Jadi ya, itu berhasil, dan sekarang itu ada di enam negara lain. Hal yang sama.
CA: I mean, you've been this extraordinary tireless voice, all around the world, just traveling so much, speaking everywhere, inspiring people everywhere. How on earth do you find the energy, you know, the fire to do that, because that is exhausting to do, every meeting with lots of people, it is just physically exhausting, and yet, here you are, still doing it. How are you doing this, Jane?
CA: Selama ini Anda menyuarakan tanpa lelah, di seluruh dunia, begitu banyak bepergian, bicara di mana-mana, menginspirasi orang-orang. Bagaimana cara Anda menemukan energi, semangat untuk melakukan itu, karena itu sangat melelahkan, setiap bertemu dengan banyak orang, itu melelahkan secara fisik, tapi Anda masih terus melakukannya. Bagaimana kau melakukan ini, Jane?
JG: Well, I suppose, you know, I'm obstinate, I don't like giving up, but I'm not going to let these CEOs of big companies who are destroying the forests, or the politicians who are unraveling all the protections that were put in place by previous presidents, and you know who I'm talking about. And you know, I'll go on fighting, I care about, I'm passionate about the wildlife. I'm passionate about the natural world. I love forests, it hurts me to see them damaged. And I care passionately about children. And we're stealing their future. And I'm not going to give up. So I guess I'm blessed with good genes, that's a gift, and the other gift, which I discovered I had, was communication, whether it's writing or speaking. And so, you know, if going around like this wasn't working, but every time I do a lecture, people come up and say, "Well, I had given up, but you've inspired me, I promise to do my bit." And we have our youth program "Roots and Shoots" now in 65 countries and growing fast, all ages, all choosing projects to help people, animals, the environment, rolling up their sleeves and taking action. And you know, they look at you with shining eyes, wanting to tell Dr. Jane what they've been doing to make the world a better place. How can I let them down?
JG: Saya rasa saya keras kepala, saya tak suka menyerah, tapi saya tak akan membiarkan para dirut perusahaan besar yang menghancurkan hutan, atau politikus yang mengurai semua perlindungan yang diterapkan oleh presiden sebelumnya, dan Anda tahu siapa yang saya maksud. Saya akan terus berjuang. Saya peduli, saya sangat tertarik tentang hewan liar. Saya sangat tertarik tentang alam. Saya mencintai hutan, saya sedih melihat hutan dirusak. Dan saya sangat peduli tentang anak-anak. Dan kita mencuri masa depan mereka. Dan saya tak akan menyerah. Jadi saya rasa saya diberkati dengan gen yang bagus, itu berkah, dan berkah lain yang ternyata kumiliki, adalah komunikasi, baik lisan maupun tulisan. Jadi, Anda tahu, jika berkeliling seperti ini tidak berhasil, tapi setiap aku melakukan ceramah, orang datang dan berkata, "Saya sudah menyerah, tapi Anda inspirasi saya, saya berjanji akan mengambil peran." Dan kita ada program pemuda "Roots and Shoots" di 65 negara dan berkembang dengan cepat, semua usia, semua memilih proyek untuk membantu orang, hewan, lingkungan, bekerja keras dan melakukan aksi. Dan Anda tahu, mereka menatap Anda dengan mata berbinar-binar, ingin memberitahu Dr. Jane yang telah mereka lakukan untuk membuat dunia tempat yang lebih baik. Bagaimana bisa saya kecewakan mereka?
CA: I mean, as you look at the planet's future, what worries you most, actually, what scares you most about where we're at?
CA: Jika melihat masa depan planet ini, apa yang paling Anda khawatirkan? apa yang membuat Anda paling takut dengan kondisi saat ini?
JG: Well, the fact that we have a small window of time, I believe, when we can at least start healing some of the harm and slowing down climate change. But it is closing, and we've seen what happens with the lockdown around the world because of COVID-19: clear skies over cities, some people breathing clean air that they've never breathed before and looking up at the shining skies at night, which they've never seen properly before. And you know, so what worries me most is how to get enough people, people understand, but they're not taking action, how to get enough people to take action?
JG: Fakta bahwa kita memiliki jendela waktu yang kecil, saat kita bisa setidaknya memulai memulihkan kerusakan dan memperlambat perubahan iklim. Tapi itu semakin menutup, dan kita sudah melihat apa yang terjadi dengan karantina wilayah di seluruh dunia karena COVID-19, langit yang cerah di atas kota, sebagian orang menghirup udara bersih yang sebelumnya tidak pernah dirasakan dan melihat langit yang cerah pada malam hari, yang sebelumnya tidak pernah mereka lihat dengan baik. Dan Anda tahu, yang paling membuat saya khawatir adalah bagaimana membuat cukup banyak orang, orang-orang mengerti, tapi tidak bertindak, bagaimana membuat cukup banyak orang bertindak?
CA: National Geographic just launched this extraordinary film about you, highlighting your work over six decades. It's titled "Jane Goodall: The Hope." So what is the hope, Jane?
CA: National Geographic baru saja meluncurkan film luar biasa tentang Anda, menyorot kerja Anda selama lebih dari enam dekade. Judulnya "Jane Goodall: The Hope." Jadi apa harapannya, Jane?
JG: Well, the hope, my greatest hope is all these young people. I mean, in China, people will come up and say, "Well, of course I care about the environment, I was in 'Roots and Shoots' in primary school." And you know, we have "Roots and Shoots" just hanging on to the values and they're so enthusiastic once they know the problems and they're empowered to take action, they are clearing the streams, removing invasive species humanely. And they have so many ideas. And then there's, you know, this extraordinary intellect of ours. We're beginning to use it to come up with technology that really will help us to live in greater harmony, and in our individual lives, let's think about the consequences of what we do each day. What do we buy, where did it come from, how was it made? Did it harm the environment, was it cruel to animals? Is it cheap because of child slave labor? Make ethical choices. Which you can't do if you're living in poverty, by the way. And then finally, this indomitable spirit of people who tackle what seems impossible and won't give up. You can't give up when you have those ... But you know, there are things that I can't fight. I can't fight corruption. I can't fight military regimes and dictators. So I can only do what I can do, and if we all do the bits that we can do, surely that makes a whole that eventually will win out.
JG: Jadi, harapannya, harapan terbesar adalah orang-orang muda ini. Maksud saya, di Tiongkok, orang datang dan berkata, "Tentu saja saya peduli tentang lingkungan, saya ikut 'Root and Shoots' di sekolah dasar." Kita ada "Roots and Shoots" yang mempertahankan nilai-nilai itu dan mereka sangat antusias saat tahu masalahnya dan mereka diberdayakan untuk beraksi, mereka membersihkan sungai, memindah spesies invasif secara manusiawi. Dan mereka punya begitu banyak ide. Lalu ada kecerdasan kita yang luar biasa. Kita mulai menggunakannya untuk menghasilkan teknologi yang akan sangat membantu kita hidup lebih selaras, dan dalam kehidupan individual, mari pikirkan tentang konsekuensi dari yang kita lakukan setiap hari. Apa yang kita beli, dari mana asalnya, bagaimana dibuatnya? Apakah merusak lingkungan, apakah kejam terhadap hewan? Apakah murah karena buruh anak? Buatlah pilihan-pilihan etis. Yang sebenarnya tak bisa Anda lakukan jika hidup dalam kemiskinan. Lalu akhirnya, semangat tak terkalahkan orang-orang yang melakukan apa yang tampaknya mustahil dan pantang menyerah. Anda tak bisa menyerah jika memiliki itu... Tapi Anda tahu, ada hal-hal yang tak bisa kulawan. Saya tak bisa melawan korupsi. Saya tak bisa melawan rezim militer dan diktator. Jadi saya hanya melakukan yang bisa dilakukan, dan jika kita semua melakukan hal-hal kecil yang bisa dilakukan, tentu itu menjadi satu dan akhirnya akan menang.
CA: So, last question, Jane. If there was one idea, one thought, one seed you could plant in the minds of everyone watching this, what would that be?
CA: Pertanyaan terakhir, Jane. Jika ada satu ide, satu pemikiran, satu benih yang bisa Anda tanam di benak orang-orang yang menonton ini, apakah itu?
JG: You know, just remember that every day you live, you make an impact on the planet. You can't help making an impact. And at least, unless you're living in extreme poverty, you have a choice as to what sort of impact you make. Even in poverty you have a choice, but when we are more affluent, we have a greater choice. And if we all make ethical choices, then we start moving towards a world that will be not quite so desperate to leave to our great-grandchildren. That's, I think, something for everybody. Because a lot of people understand what's happening, but they feel helpless and hopeless, and what can they do, so they do nothing and they become apathetic. And that is a huge danger, apathy.
JG: Ingat saja bahwa setiap hari Anda hidup, Anda berdampak pada planet ini. Anda pasti memberi dampak. Dan setidaknya, kecuali Anda hidup dalam kemiskinan ekstrem, Anda memiliki pilihan tentang dampak seperti apa yang kau buat. Dalam kemiskinan pun Anda punya pilihan, tapi saat kita lebih makmur, pilihan kita lebih luas. Dan jika kita semua membuat pilihan etis, maka kita mulai bergerak ke arah dunia yang tidak akan terlalu menyedihkan untuk diwariskan pada anak-cucu kita. Itu, menurut saya, sesuatu untuk semua orang. Karena banyak orang memahami apa yang terjadi, tapi merasa tak berdaya dan putus asa, jadi mereka tak melakukan apa-apa dan menjadi apatis. Dan itu sangat berbahaya, apati.
CA: Dr. Jane Goodall, wow. I really want to thank you for your extraordinary life, for all that you've done and for spending this time with us now.
CA: Dr. Jane Goodall, wah. Saya ingin berterima kasih pada Anda atas hidup Anda yang luar biasa, atas semua yang telah Anda lakukan dan meluangkan waktu bersama kami.
Thank you.
Terima kasih.
JG: Thank you.
JG: Terima kasih.