I wanted to be a rock star. I dreamed of it, and that's all I dreamed of. To be more accurate, I wanted to be a pop star. This was in the late '80s. And mostly I wanted to be the fifth member of Depeche Mode or Duran Duran. They wouldn't have me. I didn't read music, but I played synthesizers and drum machines. And I grew up in this little farming town in northern Nevada. And I was certain that's what my life would be.
Saya ingin menjadi seorang bintang rock. Saya memimpikannya, hanya itulah impian saya. Lebih tepatnya lagi, saya ingin menjadi bintang pop. Saat itu akhir tahun 80-an. Dan yang paling saya inginkan adalah menjadi anggota kelima dari Depeche Mode dan Duran Duran. Mereka tidak akan memiliki saya. Saya tidak membaca musik, namun bermain synthesizer dan drum. Dan saya tumbuh di desa agraris kecil ini yang terletak di Nevada utara. Dan saya yakin itulah jalan hidup saya.
And when I went to college at the University of Nevada, Las Vegas when I was 18, I was stunned to find that there was not a Pop Star 101, or even a degree program for that interest. And the choir conductor there knew that I sang and invited me to come and join the choir. And I said, "Yes, I would love to do that. It sounds great." And I left the room and said, "No way." The choir people in my high school were pretty geeky, and there was no way I was going to have anything to do with those people. And about a week later, a friend of mine came to me and said, "Listen, you've got to join choir. At the end of the semester, we're taking a trip to Mexico, all expenses paid. And the soprano section is just full of hot girls." And so I figured for Mexico and babes, I could do just about anything.
Lalu saya masuk perguruan tinggi di Universitas Nevada, Las Vegas saat saya berusia 18 tahun, saya terkejut saat mengetahui tidak ada mata kuliah bintang pop 101, atau program sarjana untuk hal itu. Dan konduktor paduan suara di sana tahu bahwa saya menyanyi dan mengajak saya bergabung dengan paduan suara. Dan saya mengatakan, "Baiklah. Kedengarannya hebat." Lalu saya meninggalkan ruangan dan berkata, "Aku tidak mau." Anggota paduan suara di SMA saya terkenal culun, dan tidak mungkin saya berurusan dengan orang-orang seperti itu. Dan sekitar seminggu kemudian, seorang teman saya datang dan berkata, "Dengar, kamu harus ikut paduan suara. Di akhir semester, kami akan ke Meksiko, semua biaya ditanggung. Dan bagian suara sopran dipenuhi gadis-gadis menarik." Lalu saya berpikir bahwa untuk Meksiko dan para gadis saya mau melakukan apa saja.
And I went to my first day in choir, and I sat down with the basses and sort of looked over my shoulder to see what they were doing. They opened their scores, the conductor gave the downbeat, and boom, they launched into the Kyrie from the "Requiem" by Mozart. In my entire life I had seen in black and white, and suddenly everything was in shocking Technicolor. The most transformative experience I've ever had -- in that single moment, hearing dissonance and harmony and people singing, people together, the shared vision. And I felt for the first time in my life that I was part of something bigger than myself. And there were a lot of cute girls in the soprano section, as it turns out.
Lalu saya datang pada hari pertama saya di paduan suara dan saya bergabung dengan suara bas dan seperti mengamati dengan seksama untuk melihat apa yang mereka lakukan. Mereka membuka lembaran musik, sang konduktor membuka lagunya, dan, bum, mereka mulai bernyanyi Kyrie dari "Requiem" karya Mozart. Selama hidup saya, saya hanya melihat hitam dan putih, dan tiba-tiba semuanya dipenuhi warna. Pengalaman paling transformatif yang pernah saya dapatkan -- pada saat itu, mendengarkan keributan dan harmoni orang-orang yang bernyanyi, semua bersama, dengan visi yang sama. Dan untuk pertama kalinya dalam hidup saya, saya merasa saya adalah bagian dari sesuatu yang lebih besar dari diri sendiri. Dan ternyata ada banyak gadis cantik di bagian sopran.
I decided to write a piece for choir a couple of years later as a gift to this conductor who had changed my life. I had learned to read music by then, or slowly learning to read music. And that piece was published, and then I wrote another piece, and that got published. And then I started conducting, and I ended up doing my master's degree at the Juilliard School. And I find myself now in the unlikely position of standing in front of all of you as a professional classical composer and conductor.
Saya memutuskan untuk menulis lagu untuk paduan suara beberapa tahun kemudian sebagai hadiah untuk sang konduktor yang telah mengubah hidup saya. Saya telah belajar untuk membaca musik pada saat itu, perlahan-lahan. Dan lagu itu diterbitkan lalu saya menulis lagu lainnya, dan diterbitkan kembali. Lalu saya belajar memimpin paduan suara dan akhirnya mengambil S2 di Sekolah Juilliard. Dan akhirnya saya mencapai posisi yang sulit dipercaya sekarang berdiri di depan Anda semua sebagai penggubah dan konduktor lagu klasik profesional.
Well a couple of years ago, a friend of mine emailed me a link, a YouTube link, and said, "You have got to see this." And it was this young woman who had posted a fan video to me, singing the soprano line to a piece of mine called "Sleep."
Beberapa tahun yang lalu, seorang teman mengirimkan email kepada saya sebuah tautan, ke YouTube dan berkata, "Kamu harus melihat ini." Wanita muda ini yang mengirimkan video penggemar untuk saya, dia menyanyikan bagian sopran dari lagu yang berjudul "Sleep."
(Video) Britlin Losee: Hi Mr. Eric Whitacre. My name is Britlin Losee, and this is a video that I'd like to make for you. Here's me singing "Sleep." I'm a little nervous, just to let you know. ♫ If there are noises ♫ ♫ in the night ♫
(Video) Britlin Losee: Hai Pak Eric Whitacre Nama saya Britlin Losee, dan ini adalah video yang saya persembahkan untuk Anda. Di sini saya menyanyikan "Sleep." Saya sedikit gugup, sebagai informasi. ♫ Jika ada suara bising ♫ ♫ di malam hari ♫
Eric Whitacre: I was thunderstruck. Britlin was so innocent and so sweet, and her voice was so pure. And I even loved seeing behind her; I could see the little teddy bear sitting on the piano behind her in her room. Such an intimate video.
Eric Whitacre: Saya seperti tersambar petir. Britlin benar-benar lugu dan manis, dan suaranya benar-benar murni. Bahkan saya suka melihat apa yang ada di belakangnya. Saya dapat melihat beruang teddy kecil duduk di piano di belakangnya. Benar-benar video yang menyentuh.
And I had this idea: if I could get 50 people to all do this same thing, sing their parts -- soprano, alto, tenor and bass -- wherever they were in the world, post their videos to YouTube, we could cut it all together and create a virtual choir. So I wrote on my blog, "OMG OMG." I actually wrote, "OMG," hopefully for the last time in public ever. (Laughter) And I sent out this call to singers. And I made free the download of the music to a piece that I had written in the year 2000 called "Lux Aurumque," which means "light and gold." And lo and behold, people started uploading their videos.
Dan saya mendapat ide ini: jika saya bisa mendapat 50 orang untuk melakukan hal yang sama, menyanyi bagian mereka -- sopran, alto, tenor, dan bas -- di manapun mereka berada, memasukkan video mereka ke YouTube, kami dapat menggabungkannya dan menciptakan paduan suara virtual. Jadi saya menulis di blog saya, "Ya Tuhan." Saya benar-benar menulis, "Ya Tuhan," semoga ini yang terakhir kalinya di depan umum. (Tawa) Dan saya mengirimkan tawaran ini kepada para penyanyi. Saya menggratiskan pengunduhan musik dari lagu yang saya tulis pada tahun 2000 berjudul "Lux Aurumque", yang berarti "cahaya dan emas." Dan saya melihat, orang-orang mulai mengunggah video mereka.
Now I should say, before that, what I did is I posted a conductor track of myself conducting. And it's in complete silence when I filmed it, because I was only hearing the music in my head, imagining the choir that would one day come to be. Afterwards, I played a piano track underneath so that the singers would have something to listen to. And then as the videos started to come in ...
Sebelum itu, saya harus mengatakan bahwa yang saya lakukan adalah mengirimkan video saya memimipin paduan suara. Saya memfilmkannya dalam kesunyian karena saya hanya mendengarkan musik itu di dalam kepala saya membayangkan paduan suara yang akan terbentuk kelak. Setelah itu, saya memainkan piano untuk lagu itu sehingga para penyanyi memiliki sesuatu untuk didengar. Kemudian video-video mulai berdatangan.
(Singing) This is Cheryl Ang from Singapore.
(Nyanyian) Dia adalah Cheryl Ang dari Singapura.
(Singing) This is Evangelina Etienne
(Nyanyian) Dia adalah Evangelina Etienne
(Singing) from Massachusetts.
(Nyanyian) dari Massachusetts.
(Singing) Stephen Hanson from Sweden.
(Nyanyian) Stephen Hanson dari Swedia.
(Singing) This is Jamal Walker from Dallas, Texas.
(Nyanyian) Dia adalah Jamal Walker dari Dallas, Texas.
(Singing)
(Nyanyian)
There was even a little soprano solo in the piece, and so I had auditions. And a number of sopranos uploaded their parts. I was told later, and also by lots of singers who were involved in this, that they sometimes recorded 50 or 60 different takes until they got just the right take -- they uploaded it. Here's our winner of the soprano solo. This is Melody Myers from Tennessee. (Singing) I love the little smile she does right over the top of the note -- like, "No problem, everything's fine."
Bahkan ada penyanyi solo sopran dalam lagu ini sehingga saya mengadakan audisi. Dan beberapa penyanyi sopran mengunggah video mereka. Kemudian saya diberi tahu dan juga oleh banyak penyanyi lain yang terlibat, mereka terkadang merekam ulang 50 atau 60 kali sampai mendapatkan hasil yang bagus -- mereka mengunggahnya. Inilah pemenang dari penyanyi solo sopran. Dia adalah Melanie Myers dari Tennessee. (Nyanyian) Saya menyukai senyuman kecilnya pada nada tinggi -- seperti, "Tidak ada masalah, semuanya baik-baik saja."
(Laughter)
(Tawa)
And from the crowd emerged this young man, Scott Haines. And he said, "Listen, this is the project I've been looking for my whole life. I'd like to be the person to edit this all together." I said, "Thank you, Scott. I'm so glad that you found me." And Scott aggregated all of the videos. He scrubbed the audio. He made sure that everything lined up. And then we posted this video to YouTube about a year and a half ago. This is "Lux Aurumque" sung by the Virtual Choir.
Dan dari kerumunan itu muncul pemuda ini, Scott Haines. Dan dia mengatakan, "Ini adalah proyek yang telah saya cari seumur hidup saya. Saya ingin menjadi orang yang mengedit semuanya." Saya berkata, "Terima kasih, Scott. Saya sangat senang Anda menemukan saya." Dan Scott mengumpulkan semua video itu. Dia memoles audionya. Dia meyakinkan bahwa semuanya teratur. Lalu kami mengirim video ini ke YouTube sekitar satu setengah tahun yang lalu. Inilah "Lux Aurumque" yang dinyanyikan oleh paduan suara virtual.
(Singing)
(Nyanyian)
I'll stop it there in the interest of time. (Applause)
Kita hentikan di sini karena waktu. (Tepuk tangan)
Thank you. Thank you.
Terima kasih.
(Applause)
(Tepuk tangan)
Thank you. So there's more. There's more. Thank you so much.
Terima kasih. Masih ada lagi. Ada lagi. Terima kasih banyak.
And I had the same reaction you did. I actually was moved to tears when I first saw it. I just couldn't believe the poetry of all of it -- these souls all on their own desert island, sending electronic messages in bottles to each other. And the video went viral. We had a million hits in the first month and got a lot of attention for it. And because of that, then a lot of singers started saying, "All right, what's Virtual Choir 2.0?" And so I decided for Virtual Choir 2.0 that I would choose the same piece that Britlin was singing, "Sleep," which is another work that I wrote in the year 2000 -- poetry by my dear friend Charles Anthony Silvestri. And again, I posted a conductor video, and we started accepting submissions. This time we got some more mature members. (Singing) And some younger members.
Dan reaksi saya sama dengan Anda. Saya terharu sampai menangis saat pertama kali melihatnya. Saya tidak dapat mempercayai keindahan di balik semua itu -- jiwa-jiwa yang berada di pulau terpencilnya masing-masing mengirimkan pesan elektronik dalam botol satu sama lain. Dan video ini menjadi terkenal. Kami mencapai satu juta hits selama bulan pertama dan mendapat banyak perhatian. Karena hal itu, ada banyak penyanyi yang kemudian berkata, "Baiklah, bagaimana dengan Virtual Choir 2.0?" Sehingga saya memutuskan untuk Virtual Choir 2.0 saya akan memilih lagu yang sama dengan yang dinyanyikan oleh Britlin. "Sleep", yang merupakan lagu lain yang saya tulis di tahun 2000 -- sebuah puisi kepada sahabat saya Charles Anthony Silvestri. Saya kembali mengirimkan video konduktor, dan kami mulai menerima kiriman video. Kali ini ada beberapa anggota yang lebih dewasa. (Nyanyian) Dan beberapa anggota yang lebih muda.
(Video) Soprano: ♫ Upon my pillow ♫ ♫ Safe in bed ♫ EW: That's Georgie from England. She's only nine. Isn't that the sweetest thing you've ever seen?
(Video) Sopran: ♫ Di bantalku ♫ ♫ Aman di tempat tidur ♫ EW: Dia adalah Georgie dari Inggris. Usianya baru sembilan tahun. Tidakkah ini menjadi hal terindah yang pernah Anda saksikan?
Someone did all eight videos -- a bass even singing the soprano parts. This is Beau Awtin. (Video) Beau Awtin: ♫ Safe in bed ♫
Seseorang membuat delapan video -- seorang bersuara bas bahkan menyanyikan bagian sopran. Dia adalah Beau Awtin. (Video) Beau Awtin: ♫ Aman di tempat tidur ♫
EW: And our goal -- it was sort of an arbitrary goal -- there was an MTV video where they all sang "Lollipop" and they got people from all over the world to just sing that little melody. And there were 900 people involved in that. So I told the singers, "That's our goal. That's the number for us to beat." And we just closed submissions January 10th, and our final tally was 2,051 videos from 58 different countries. Thank you. (Applause) From Malta, Madagascar, Thailand, Vietnam, Jordan, Egypt, Israel, as far north as Alaska and as far south as New Zealand.
EW: Dan tujuan kami -- ini seperti tujuan yang berubah-ubah -- ada video di MTV di mana mereka semua bernyanyi "Lollipop" terdapat orang-orang dari seluruh dunia yang bernyanyi melodi kecil itu. Dan ada 900 orang yang terlibat dalam hal ini. Jadi saya memberi tahu kepada para penyanyi, "Itulah tujuan kita Itulah angka yang harus kita kalahkan." Kami baru saja menutup pengiriman pada tanggal 10 Januari, dan jumlah terakhir video yang masuk adalah 2.051 dari 58 negara yang berbeda. Terima kasih. (Tepuk tangan) Dari Malta, Madagaskar, Thailand, Vietnam, Yordania, Mesir, Israel, ke utara hingga Alaska dan ke selatan hingga Selandia Baru.
And we also put a page on Facebook for the singers to upload their testimonials, what it was like for them, their experience singing it. And I've just chosen a few of them here. "My sister and I used to sing in choirs together constantly. Now she's an airman in the air force constantly traveling. It's so wonderful to sing together again!" I love the idea that she's singing with her sister. "Aside from the beautiful music, it's great just to know I'm part of a worldwide community of people I never met before, but who are connected anyway." And my personal favorite, "When I told my husband that I was going to be a part of this, he told me that I did not have the voice for it." Yeah, I'm sure a lot of you have heard that too. Me too. "It hurt so much, and I shed some tears, but something inside of me wanted to do this despite his words. It is a dream come true to be part of this choir, as I've never been part of one. When I placed a marker on the Google Earth Map, I had to go with the nearest city, which is about 400 miles away from where I live. As I am in the Great Alaskan Bush, satellite is my connection to the world."
Kami juga membuat halaman di Facebook untuk para penyanyi mengunggah pesan dan kesan mereka, bagaimana rasanya, pengalaman mereka menyanyikannya. Dan saya memilih beberapa di antaranya. "Dulu saya dan saudari saya bersama-sama bernyanyi di paduan suara. Sekarang dia menjadi pilot di angkatan udara yang terus bepergian. Rasanya luar biasa dapat bernyanyi bersama kembali!" Saya senang bahwa dia bernyanyi kembali dengan saudarinya. "Selain musik yang indah "Senang bisa tahu bahwa saya adalah bagian dari komunitas dunia dengan mereka yang belum pernah saya temui namun kami saling berhubungan." Dan favorit saya, "Saat saya memberi tahu suami saya bahwa saya akan menjadi bagian dari hal ini dia mengatakan saya tidak memiliki suara cukup bagus untuk itu." Ya. Saya yakin banyak di antara Anda yang juga telah mendengarnya. Saya juga. "Hal itu sangat menyakitkan, dan saya menangis, namun sesuatu dalam diri saya tetap ingin melakukan hal ini. Ini adalah mimpi yang menjadi nyata untuk menjadi bagian dari paduan suara ini karena saya tidak pernah ikut paduan suara manapun. Saat saya mencari tempat itu di Google Earth, saya harus pergi ke kota terdekat, sekitar 400 mil dari tempat tinggal saya. Karena saya berada di Hutan Alaska, saya hanya memiliki koneksi satelit."
So two things struck me deeply about this. The first is that human beings will go to any lengths necessary to find and connect with each other. It doesn't matter the technology. And the second is that people seem to be experiencing an actual connection. It wasn't a virtual choir. There are people now online that are friends; they've never met. But, I know myself too, I feel this virtual esprit de corps, if you will, with all of them. I feel a closeness to this choir -- almost like a family.
Sehingga dua hal yang sangat menyentuh bagi saya. Hal pertama adalah manusia akan melakukan apa saja yang diperlukan untuk bertemu dan berhubungan dengan orang lain. Teknologi bukan menjadi masalah. Dan hal kedua adalah Dan orang-orang tampak mengalami hubungan yang sesungguhnya. Ini bukanlah paduan suara virtual. Ada orang-orang yang menjadi teman di internet, mereka tidak pernah bertemu. Namun, saya juga tahu, saya merasa kesetiakawanan virtual ini, bersama mereka semua, saya merasakan kedekatan dengan paduan suara ini - hampir seperti keluarga.
What I'd like to close with then today is the first look at "Sleep" by Virtual Choir 2.0. This will be a premiere today. We're not finished with the video yet. You can imagine, with 2,000 synchronized YouTube videos, the render time is just atrocious. But we do have the first three minutes. And it's a tremendous honor for me to be able to show it to you here first. You're the very first people to see this. This is "Sleep," the Virtual Choir.
Pada hari ini saya ingin menutup dengan penampilan perdana dari "Sleep" oleh Virtual Choir 2.0. Inilah penayangan pertamanya. Kami belum menyelesaikan videonya. Anda dapat membayangkan, menggabungkan 2.000 video YouTube, memerlukan waktu yang sangat lama. Namun kami sudah menyelesaikan tiga menit pertamanya. Dan merupakan kehormatan besar bagi saya untuk dapat menunjukkan kepada Anda terlebih dahulu. Anda semua adalah orang pertama yang melihat hal ini. Inilah "Sleep," paduan suara virtual.
(Video) Virtual Choir: ♫ The evening hangs ♫ ♫ beneath the moon ♫ ♫ A silver thread on darkened dune ♫ ♫ With closing eyes and resting head ♫ ♫ I know that sleep is coming soon ♫ ♫ Upon my pillow, ♫ ♫ safe in bed, ♫ ♫ a thousand pictures fill my head ♫ ♫ I cannot sleep ♫ ♫ my mind's aflight ♫ ♫ and yet my limbs seem made of lead ♫ ♫ If there are noises in the night ♫
(Video) Paduan suara virtual: ♫ Malam hari datang ♫ ♫ di bawah sinar bulan ♫ ♫ Untaian perak di atas bukit pasir yang gelap ♫ ♫ Dengan menutup mata dan menenangkan pikiran ♫ ♫ Aku tahu tidur segera hadir ♫ ♫ Di atas bantalku, ♫ ♫ aman di tempat tidur, ♫ ♫ seribu gambaran memenuhi kepalaku ♫ ♫ aku tidak bisa tidur ♫ ♫ pikiranku melayang ♫ ♫ namun badanku seperti terbuat dari timbal ♫ ♫ Jika ada suara bising di malam hari ♫
Eric Whitacre: Thank you very, very much. Thank you. (Applause) Thank you very much. Thank you. Thank you.
Eric Whitacre: Terima kasih banyak. Terima kasih. (Tepuk tangan) Terima kasih banyak. Terima kasih.
(Applause)
(Tepuk tangan)