I study rumors. Not tabloid gossip or the kind of rumors that are making stock markets crash -- or soar -- but the kind of rumors that affect your health ... and the world's health. Like eating a lot of garlic or drinking a lot of water is going to help protect us from coronavirus -- if only. Rumors have a bad reputation. They're seen as not fact, wrong, or "just a rumor." But I've studied rumors for years, and one thing I've learned is that they all have a story, and often, an important story.
Saya mempelajari rumor. Bukan gosip pada tabloid atau rumor yang membuat pasar saham jatuh -- atau melonjak -- namun jenis rumor yang memengaruhi kesehatan Anda ... dan kesehatan dunia. Seperti makan banyak bawang putih atau minum banyak air akan membantu melindungi kita dari virus corona -- seandainya saja. Rumor memiliki reputasi yang buruk. Mereka dilihat bukan sebagai fakta, kekeliruan, atau "hanya sebuah rumor." Namun saya mempelajari rumor selama bertahun-tahun, dan satu hal yang saya pelajari bahwa semua rumor punya cerita, dan seringnya, satu cerita penting.
One of the most moving or alarming rumor episodes that I investigated was in northern Nigeria. I was working with UNICEF's Global Immunization programme. And it wasn't the rumors themselves that I found so alarming; it was the global impact of those rumors. The rumors were suspecting that the polio vaccine was actually a contraceptive. It was controlling populations -- or maybe it caused AIDS. No, no, maybe it's the CIA spying on them or counting them. I mean, why else would they have people knocking on their door again and again with the same polio vaccine? When children were dying of measles, no one was coming with measles vaccines.
Salah satu rumor yang paling cepat menyebar yang pernah saya investigasi adalah di Nigeria utara. Saat itu saya bekerja dengan program imunisasi global UNICEF Dan bukan rumornya yang membuat saya gelisah; namun pengaruh global terhadap rumor tersebut. Rumor yang mencurigai bahwa sebenarnya vaksin polio adalah alat kontrasepsi yang mengontrol populasi -- atau menyebabkan AIDS. Tidak, tidak, mungkin CIA mengintai mereka. Maksudnya, mengapa mereka menyuruh orang mengetok pintu mereka lagi dan lagi dengan vaksin polio yang sama? Ketika anak-anak meninggal karena campak, tidak ada yang disuntik vaksin campak.
This wasn't about getting the facts right. This was about trust. It was about broken trust. Why so much distrust? It wasn't the mothers who were particularly distrusting, actually. It was the local leaders, the religious leaders, the local political leaders. It was the governor of the state of Kano who decided to boycott the entire polio eradication effort in that state ... for 11 months.
Ini bukan tentang meluruskan fakta. Ini tentang kepercayaan. Tentang kepercayaan yang rusak. Mengapa banyak ketidakpercayaan? Sebenarnya bukan para ibu yang merasa tidak percaya. Tetapi pemimpin lokal, pemimpin agama, pemimpin politik daerah. Pemerintah negara bagian Kano lah yang memutuskan untuk memboikot semua usaha pemberantasan polio di negara bagian tersebut ... selama 11 bulan.
Why such distrust? Well, it was 2003. It was two years after 9/11. And they were convinced that the West, and particularly the United States, was at war with Muslims. And they knew that the West, and particularly the United States, was a huge supporter -- and funder -- of the global polio eradication initiative. They had their reasoning. That lack of trust, that "just a rumor or two" cost the polio eradication program 500 million dollars to reset the clock, to regain the progress lost during those 11 months and beyond. The Nigerian strain of the polio virus traveled to over 20 countries, as far as Indonesia. The cost of a rumor.
Mengapa banyak ketidakpercayaan ini? Baik, hal itu terjadi pada 2003. Dua tahun setelah 9/11. Dan mereka diyakinkan bahwa negara Barat, terutama Amerika Serikat, sedang berperang dengan para Muslim. Dan mereka tahu bahwa negara Barat, terutama Amerika Serikat, adalah pendukung besar -- dan pemberi dana -- dari inisiatif pemberantasan polio secara global. Mereka memiliki alasan sendiri. Kurangnya kepercayaan, "hanya satu/dua rumor" menghabiskan 500 juta dolar untuk program pemberantasan polio untuk memulainya lagi, untuk mencapai kembali kemajuan yang hilang selama 11 bulan dan selebihnya. Jenis virus polio di Nigeria ini telah tersebar hingga ke 20 negara, hingga Indonesia. Biaya dari sebuah rumor.
The Nigeria episode was one of many episodes that I investigated when I was with UNICEF and earned the title of the "director of UNICEF's fire department."
Peristiwa Nigeria ini hanyalah satu dari banyak peristiwa yang saya investigasi ketika saya bekerja di UNICEF dan mendapat gelar "direktur departemen kebakaran UNICEF"
(Laughs)
(Tawa)
We -- at that point I realized I never really had enough time. I was too busy putting out the fires and not enough time to understand what was driving not just the individual episodes, but why was there an epidemic of these happening around the world.
Kita -- pada suatu titik saya sadar saya tidak pernah punya cukup waktu. Saya terlalu sibuk memadamkan api dan tidak punya waktu untuk memahami penyebab tidak hanya satu peristiwa, namun juga mengapa terjadi epidemi akan hal ini di seluruh dunia.
I left UNICEF and went back to research -- applied research -- and I set up in 2010 what I called the Vaccine Confidence Project at the London School of Hygiene and Tropical Medicine. I convened anthropologists, epidemiologists, psychologists, digital media specialists and mathematical modelers. We set ourselves the task to investigate historic episodes of rumors and their impacts, from trying to figure out what were the early signals, what were the amplifying factors and the impacts, how did they get traction, so we could start to understand what we should be looking for, how we could help governments and immunization programs be more alert and responsive to early signals of problems. It was an early warning system.
Saya meninggalkan UNICEF dan kembali meneliti -- penelitian terapan -- dan pada 2010 saya membuat sebuah proyek bernama Kepercayaaan terhadap Vaksin di Sekolah Pengobatan Higenis dan Tropis London. Saya bertemu dengan antropolog, ahli epidemiologi, psikolog, spesialis media digital dan pemodel matematika. Kita memiliki tugas untuk menginvestigasi peristiwa historis dari penyebaran rumor dan pengaruhnya, dari mencoba mencari tahu sinyal awal, faktor yang memperkuatnya dan pengaruhnya, bagaimana mereka mendapat daya tarik, sehingga kita bisa mulai mengerti apa yang perlu kita cari tahu, bagaimana kita bisa membantu pemerintah dan program imunisasi agar masyarakat lebih waspada dan responsif terhadap sinyal awal dari masalah. Ini adalah sistem peringatan dini.
In 2015, we developed a vaccine confidence index. It's a survey trying to investigate to what extent do people agree or disagree that vaccines are important, they're safe, they're effective -- they work -- and somehow they're compatible with my religious beliefs. We've run this with over hundreds of thousands of people around the world, trying to get our finger on the pulse of confidence and trust, but also, more importantly, looking at when that trust goes up or down, because we want to see when it starts to decline, that's the time to jump in, to get there before there's a crisis like the Nigerian one. We also set up 24-7 media and social media monitoring around the world -- multilanguage -- listening for what's going on in vaccine conversations, trying to pick up early concerns or changes in sentiment that we should be paying attention to.
Pada 2015, kami mengembangkan indeks kepercayaan terhadap vaksin. Sebuah survei yang menginvestigasi sampai batas mana orang setuju atau tidak setuju bahwa vaksin penting, aman, efektif -- bekerja -- dan entah bagaimana sesuai dengan kepercayaan rohani saya. Kami telah mengerjakan ini dengan ratusan ribu orang di seluruh dunia, mencoba meyakinkan dan mendapat kepercayaan mereka, namun juga, lebih penting, melihat kapan tingkat kepercayaan ini naik atau turun, karena kami ingin melihat kapan angka tersebut menurun, dan di situlah saat untuk meningkatkannya lagi, untuk mencegah krisis seperti di Nigeria. Kami juga memantau media dan media sosial 24 sehari setiap hari di seluruh dunia -- berbagai bahasa -- mendengar pembicaraan apa saja tentang vaksin mencoba menemukan masalah dini atau perubahan sentimen yang harus kita perhatikan.
We've created an ecosystem of different types of information to try to understand: what are the public thinking and how can we engage? We look for early signals. When we find one, we have a global network of collaborators in a number of countries who have more local intelligence in that setting to try to understand -- is this signal misinformation, or is something brewing that we should know about?
Kami menciptakan sebuah ekosistem perbedaan tipe-tipe informasi untuk mencoba memahami: apa yang publik pikirkan dan bagaimana kami bisa turut terlibat? Kami mencari sinyal dini. Ketika kami menemukan satu, kami punya jaringan kolaborator global di negara-negara yang memiliki pemahaman sosial untuk mencoba mengerti -- apakah ini penyalahartian sinyal informasi, atau adakah sesuatu yang harus kami ketahui?
In London, we have a bigger picture. We watch the swarms of rumors, not just traveling locally but jumping countries. We've seen them jump from Japan over to Colombia, through Europe and around. They move. We live in a hyperconnected environment.
Di London, kami memiliki gambaran yang lebih besar. Kami melihat kumpulan rumor, tidak hanya tersebar lokal tetapi melintasi negara-negara. Kami telah melihatnya tersebar dari Jepang hingga ke Kolombia, melintasi Eropa dan sekitarnya. Rumornya 'bergerak'. Kita hidup di lingkungan yang saling berikatan.
One of the things that we found fascinating, and we've learned a lot in the last 10 years -- this is our 10th anniversary, this didn't start yesterday, this rumor problem -- and one of the things we've learned is in our global monitoring, that Europe is the most skeptical region in the world. France won the prize, actually.
Salah satu hal menarik yang kami temukan, dan telah kami pelajari dalam 10 tahun -- ini ulang tahun ke-10 kami, ini tidaklah dimulai kemarin, masalah rumor ini -- dan satu hal yang telah kami pelajari dalam monitor global kami, bahwa Eropa adalah daerah yang paling skeptis di dunia. Prancis menang, sebenarnya.
(Laughter)
(Tawa)
By far. And actually some of those rumors have traveled to other parts of the world. But we were trying to understand Europe. Hmm. Why Europe? I thought the US was really -- had some of the most skepticism, but boy, I was wrong.
Sejauh ini. Dan sebenarnya rumor tersebut telah terbang ke berbagai dunia. Namun, kami mencoba mengerti Eropa. Hmm. Mengapa Eropa? Saya berpikir Amerika Serikat -- yang paling skeptis, namun, saya salah.
And a political scientist, a colleague we work with, Jon Kennedy, he took our data from 28 European countries and he looked at it and correlated it with political opinion polling. And what did he find? He found that people who are most likely to vote for a populist party also were the ones most likely to strongly disagree that vaccines were important, safe or effective. What did we learn? Vaccines cannot escape the political and social turbulence that surrounds it. Scientists were unprepared for this tsunami of doubt and questions and distrust.
Dan seorang ilmuwan politis, rekan kerja kami, Jon Kennedy, mengumpulkan data dari 28 negara Eropa dan menganalisanya dan menghubungkannya dengan poling opini politik. Dan apa yang ditemukannya? Ia menemukan bahwa penduduk cenderung memilih partai yang populer cenderung secara terus terang menolak bahwa vaksin penting, aman, ataupun efektif. Apa yang kita pelajari? Vaksin tidak dapat lari dari goncangan politik dan sosial di sekelilingnya. Ilmuwan tidak dipersiapkan untuk tsunami keraguan ini dan pertanyaan dan ketidakpercayaan.
What -- why are vaccines so ripe for resistance? Well, we identified a number of things, but one: they're highly mediated by government that requires, regulates and sometimes recommends vaccines -- or often recommends and sometimes requires. Big business makes vaccines, and neither institution, government or big business, are high in the trust ranks these days. And then there's scientists who discover and develop vaccines, and they're pretty elite and not accessible to the general public, at least the language they speak. Third, we're in a hyperconnected environment with social media these days, and people can share their unfettered views, concerns, anxieties and worries and find a lot of people that think the way they do, and think maybe their worries are worth paying attention to. And finally, vaccines touch every single life on the planet. What other health intervention, besides water, touches every single life? So if you're looking for something to disrupt, it's a perfect stage.
Apa -- mengapa vaksin sangat sering ditolak? Kami mengidentifikasi banyak hal, namun, satu: mereka dimediasi oleh pemerintah yang mewajibkan, meregulasi dan terkadang merekomendasikan vaksin -- atau sering merekomendasi dan terkadang mewajibkan. Perusahaan besar membuat vaksin, dan tidak satu pun dari institusi, pemerintah atau perusahaan besar, berada di tingkat kepercayaan tinggi sekarang ini. Dan ada ilmuwan yang menemukan dan mengembangkan vaksin, mereka cukup elit tidak dapat diakses publik, paling tidak bahasa daerah mereka. Ketiga, kita berada di lingkungan media sosial yang saling berhubungan, dan orang-orang dapat membagikan pendapat tak terkekangnya, perhatian, kecemasan, kekhawatiran dan menemukan banyak orang yang berpikiran sedemikian rupa, dan berpikir mungkin kekhawatiran mereka layak diperhatikan. Dan pada akhirnya, vaksin menyentuh tiap-tiap kehidupan di planet. Intervensi kesehatan apa lagi, selain air, yang menyentuh tiap-tiap kehidupan? Jadi jika kamu mencari sesuatu untuk dikacaukan, ini adalah panggung yang sempurna.
Perhaps that's one of the reasons that we need to pay more attention and rebuild our trust in issues. People are asking all kinds of questions. They're asking, why are vaccines -- and these are the kinds of things we're hearing in our social media -- why can't my child have a personalized vaccination schedule? What's the wisdom of so many vaccines? What about all those ingredients and preservatives? These are not crazy people, they're not uneducated; they're actually worried mothers. But some of them have come to me and said, "We feel ignored, we feel judged if we ask a question, and we even feel demonized that maybe we're part of some antivaccine group."
Mungkin itulah salah satu alasan yang kita butuhkan untuk memberi perhatian dan membangun kepercayaan pada berbagai isu. Orang menanyakan berbagai pertanyaan. Mereka bertanya, mengapa vaksin -- dan hal-hal yang kita dengar di media sosial -- mengapa anak saya tidak dapat membuat jadwal vaksin pribadi? Apa kebijaksanaan dari banyak vaksin? Bahan dan pengawet apa saja yang terkandung di dalamnya? Mereka bukannya tidak waras, mereka bukannya tidak teredukasi, sebenarnya mereka adalah para ibu yang khawatir. Namun beberapa dari mereka berkata padaku, "Kami merasa diabaikan, kami merasa dihakimi jika kami bertanya, dan kami bahkan merasa buruk bila mungkin kami termasuk ke dalam grup antivaksin."
So we have some listening to do. And maybe that's why last year, there was research that found that in six months in 2019, online -- this was with hundreds -- 100 million different users on social media -- although the numbers of individuals who expressed in their online groups, they were positive, as groups, the ones who were the most negative were recruiting the conversations in the middle that were undecided about whether they wanted to get vaccines. The highly negative -- what we might call the antivaccine groups -- were recruiting the undecided at a rate 500 percent faster than the provaccine groups. 500 percent faster. They were more nimble, they were responsive and they were listening.
Jadi kita perlu mendengarkan. Dan mungkin itulah alasan mengapa tahun lalu, ada penelitian yang menemukan bahwa dalam enam bulan pada 2019, daring -- dengan ratusan -- 100 juta pengguna berbeda di media sosial -- meskipun jumlah individu yang menyatakan dalam grup daring mereka, mereka percaya, sebagai kelompok, yang paling tidak percaya justru menjadi pengarah orang-orang yang belum memutuskan apakah mereka ingin divaksin. Yang paling negatif -- yang kita sebut grup antivaksin -- merekrut mereka yang belum menentukan di tingkat 500% lebih cepat dibanding grup provaksin. 500% lebih cepat. Mereka lebih gesit, mereka lebih responsif dan mereka mendengarkan.
Most people believe that vaccines are good and they believe in their importance. But that belief is under attack. We need to build in more opportunities for conversation. And there are ways to do it.
Banyak orang percaya bahwa vaksin baik dan mereka percaya pada keunggulan vaksin. Namun kepercayaan itu sedang diserang. Kita perlu membangun lebih banyak kesempatan lagi untuk perbincangan. Dan selalu ada cara untuk melakukannya.
It's not easy for some health professionals to have conversations where their authority is questioned. It's uncomfortable. And they're just too busy to listen to all these questions. But we need to do something about that, because we're losing a lot of concerned parents that just want a conversation. We should get volunteers trained to sit in waiting rooms, to be on hotlines, to have online chat forums, to have chat boxes. In younger kids, with younger kids in school, teach them about immune systems and teach them that actually, you know that vaccine your little brother got? Well, it just inspired your natural immune system. It's a great thing and this is why. We need to build that confidence; we need to listen.
Tidak mudah bagi ahli kesehatan untuk melakukan perbincangan saat wewenang mereka dipertanyakan. Tidak nyaman. Dan mereka terlalu sibuk untuk mendengarkan semua pertanyaan ini. Namun kita perlu melakukan sesuatu, karena kita kehilangan banyak orang tua yang khawatir yang hanya menginginkan sebuah perbincangan. Kita perlu relawan yang dilatih untuk duduk di ruang tunggu, di saluran telepon, di forum pembicaraan daring, di kotak pesan. Pada anak yang lebih kecil di sekolah, mengajari mereka tentang sistem imun dan mengajari bahwa sebenarnya jenis vaksin yang adik kecilnya Vaksin tersebut membangkitkan sistem imun alami. Itu bagus dan inilah mengapa. Kita perlu membangun kepercayaan tersebut; kita perlu mendengarkan.
Despite all this questioning -- and there's a lot of it -- I hear probably more than a lot of people -- I am an optimist. And my optimism is with a younger generation. The younger generation who actually now are becoming very aware of the risks of social media, the false news, the false identities, and they're starting to embrace science. And some of them are a group of children whose mothers refused to vaccinate them.
Meski banyak pertanyaan -- dan sangat banyak -- mungkin saya mendengar lebih banyak dari kebanyakan orang lain -- saya optimis. Optimisme saya ada pada generasi muda. Generasi muda yang sekarang lebih waspada terhadap risiko media sosial, berita palsu, identitas palsu, dan mereka mulai merangkul ilmu pegetahuan. Dan beberapa dari mereka memiliki ibu yang menolak untuk memberikan mereka vaksin.
Last spring of 2019, 18-year-old Ethan Lindenberger went on Reddit and put out a post. "My mother doesn't believe in vaccines. She's really worried they cause autism. In fact, she strongly believes that. But I'm 18. I'm a senior in high school. I can drive a car, I can vote and I could go get my own vaccine. Can someone tell me where to get it?" That post went viral. It started to get a whole younger movement going.
Musim semi 2019 lalu, Ethan Lindenberger yang berusia 18 tahun mengunggah sesuatu di Reddit. "Ibu saya tidak percaya vaksin. Dia sangat cemas bila vaksin itu mengakibatkan penyakit autis. Dia sangat percaya hal itu. Namun saya sekarang 18 tahun. Sudah senior di SMA. Saya dapat mengemudikan mobil, saya dapat memilih dan saya bisa memperoleh vaksin saya sendiri. Bisakah seseorang memberitahukan di mana itu? Tulisan tersebut menjadi viral. Tulisan tersebut mengawali gerakan generasi muda.
I saw Ethan speak at a conference, the Global Vaccine Summit at the EU last fall. He spoke eloquently, and I was impressed, in front of a whole forum. He told his personal story, and then he said to the group, he said, "You know, everybody talks about misinformation, but I want to tell you about a different kind of misinformation, and that's misinformation that says that people like my mother, who is a loving mother, is a bad person because she doesn't give me vaccines. Well, I want to tell all of you that she didn't give me a vaccine, because she loves me and because she believed that that was the best thing for me. I think differently and I will never change her mind, but she's not a bad person." That was the message from a teenager. Empathy, kindness and understanding.
Saya melihat Ethan berbicara di sebuah konferensi, KTT Vaksin Global di Uni Eropa musim gugur lalu. Ia berbicara dengan lancar, dan saya terkesan, di hadapan seluruh forum. Ia menceritakan kisah personalnya, dan kemudian berkata, "Kalian tahu, semua orang berbicara mengenai kekeliruan informasi, namun saya akan menceritakan jenis informasi keliru yang berbeda, yang mengatakan orang-orang yang seperti ibu saya, seorang ibu yang penyayang, adalah orang yang buruk karena tak mengizinkan saya divaksin. Saya ingin memberitahu kalian bahwa dia tidak memberi saya vaksin, karena dia menyayangi saya dan karena dia percaya itu adalah hal terbaik untuk saya. Saya berpikir sebaliknya dan saya tidak akan pernah mengubah pemikirannya, namun dia bukanlah orang yang buruk." Itulah pesan dari seorang remaja. Empati, kebaikan, dan pemahaman.
We have an abundance of scientific information to debunk false rumors. That's not our problem. We have a relationship problem, not a misinformation problem. Misinformation is the symptom, not the cause. If people trust, they'll put up with a little risk to avert a much bigger one.
Kita punya banyak sekali informasi sains untuk membantah rumor palsu. Itu bukanlah masalah kita. Kita memiliki masalah dalam hubungan, bukan masalah kekeliruan informasi. Informasi yang keliru adalah gejala bukan penyebab. Jika orang percaya, mereka akan menanggung risiko kecil untuk menghindari yang lebih besar.
The one thing that I want and I hope for is that we as a medical and health community have the moral courage and humility to productively engage, like Ethan, with those who disagree with us. I hope so.
Satu hal yang saya ingin dan harapkan adalah kita sebagai komunitas medis dan kesehatan memiliki keberanian moral dan kerendahan hati untuk ikut serta secara produktif, seperti Ethan, terhadap mereka yang tidak setuju dengan kita. Saya berharap demikian.
Thank you.
Terimakasih.
(Applause and cheers)
(Tepuk tangan dan sorak)