I was born in Den Bosch, where the painter Hieronymus Bosch named himself after. And I've always been very fond of this painter who lived and worked in the 15th century. And what is interesting about him in relation to morality is that he lived at a time where religion's influence was waning, and he was sort of wondering, I think, what would happen with society if there was no religion or if there was less religion. And so he painted this famous painting, "The Garden of Earthly Delights," which some have interpreted as being humanity before the Fall, or being humanity without any Fall at all. And so it makes you wonder, what would happen if we hadn't tasted the fruit of knowledge, so to speak, and what kind of morality would we have.
Saya lahir di Den Bosch, dari sanalah pelukis Hieronymus Bosch mendapat namanya. Dan akhirnya saya selalu menyukai pelukis yang hidup dan berkarya di abad ke-15 ini. Dan hal menarik mengenai dirinya sehubungan dengan moralitas adalah dia hidup pada waktu pengaruh agama memudar, dan saya pikir dia seperti membayangkan, apa yang akan terjadi pada masyarakat jika tidak ada agama, atau jika ada lebih sedikit agama. Kemudian dia melukis karya terkenalnya, "The Garden of Earthly Delights," yang oleh beberapa orang ditafsirkan sebagai umat manusia sebelum kejatuhan, atau menjadi umat manusia tanpa kejatuhan sama sekali. Dan itu membuat Anda berpikir, apa yang akan terjadi jika manusia tidak memakan buah pengetahuan, seperti apa moralitas yang akan kita miliki?
Much later, as a student, I went to a very different garden, a zoological garden in Arnhem where we keep chimpanzees. This is me at an early age with a baby chimpanzee.
Beberapa lama kemudian, sebagai seorang siswa, saya pergi ke kebun yang sangat berbeda, sebuah kebun binatang di Arnhem di mana kami memelihara simpanse. Inilah saya waktu masih muda, dengan seekor bayi simpanse.
(Laughter)
(Tertawa)
And I discovered there that the chimpanzees are very power-hungry and wrote a book about it. And at that time the focus in a lot of animal research was on aggression and competition. I painted a whole picture of the animal kingdom and humanity included, was that deep down we are competitors, we are aggressive, we are all out for our own profit, basically. This is the launch of my book. I'm not sure how well the chimpanzees read it, but they surely seemed interested in the book.
Dan di sana saya menemukan bahwa simpanse sangat haus kekuasaan, dan saya menulis buku tentang hal itu. Waktu itu, kebanyakan penelitian tentang binatang, terfokus pada penyerangan dan persaingan. Saya melukis keseluruhan dunia binatang, termasuk manusia, bahwa, jauh di dalam diri kita, kita sebenarnya saling bersaing, kita suka menyerang, pada dasarnya kita berjuang untuk kepentingan sendiri. Inilah peluncuran buku saya. Saya tidak yakin seberapa baik simpanse dapat membacanya, tapi sepertinya dia sangat tertarik dengan buku itu.
(Laughter)
Lalu dalam proses
Now in the process of doing all this work on power and dominance and aggression and so on, I discovered that chimpanzees reconcile after fights. And so what you see here is two males who have had a fight. They ended up in a tree, and one of them holds out a hand to the other. And about a second after I took the picture, they came together in the fork of the tree and kissed and embraced each other.
melakukan penelitian tentang kekuatan, kekuasaan, penyerangan dan sejenisnya, Saya menemukan bahwa simpanse berdamai setelah berkelahi. Yang Anda lihat adalah dua simpanse jantan yang baru berkelahi. Mereka akhirnya duduk di atas pohon, dan salah satunya memegang tangan yang lain. Segera setelah saya mengambil foto tadi, mereka duduk bersama di dahan pohon saling berpelukan dan berciuman. Ini sangat menarik
And this is very interesting because at the time, everything was about competition and aggression, so it wouldn't make any sense. The only thing that matters is that you win or you lose. But why reconcile after a fight? That doesn't make any sense. This is the way bonobos do it. Bonobos do everything with sex. And so they also reconcile with sex. But the principle is exactly the same. The principle is that you have a valuable relationship that is damaged by conflict, so you need to do something about it. So my whole picture of the animal kingdom, and including humans also, started to change at that time.
karena tadinya mereka hanya bersaing dan saling menyerang, ini betul-betul tidak masuk akal. Satu-satunya hal yang penting adalah menang atau kalah. Tapi mengapa mereka berdamai setelah berkelahi? Itu tidak masuk akal. Inilah cara kera bonobo melakukannya, dengan seks. Dan mereka juga berdamai dengan seks. Tapi intinya tetap sama. Intinya adalah ada sebuah hubungan yang berharga yang dirusak oleh konflik, sehingga Anda memerlukan sesutu untuk memperbaikinya. Jadi gambaran saya mengenai dunia binatang, termasuk manusia, mulai berubah sejak saat itu.
So we have this image in political science, economics, the humanities, the philosophy for that matter, that man is a wolf to man. And so deep down, our nature is actually nasty. I think it's a very unfair image for the wolf. The wolf is, after all, a very cooperative animal. And that's why many of you have a dog at home, which has all these characteristics also. And it's really unfair to humanity, because humanity is actually much more cooperative and empathic than given credit for. So I started getting interested in those issues and studying that in other animals.
Jadi gambaran ini ada dalam ilmu politik, ekonomi, dan humaniora, filosofi mengenai hal itu, bahwa manusia adalah serigala bagi manusia. Dan jauh di dalam, naluri kita sebenarnya buruk. Saya pikir gambaran ini tidak adil bagi serigala. Sebenarnya serigala itu adalah binatang yang sangat kooperatif. Dan itulah alasam mengapa banyak di antara kita yang memiliki anjing. yang juga memiliki sifat-sifat ini. Dan ini sangat tidak adil bagi manusia, karena manusia sesungguhnya jauh lebih kooperatif dan empatik daripada yang kita duga. Jadi saya mulai tertarik dengan masalah ini dan mempelajarinya pada binatang lain.
So these are the pillars of morality. If you ask anyone, "What is morality based on?" these are the two factors that always come out. One is reciprocity, and associated with it is a sense of justice and a sense of fairness. And the other one is empathy and compassion. And human morality is more than this, but if you would remove these two pillars, there would be not much remaining, I think. So they're absolutely essential.
Jadi ini adalah pilar-pilar moralitas. Jika Anda bertanya, "Berdasarkan pada apa moralitas itu?" ini adalah dua faktor yang selalu muncul. Pertama adalah saling membantu. berkaitan dengan rasa keadilan dan kesetaraan. Dan yang kedua adalah empati dan kasih sayang. Moralitas manusia memiliki lebih banyak lagi, tapi jika Anda menghilangkan kedua pilar ini, saya pikir tidak akan ada banyak yang tersisa Sehingga keduanya sangatlah penting.
So let me give you a few examples here. This is a very old video from the Yerkes Primate Center, where they trained chimpanzees to cooperate. So this is already about a hundred years ago that we were doing experiments on cooperation. What you have here is two young chimpanzees who have a box, and the box is too heavy for one chimp to pull in. And of course, there's food on the box. Otherwise they wouldn't be pulling so hard. And so they're bringing in the box. And you can see that they're synchronized. You can see that they work together, they pull at the same moment. It's already a big advance over many other animals who wouldn't be able to do that. Now you're going to get a more interesting picture, because now one of the two chimps has been fed. So one of the two is not really interested in the task anymore.
Mari saya sampaikan beberapa contoh. Ini adalah video tua dari Pusat Primata Yerkes di mana mereka melatih simpanse untuk bekerja sama. Ini diambil kira-kira seratus tahun lalu di mana kita melakukan penelitian mengenai kerja sama. Apa yang Anda lihat adalah dua ekor simpanse yang memiliki kotak, dan kotak itu terlalu berat untuk ditarik oleh seekor simpanse. Sudah pasti, di dalamnya ada makanan. Kalau tidak, mereka tidak akan begitu bersemangat menariknya. Kemudian mereka membawa masuk kotak itu. Dan Anda dapat lihat bahwa mereka menjadi sinkron. Anda dapat melihat mereka bekerja sama, menarik pada saat yang sama. Ini sudah merupakan suatu kelebihan dibandingkan binatang lain yang tidak dapat melakukan hal itu. Dan sekarang Anda akan melihat gambar yang lebih menarik, karena sekarang salah satu dari kedua simpanse ini sudah diberi makan. Jadi salah satu dari mereka tidak begitu tertarik untuk mengerjakan hal itu.
(Laughter)
(Tertawa)
(Laughter)
(Tertawa)
(Laughter)
(Tertawa)
[- and sometimes appears to convey its wishes and meanings by gestures.] Now look at what happens at the very end of this.
Sekarang lihat akhirnya apa yang terjadi.
(Laughter)
(Tertawa)
He takes basically everything.
Dia mengambil semuanya.
(Laughter)
(Tertawa)
There are two interesting parts about this. One is that the chimp on the right has a full understanding he needs the partner -- so a full understanding of the need for cooperation. The second one is that the partner is willing to work even though he's not interested in the food. Why would that be? Well, that probably has to do with reciprocity. There's actually a lot of evidence in primates and other animals that they return favors. He will get a return favor at some point in the future. And so that's how this all operates.
Jadi ada dua bagian menarik mengenai hal ini. Pertama, simpanse yang di kanan paham bahwa dia membutuhkan rekan -- paham akan perlunya bekerja sama. Yang kedua adalah bahwa rekannya mau bekerja walaupun dia tidak tertarik pada makanannya. Mengapa demikian? Mungkin itu berkaitan dengan saling membantu. Sebenarnya ada banyak bukti dari primata dan binatang lain saling membalas jasa. Jadi dia akan mendapat balasan jasa suatu saat nanti.. Dan itulah cara semua hal ini bekerja.
We do the same task with elephants. Now, it's very dangerous to work with elephants. Another problem with elephants is that you cannot make an apparatus that is too heavy for a single elephant. Now you can probably make it, but it's going to be a pretty clumsy apparatus, I think. And so what we did in that case -- we do these studies in Thailand for Josh Plotnik -- is we have an apparatus around which there is a rope, a single rope. And if you pull on this side of the rope, the rope disappears on the other side. So two elephants need to pick it up at exactly the same time, and pull. Otherwise nothing is going to happen and the rope disappears.
Kita melakukan hal yang sama dengan gajah. Kini, sangat berbahaya untuk bekerja sama dengan gajah. Masalah lain dengan gajah adalah Anda tidak dapat membuat peralatan yang terlalu berat untuk seekor gajah. Mungkin Anda dapat membuatnya, tapi saya pikit itu akan menjadi alat yang sangat rapuh. Jadi dalam kasus ini -- kami mengerjakan penelitian ini di Thailand untuk Josh Plotnik -- kami membuat sebuah alat di mana ada sebuah tali, seutas tali. Jika Anda menariknya di ujung yang satu, talinya akan hilang di ujung yang lain. Jadi kedua gajah itu harus mengambil dan menariknya pada saat yang bersamaan. Atau tidak akan ada yang terjadi dan talinya akan hilang.
The first tape you're going to see is two elephants who are released together arrive at the apparatus. The apparatus is on the left, with food on it. And so they come together, they arrive together, they pick it up together, and they pull together. So it's actually fairly simple for them. There they are. So that's how they bring it in. But now we're going to make it more difficult. Because the purpose of this experiment is to see how well they understand cooperation. Do they understand that as well as the chimps, for example?
Dan video pertama yang akan Anda lihat adalah dua ekor gajah dilepaskan bersamaan dan sampai di alat tadi. Alat itu ada di sebelah kiri dengan makanan di atasnya. Dan mereka datang bersama, tiba bersama, mereka mengambil, dan menariknya bersama-sama. Jadi sebenarnya itu sangat mudah untuk mereka. Ini dia. itulah cara kedua gajah itu menyelesaikannya. Sekarang kami membuatnya lebih rumit. Karena tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk melihat seberapa jauh pemahaman mereka mengenai kerja sama. Apakah mereka memahami seperti simpanse tadi, misalnya?
What we do in the next step is we release one elephant before the other and that elephant needs to be smart enough to stay there and wait and not pull at the rope -- because if he pulls at the rope, it disappears and the whole test is over. Now this elephant does something illegal that we did not teach it. But it shows the understanding he has, because he puts his big foot on the rope, stands on the rope and waits there for the other, and then the other is going to do all the work for him. So it's what we call freeloading.
Dan yang kami lakukan pada tahap berikutnya adalah melepaskan seekor gajah lebih dahulu, dan gajah itu harus cukup cerdas untuk diam dan menunggu tanpa menarik talinya -- karena jika dia menarik talinya, tali itu akan hilang dan seluruh ujian selesai. Sekarang gajah ini melakukan sesuatu yang ilegal yang tidak kami ajarkan. Tapi itu menunjukkan pemahaman yang dia miliki, karena dia meletakkan kaki besarnya di tali, berdiri di tali itu dan menunggu rekannya, kemudian rekannya akan mengerjakan semua pekerjaan itu untuknya. Jadi inilah yang kami sebut menumpang.
(Laughter)
(Tertawa)
But it shows the intelligence that the elephants have. They developed several of these alternative techniques that we did not approve of, necessarily.
Tapi ini menunjukkan kecerdasan seekor gajah. Mereka mengembangkan beberapa teknik alternatif yang tidak kami ajarkan ini.
(Laughter)
Jadi sekarang gajah lain datang
So the other elephant is now coming ... and is going to pull it in. Now look at the other; it doesn't forget to eat, of course.
dan akan menariknya. Sekarang lihatlah gajah lain itu. Dia tidak lupa untuk makan, tentunya.
(Laughter)
(Tertawa)
This was the cooperation and reciprocity part.
Ini adalah kerja sama, saling membantu..
Now something on empathy. Empathy is my main topic at the moment, of research. And empathy has two qualities: One is the understanding part of it. This is just a regular definition: the ability to understand and share the feelings of another. And the emotional part. Empathy has basically two channels: One is the body channel, If you talk with a sad person, you're going to adopt a sad expression and a sad posture, and before you know it, you feel sad. And that's sort of the body channel of emotional empathy, which many animals have. Your average dog has that also. That's why people keep mammals in the home and not turtles or snakes or something like that, who don't have that kind of empathy. And then there's a cognitive channel, which is more that you can take the perspective of somebody else. And that's more limited. Very few animals, I think elephants and apes, can do that kind of thing.
Sekarang sesuatu mengenai empati. Empati adalah topik utama penelitian saat ini. Dan empati memiliki dua nilai. Pertama adalah bagian pemahaman. Ini hanyalah pengertian yang biasa: kemampuan untuk mengerti dan berbagi rasa satu sama lain. Dan bagian emosional. Jadi empati memiliki dua saluran. Pertama adalah saluran tubuh. Jika Anda bercakap-cakap dengan seseorang yang sedang sedih, Anda akan memakai ekspresi dan postur sedih, dan sebelum Anda sadar, Anda juga merasa sedih. Dan itulah saluran tubuh dari empati emosional, yang dimiliki oleh banyak binatang. Anjing Anda juga memilikinya. Itulah alasan mengapa orang memelihara mamalia di rumah, bukan kura-kura atau ular atau sejenisnya yang tidak memiliki empati seperti itu. Lalu ada saluran kognitif, yang lebih kepada Anda dapat mengambil sudut pandang orang lain. Dan itu lebih terbatas. Ada sedikit binatang -- Saya pikir gajah dan monyet dapat melakukan hal seperti itu -- tapi hanya sedikit sekali binatang yang mampu melakukannya.
So synchronization, which is part of that whole empathy mechanism, is a very old one in the animal kingdom. In humans, of course, we can study that with yawn contagion. Humans yawn when others yawn. And it's related to empathy. It activates the same areas in the brain. Also, we know that people who have a lot of yawn contagion are highly empathic. People who have problems with empathy, such as autistic children, they don't have yawn contagion. So it is connected.
Jadi sinkronisasi, yang merupakan bagian dari keseluruhan mekanisme empati adalah sebuah hal kuno dalam dunia binatang. Dan pada manusia, tentunya, kita dapat mempelajarinya melalui penularan menguap. Manusia menguap ketika orang lain menguap. Hal itu berkaitan dengan empati. Menguap mengaktifkan bagian yang sama di otak. Kita juga tahu bahwa orang yang banyak tertular menguap sangatlah empatik. Orang yang memiliki masalah dengan empati, seperti anak autis, tidak dapat tertular menguap. Jadi hal ini berkaitan.
And we study that in our chimpanzees by presenting them with an animated head. So that's what you see on the upper-left, an animated head that yawns. And there's a chimpanzee watching, an actual real chimpanzee watching a computer screen on which we play these animations.
Dan kami mempelajarinya pada simpanse dengan cara memberi mereka sebuah kepala animasi. Jadi yang Anda lihat di kiri atas adalah sebuah animasi kepala yang menguap. Dan ada seekor simpanse yang menonton. seekor simpanse tulen menonton layar komputer di mana kami memainkan animasi ini.
(Laughter)
(Tertawa)
So yawn contagion that you're probably all familiar with -- and maybe you're going to start yawning soon now -- is something that we share with other animals. And that's related to that whole body channel of synchronization that underlies empathy, and that is universal in the mammals, basically.
Jadi penularan menguap yang mungkin biasa Anda dengar -- dan mungkin Anda mulai menguap sebentar lagi -- adalah sesuatu yang juga dimiliki binatang-binatang lain. Hal itu berkaitan dengan seluruh saluran tubuh dari sinkronisasi yang mendasari empati dan hal itu terjadi secara universal pada mamalia.
We also study more complex expressions -- This is consolation. This is a male chimpanzee who has lost a fight and he's screaming, and a juvenile comes over and puts an arm around him and calms him down. That's consolation. It's very similar to human consolation. And consolation behavior --
Sekarang kami juga mempelajari ekspresi yang lebih rumit. Ini adalah penghiburan. Ini adalah simpanse jantan yang kalah berkelahi dan dia berteriak, dan seekor simpanse muda datang dan meletakkan tangannya dan menenangkannya. Itulah penghiburan. Sangat mirip dengan penghiburan pada manusia. Dan perilaku penghiburan,
(Laughter)
didorong oleh empati.
it's empathy driven. Actually, the way to study empathy in human children is to instruct a family member to act distressed, and then to see what young children do. And so it is related to empathy, and that's the kind of expressions we look at.
Sebenarnya cara untuk mempelajari empati pada anak-anak adalah dengan menyuruh seorang anggota keluarga untuk berlagak sedih, dan mereka akan melihat apa yang dilakukan anak-anak itu.. Dan itu juga berkaitan dengan empati. itulah jenis ekspresi yang kita lihat. Kami juga baru saja menerbitkan penelitian yang mungkin telah Anda dengar.
We also recently published an experiment you may have heard about. It's on altruism and chimpanzees, where the question is: Do chimpanzees care about the welfare of somebody else? And for decades it had been assumed that only humans can do that, that only humans worry about the welfare of somebody else. Now we did a very simple experiment. We do that on chimpanzees that live in Lawrenceville, in the field station of Yerkes. And so that's how they live. And we call them into a room and do experiments with them. In this case, we put two chimpanzees side-by-side, and one has a bucket full of tokens, and the tokens have different meanings. One kind of token feeds only the partner who chooses, the other one feeds both of them.
Mengenai altruisme (mendahulukan kepentingan orang/hewan lain) dan simpanse di mana pertanyaannya adalah, apakah simpanse peduli mengenai kesejahteraan simpanse lain? Dan selama bertahun-tahun kita menganggap bahwa hanya manusia yang mampu melakukannya, bahwa hanya manusia yang peduli akan kesejahteraan orang lain. Kami melakukan penelitian yang sangat sederhana. Kami melakukannya pada simpanse yang hidup di Lawrenceville, di lapangan Yerkes. Jadi inilah cara mereka hidup. Kami memanggil mereka masuk ke sebuah ruangan dan melakukan penelitian. Dalam kasus ini, kami menempatkan dua simpanse berdampingan. yang satu memiliki seember token, dan setiap token memiliki fungsi berbeda. Satu jenis token hanya bisa memberi makan simpanse yang dia pilih, token yang lain memberi makan pada keduanya.
So this is a study we did with Vicki Horner. And here, you have the two color tokens. So they have a whole bucket full of them. And they have to pick one of the two colors. You will see how that goes. So if this chimp makes the selfish choice, which is the red token in this case, he needs to give it to us, we pick it up, we put it on a table where there's two food rewards, but in this case, only the one on the right gets food. The one on the left walks away because she knows already that this is not a good test for her. Then the next one is the pro-social token.
Inilah penelitian yang kami kerjakan bersama Vicky Horner. Di sini ada dua warna token. Mereka mempunyai seember penuh dengan token. Dan mereka harus memilih satu dari dua warna. Anda akan melihat bagaimana selanjutnya. Jadi jika simpanse ini membuat pilihan egois, dalam hal ini adalah token merah, dia harus memberikannya kepada kami. Jadi kami mengambil dan meletakkan di meja di mana ada dua hadiah makanan tapi dalam hal ini hanya satu ekor yang berhak untuk makan. Yang di kiri sudah pergi karena dia sudah tahu. bahwa ini bukan ujian yang baik baginya.. Kemudian yang satu lagi adalah token pro-sosial.
So the one who makes the choices -- that's the interesting part here -- for the one who makes the choices, it doesn't really matter. So she gives us now a pro-social token and both chimps get fed. So the one who makes the choices always gets a reward. So it doesn't matter whatsoever. And she should actually be choosing blindly. But what we find is that they prefer the pro-social token. So this is the 50 percent line, that's the random expectation. And especially if the partner draws attention to itself, they choose more.
Jadi yang membuat pilihan -- ini adalah bagian yang menarik -- bagi yang membuat keputusan, itu tidak ada pengaruhnya. Jadi dia memberi kami token pro-sosial dan keduanya mendapat makanan. Jadi yang membuat keputusan selalu mendapat hadiah. Jadi itu tidak ada pengaruhnya. Dia sebetulnya bisa memilih dengan mata tertutup. Tapi apa yang kami temukan adalah bahwa mereka lebih memilih token pro-sosial. Dan inilah garis 50 persen yang merupakan keinginan acak. Dan terutama jika rekannya memberi perhatian, mereka lebih pro-sosial.
And if the partner puts pressure on them -- so if the partner starts spitting water and intimidating them -- then the choices go down.
Dan jika rekannya memberi tekanan pada mereka -- jika rekannya mulai meludah dan mengintimidasi mereka -- maka pilihannya turun.
(Laughter)
Mereka seperti berkata,
It's as if they're saying, "If you're not behaving, I'm not going to be pro-social today." And this is what happens without a partner, when there's no partner sitting there. So we found that the chimpanzees do care about the well-being of somebody else -- especially, these are other members of their own group.
"Jika kau tidak sopan, saya tidak akan menjadi pro-sosial hari ini." Dan inilah yang terjadi tanpa rekan, ketika tidak ada rekan di sana.. Jadi kami menemukan bahwa simpanse peduli tentang kesejahteraan simpanse lain -- terutama, anggota lain dalam kumpulannya.
So the final experiment that I want to mention to you is our fairness study. And so this became a very famous study. And there are now many more, because after we did this about 10 years ago, it became very well-known. And we did that originally with capuchin monkeys. And I'm going to show you the first experiment that we did. It has now been done with dogs and with birds and with chimpanzees. But with Sarah Brosnan, we started out with capuchin monkeys.
Penelitian terakhir yang ingin saya sampaikan kepada Anda adalah penelitian mengenai keadilan. Penelitian ini menjadi sangat terkenal. Dan sekarang ada banyak penelitian lagi, karena setelah kami melakukannya 10 tahun lalu, penelitian ini menjadi sangat terkenal. Pada awalnya kami melakukannya dengan monyet capuchin. Dan saya akan menunjukkan penelitian pertama yang kami lakukan. Hal ini telah dicoba pada anjing dan burung dan pada simpanse. Tapi dengan Sarah Brosnan, kami mulai dengan monyet capuchin.
So what we did is we put two capuchin monkeys side-by-side. Again, these animals, live in a group, they know each other. We take them out of the group, put them in a test chamber. And there's a very simple task that they need to do. And if you give both of them cucumber for the task, the two monkeys side-by-side, they're perfectly willing to do this 25 times in a row. So cucumber, even though it's only really water in my opinion, but cucumber is perfectly fine for them. Now if you give the partner grapes -- the food preferences of my capuchin monkeys correspond exactly with the prices in the supermarket -- and so if you give them grapes -- it's a far better food -- then you create inequity between them. So that's the experiment we did.
Jadi yang kami lakukan adalah memasukkan dua ekor monyet capuchin berdampingan. Kembali, binatang ini, hidup dalam kumpulan, mereka saling mengenal. Kami memisahkan mereka dari kumpulannya dan memasukkan mereka ke dalam ruang uji. Lalu ada tugas sederhana yang harus mereka lakukan. Dan jika Anda memberi mentimun kepada kedua monyet itu bersama-sama, mereka akan mengerjakan tugas itu 25 kali secara sempurna. Jadi mentimun, walaupun menurut saya hanyalah air, mentimun itu sangat lumayan untuk mereka. Sekarang jika Anda memberi anggur pada salah satunya -- makanan kesukaan monyet-monyet capuchin saya sesuai dengan harga yang tertera di supermarket -- sehingga jika Anda memberi mereka anggur -- makanan yang jauh lebih baik -- maka ada ketidakadilan di antara mereka. Jadi itulah penelitian yang kami lakukan.
Recently, we videotaped it with new monkeys who'd never done the task, thinking that maybe they would have a stronger reaction, and that turned out to be right. The one on the left is the monkey who gets cucumber. The one on the right is the one who gets grapes. The one who gets cucumber -- note that the first piece of cucumber is perfectly fine. The first piece she eats. Then she sees the other one getting grape, and you will see what happens. So she gives a rock to us. That's the task. And we give her a piece of cucumber and she eats it. The other one needs to give a rock to us. And that's what she does. And she gets a grape ... and eats it. The other one sees that. She gives a rock to us now, gets, again, cucumber.
Baru-baru ini kami merekamnya dengan monyet baru yang belum pernah melakukan tugas ini, menganggap bahwa kemungkinan mereka akan memberi reaksi yang lebih kuat, dan itu ternyata betul. Monyet yang di kiri adalah monyet yang mendapat mentimun. Yang di kanan adalah yang mendapat anggur. Monyet yang mendapat mentimun, melihat bahwa potongan mentimun pertama itu cukup enak. Dia memakan potongan pertama. Kemudian dia melihat yang lain mendapat anggur, dan lihatlah yang terjadi. Dia memberikan kami batu. Itulah tugasnya. Kami memberinya sepotong mentimun, dan dia memakannya. Yang lainnya memberikan batu kepada kami. Dan itulah yang dia lakukan. Dia mendapat anggur dan memakannya. Yang satunya melihat hal itu. Dia memberikan batu kepada kami sekarang, kembali, mendapat mentimun.
(Laughter)
(Tertawa)
(Laughter ends)
Dia mencoba melempar batu pada dinding.
She tests a rock now against the wall. She needs to give it to us. And she gets cucumber again.
Dia harus memberikannya kepada kami. Dan dia mendapat mentimun lagi.
(Laughter)
(Tertawa)
So this is basically the Wall Street protest that you see here.
Jadi pada dasarnya Anda sedang melihat protes di Wall Street.
(Laughter)
(Tertawa)
(Applause)
(Tepuk tangan)
I still have two minutes left -- let me tell you a funny story about this. This study became very famous and we got a lot of comments, especially anthropologists, economists, philosophers. They didn't like this at all. Because they had decided in their minds, I believe, that fairness is a very complex issue, and that animals cannot have it. And so one philosopher even wrote us that it was impossible that monkeys had a sense of fairness because fairness was invented during the French Revolution.
Akan saya sampaikan -- saya masih punya dua menit lagi, saya akan menyampaikan cerita lucu mengenai hal ini. Penelitian ini menjadi sangat terkenal dan kami mendapat banyak komentar, terutama dari para antropolog, ekonom, filsuf. Mereka sama sekali tidak menyukai hal ini. Karena saya yakin mereka telah memutuskan di dalam pikirannya, bahwa keadilan adalah isu yang sangat rumit sehingga binatang tidak dapat memilikinya. Dan salah seorang filsuf bahkan menulis bahwa mustahil jika monyet memiliki rasa keadilan karena keadilan baru ditemukan pada waktu Revolusi Perancis.
(Laughter)
(Tertawa)
And another one wrote a whole chapter saying that he would believe it had something to do with fairness, if the one who got grapes would refuse the grapes. Now the funny thing is that Sarah Brosnan, who's been doing this with chimpanzees, had a couple of combinations of chimpanzees where, indeed, the one who would get the grape would refuse the grape until the other guy also got a grape. So we're getting very close to the human sense of fairness. And I think philosophers need to rethink their philosophy for a while.
Yang lain menulis sebuah bab mengatakan bahwa dia percaya hal itu berkaitan dengan keadilan jika monyet yang mendapat anggur menolak anggur yang diberikan. Sekarang, yang lucu adalah, Sarah Brosnan, yang telah melakukan hal ini pada simpanse, memiliki beberapa kombinasi simpanse di mana, salah satu yang mendapat anggur akan menolaknya sampai rekannya juga mendapat anggur. Jadi kami makin mendekat dengan perasaan keadilan manusia. Dan saya pikir para filsuf harus memikirkan kembali filosofi mereka.
So let me summarize. I believe there's an evolved morality. I think morality is much more than what I've been talking about, but it would be impossible without these ingredients that we find in other primates, which are empathy and consolation, pro-social tendencies and reciprocity and a sense of fairness. And so we work on these particular issues to see if we can create a morality from the bottom up, so to speak, without necessarily god and religion involved, and to see how we can get to an evolved morality.
Saya akan merangkum. Saya percaya ada moralitas yang berkembang. Saya pikir moralitas itu lebih dari sekedar apa yang telah kita bicarakan, tapi itu akan mustahil tanpa bahan-bahan yang kita temukan pada primata lain, yaitu empati dan pengihiburan, kecenderungan pro-sosial, saling membantu, dan rasa keadilan. Sehingga kami meneliti isu-isu ini untuk melihat apakah kita bisa membangun moralitas dari bawah, tanpa campur tangan Tuhan dan agama, dan melihat bagaimana kita mencapai moralitas yang berkembang.
And I thank you for your attention.
Terima kasih atas perhatian Anda.
(Applause)
(Tepuk tangan)