The greatest irony in global health is that the poorest countries carry the largest disease burden. If we resize the countries of the globe in proportion to the subject of interest, we see that Sub-Saharan Africa is the worst hit region by HIV/AIDS. This is the most devastating epidemic of our time. We also see that this region has the least capability in terms of dealing with the disease. There are very few doctors and, quite frankly, these countries do not have the resources that are needed to cope with such epidemics.
Ironi terbesar dalam kesehatan dunia adalah negara-negara termiskin menanggung beban penyakit terbesar. Kalau kita mengubah ukuran negara-negara di dunia sesuai dengan topik pembicaraan kita sekarang, kita dapat melihat bahwa daerah Afrika sub-Sahara adalah daerah yang paling parah terkena HIV/AIDS. Ini adalah wabah yang paling merugikan pada zaman kita. Kita juga melihat bahwa daerah ini memiliki kemampuan paling kecil untuk mengatasi penyakit. Hanya ada segelintir dokter dan, sejujurnya, negara-negara ini tidak memiliki sumber daya yang diperlukan untuk mengatasi wabah tersebut.
So what the Western countries, developed countries, have generously done is they have proposed to provide free drugs to all people in Third World countries who actually can't afford these medications. And this has already saved millions of lives, and it has prevented entire economies from capsizing in Sub-Saharan Africa.
Jadi apa yang sudah dilakukan negara-negara Barat, negara-negara maju, adalah mengusulkan untuk menyediakan obat-obatan gratis untuk semua orang di negara-negara dunia ketiga yang tidak dapat membeli obat-obatan ini. Dan tindakan ini sudah menyelamatkan jutaan jiwa, dan mencegah berbagai ekonomi di Afrika sub-Sahara dari kehancuran.
But there is a fundamental problem that is killing the efforts in fighting this disease, because if you keep throwing drugs out at people who don't have diagnostic services, you end up creating a problem of drug resistance. This is already beginning to happen in Sub-Saharan Africa. The problem is that, what begins as a tragedy in the Third World could easily become a global problem. And the last thing we want to see is drug-resistant strains of HIV popping up all over the world, because it will make treatment more expensive and it could also restore the pre-ARV carnage of HIV/AIDS.
Tapi ada masalah mendasar yang perlahan mematikan usaha melawan penyakit ini. Karena, jika Anda terus memberikan obat-obatan kepada orang-orang yang tidak mendapat layanan diagnostik, Anda akhirnya menimbulkan masalah resistensi obat. Ini sudah mulai terjadi di Afrika sub-Sahara. Masalahnya adalah, apa yang dimulai sebagai tragedi di negara dunia ketiga dapat dengan mudah menjadi masalah global. Dan hal terakhir yang kita ingin lihat adalah galur-galur HIV yang resisten terhadap obat muncul di seluruh dunia karena itu akan membuat biaya perawatan semakin mahal, dan itu juga dapat membawa kita kembali ke masa sebelum ARV ditemukan dan HIV/AIDS lebih mematikan.
I experienced this firsthand as a high school student in Uganda. This was in the 90s during the peak of the HIV epidemic, before there were any ARVs in Sub-Saharan Africa. And during that time, I actually lost more relatives, as well as the teachers who taught me, to HIV/AIDS. So this became one of the driving passions of my life, to help find real solutions that could address these kinds of problems.
Saya telah mengalami hal ini secara langsung sebagai siswa SMA di Uganda. Saat itu tahun 90-an, pada puncak wabah HIV, sebelum ada obat ARV di Afrika sub-Sahara Dan ketika itu, saya sebetulnya kehilangan banyak kerabat, dan juga guru-guru yang mengajar saya, karena HIV/AIDS. Jadi ini menjadi salah satu motivasi pendorong hidup saya, untuk membantu mencari solusi nyata yang dapat mengatasi masalah-masalah seperti ini.
We all know about the miracle of miniaturization. Back in the day, computers used to fill this entire room, and people actually used to work inside the computers. But what electronic miniaturization has done is that it has allowed people to shrink technology into a cell phone. And I'm sure everyone here enjoys cell phones that can actually be used in the remote areas of the world, in the Third World countries. The good news is that the same technology that allowed miniaturization of electronics is now allowing us to miniaturize biological laboratories.
Kita semua tahu tentang keajaiban miniaturisasi. Dulu, komputer biasanya memenuhi seluruh ruangan ini, dan orang-orang melakukan pekerjaannya di dalam komputer tersebut. Tapi apa yang telah dilakukan oleh miniaturisasi elektronik adalah memungkinkan orang-orang untuk memperkecil teknologi hingga seukuran telepon genggam. Dan saya yakin Anda semua memiliki telepon genggam yang dapat digunakan di daerah-daerah terpencil di dunia, di negara-negara dunia ketiga. Berita baiknya adalah teknologi yang sama yang memungkinkan miniaturisasi elektronik, sekarang memungkinkan kita mengecilkan laboratorium biologi.
So, right now, we can actually miniaturize biological and chemistry laboratories onto microfluidic chips. I was very lucky to come to the US right after high school, and was able to work on this technology and develop some devices. This is a microfluidic chip that I developed. A close look at how the technology works: These are channels that are about the size of a human hair -- so you have integrated valves, pumps, mixers and injectors -- so you can fit entire diagnostic experiments onto a microfluidic system.
Jadi, kini, kita dapat mengecilkan laboratorium biologi dan kimia pada chip mikrofluida. Saya sangat beruntung karena dapat datang ke Amerika Serikat setelah lulus SMA, dan dapat bekerja dan mengembangkan beberapa alat dengan teknologi ini. Ini adalah chip mikrofluida yang saya kembangkan. Tampak dekat dari bagaimana cara kerja teknologi ini: Ini adalah kanal-kanal berukuran sekitar ukuran rambut manusia. Jadi Anda memiliki katup, pompa, pengaduk, dan injektor yang terintegrasi sehingga Anda dapat menempatkan seluruh eksperimen diagnostik pada sebuah sistem mikrofluida.
So what I plan to do with this technology is to actually take the current state of the technology and build an HIV kit in a microfluidic system. So, with one microfluidic chip, which is the size of an iPhone, you can actually diagnose 100 patients at the same time. For each patient, we will be able to do up to 100 different viral loads per patient. And this is only done in four hours, 50 times faster than the current state of the art, at a cost that will be five to 500 times cheaper than the current options. So this will allow us to create personalized medicines in the Third World at a cost that is actually achievable and make the world a safer place.
Jadi yang saya ingin lakukan dengan teknologi ini adalah mengadaptasi teknologi yang ada pada saat ini, dan membuat sebuah kit HIV di sebuah sistem mikrofluida, jadi dengan satu chip mikrofluida, yang berukuran sama dengan iPhone, Anda dapat mendiagnosis 100 pasien secara bersamaan. Untuk setiap pasien, kita akan dapat menganalisis hingga 100 muatan virus berbeda setiap pasiennya. Dan diagnosis ini selesai dalam waktu empat jam, 50 kali lebih cepat daripada kondisi sekarang, dengan biaya 5 hingga 500 kali lebih murah dari pilihan yang ada sekarang. Jadi ini akan memungkinkan kita membuat obat-obatan pribadi di negara dunia ketiga dengan biaya yang terjangkau dan membuat dunia ini menjadi tempat yang lebih aman.
I invite your interest as well as your involvement in driving this vision to a point of practical reality.
Saya mengundang minat dan juga keterlibatan Anda dalam mendorong visi ini hingga dapat dipraktekkan secara nyata.
Thank you very much.
Terima kasih banyak.
(Applause)
(Tepuk tangan)