Why do we cheat? And why do happy people cheat? And when we say "infidelity," what exactly do we mean? Is it a hookup, a love story, paid sex, a chat room, a massage with a happy ending? Why do we think that men cheat out of boredom and fear of intimacy, but women cheat out of loneliness and hunger for intimacy? And is an affair always the end of a relationship?
Mengapa kita berselingkuh? Dan mengapa mereka yang bahagia pun melakukannya? Saat kita menyebut "perselingkuhan," apa sebenarnya yang kita maksud? Apakah itu kencan, kisah cinta, seks berbayar, ruang obrolan, ataukah pijatan dengan akhir yang bahagia? Mengapa kita pikir pria berselingkuh karena bosan dan takut keintiman, sedangkan wanita berselingkuh karena kesepian dan haus keintiman? Dan apakah perselingkuhan selalu merupakan akhir dari sebuah hubungan?
For the past 10 years, I have traveled the globe and worked extensively with hundreds of couples who have been shattered by infidelity. There is one simple act of transgression that can rob a couple of their relationship, their happiness and their very identity: an affair. And yet, this extremely common act is so poorly understood. So this talk is for anyone who has ever loved.
Selama 10 tahun terakhir, saya berkeliling dunia dan menangani terapi ratusan pasangan yang hubungannya retak akibat peselingkuhan. Ada satu pelanggaran sederhana yang dapat merusak hubungan suatu pasangan, kebahagiaan dan identitas mereka: perselingkuhan. Namun, tindakan yang sangat umum ini sering disalahpahami, Maka, ceramah kali ini diperuntukkan bagi siapa pun yang pernah mencintai.
Adultery has existed since marriage was invented, and so, too, the taboo against it. In fact, infidelity has a tenacity that marriage can only envy, so much so, that this is the only commandment that is repeated twice in the Bible: once for doing it, and once just for thinking about it. (Laughter) So how do we reconcile what is universally forbidden, yet universally practiced?
Perselingkuhan sudah ada sejak pernikahan diciptakan, begitu juga tabu yang menentangnya. Bahkan, ada kegigihan pada perselingkuhan, lebih daripada pernikahan, sampai hanya larangan ini yang diulang dua kali dalam 10 Perintah di Alkitab: satu larangan untuk melakukannya, dan satu lagi untuk sekadar memikirkannya. (Tawa) Jadi bagaimana kita menerima apa yang dilarang secara umum, namun juga umum dilakukan?
Now, throughout history, men practically had a license to cheat with little consequence, and supported by a host of biological and evolutionary theories that justified their need to roam, so the double standard is as old as adultery itself. But who knows what's really going on under the sheets there, right? Because when it comes to sex, the pressure for men is to boast and to exaggerate, but the pressure for women is to hide, minimize and deny, which isn't surprising when you consider that there are still nine countries where women can be killed for straying.
Nah, sepanjang sejarah, pria biasanya lebih lazim untuk berselingkuh dengan konsekuensi yang ringan, dan didukung oleh berbagai teori biologis dan evolusioner yang menjadikan pembenaran kebutuhan mereka untuk 'menjelajah', karenanya standar ganda ini sama tuanya dengan perselingkuhan itu sendiri. Tapi siapa yang tahu apa yang sesungguhnya terjadi, ya kan? Karena jika kita berbicara tentang seks, tututan bagi pria adalah menyombong dan melebih-lebihkan, sementara tuntutan bagi wanita adalah menyembunyikan, menutupi, dan mengingkari. yang tidak mengherankan karena ketika Anda melihat masih ada sembilan negara di mana wanita dapat dibunuh karena berselingkuh.
Now, monogamy used to be one person for life. Today, monogamy is one person at a time. (Laughter) (Applause)
Nah, monogami dulunya berarti satu orang dalam seumur hidup. Sekarang ini, monogami artinya satu orang satu kali bersenggama. (Tawa) (Tepuk tangan)
I mean, many of you probably have said, "I am monogamous in all my relationships." (Laughter)
Maksud saya, banyak yang mungkin berkata, "Saya monogami di semua hubungan saya," (Tawa)
We used to marry, and had sex for the first time. But now we marry, and we stop having sex with others. The fact is that monogamy had nothing to do with love. Men relied on women's fidelity in order to know whose children these are, and who gets the cows when I die.
Dulu kita menikah, dan bersenggama untuk pertama kalinya. Namun sekarang kita menikah, dan berhenti bersenggama dengan yang lain. Padahal monogami tidak ada hubungannya dengan cinta. Pria mengandalkan kesetiaan wanita agar mereka tahu siapa ayah anak-anak mereka dan siapa yang mendapat sapi (warisan) ketika saya mati.
Now, everyone wants to know what percentage of people cheat. I've been asked that question since I arrived at this conference. (Laughter) It applies to you. But the definition of infidelity keeps on expanding: sexting, watching porn, staying secretly active on dating apps. So because there is no universally agreed-upon definition of what even constitutes an infidelity, estimates vary widely, from 26 percent to 75 percent. But on top of it, we are walking contradictions. So 95 percent of us will say that it is terribly wrong for our partner to lie about having an affair, but just about the same amount of us will say that that's exactly what we would do if we were having one. (Laughter)
Nah, semua orang ingin tahu persentase dari kasus perselingkuhan. Orang terus bertanya sejak saya tiba di konferensi ini. (Tawa) Ini berlaku untuk Anda. Namun definisi "perselingkuhan" terus meluas: mengirim konten seksual, menonton porno, diam-diam aktif di aplikasi perjodohan. Jadi, karena tidak ada definisi yang diakui secara umum mengenai peristiwa seperti apa yang merupakan perselingkuhan, kisarannya sangat bervariasi, dari 26% sampai 75%. Namun intinya, kita hidup dalam kontradiksi. Jadi 95% dari kita akan berkata bahwa amatlah salah jika pasangan kita berbohong mengenai perselingkuhan namun jumlah yang sama pun akan berkata bahwa itulah yang akan kita lakukan jika kita berselingkuh. (Tawa)
Now, I like this definition of an affair -- it brings together the three key elements: a secretive relationship, which is the core structure of an affair; an emotional connection to one degree or another; and a sexual alchemy. And alchemy is the key word here, because the erotic frisson is such that the kiss that you only imagine giving, can be as powerful and as enchanting as hours of actual lovemaking. As Marcel Proust said, it's our imagination that is responsible for love, not the other person.
Nah, saya menyukai definisi "perselingkuhan" berikut -- yang membawa tiga elemen penting di dalamnya: suatu hubungan rahasia, yang merupakan inti utama dari perselingkuhan; suatu hubungan emosional sampai ke tahap tertentu; dan koneksi seksual. Dan koneksi merupakan kata kuncinya, karena gairah erotis dapat membuat sebuah kecupan yang hanyalah sekadar imajinasi menjadi sama kuat dan menggairahkannya dengan bersenggama selama berjam-jam. Seperti kata Marcel Proust, imajinasilah yang berperan dalam cinta, bukan pasangan kita.
So it's never been easier to cheat, and it's never been more difficult to keep a secret. And never has infidelity exacted such a psychological toll. When marriage was an economic enterprise, infidelity threatened our economic security. But now that marriage is a romantic arrangement, infidelity threatens our emotional security. Ironically, we used to turn to adultery -- that was the space where we sought pure love. But now that we seek love in marriage, adultery destroys it.
Jadi, berselingkuh itu mudah, dan menjaga rahasia itu lebih sulit. Dan perselingkuhan benar-benar berpengaruh secara psikologis. Apabila pernikahan adalah sebuah perusahaan ekonomi, perselingkuhan mengancam keamanan ekonomi. Namun karena pernikahan adalah perjodohan romantis, perselingkuhan mengancam keamanan emosional kita, Ironisnya, kita sering berpaling kepada perselingkuhan -- saat kita mencoba mencari cinta sejati. Namun saat kita mencarinya di dalam pernikahan, perselingkuhan menghancurkannya.
Now, there are three ways that I think infidelity hurts differently today. We have a romantic ideal in which we turn to one person to fulfill an endless list of needs: to be my greatest lover, my best friend, the best parent, my trusted confidant, my emotional companion, my intellectual equal. And I am it: I'm chosen, I'm unique, I'm indispensable, I'm irreplaceable, I'm the one. And infidelity tells me I'm not. It is the ultimate betrayal. Infidelity shatters the grand ambition of love. But if throughout history, infidelity has always been painful, today it is often traumatic, because it threatens our sense of self.
Ada tiga cara berbeda bagaimana perselingkuhan menyakiti kita saat ini. Kita mencari idealisme romantis di mana kita berpaling pada satu orang demi memenuhi kebutuhan tiada akhir: menjadi kekasih terhebat, sahabat, orang tua terbaik, orang kepercayaan, pendamping emosional, teman yang setara secara intelektual. Dan sayalah orangnya: Saya terpilih, saya unik, saya diperlukan, saya tak tergantikan, sayalah orang yang tepat. Dan perselingkuhan mengatakan sebaliknya. Perselingkuhan adalah pengkhianatan mutlak. Perselingkuhan menghancurkan ambisi cinta yang mulia. Namun apabila perselingkuhan dulu selalu menyakitkan, kini perselingkuhan seringnya traumatis, karena ia mengancam jati diri kita.
So my patient Fernando, he's plagued. He goes on: "I thought I knew my life. I thought I knew who you were, who we were as a couple, who I was. Now, I question everything." Infidelity -- a violation of trust, a crisis of identity. "Can I ever trust you again?" he asks. "Can I ever trust anyone again?"
Pasien saya, Fernando, bimbang. Dia terus berbicara: "Kukira aku mengenal diriku. Kukira aku mengenal dirimu, diri kita sebagai pasangan, siapa diriku dulu. Sekarang aku mempertanyakan semua itu." Perselingkuhan -- pelanggaran kepercayaan, krisis identitas. "Bisakah aku mempercayaimu kembali?" dia bertanya. "Bisakah aku percaya siapapun lagi?"
And this is also what my patient Heather is telling me, when she's talking to me about her story with Nick. Married, two kids. Nick just left on a business trip, and Heather is playing on his iPad with the boys, when she sees a message appear on the screen: "Can't wait to see you." Strange, she thinks, we just saw each other. And then another message: "Can't wait to hold you in my arms." And Heather realizes these are not for her. She also tells me that her father had affairs, but her mother, she found one little receipt in the pocket, and a little bit of lipstick on the collar. Heather, she goes digging, and she finds hundreds of messages, and photos exchanged and desires expressed. The vivid details of Nick's two-year affair unfold in front of her in real time, And it made me think: Affairs in the digital age are death by a thousand cuts.
Dan ini juga yang dikatakan pasien saya, Heather, ketika ia menceritakan kisahnya dengan Nick. Mereka menikah dengan dua anak. Nick baru saja pergi berdinas, dan Heather sedang memainkan iPadnya dengan putra mereka, saat ia melihat sebuah pesan muncul di layar: "Tak sabar untuk bertemu denganmu." Aneh, pikirnya. Kami baru saja bertemu. Kemudian pesan lain muncul: "Tak sabar untuk memelukmu." Dan Heather sadar ini bukan ditujukan untuknya. Ia juga bercerita bahwa ayahnya pun berselingkuh. Namun Ibunya menemukan sebuah nota di dalam kantong, dan bekas lipstik di kerah baju. Sedangkan Heather terus menyelidiki, dan menemukan ratusan pesan, foto yang terkirim serta hasrat yang terungkapkan. Detail jelas dua tahun perselingkuhan Nick tersingkap di hadapannya saat itu juga, dan itu membuat saya berpikir: Perselingkuhan di era teknologi artinya mati tercabik-cabik.
But then we have another paradox that we're dealing with these days. Because of this romantic ideal, we are relying on our partner's fidelity with a unique fervor. But we also have never been more inclined to stray, and not because we have new desires today, but because we live in an era where we feel that we are entitled to pursue our desires, because this is the culture where I deserve to be happy. And if we used to divorce because we were unhappy, today we divorce because we could be happier. And if divorce carried all the shame, today, choosing to stay when you can leave is the new shame. So Heather, she can't talk to her friends because she's afraid that they will judge her for still loving Nick, and everywhere she turns, she gets the same advice: Leave him. Throw the dog on the curb. And if the situation were reversed, Nick would be in the same situation. Staying is the new shame.
Namun ada juga paradoks yang kita hadapi akhir-akhir ini. Karena idealisme romantis ini, kita bergantung pada kesetiaan pasangan dengan pemahaman unik. Namun kita sendiri cenderung berselingkuh, bukan karena kita memiliki hasrat baru, namun karena kita hidup pada jaman di mana kita merasa berhak untuk mengejar hasrat dan keinginan kita, karena inilah budaya di saat kita berhak untuk hidup bahagia. Dan apabila kita dulu bercerai karena kita tidak bahagia, sekarang kita bercerai agar kita dapat hidup lebih bahagia. Dan apabila dulu perceraian membawa malu, sekarang justru memilih bertahan ketika kita dapat bercerai adalah rasa hina yang baru. Heather tidak dapat bercerita kepada teman-temannya karena ia takut mereka akan menghakiminya karena masih mencintai Nick, dan kemanapun ia berpaling, ia mendapatkan saran serupa: Tinggalkan dia. Kucilkan dia. Dan apabila keadaannya dibalik, Nick akan berada di situasi yang sama. Bertahan adalah rasa hina yang baru.
So if we can divorce, why do we still have affairs? Now, the typical assumption is that if someone cheats, either there's something wrong in your relationship or wrong with you. But millions of people can't all be pathological. The logic goes like this: If you have everything you need at home, then there is no need to go looking elsewhere, assuming that there is such a thing as a perfect marriage that will inoculate us against wanderlust. But what if passion has a finite shelf life? What if there are things that even a good relationship can never provide? If even happy people cheat, what is it about?
Jadi jika kita bisa bercerai, mengapa kita masih berselingkuh? Nah, asumsi umum jika seseorang berselingkuh apakah ada yang salah dalam hubungan Anda ataukah dengan Anda sendiri. Namun tidak mungkin jutaan orang semuanya patologis. Logikanya seperti ini: Jika semua kebutuhan Anda terpenuhi di rumah, maka tak perlu mencarinya ke tempat lain, anggap memang ada yang namanya pernikahan sempurna yang akan membuat kita kebal terhadap nafsu berkelana. Namun bagaimana jika hasrat memiliki masa kadaluarsa? Bagaimana jika ada hal-hal yang bahkan hubungan yang baik tak dapat memberikannya? Jika mereka yang bahagia pun berselingkuh, apa masalah sebenarnya?
The vast majority of people that I actually work with are not at all chronic philanderers. They are often people who are deeply monogamous in their beliefs, and at least for their partner. But they find themselves in a conflict between their values and their behavior. They often are people who have actually been faithful for decades, but one day they cross a line that they never thought they would cross, and at the risk of losing everything. But for a glimmer of what? Affairs are an act of betrayal, and they are also an expression of longing and loss. At the heart of an affair, you will often find a longing and a yearning for an emotional connection, for novelty, for freedom, for autonomy, for sexual intensity, a wish to recapture lost parts of ourselves or an attempt to bring back vitality in the face of loss and tragedy.
Mayoritas orang yang saya tangani tidak semuanya tukang rayu akut. Seringkali mereka adalah orang yang punya prinsip monogami yang cukup dalam dan setidaknya terhadap pasangan. Namun kini mereka terlibat konflik antara nilai-nilai yang mereka anut dengan perilaku mereka. Seringkali mereka adalah orang yang sungguh setia selama puluhan tahun, namun suatu hari mereka melanggar batasan yang mereka tak mengira akan mereka langgar, dan dengan resiko kehilangan segalanya. Namun untuk apa? Perselingkuhan adalah suatu tindakan pengkhianatan, dan juga ekspresi rasa rindu dan kehilangan. Sering kali, inti dari sebuah perselingkuhan adalah kerinduan dan keinginan akan hubungan emosional, sesuatu yang baru, kebebasan, otonomi, intensitas seksual, keinginan untuk menemukan kembali diri kita yang hilang, atau usaha mengembalikan vitalitas di ambang kehilangan dan tragedi.
I'm thinking about another patient of mine, Priya, who is blissfully married, loves her husband, and would never want to hurt the man. But she also tells me that she's always done what was expected of her: good girl, good wife, good mother, taking care of her immigrant parents. Priya, she fell for the arborist who removed the tree from her yard after Hurricane Sandy. And with his truck and his tattoos, he's quite the opposite of her. But at 47, Priya's affair is about the adolescence that she never had. And her story highlights for me that when we seek the gaze of another, it isn't always our partner that we are turning away from, but the person that we have ourselves become. And it isn't so much that we're looking for another person, as much as we are looking for another self.
Saya teringat pasien saya yang lain, Priya, yang pernikahannya penuh kebahagiaan. Ia mencintai suaminya, dan tak pernah ingin menyakitinya. Namun ia juga bercerita bahwa ia selalu memenuhi apa yang diharapkan darinya: menjadi gadis baik-baik, istri dan ibu yang baik, mengurus orangtuanya yang imigran. Priya jatuh cinta dengan tukang pohon yang mencabut pohon dari halamannya setelah Badai Sandy. Dan dengan truk dan tatonya, ia sungguh berlawanan dengan Priya. Namun di usia ke-47, perselingkuhan Priya adalah masa remaja yang tak ia alami. Dan bagi saya kisah Priya menunjukkan ketika kita mencari perhatian orang lain, belum tentu pasangan kita yang sedang kita tinggalkan, melainkan pribadi kita yang telah berubah. Dan kita bukanlah mencari orang lain, tapi justru mencari diri kita sendiri.
Now, all over the world, there is one word that people who have affairs always tell me. They feel alive. And they often will tell me stories of recent losses -- of a parent who died, and a friend that went too soon, and bad news at the doctor. Death and mortality often live in the shadow of an affair, because they raise these questions. Is this it? Is there more? Am I going on for another 25 years like this? Will I ever feel that thing again? And it has led me to think that perhaps these questions are the ones that propel people to cross the line, and that some affairs are an attempt to beat back deadness, in an antidote to death.
Nah, di seluruh dunia, ada satu kata yang selalu diucapkan oleh para pasien saya. Mereka merasa hidup. Dan mereka sering menceritakan kehilangan yang baru terjadi -- orangtua yang baru saja meninggal, teman yang pergi sebelum waktunya, dan kabar buruk dari dokter. Kematian dan ketidakabadian sering melatarbelakangi perselingkuhan, karena pertanyaan berikut ini muncul: Apakah hanya ini saja? Apakah ada lagi? Apakah saya akan terus hidup seperti ini 25 tahun ke depan? Apakah saya masih dapat merasakannya lagi? Dan ini membuat saya berpikir bahwa mungkin pertanyaan ini yang membuat orang melanggar batasan tersebut, dan beberapa perselingkuhan merupakan usaha untuk mengalahkan kematian, suatu obat penawar kematian.
And contrary to what you may think, affairs are way less about sex, and a lot more about desire: desire for attention, desire to feel special, desire to feel important. And the very structure of an affair, the fact that you can never have your lover, keeps you wanting. That in itself is a desire machine, because the incompleteness, the ambiguity, keeps you wanting that which you can't have.
Dan mungkin tidak seperti yang Anda pikirkan, inti dari perselingkuhan seringkali bukan seks, tapi lebih kepada keinginan: keinginan untuk diperhatikan, keinginan untuk merasa istimewa, keinginan untuk merasa berarti. Dan pola dari perselingkuhan, kenyataan Anda takkan pernah memiliki kekasih Anda, membuat Anda terus menginginkannya. Ini merupakan mesin keinginan, karena kekosongan dan kerancuannya, membuat Anda terus mengharapkan yang tak dapat Anda miliki.
Now some of you probably think that affairs don't happen in open relationships, but they do. First of all, the conversation about monogamy is not the same as the conversation about infidelity. But the fact is that it seems that even when we have the freedom to have other sexual partners, we still seem to be lured by the power of the forbidden, that if we do that which we are not supposed to do, then we feel like we are really doing what we want to. And I've also told quite a few of my patients that if they could bring into their relationships one tenth of the boldness, the imagination and the verve that they put into their affairs, they probably would never need to see me. (Laughter)
Nah, beberapa mungkin berpikir bahwa perselingkuhan tidak pernah terjadi pada hubungan terbuka, namun ini salah. Pertama, perbincangan mengenai monogami tidaklah sama dengan perbincangan mengenai perselingkuhan. Tapi kenyataannya, bahkan ketika kita mempunyai kebebasan untuk memiliki pasangan seks lain, kita masih saja tertarik oleh godaan larangan ini, bahwa jika kita melakukan apa yang seharusnya tidak boleh, maka kita akan merasa benar-benar melakukan yang kita inginkan. Dan saya juga memberitahu beberapa pasien saya bahwa jika mereka dapat membawa ke dalam hubungan mereka sepersepuluh keberanian, imajinasi dan antusiasme seperti saat mereka berselingkuh, mungkin mereka takkan pernah butuh untuk menemui saya. (Tawa)
So how do we heal from an affair? Desire runs deep. Betrayal runs deep. But it can be healed. And some affairs are death knells for relationships that were already dying on the vine. But others will jolt us into new possibilities. The fact is, the majority of couples who have experienced affairs stay together. But some of them will merely survive, and others will actually be able to turn a crisis into an opportunity. They'll be able to turn this into a generative experience. And I'm actually thinking even more so for the deceived partner, who will often say, "You think I didn't want more? But I'm not the one who did it." But now that the affair is exposed, they, too, get to claim more, and they no longer have to uphold the status quo that may not have been working for them that well, either.
Jadi bagaimana kita pulih dari suatu perselingkuhan? Hasrat sangatlah dalam. Pengkhianatan sangatlah dalam. Namun ini dapat dipulihkan. Dan beberapa perselingkuhan merupakan tanda kematian dari hubungan yang pada pokoknya sudah mati. Namun sisanya akan mengejutkan kita dengan kemungkinan baru. Faktanya, mayoritas pasangan yang telah mengalami perselingkuhan terus bersama. Namun beberapa hanya akan terus bertahan, sementara yang lain akan dapat mengubah krisis menjadi kesempatan. Mereka akan mampu mengubah hal ini menjadi pengalaman berharga. Dan saya justru terpikir akan pasangan yang dikhianati, yang seringkali bertanya, "Kau pikir aku tidak mau lebih? Tapi bukan aku yang berselingkuh." Sekarang saat perselingkuhan tersebut tersingkap, mereka juga dapat menuntut lebih, dan mereka tidak perlu lagi mempertahankan status quo yang mungkin mereka juga tidak melakukannya dengan baik.
I've noticed that a lot of couples, in the immediate aftermath of an affair, because of this new disorder that may actually lead to a new order, will have depths of conversations with honesty and openness that they haven't had in decades. And, partners who were sexually indifferent find themselves suddenly so lustfully voracious, they don't know where it's coming from. Something about the fear of loss will rekindle desire, and make way for an entirely new kind of truth.
Saya perhatikan ada banyak pasangan, segera setelah melewati masa perselingkuhan, karena kekacauan yang baru saja terjadi sebenarnya menciptakan pola baru, akan mengalami pembicaraan yang dalam dipenuhi dengan kejujuran dan keterbukaan yang telah hilang selama puluhan tahun. Dan pasangan yang acuh secara seksual tiba-tiba mendapatkan gairah luar biasa yang entah berasal dari mana. Ketakutan akan kehilangan juga akan membangkitkan kembali gairah, dan membuka kesempatan untuk kebenaran yang baru.
So when an affair is exposed, what are some of the specific things that couples can do? We know from trauma that healing begins when the perpetrator acknowledges their wrongdoing. So for the partner who had the affair, for Nick, one thing is to end the affair, but the other is the essential, important act of expressing guilt and remorse for hurting his wife. But the truth is that I have noticed that quite a lot of people who have affairs may feel terribly guilty for hurting their partner, but they don't feel guilty for the experience of the affair itself. And that distinction is important. And Nick, he needs to hold vigil for the relationship. He needs to become, for a while, the protector of the boundaries. It's his responsibility to bring it up, because if he thinks about it, he can relieve Heather from the obsession, and from having to make sure that the affair isn't forgotten, and that in itself begins to restore trust.
Jadi ketika perselingkuhan tersingkap, apa yang dapat dilakukan oleh para pasangan secara spesifik? Kita tahu dari trauma bahwa pemulihan dimulai ketika pelaku mengakui kesalahannya. Maka bagi para pelaku perselingkuhan, bagi Nick, hal pertama adalah menghentikan perselingkuhannya, namun yang terpenting dan mendasar adalah mengekspresikan rasa bersalah dan penyesalannya karena telah menyakiti istrinya. Namun sebenarnya saya telah memperhatikan cukup banyak pasangan yang terlibat perselingkuhan mungkin merasa amat bersalah karena telah melukai pasangannya, namun mereka tidak menyesali perselingkuhan itu sendiri. Dan perbedaan ini penting. Dan Nick perlu menjaga hubungan mereka. Untuk sementara, ia harus menjadi pelindung batasan. Merupakan kewajiban Nick untuk menyinggung ini, karena apabila ia memikirkannya, ia dapat membebaskan Heather dari obsesinya, dan memastikan bahwa perselingkuhannya tak terlupakan, dan secara otomatis akan mengembalikan kepercayaan.
But for Heather, or deceived partners, it is essential to do things that bring back a sense of self-worth, to surround oneself with love and with friends and activities that give back joy and meaning and identity. But even more important, is to curb the curiosity to mine for the sordid details -- Where were you? Where did you do it? How often? Is she better than me in bed? -- questions that only inflict more pain, and keep you awake at night. And instead, switch to what I call the investigative questions, the ones that mine the meaning and the motives -- What did this affair mean for you? What were you able to express or experience there that you could no longer do with me? What was it like for you when you came home? What is it about us that you value? Are you pleased this is over?
Namun bagi Heather, atau pasangan yang diduakan, mereka perlu melakukan sesuatu yang akan mengembalikan harga diri mereka, meliputi diri mereka dengan cinta, sahabat, dan kegiatan yang mengembalikan sukacita, arti, dan identitas mereka. Namun yang lebih penting, adalah menahan keingintahuan untuk menggali detail yang tidak senonoh-- Kau pernah ke mana saja? Di mana kau melakukannya? Seberapa sering? Apakah dia lebih baik dariku di ranjang? -- pertanyaan yang justru akan lebih menyakitkan dan membuat Anda tidak tidur. Justru bertanyalah mengenai pertanyaan yang menyelidik, yang menggali maksud dan motifnya -- Apa arti perselingkuhan ini bagimu? Pengalaman dan ekspresi apa yang kau dapatkan yang tak lagi kau rasakan denganku? Apa yang kau rasakan saat kau pulang ke rumah? Apa yang berarti bagimu dari hubungan kita? Apa kau lega semua ini berakhir?
Every affair will redefine a relationship, and every couple will determine what the legacy of the affair will be. But affairs are here to stay, and they're not going away. And the dilemmas of love and desire, they don't yield just simple answers of black and white and good and bad, and victim and perpetrator. Betrayal in a relationship comes in many forms. There are many ways that we betray our partner: with contempt, with neglect, with indifference, with violence. Sexual betrayal is only one way to hurt a partner. In other words, the victim of an affair is not always the victim of the marriage.
Setiap perselingkuhan akan menciptakan definisi baru dari sebuah hubungan, dan setiap pasangan akan memutuskan pelajaran apa yang akan didapat dari perselingkuhan ini. Namun perselingkuhan tetap ada, dan tidak akan pergi begitu saja. Dan dilema akan cinta dan hasrat tidak akan memberikan jawaban sesederhana hitam atau putih dan baik atau buruk, dan korban dan pelaku. Pengkhianatan di dalam hubungan ada dalam berbagai bentuk. Ada banyak cara mengkhianati pasangan Anda: menghina, menelantarkan, mengacuhkan, melakukan kekerasan. Pengkhianatan seksual hanyalah salah satu cara untuk melukai pasangan.. Dengan kata lain, korban perselingkuhan bukan selalu korban pernikahan.
Now, you've listened to me, and I know what you're thinking: She has a French accent, she must be pro-affair. (Laughter) So, you're wrong. I am not French. (Laughter) (Applause) And I'm not pro-affair. But because I think that good can come out of an affair, I have often been asked this very strange question: Would I ever recommend it? Now, I would no more recommend you have an affair than I would recommend you have cancer, and yet we know that people who have been ill often talk about how their illness has yielded them a new perspective. The main question that I've been asked since I arrived at this conference when I said I would talk about infidelity is, for or against? I said, "Yes." (Laughter)
Nah, Anda telah mendengarkan saya, dan saya tahu apa yang Anda pikirkan: Ia berbicara dengan aksen Perancis, pasti ia pro-perselingkuhan, (Tawa) Nah, Anda salah. Saya bukan orang Perancis. (Tawa) (Tepuk tangan) Dan saya tidak pro-perselingkuhan. Tapi karena saya berpikir ada kebaikan yang dapat dipetik dari perselingkuhan, saya sering ditanya pertanyaan aneh ini: Apakah saya akan menyarankan perselingkuhan? Nah, saya takkan pernah menyarankan Anda berselingkuh sama seperti saya tidak akan merekomendasikan kanker, namun kita tahu bahwa penderita sakit seringkali bercerita akan bagaimana penyakit mereka membawa perspektif baru. Pertanyaan utama yang sering saya hadapi sejak tiba di konferensi ini ketika saya bilang saya akan berceramah mengenai perselingkuhan, pro atau kontra? Saya jawab, "Ya." (Tawa)
I look at affairs from a dual perspective: hurt and betrayal on one side, growth and self-discovery on the other -- what it did to you, and what it meant for me. And so when a couple comes to me in the aftermath of an affair that has been revealed, I will often tell them this: Today in the West, most of us are going to have two or three relationships or marriages, and some of us are going to do it with the same person. Your first marriage is over. Would you like to create a second one together?
Saya memandang perselingkuhan dari dua sisi: luka dan pengkhianatan di satu sisi, perkembangan dan pencarian jati diri di sisi lain -- efeknya bagi Anda, dan maknanya bagi saya. Jadi ketika pasangan menemui saya setelah melewati perselingkuhan yang telah tersingkap, seringkali saya akan berkata: Saat ini di Barat, banyak dari kita yang akan melalui dua atau tiga hubungan atau pernikahan, dan beberapa dari kita akan melakukannya dengan orang yang sama. Pernikahan pertama Anda berakhir. Apakah Anda ingin memulai yang kedua bersama-sama?
Thank you.
Terima kasih.
(Applause)
(Tepuk tangan)