I come from a family of five brothers, all scientists and engineers. A few years ago, I sent them the following email: "Dear brothers, I hope this message finds you well. I am emailing to let you know that I'm dropping out of my master's program in engineering to pursue a career as a full-time musician. All that I ask from you is not to worry about me."
Saya berasal dari keluarga dengan lima bersaudara, semuanya ilmuwan dan insinyur. Beberapa tahun lalu, saya mengirim e-mail: "Kepada Saudaraku, semoga kalian dalam keadaan baik. Aku mengirim email ini untuk mengabarkan, bahwa aku keluar dari program master di bidang teknik untuk berkarier sebagai musisi. Kuharap kalian tidak khawatir denganku."
Brother number one replied. He was encouraging but a bit skeptical. He said, "I wish you the best of luck. You're going to need it."
Kakak pertama membalas. Dia mendukung tapi agak ragu. Dia bilang, "Semoga kamu beruntung. Kamu akan membutuhkannya."
(Laughter)
(Tertawa)
Brother number two was a little bit more skeptical. He said, "Don't do it! This will be the worst mistake of your life. Find a real career."
Kakak kedua agak lebih ragu. Dia bilang, "Jangan! Ini akan menjadi kesalahan terburuk seumur hidupmu. Cari karier yang nyata."
(Laughter)
(Tertawa)
Well, the rest of my brothers were so enthusiastic about my decision, they didn't even respond.
Saudara-saudara yang lain terlalu antusias terhadap keputusan saya, sehingga tidak membalas.
(Laughter)
(Tertawa)
I know that the skepticism coming from my brothers is out of care and concern for me. They were worried. They thought it would be difficult to make it as an artist, that it will be a challenge. And you know what? They were right. It is such a challenge to be a full-time artist. I have so many friends who need to have a second job as a plan B in order to pay for the bills, except that plan B sometimes becomes their plan A. And it's not just my friends and I who experience this. The US Census Bureau states that only 10 percent of art school graduates end up working as full-time artists. The other 90 percent, they change careers, they work in marketing, sales, education and other fields.
Saya tahu bahwa keraguan saudara-saudara saya, disebabkan oleh kepedulian dan perhatian mereka. Mereka khawatir. Mereka pikir menjadi seniman itu sulit, itu akan menjadi tantangan. Dan rupanya mereka benar. Menjadi seorang seniman merupakan sebuah tantangan. Banyak teman saya yang memiliki pekerjaan kedua sebagai cadangan untuk membayar tagihan, tapi ternyata cadangan itu menjadi fokus utama mereka. Bukan hanya teman saya dan saya saja yang mengalaminya. Biro Sensus AS menyatakan, hanya 10 persen lulusan sekolah seni yang akhirnya menjadi seniman purnawaktu. Yang 90 persen lainnya, mengubah karier, lalu bekerja dalam bidang pemasaran, penjualan, pendidikan, dan yang lainnya.
But this is not news, right? We almost expect the artist to be a struggling artist. But why should we expect that?
Tapi ini bukan sebuah berita, ya? Kami mengharapkan sang seniman menjadi seniman yang berjuang. Tapi kenapa kami harus mengharapkannya?
I read an article in the "Huffington Post" saying that four years ago, the European Union began the world's largest ever arts funding initiative. Creative Europe will give 2.4 billion dollars to over 300,000 artists. In contrast, the US budget for our National Endowment for the Arts, the largest single funder for the arts across the United States, is merely 146 million dollars. To put things into perspective, the US budget for the military marching bands alone is almost twice as much as the entire NEA.
Saya membaca artikel di "Huffington Post", yang mengatakan bahwa empat tahun lalu, Uni Eropa memulai inisiatif pendanaan seni terbesar di dunia. Creative Europe akan memberikan 2,4 miliar dolar kepada 300.000 lebih seniman. Sebaliknya, anggaran AS untuk Sumbangan Nasional bagi Seni, penyandang dana tunggal terbesar untuk seni di seluruh Amerika Serikat, hanya 146 juta dolar. Jika dibandingkan, anggaran AS untuk marching band militer saja, hampir dua kali lipat dari keseluruhan Sumbangan Nasional Seni.
Another striking image comes from Brendan McMahon for the "Huffington Post," saying that out of the one trillion dollar budget for military and defense-related spending, if only 0.05 percent were allocated to the arts, we would be able to pay for 20 full-time symphony orchestras at 20 million dollars apiece, and give over 80,000 artists an annual salary of 50,000 dollars each. If that's only 0.05 percent, imagine what a full one percent could do.
Gambaran mencolok lainnya datang dari Brendan McMahon, "Huffington Post," yang mengatakan bahwa dari anggaran satu triliun dolar untuk pengeluaran militer dan pertahanan, andai 0,05 persen dialokasikan untuk seni, kita akan mampu membayar 20 pemain orkestra, masing-masing 20 juta dolar, dan gaji tahunan 80.000 lebih seniman, masing-masing 50.000 dolar. Itu hanya 0,05 persen, bagaimana jika satu persen?
Now, I know we live in a capitalist society, and profits matter a lot. So let's look at it from a financial angle, shall we? The US nonprofit arts industry generates more than 166 billion dollars in economic activity, it employs 5.7 million people and it returns 12.6 billion dollars in tax revenue.
Saya sadar kita hidup di lingkungan kapitalis, dan keuntungan adalah hal yang penting. Mari kita lihat dari sudut pandang keuangan. Industri seni nonprofit AS menghasilkan lebih dari 166 miliar dolar dalam kegiatan ekonomi, mempekerjakan 5,7 juta orang, dan mendapatkan laba 12,6 miliar dalam pendapatan pajak.
But this is only a financial angle, right? We all know that the arts is way more than just an economic value. The arts brings meaning to life. It's the spirit of our culture. It brings people together and it supports creativity and social cohesion.
Tapi ini hanya dari sudut pandang keuangan. Kita semua tahu bahwa seni itu bukan cuma sekadar nilai ekonomi. Seni membawa makna bagi kehidupan. Jiwa dari budaya kita. Menyatukan orang-orang dan mendukung kreativitas, dan jalinan sosial.
But if the arts contributes this much to our economy, why then do we still invest so little in arts and artists? Why do more than 80 percent of our schools nationwide still experience budget cuts in arts education programs? What is it about the value of arts and artists that we still don't understand?
Tetapi jika seni berkontribusi sebesar ini untuk perekonomian kita, mengapa investasi kita dalam seni dan seniman masih sangat sedikit? Dalam skala nasional, mengapa lebih dari 80 persen sekolah, masih mengalami pemotongan anggaran untuk program pendidikan seni? Bagaimana nilai seni dan seniman yang masih belum kita mengerti?
I believe the system is flawed and far from being fair, and I want to help change that. I want to live in a society where artists are more valued and have more cultural and financial support so they can focus on creating arts instead of being forced to drive Ubers or take corporate jobs they'd rather not have. There are other sources of income for artists, however. There are private foundations, grants and patrons who give money, except a vast majority of artists don't know about these opportunities. On one side you have institutions and people with money. On the other side you have artists seeking funding, but the artists don't know about the people with the money, and the people with the money don't necessarily know about the artists out there.
Saya yakin sistem ini cacat dan tidak adil, dan saya mau berupaya mengubahnya. Saya mau tinggal di lingkungan, yang lebih menghargai seniman, dan mendapatkan dukungan budaya dan keuangan, sehingga mereka bisa fokus pada seni, bukannya terpaksa menjadi sopir Uber, atau bekerja di perusahaan yang tidak mereka sukai. Ada sumber penghasilan lain untuk seniman. Ada yayasan swasta, penyandang dana dan pendukung yang memberi uang, tapi sebagian besar seniman tidak tahu tentang peluang ini. Di satu sisi, ada institusi dan orang yang punya uang. Di sisi lain, ada seniman yang mencari dana, tapi seniman tidak tahu tentang orang yang punya uang, dan orang yang punya uang belum tentu tahu tentang keberadaan seniman.
This is why I am very excited to share "Grantpa," an online platform that uses technology to match artists with grants and funding opportunities in a way that is easy, fast and less intimidating. Grantpa is only one step towards solving an existing problem of funding inequality, but we need to work collectively on multiple fronts to reevaluate how we view the artists in our society. Do we think of arts as a luxury or a necessity? Do we understand what goes on in the day-to-day life of an artist, or do we still believe that artists, no matter how struggling they are, are happy simply because they're following their passion?
Maka, dengan senang hati saya perkenalkan "Grantpa," sebuah platform online yang menggunakan teknologi untuk mempertemukan seniman dengan dana dan peluang pendanaan, dengan cara yang mudah, cepat, dan kurang mengintimidasi. Grantpa hanyalah satu cara untuk mengatasi masalah ketidaksetaraan pendanaan yang ada. Tapi kita harus berusaha bersama dalam berbagai bidang untuk mengevaluasi kembali pendapat kita terhadap para seniman. Apakah kita menganggap seni sebagai kemewahan atau kebutuhan? Apakah kita mengetahui, bagaimana keseharian seorang seniman, atau apakah kita masih menganggap bahwa bagaimana pun, para seniman bahagia hanya karena mereka mengikuti hasratnya?
In a few years, I plan to send my brothers the following email: "Dear brothers, I hope this message finds you well. I am emailing to let you know that I am doing great and so are hundreds of thousands of artists who are being valued more culturally and financially and getting enough funding to focus on their crafts and create more art. I appreciate all of your support. Couldn't have done it without you."
Beberapa tahun lagi, saya berencana mengirim email ini kepada saudara saya: "Kepada Saudaraku, semoga kalian dalam keadaan baik. Aku mengirim email ini, mengabarkan bahwa aku baik-baik saja, dan begitu pula ratusan ribu seniman lain yang lebih dihargai secara budaya dan finansial, dan mendapatkan cukup pendanaan untuk fokus pada karya mereka, dan menciptakan lebih banyak seni. Aku menghargai semua dukungan kalian. Semua tak mungkin terjadi tanpa kalian."
Thank you.
Terima kasih.
(Applause)
(Tepuk tangan)