I think it'll be a relief to some people and a disappointment to others that I'm not going to talk about vaginas today. I began "The Vagina Monologues" because I was worried about vaginas. I'm very worried today about this notion, this world, this prevailing kind of force of security. I see this word, hear this word, feel this word everywhere. Real security, security checks, security watch, security clearance. Why has all this focus on security made me feel so much more insecure? What does anyone mean when they talk about real security? And why have we, as Americans particularly, become a nation that strives for security above all else? In fact, I think that security is elusive. It's impossible. We all die. We all get old. We all get sick. People leave us. People change us. Nothing is secure. And that's actually the good news.
Saya pikir akan melegakan bagi beberapa orang dan mengecewakan bagi yang lain karena saya tidak akan berbicara tentang vagina hari ini. Saya memulai Monolog Vagina karena saya khawatir akan vagina. Saat ini saya sangat khawatir tentang gagasan ini, dunia ini, semacam kekuatan keamanan yang semakin meraja ini. Saya melihat, mendengar, dan merasakan kata ini di mana-mana. Keamanan yang nyata, pemeriksaan keamanan, penjagaan keamanan, pengawasan keamanan. Mengapa semua fokus pada keamanan ini membuat saya merasa jauh lebih tidak aman? Apa maksudnya ketika orang membicarakan keamanan yang nyata? Dan mengapa kita khususnya orang Amerika, menjadi bangsa yang berjuang untuk keamanan di atas segalanya? Sebenarnya, saya pikir keamanan itu sulit dipahami, tidak mungkin. Kita semua mati, menjadi tua, bisa sakit. Orang-orang meninggalkan kita. Orang-orang mengubah kita. Tidak ada yang aman. Dan itu sebenarnya kabar baik.
This is, of course, unless your whole life is about being secure. I think that when that is the focus of your life, these are the things that happen. You can't travel very far or venture too far outside a certain circle. You can't allow too many conflicting ideas into your mind at one time, as they might confuse you or challenge you. You can't open yourself to new experiences, new people, new ways of doing things -- they might take you off course. You can't not know who you are, so you cling to hard-matter identity. You become a Christian, Muslim, Jew. You're an Indian, Egyptian, Italian, American. You're a heterosexual or a homosexual, or you never have sex. Or at least, that's what you say when you identify yourself. You become part of an "us." In order to be secure, you defend against "them." You cling to your land because it is your secure place. You must fight anyone who encroaches upon it. You become your nation. You become your religion. You become whatever it is that will freeze you, numb you and protect you from doubt or change. But all this does, actually, is shut down your mind. In reality, it does not really make you safer.
Hal ini, tentu saja, kecuali seluruh hidup Anda hanya tentang merasa aman. saya pikir ketika itu adalah fokus hidup Anda, inilah beberapa hal yang terjadi. Anda tidak dapat berjalan atau berbisnis terlalu jauh dari lingkaran tertentu. Anda tidak bisa memiliki banyak ide-ide bertentangan di pikiran Anda secara bersamaan. karena semua itu akan membingungkan atau menantang Anda. Anda tidak bisa membuka diri terhadap pengalaman baru, orang-orang baru, cara baru melakukan sesuatu. Hal itu mungkin membuat Anda keluar jalur. Anda tidak bisa tahu siapa Anda, sehingga Anda berpegang pada identitas yang kaku. Anda menjadi orang Kristen, Muslim, Yahudi. Anda adalah orang India, Mesir, Italia, Amerika. Anda seorang heteroseksual atau homoseksual, atau belum pernah berhubungan seks. Atau setidaknya, itulah yang Anda katakan ketika Anda memperkenalkan diri. Anda menjadi bagian dari "kita". Agar aman, Anda bertahan melawan "mereka". Anda bertahan di tanah Anda karena itu adalah tempat Anda yang aman. Anda harus melawan siapa saja yang melanggar batas. Anda menjadi bangsa Anda. Anda menjadi agama Anda. Anda menjadi apa pun yang akan membekukan Anda, membuat Anda mati rasa dan melindungi Anda dari keraguan atau perubahan. Tetapi semua ini sebenarnya menutup pikiran Anda. Dalam kenyataannya, itu tidak benar-benar membuat Anda lebih aman.
I was in Sri Lanka, for example, three days after the tsunami, and I was standing on the beaches and it was absolutely clear that, in a matter of five minutes, a 30-foot wave could rise up and desecrate a people, a population and lives. All this striving for security, in fact, has made you much more insecure because now you have to watch out all the time. There are people not like you -- people who you now call enemies. You have places you cannot go, thoughts you cannot think, worlds that you can no longer inhabit. And so you spend your days fighting things off, defending your territory and becoming more entrenched in your fundamental thinking. Your days become devoted to protecting yourself. This becomes your mission. That is all you do. Ideas get shorter. They become sound bytes. There are evildoers and saints, criminals and victims.
Sebagai contoh saya berada di Sri Lanka tiga hari setelah tsunami, dan saya berdiri di pantai dan benar-benar jelas bahwa dalam hitungan lima menit, gelombang air setinggi 9 meter bisa naik dan menghacurkan orang, masyarakat, dan kehidupan. Semua perjuangan untuk keamanan ini, sebenarnya, telah membuat Anda jauh lebih tidak aman karena sekarang, Anda harus berhati-hati setiap saat. Ada orang yang tidak seperti Anda. Orang-orang yang Anda sebut musuh, Anda memiliki tempat yang tidak bisa didatangi, pemikiran yang tidak bisa dipikirkan, dunia yang tidak bisa Anda huni lagi. Sehingga Anda menghabiskan waktu Anda menentang hal lain, mempertahankan wilayah Anda, dan menjadi lebih kuat dalam pemikiran fundamental Anda. Hari-hari Anda ditujukan untuk melindungi diri anda sendiri. Ini menjadi misi Anda. Hanya itu yang Anda lakukan. Ide menjadi semakin dangkal. Mereka menjadi byte suara. Ada orang jahat dan orang suci, kriminal dan korban.
There are those who, if they're not with us, are against us. It gets easier to hurt people because you do not feel what's inside them. It gets easier to lock them up, force them to be naked, humiliate them, occupy them, invade them and kill them, because they are only obstacles now to your security. In six years, I've had the extraordinary privilege through V-Day, a global movement against [violence against] women, to travel probably to 60 countries, and spend a great deal of time in different portions. I've met women and men all over this planet, who through various circumstances -- war, poverty, racism, multiple forms of violence -- have never known security, or have had their illusion of security forever devastated. I've spent time with women in Afghanistan under the Taliban, who were essentially brutalized and censored. I've been in Bosnian refugee camps. I was with women in Pakistan who have had their faces melted off with acid. I've been with girls all across America who were date-raped, or raped by their best friends when they were drugged one night.
Ini adalah mereka yang, bila tidak bersama kita adalah penentang kita. Semakin mudah menyakiti orang karena Anda tidak merasakan perasaan mereka. Lebih mudah untuk mengunci, menelanjangi, dan mempermalukan mereka, menguasai, menyerang, dan membunuh mereka karena sekarang mereka hanyalah penghalang keamanan Anda. Dalam enam tahun, saya mendapat kehormatan luar biasa melalui Hari-V. gerakan global melawan kekerasan terhadap perempuan, bepergian ke sekitar 60 negara, dan menghabiskan banyak waktu di bagian dunia yang berbeda Saya pernah bertemu perempuan dan laki-laki di seluruh planet ini, dalam berbagai macam keadaan, perang, kemiskinan, rasisme, berbagai bentuk kekerasan, tidak pernah tahu tentang keamanan, atau ilusi tentang keamanan yang mereka miliki telah hancur selamanya. Saya menghabiskan waktu dengan perempuan Afghanistan di bawah kekuasaan Taliban, yang dikasari dan disensor. Saya pernah berada di kamp pengungsi Bosnia. Saya bersama perempuan di Pakistan yang wajahnya dilepuhkan dengan asam. Saya pernah bersama gadis-gadis Amerika yang diperkosa saat kencan atau diperkosa oleh sahabat mereka setelah dibius pada suatu malam.
One of the amazing things that I've discovered in my travels is that there is this emerging species. I loved when he was talking about this other world that's right next to this world. I've discovered these people, who, in V-Day world, we call Vagina Warriors. These particular people, rather than getting AK-47s, or weapons of mass destruction, or machetes, in the spirit of the warrior, have gone into the center, the heart of pain, of loss. They have grieved it, they have died into it, and allowed and encouraged poison to turn into medicine. They have used the fuel of their pain to begin to redirect that energy towards another mission and another trajectory.
Salah satu hal menakjubkan yang saya temukan dalam perjalanan saya adalah bahwa ada spesies yang muncul. Saya senang ketika dia berbicara tentang dunia lain yang bersebelahan dengan dunia ini. Saya menmukan orang-orang ini, yang dalam Hari-V sedunia, kami menyebutnya "Ksatria Vagina." Orang-orang ini, tidak mendapatkan AK-47 atau senjata pemusnah masal atau golok, tetapi dalam semangat ksatria, telah pergi ke jantung penderitaan dan kehilangan. Mereka telah meratapinya, mereka telah mati ke dalamnya, dan memperolehkan dan mendorong racun agar berubah menjadi obat. Mereka telah menggunakan bahan bakar dari rasa sakit untuk mengarahkan ulang energi itu menuju misi lain dan lintasan lain.
These warriors now devote themselves and their lives to making sure what happened to them doesn't happen to anyone else. There are thousands if not millions of them on the planet. I venture there are many in this room. They have a fierceness and a freedom that I believe is the bedrock of a new paradigm. They have broken out of the existing frame of victim and perpetrator. Their own personal security is not their end goal, and because of that, because, rather than worrying about security, because the transformation of suffering is their end goal, I actually believe they are creating real safety and a whole new idea of security. I want to talk about a few of these people that I've met.
Para ksatria ini sekarang mengabdikan diri dan hidup mereka untuk memastikan apa yang terjadi pada mereka, tidak terjadi pada orang lain. Ada ribuan kalau tidak jutaan dari mereka di planet ini. Saya berani berkata ada banyak di ruangan ini. Mereka memiliki keganasan dan kebebasan yang saya percaya adalah fondasi dari sebuah paradigma baru. Mereka telah keluar dari bingkai yang ada tentang korban dan pelaku. Keamanan pribadi mereka sendiri bukanlah tujuan akhir mereka, dan karena itu, karena daripada mengkhawatirkan tentang keamanan, karena transformasi penderitaan adalah tujuan akhir mereka, saya benar-benar percaya mereka menciptakan keselamatan yang nyata dan sebuah ide mengenai keamanan yang baru. Saya ingin berbicara tentang beberapa orang ini yang telah saya temui.
Tomorrow, I am going to Cairo, and I'm so moved that I will be with women in Cairo who are V-Day women, who are opening the first safe house for battered women in the Middle East. That will happen because women in Cairo made a decision to stand up and put themselves on the line, and talk about the degree of violence that is happening in Egypt, and were willing to be attacked and criticized. And through their work over the last years, this is not only happening that this house is opening, but it's being supported by many factions of the society who never would have supported it. Women in Uganda this year, who put on "The Vagina Monologues" during V-Day, actually evoked the wrath of the government.
Besok saya akan pergi ke Kairo, dan saya sangat terharu bahwa saya akan bersama dengan perempuan di Kairo seorang perempuan Hari-V, yang membuka tempat penampungan pertama bagi perempuan korban kekerasan di Timur Tengah. Itu akan terjadi karena perempuan di Kairo membuat keputusan untuk membela dan menempatkan diri mereka di depan dan berbicara tentang tingkat kekerasan yang terjadi di Mesir dan bersedia diserang dan dikritik, dan melalui kerja mereka selama setahun terakhir, tidak hanya rumah penampungan ini dibuka, tetapi juga telah didukung oleh banyak faksi masyarakat yang tidak akan pernah mendukungnya. Perempuan di Uganda pada tahun ini menyelenggarakan Monolog Vagina selama Hari-V, dan telah membangkitkan murka pemerintah.
And, I love this story so much. There was a cabinet meeting and a meeting of the presidents to talk about whether "Vaginas" could come to Uganda. And in this meeting -- it went on for weeks in the press, two weeks where there was huge discussion. The government finally made a decision that "The Vagina Monologues" could not be performed in Uganda. But the amazing news was that because they had stood up, these women, and because they had been willing to risk their security, it began a discussion that not only happened in Uganda, but all of Africa. As a result, this production, which had already sold out, every single person in that 800-seat audience, except for 10 people, made a decision to keep the money. They raised 10,000 dollars on a production that never occurred.
Dan, saya sangat menyukai cerita ini. Ada rapat kabinet dan rapat kepresidenan untuk membahas tentang apakah Vagina bisa datang ke Uganda. Dan rapat ini dibahas oleh media selama berminggu-minggu, ada diskusi besar selama dua minggu. Pemerintah akhirnya membuat keputusan bahwa Monolog Vagina tidak dapat dilakukan di Uganda. Tetapi berita yang luar biasa adalah karena mereka telah membela para perempuan ini, dan karena mereka telah bersedia untuk mempertaruhkan keamanan mereka, kejadian itu telah memulai diskusi yang tidak hanya terjadi di Uganda, tetapi di seluruh Afrika. Akibatnya, produksi yang sudah terjual habis ini, setiap orang di 800 kursi penonton itu, kecuali sepuluh orang, memutuskan untuk menyimpan uangnya. Mereka mengumpulkan $10.000 dalam sebuah produksi yang belum pernah terjadi sebelumnya.
There's a young woman named Carrie Rethlefsen in Minnesota. She's a high school student. She had seen "The Vagina Monologues" and she was really moved. And as a result, she wore an "I heart my vagina" button to her high school in Minnesota.
Ada perempuan muda bernama Kerry Ruffleson* di Minnesota. Dia adalah seorang murid SMA. Dia sangat tersentuh saat melihat Monolog Vagina, dan sebagai akibatnya, dia memakai kancing bertuliskan "Aku Cinta Vaginaku" ke sekolahnya di Minnesota.
(Laughter)
(Tawa)
She was basically threatened to be expelled from school. They told her she couldn't love her vagina in high school, that it was not a legal thing, that it was not a moral thing, that it was not a good thing. So she really struggled with this, what to do, because she was a senior and she was doing well in her school and she was threatened expulsion. So what she did is she got all her friends together -- I believe it was 100, 150 students all wore "I love my vagina" T-shirts, and the boys wore "I love her vagina" T-shirts to school.
Dia diancam akan dikeluarkan dari sekolahnya. Mereka menjelaskan bahwa dia tidak bisa mencintai vaginanya di sekolah, itu tidak benar, itu tidak bermoral, itu bukan hal yang baik. Jadi dia benar-benar berjuang dengan ini, apa yang harus dilakukan, karena dia adalah senior dan dia cukup baik di sekolah dan dia terancam diusir, jadi apa yang dia lakukan adalah mengumpulkan semua temannya, sepertinya sekitar 100, 150 siswa, semuanya memakai kaus "Aku Cinta Vaginaku", dan siswa laki-laki memakai kaus "Aku Cinta Vaginanya" ke sekolah.
(Laughter)
(Tawa)
Now this seems like a fairly, you know, frivolous, but what happened as a result of that, is that that school now is forming a sex education class. It's beginning to talk about sex, it's beginning to look at why it would be wrong for a young high school girl to talk about her vagina publicly or to say that she loved her vagina publicly.
Anda tahu, ini tampak cukup sembrono, tetapi hasilnya adalah sekolah itu sekarang membentuk kelas pendidikan seks, mulai membicarakan seks, mulai melihat apakah salah bagi gadis SMA untuk membicarakan mengenai vaginanya secara terbuka atau mengatakan bahwa dia cinta vaginanya secara terbuka.
I know I've talked about Agnes here before, but I want to give you an update on Agnes. I met Agnes three years ago in the Rift Valley. When she was a young girl, she had been mutilated against her will. That mutilation of her clitoris had actually obviously impacted her life and changed it in a way that was devastating. She made a decision not to go and get a razor or a glass shard, but to devote her life to stopping that happening to other girls. For eight years, she walked through the Rift Valley. She had this amazing box that she carried and it had a torso of a woman's body in it, a half a torso, and she would teach people, everywhere she went, what a healthy vagina looked like and what a mutilated vagina looked like. In the years that she walked, she educated parents, mothers, fathers. She saved 1,500 girls from being cut.
Saya tahu saya sebelumnya pernah berbicara tentang Agnes di sini, tetapi saya ingin memberitahukan berita terbaru tentang Agnes. Saya bertemu Agnes tiga tahun lalu di Rift Valley. Ketika dia masih muda, dia dipaksa untuk melakukan sunat. Penyunatan klitorisnya jelas telah mempengaruhi dan menghancurkan hidupnya. Dia memutuskan untuk tidak mengambil silet atau pecahan kaca, tetapi mendedikasikan hidupnya untuk menghentikan hal itu pada perempuan lain. Selama delapan tahun dia berjuang di Rift Valley. Dia membawa kotak menakjubkan ini yang di dalamnya berisi batang tubuh perempuan, setengah bagian batang tubuh, dan dia akan mengajarkan orang-orang di mana pun dia pergi, seperti apa vagina yang sehat dan seperti apa vagina yang telah disunat. Di tahun-tahun yang dia jalani, dia mendidik orang tua, para ibu dan ayah, dia menyelamatkan 1.500 gadis dari penyunatan.
When V-Day met her, we asked her how we could support her and she said, "Well, if you got me a Jeep, I could get around a lot faster." So, we bought her a Jeep. In the year she had the Jeep, she saved 4,500 girls from being cut. So, we said, what else could we do? She said, "If you help me get money, I could open a house." Three years ago, Agnes opened a safe house in Africa to stop mutilation. When she began her mission eight years ago, she was reviled, she was detested, she was completely slandered in her community. I am proud to tell you that six months ago, she was elected the deputy mayor of Narok.
Saat Hari-V menemuinya, kami bertanya bagaimana kami bisa mendukungnya dan dia mengatakan, "Kalau kalian bisa memberikan saya mobil Jeep, saya bisa bergerak lebih cepat." Jadi kami membelikan dia sebuah mobil Jeep. Di tahun dia mendapatkan Jeep, dia menyelamatkan 4.500 gadis dari penyunatan. Jadi kami berkata, apa lagi yang bisa kami lakukan? Dia berkata, "Jika kalian membantu mendapatkan uang, saya bisa membuka sebuah rumah." Tiga tahun lalu, Agnes membuka tempat penampungan di Afrika untuk menghentikan penyunatan perempuan. Ketika dia memulai misinya delapan tahun lalu, dia dicerca, dia dibenci, dia difitnah dalam masyarakatnya. Saya bangga untuk memberi tahu bahwa enam bulan lalu, dia terpilih menjadi wakil walikota Narok.
(Applause)
(Tepuk tangan)
I think what I'm trying to say here is that if your end goal is security, and if that's all you're focusing on, what ends up happening is that you create not only more insecurity in other people, but you make yourself far more insecure. Real security is contemplating death, not pretending it doesn't exist. Not running from loss, but entering grief, surrendering to sorrow. Real security is not knowing something, when you don't know it. Real security is hungering for connection rather than power. It cannot be bought or arranged or made with bombs. It is deeper, it is a process, it is acute awareness that we are all utterly inter-bended, and one action by one being in one tiny town has consequences everywhere. Real security is not only being able to tolerate mystery, complexity, ambiguity, but hungering for them and only trusting a situation when they are present.
Saya pikir apa yang saya coba katakan di sini, adalah apabila tujuan akhir Anda adalah keamanan, dan apabila hanya itu fokus Anda, apa yang akhirnya terjadi, adalah Anda bukan hanya membuat orang lain semakin tidak aman, tetapi Anda membuat diri Anda semakin jauh tidak aman. Keamanan yang nyata adalah merenungi kematian, bukan berpura-pura itu tidak ada. Tidak lari dari kehilangan, tetapi memasuki dan menyerah kepada kesedihan. Keamanan yang nyata adalah tidak mengetahui sesuatu ketika Anda tidak tahu. Keamanan yang nyata adalah mendambakan hubungan bukan kekuasaan. Itu tidak dapat dibeli atau diatur atau dibuat dengan bom. itu lebih dalam, itu adalah sebuah proses, itu adalah kesadaran akut bahwa kita semua sama sekali saling tunduk, dan satu tindakan oleh seseorang di satu kota kecil, memiliki konsekuensi di mana-mana. Keamanan yang sebenarnya tidak hanya mampu untuk sabar menghadapi misteri, kompleksitas, ambiguitas, dan mendambakannya dan hanya mempercayai situasi saat situasi itu ada.
Something happened when I began traveling in V-Day, eight years ago. I got lost. I remember being on a plane going from Kenya to South Africa, and I had no idea where I was. I didn't know where I was going, where I'd come from, and I panicked. I had a total anxiety attack. And then I suddenly realized that it absolutely didn't matter where I was going, or where I had come from because we are all essentially permanently displaced people. All of us are refugees. We come from somewhere and we are hopefully traveling all the time, moving towards a new place. Freedom means I may not be identified as any one group, but that I can visit and find myself in every group. It does not mean that I don't have values or beliefs, but it does mean I am not hardened around them. I do not use them as weapons. In the shared future, it will be just that, shared. The end goal will [be] becoming vulnerable, realizing the place of our connection to one another, rather than becoming secure, in control and alone. Thank you very much.
Sesuatu terjadi ketika saya mulai bepergian di Hari-V delapan tahun lalu. Saya tersesat. Saya ingat ada di pesawat dari Kenya ke Afrika Selatan, dan saya tidak tahu di mana saya berada. Saya tidak tahu saya akan menuju ke mana, berangkat dari mana, dan saya panik, saya terkena serangan panik total. Lalu tiba-tiba saya menyadari bahwa itu sama sekali tidak penting saya akan menuju ke mana atau dari mana asal saya karena kita semua pada dasarnya adalah pengungsi permanen. Kita semua adalah pengungsi. Kita datang dari suatu tempat dan kita bepergian setiap saat, berpindah menuju ke tempat baru. Kebebasan berarti saya tidak bisa diidentifikasikan sebagai salah satu kelompok, tetapi saya dapat mengunjungi dan menemukan diri saya di setiap kelompok. Ini tidak berarti bahwa saya tidak memiliki nilai atau keyakinan, tetapi ini berarti saya tidak menjadi kaku di sekitar mereka. Saya tidak menggunakan mereka sebagai senjata. Di masa depan, hanya akan ada hal itu, kebersamaan. Tujuan akhirnya akan menjadi rapuh, menyadari posisi dari hubungan kita satu sama lain, daripada menjadi aman, terkendali, dan sendirian. Terima kasih banyak.
(Applause)
(Tepuk tangan)
Chris Anderson: And how are you doing? Are you exhausted? On a typical day, do you wake up with hope or gloom? Eve Ensler: You know, I think Carl Jung once said that in order to survive the twentieth century, we have to live with two existing thoughts, opposite thoughts, at the same time. And I think part of what I'm learning in this process is that one must allow oneself to feel grief. And I think as long as I keep grieving, and weeping, and then moving on, I'm fine. When I start to pretend that what I'm seeing isn't impacting me, and isn't changing my heart, then I get in trouble. Because when you spend a lot of time going from place to place, country to country, and city to city, the degree to which women, for example, are violated, and the epidemic of it, and the kind of ordinariness of it, is so devastating to one's soul that you have to take the time, or I have to take the time now, to process that.
Dan bagaimana keadaan Anda? Apakah Anda merasa lelah? Pada hari-hari biasa, Anda bangun dengan harapan atau kesuraman? Anda tahu, saya rasa Carl Jung pernah berkata bahwa untuk bertahan hidup di abad ke-20, kita harus hidup dengan dua pemikiran yang bertolak belakang di waktu yang sama. Dan saya pikir bagian dari apa yang saya pelajari dalam proses ini, adalah bahwa seseorang harus membiarkan dirinya merasakan kesedihan. Dan saya pikir selama saya tetap berduka, dan menangis, lalu meneruskan kehidupan, saya baik-baik saja. Ketika saya mulai berpura-pura apa yang saya lihat tidak mempengaruhi saya, dan tidak mengubah perasaan saya, maka saya berada dalam masalah karena ketika Anda menghabiskan banyak waktu pergi dari satu tempat ke tempat lainnya, satu negara ke negara lainnya, dan satu kota ke kota lainnya, tingkat di mana perempuan, misalnya, dikasari, dan wabah dari itu, dan bagaimana orang-orang memaklumkannya, begitu menghancurkan jiwa seseorang, sehingga Anda harus meluangkan waktu, atau sekarang saya harus meluangkan waktu untuk memahaminya.
CA: There are a lot of causes out there in the world that have been talked about, you know, poverty, sickness and so on. You spent eight years on this one. Why this one? EE: I think that if you think about women, women are the primary resource of the planet. They give birth, we come from them, they are mothers, they are visionaries, they are the future. If you think that the U.N. now says that one out of three women on the planet will be raped or beaten in their lifetime, we're talking about the desecration of the primary resource of the planet, we're talking about the place where we come from, we're talking about parenting. Imagine that you've been raped and you're bringing up a boy child. How does it impact your ability to work, or envision a future, or thrive, as opposed to just survive? What I believe is if we could figure out how to make women safe and honor women, it would be parallel or equal to honoring life itself.
Ada banyak masalah di dunia yang telah dibicarakan, Kemiskinan, penyakit, dan sebagainya, Anda menghabiskan delapan tahun untuk yang satu ini. Mengapa yang satu ini? Saya kira jika Anda berpikir tentang perempuan, perempuan adalah sumber daya utama dari planet ini, mereka melahirkan, kita terlahir dari mereka, mereka adalah ibu, mereka adalah visioner, mereka adalah masa depan. Jika Anda berpikir bahwa PBB sekarang mengatakan bahwa satu dari tiga perempuan di planet ini mengalami perkosaan atau pemukulan dalam hidup mereka, kita sedang berbicara tentang penghinaan terhadap sumber daya utama dari planet ini, kita sedang berbicara tentang tempat di mana kita berasal, pengasuhan. Bayangkan saat Anda telah diperkosa dan membesarkan seorang anak laki-laki. Bagaimana itu mempengaruhi kemampuan Anda bekerja, atau harapan akan masa depan, untuk maju atau sekedar bertahan hidup? Apa yang saya percayai adalah, jika kita tahu bagaimana membuat perempuan merasa aman dan menghormatinya, itu akan sama dengan menghormati kehidupan itu sendiri.