"People do stupid things. That's what spreads HIV." This was a headline in a U.K. newspaper, The Guardian, not that long ago. I'm curious, show of hands, who agrees with it? Well, one or two brave souls.
"Manusia melakukan hal-hal bodoh. yang menyebabkan penyebaran HIV." Inilah berita utama di sebuah koran Inggris, The Guardian, baru-baru ini. Saya penasaran -- angkat tangan -- siapa yang setuju dengan pernyataan itu? Terlihat, satu atau dua jiwa yang berani.
This is actually a direct quote from an epidemiologist who's been in field of HIV for 15 years, worked on four continents, and you're looking at her.
Ini adalah kutipan langsung dari seorang ahli epidemiologi, (penyebaran penyakit manusia) yang telah bekerja di bidang HIV selama 15 tahun, bekerja di 4 benua, dan anda sekarang sedang melihatnya.
And I am now going to argue that this is only half true. People do get HIV because they do stupid things, but most of them are doing stupid things for perfectly rational reasons. Now, "rational" is the dominant paradigm in public health, and if you put your public health nerd glasses on, you'll see that if we give people the information that they need about what's good for them and what's bad for them, if you give them the services that they can use to act on that information, and a little bit of motivation, people will make rational decisions and live long and healthy lives. Wonderful.
Dan sekarang saya akan membantahnya dan menyatakan bahwa hal tersebut hanya sebagian saja yang benar. Manusia terjangkit HIV karena melakukan hal-hal bodoh, tapi kebanyakan dari mereka melakukan hal bodoh karena alasan-alasan yang sangat rasional. Sekarang, rasional adalah cara pandang yang dominan di bidang kesehatan masyarakat. Dan jikalau anda melihat dari sudut pandang kacamata kesehatan masyarakat anda, anda akan melihat jika kita memberikan informasi yang mereka butuhkan tentang apa yang baik dan yang tidak baik bagi mereka, Bila anda memberikan bantuan tersebut mereka bisa menggunakan informasi tersebut untuk bertindak, dan dengan sedikit motivasi, masyarakat akan membuat keputusan yang rasional dan memiliki kehidupan yang lama dan sehat. Luar biasa.
That's slightly problematic for me because I work in HIV, and although I'm sure you all know that HIV is about poverty and gender inequality, and if you were at TED '07 it's about coffee prices ... Actually, HIV's about sex and drugs, and if there are two things that make human beings a little bit irrational, they are erections and addiction.
Sebuah masalah bagi saya karena bekerja di bidang HIV, dan meskipun saya yakin anda sekalian tahu bahwa HIV berhubungan tentang kemiskinan dan ketidaksetaraan jenis kelamin, dan apabila anda mengikuti TED tahun 2007, itu semua berhubungan dengan harga kopi; sebenarnya, HIV erat kaitannya dengan seks dan narkoba. Dan ada dua hal yang membuat manusia bertindak secara tidak masuk akal, yaitu hasrat seksual dan kecanduan.
(Laughter)
(Tertawa)
So, let's start with what's rational for an addict. Now, I remember speaking to an Indonesian friend of mine, Frankie. We were having lunch and he was telling me about when he was in jail in Bali for a drug injection. It was someone's birthday, and they had very kindly smuggled some heroin into jail, and he was very generously sharing it out with all of his colleagues. And so everyone lined up, all the smackheads in a row, and the guy whose birthday it was filled up the fit, and he went down and started injecting people. So he injects the first guy, and then he's wiping the needle on his shirt, and he injects the next guy. And Frankie says, "I'm number 22 in line, and I can see the needle coming down towards me, and there is blood all over the place. It's getting blunter and blunter. And a small part of my brain is thinking, 'That is so gross and really dangerous,' but most of my brain is thinking, 'Please let there be some smack left by the time it gets to me. Please let there be some left.'" And then, telling me this story, Frankie said, "You know ... God, drugs really make you stupid."
Jadi, marilah mulai dengan apa yang masuk akal bagi seorang pecandu. Sekarang, saya ingat berbicara dengan seorang teman saya dari Indonesia, Frankie. Kita sedang makan siang, dan dia mengatakan kepada saya bahwa pada saat dia dipenjara di Bali karena menyuntik narkoba. Saat ulang tahun seseorang teman, dan mereka dengan baik hatinya menyeludupkan heroin ke dalam penjara, dan dia berbaik hati dan membagikannya dengan semua temannya. Jadi semua orang berbaris, semua pecandu di dalam satu baris. Dan orang yang berulang tahun mempersiapkan suntikannya, dan menyusuri barisan serta mulai menyuntik orang-orang. Dia menyuntik orang pertama, lalu dia menyeka jarum suntiknya dengan bajunya, lalu menyuntik orang berikutnya. Lalu Frankie berkata, "Aku nomor 22 di dalam barisan, dan aku bisa melihat jarum suntik menujuku, dan penuh dengan darah. Jarumnya semakin tumpul dan tumpul. Dan sebagian kecil otakku berpikir, 'Ini amat sangat kotor dan benar-benar berbahaya,' namun sebagian besar otakku berpikir, 'Semoga masih ada sebagian narkoba pada saat suntikkan sampai padaku. Semoga saja masih ada sisanya." Lalu, saat berbagi cerita ini dengan saya, Frankie berkata, "Kamu tahu, astaga narkoba benar-benar membuat orang menjadi bodoh."
And, you know, you can't fault him for accuracy. But, actually, Frankie, at that time, was a heroin addict and he was in jail. So his choice was either to accept that dirty needle or not to get high. And if there's one place you really want to get high, it's when you're in jail.
Dan, anda tahu, kita tidak dapat menyalahkan dia untuk kelakuannya, tapi, sebenarnya, Frankie, pada saat itu, adalah seorang pecandu heroin, dan saat itu dia ada di penjara. Jadi pilihannya waktu itu adalah menerima suntikan narkoba atau tidak menerimanya. Dan bila ada satu tempat dimana anda benar-benar mau menerima narkoba, Tempat itu adalah penjara.
But I'm a scientist and I don't like to make data out of anecdotes, so let's look at some data. We talked to 600 drug addicts in three cities in Indonesia, and we said, "Well, do you know how you get HIV?" "Oh yeah, by sharing needles." I mean, nearly 100 percent. Yeah, by sharing needles. And, "Do you know where you can get a clean needle at a price you can afford to avoid that?" "Oh yeah." Hundred percent. "We're smackheads; we know where to get clean needles." "So are you carrying a needle?" We're actually interviewing people on the street, in the places where they're hanging out and taking drugs. "Are you carrying clean needles?" One in four, maximum. So no surprises then that the proportion that actually used clean needles every time they injected in the last week is just about one in 10, and the other nine in 10 are sharing.
Tapi saya adalah seorang ilmuwan, dan saya tidak suka membuat data dari lelucon, jadi mari kita lihat beberapa data. Kami melakukan wawancara dengan 600 pecandu narkoba di tiga kota di Indonesia, dan bertanya, "Bagaimana anda bisa terjangkit HIV?" "Iya. Dengan berbagi jarum suntik." Maksud saya, hampir 100 persen. Dengan berbagi jarum suntik. Dan, "Anda tahu dimana anda dapat mendapatkan jarum suntik bersih dengan harga yang terjangkau untuk menghindari HIV?" "Iya." 100 persen tahu. "Kita pecandu; kita tahu dimana mendapatkan jarum suntik bersih." "Jadi kamu saat ini membawa sebuah jarum suntik?" Kita benar-benar mewawancarai orang-orang di jalanan, di tempat-tempat mereka berkumpul dan menggunakan narkoba. "Apakah kamu membawa jarum suntik bersih?" Paling banyak, Satu dari empat orang. Jadi tidak mengherankan jika proporsi yang menggunakan jarum bersih setiap kali mereka menyuntik diri di minggu terakhir hanya satu dari sepuluh, dan sembilan sisanya saling berbagi.
So you've got this massive mismatch; everyone knows that if they share they're going to get HIV, but they're all sharing anyway. So what's that about? Is it like you get a better high if you share or something? We asked that to a junkie and they're like, "Are you nuts?" You don't want to share a needle anymore than you want to share a toothbrush even with someone you're sleeping with. There's just kind of an ick factor there. "No, no. We share needles because we don't want to go to jail." So, in Indonesia at this time, if you were carrying a needle and the cops rounded you up, they could put you into jail. And that changes the equation slightly, doesn't it? Because your choice now is either I use my own needle now, or I could share a needle now and get a disease that's going to possibly kill me 10 years from now, or I could use my own needle now and go to jail tomorrow. And while junkies think that it's a really bad idea to expose themselves to HIV, they think it's a much worse idea to spend the next year in jail where they'll probably end up in Frankie's situation and expose themselves to HIV anyway. So, suddenly it becomes perfectly rational to share needles.
Jadi anda mendapati perbedaan yang nyata. Semua orang tahu bahwa jika mereka berbagi mereka akan tertular HIV, namun mereka tetap berbagi. Mengapa? Apakah karena lebih baik mendapat kenikmatan bila anda berbagi atau ada sesuatu yang lain? Kita bertanya demikian ke seorang pecandu dan mereka menjawab, "Apakah kau gila? Anda tidak mau berbagi jarum suntik lebih dari yang anda mau bahkan tidak berbagi sikat gigi dengan seseorang yang tidur dengan anda. itu adalah hal yang menjijikkan Tidak. Kita berbagi jarum suntik karena kita tidak mau dipenjara." Jadi, di Indonesia sekarang, apabila anda membawa jarum suntik, dan polisi menangkap anda, mereka bisa menaruh anda di penjara. Dan itu merubah keadaannya, bukankah demikian. Karena pilihan anda sekarang ada di antara, Saya menggunakan jarum suntik milik saya sendiri sekarang, atau saya bisa berbagi jarum suntik dan terjangkit penyakit yang mungkin membunuhku 10 tahun dari sekarang, atau saya bisa menggunakan jarum suntik pribadi dan masuk ke penjara tidak lama kemudian. Dan saat para pecandu berpikir bahwa adalah idea buruk untuk terjangkit HIV, Ide yang lebih buruk adalah untuk menghabiskan waktu di penjara, dimana mereka mungkin berujung seperti di situasi yang dihadapi Frankie dan akan membuat diri mereka tetap terjangkit HIV. Dan akhirnya, semuanya menjadi sangat rasional bila berbagi jarum suntik.
Now, let's look at it from a policy maker's point of view. This is a really easy problem. For once, your incentives are aligned. We've got what's rational for public health. You want people to use clean needles -- and junkies want to use clean needles. So we could make this problem go away simply by making clean needles universally available and taking away the fear of arrest. Now, the first person to figure that out and do something about it on a national scale was that well-known, bleeding heart liberal Margaret Thatcher. And she put in the world's first national needle exchange program, and other countries followed suit: Australia, The Netherlands and few others. And in all of those countries, you can see, not more than four percent of injectors ever became infected with HIV.
Sekarang, mari kita lihat ini dari sudut pandang para pembuat undang-undang. Ini adalah masalah sangat mudah. Jadi untuk sekali, unsur pendorongnya adalah sama. Kita memiliki alasan rasional untuk kesehatan masyarakat. Anda mau orang-orang menggunakan jarum suntik bersih, dan pecandu mau menggunakan jarum suntik bersih. Jadi kita bisa membuat masalah ini hilang semudah membuat jarum suntik yang bersih tersedia bebas dan menghilangkan ketakutan akan dimasukkan penjara. Sekarang, orang pertama yang memecahkan masalah tersebut dan melakukannya dalam skala nasional adalah seorang liberal terkenal, yang welas asih Margaret Thatcher. Dan dia pertama kali memberlakukan di dunia program penukaran jarum suntik nasional dan diikuti oleh negara lainnya, Australia, Belanda, dan beberapa yang lain, dan semua negara tersebut, terlihat, tidak lebih dari empat persen yang terjangkit HIV, dari jarum suntik.
Now, places that didn't do this -- New York City for example, Moscow, Jakarta -- we're talking, at its peak, one in two injectors infected with this fatal disease. Now, Margaret Thatcher didn't do this because she has any great love for junkies. She did it because she ran a country that had a national health service. So, if she didn't invest in effective prevention, she was going to have pick up the costs of treatment later on, and obviously those are much higher. So she was making a politically rational decision. Now, if I take out my public health nerd glasses here and look at these data, it seems like a no-brainer, doesn't it? But in this country, where the government apparently does not feel compelled to provide health care for citizens, (Laughter) we've taken a very different approach. So what we've been doing in the United States is reviewing the data -- endlessly reviewing the data. So, these are reviews of hundreds of studies by all the big muckety-mucks of the scientific pantheon in the United States, and these are the studies that show needle programs are effective -- quite a lot of them. Now, the ones that show that needle programs aren't effective -- you think that's one of these annoying dynamic slides and I'm going to press my dongle and the rest of it's going to come up, but no -- that's the whole slide.
Sekarang, di tempat lain yang tidak melakukannya, seperti kota New York, Moskow, Jakarta, kita bicara, pada puncaknya, satu dari dua pengguna jarum suntik terjangkit penyakit fatal ini. Sekarang, Margaret Thatcher tidak melakukan ini karena dia menyayangi para pecandu. Dia melakukan itu karena dia memerintah negara yang mempunyai jasa pelayanan kesehatan nasional. Jadi, apabila dia tidak berinvestasi di pencegahan efektif, dia akan membayar akibatnya dengan perawatan di masa depan, dan jelas sekali harganya akan jauh lebih mahal. Jadi dia membuat keputusan politis yang rasional. Sekarang, jika saya melepaskan kacamata kesehatan masyarakat, dan melihat data yang ada, sebetulnya terlihat sangat masuk akal, bukankah demikian. Tetapi di negara ini, dimana pemerintah ternyata tidak merasa terdorong untuk memberikan layanan kesehatan umum kepada para warganya, kita memilih pendekatan yang sangat berbeda. Jadi apa yang terjadi di Amerika Serikat merupakan peninjauan data, selamanya meninjau data. Jadi ini adalah hasil tinjauan ratusan kajian oleh para ilmuwan besar dari kewenangan ilmiah tertinggi di Amerika Serikat, dan hasil kajian ini menunjukkan program jarum suntik efektif, terlihat cukup banyak. Dan inilah yang menunjukkan program jarum suntik tidak efektif -- bila anda berpikir ini adalah tampilan tayangan yang dinamis ketika saya menekan alat saya maka jawaban lainnya akan tampil, tapi tidak, itulah keseluruhan tayangannya.
(Laughter)
(Tertawa)
There is nothing on the other side. So, completely irrational, you would think. Except that, wait a minute, politicians are rational, too, and they're responding to what they think the voters want. So what we see is that voters respond very well to things like this and not quite so well to things like this.
Tidak ada yang disembunyikan. Jadi, sangat tidak masuk akal, anda akan berpikir, kecuali, tunggu sejenakt, para politisi adalah orang rasional juga, dan mereka hanya menanggapi apa yang mereka kira para pemilih mereka mau. Jadi apa yang kita lihat sekarang adalah para pemilih menanggapi hal tersebut dengan baik dan kurang baik terhadap hal seperti ini.
(Laughter)
(Tertawa)
So it becomes quite rational to deny services to injectors. Now let's talk about sex. Are we any more rational about sex? Well, I'm not even going to address the clearly irrational positions of people like the Catholic Church, who think somehow that if you give out condoms, everyone's going to run out and have sex. I don't know if Pope Benedict watches TEDTalks online, but if you do, I've got news for you Benedict -- I carry condoms all the time and I never get laid. (Laughter) (Applause) It's not that easy! Here, maybe you'll have better luck.
Jadi ini menjadi cukup masuk akal untuk tidak memberi pelayanan kepada para penyuntik diri. Sekarang mari kita bicara tentang seks. Apakah kita lebih rasional tentang seks? Saya tidak akan membahas pendapat tidak masuk akal dari orang di Gereja Katolik, yang berpikir kalau kita memberikan kondom, semua orang akan menjadi tak terkendali berhubungan seks. Saya tidak tahu apabila Paus Benedict menonton TEDTalks secara online, tapi apabila dia menonton, saya punya berita untuk anda Benedict. Saya selalu membawa kondom, dan saya tidak pernah melakukan hubungan seksual. (Tertawa) Tidak semudah itu. Ini, mungkin anda lebih beruntung.
(Applause)
(Tepuk tangan)
Okay, seriously, HIV is actually not that easy to transmit sexually. So, it depends on how much virus there is in your blood and in your body fluids. And what we've got is a very, very high level of virus right at the beginning when you're first infected, then you start making antibodies, and then it bumps along at quite low levels for a long time -- 10 or 12 years -- you have spikes if you get another sexually transmitted infection. But basically, nothing much is going on until you start to get symptomatic AIDS, and by that stage, you're not looking great, you're not feeling great, you're not having that much sex.
Ok, secara serius, HIV sebenarnya tidak semudah itu tersebarkan secara seksual. Jadi, itu semua tergantung berapa banyak virus yang terdapat di dalam darah dan di cairan tubuh anda. Dan apa yang kita dapat adalah virus yang sangat tinggi tingkatnya, saat awal, pada saat anda pertama kali terinfeksi, kemudian tubuh anda mulai membuat antibodi, dan virus tersebut turun ke tingkat yang cukup rendah untuk waktu yang lama, 10 atau 12 tahun, tingkat virus tersebut akan meningkat lagi bila anda terkena infeksi menular melalui hubungan seksual, tapi pada dasarnya, tidak banyak yang terjadi sampai anda mulai mendapatkan gejala AIDS. Dan pada tingkat itu, terlihat disini, anda tidak terlihat sehat, tidak merasa sehat, anda tidak melakukan banyak hubungan seksual.
So the sexual transmission of HIV is essentially determined by how many partners you have in these very short spaces of time when you have peak viremia. Now, this makes people crazy because it means that you have to talk about some groups having more sexual partners in shorter spaces of time than other groups, and that's considered stigmatizing. I've always been a bit curious about that because I think stigma is a bad thing, whereas lots of sex is quite a good thing, but we'll leave that be. The truth is that 20 years of very good research have shown us that there are groups that are more likely to turnover large numbers of partners in a short space of time. And those groups are, globally, people who sell sex and their more regular partners. They are gay men on the party scene who have, on average, three times more partners than straight people on the party scene. And they are heterosexuals who come from countries that have traditions of polygamy and relatively high levels of female autonomy, and almost all of those countries are in east or southern Africa. And that is reflected in the epidemic that we have today.
Jadi penularan seksual dari HIV pada dasarnya ditentukan oleh berapa pasangan yang anda miliki dalam waktu yang singkat pada saat anda di puncak viremia (virus masuk ke aliran darah dan menjangkiti bagian tubuh lain). Sekarang, ini membuat orang gila karena itu berarti anda harus berbicara tentang sekelompok orang mempunyai lebih banyak pasangan seksual dalam jangka waktu pendek daripada kelompok lain, dan itu dianggap menjadi stigma. Saya selalu penasaran tentang itu karena saya pikir stigma adalah hal buruk, sebaliknya seks yang banyak merupakan hal baik, tapi kita akan membiarkan hal itu. Kenyataannya dalam 20 tahun penelitian yang sangat bagus telah menunjukkan bahwa ada kelompok yang lebih cenderung berganti banyak pasangan seksual dalam jangka waktu yang pendek, dan kelompok tersebutlah yang, secara global, merupakan penjaja seks dan pasangan biasa mereka, mereka adalah para gay di pesta yang, rata-rata, tiga kali lebih banyak memiliki pasangan daripada orang normal di pesta, dan mereka yang heteroseksual yang datang dari berbagai negara yang mempunyai tradisi poligami dan otonomi wanita (tidak menginginkan pria dalam kehidupannya) yang tinggi. dan hampir semua negara tersebut ada di Afrika Timur dan Afrika Selatan. Dan itu semua terlihat dalam epidemi yang kita punya sekarang.
You can see these horrifying figures from Africa. These are all countries in southern Africa where between one in seven, and one in three of all adults, are infected with HIV. Now, in the rest of the world, we've got basically nothing going on in the general population -- very, very low levels -- but we have extraordinarily high levels of HIV in these other populations who are at highest risk: drug injectors, sex workers and gay men. And you'll note, that's the local data from Los Angeles: 25 percent prevalence among gay men. Of course, you can't get HIV just by having unprotected sex. You can only HIV by having unprotected sex with a positive person.
Jadi anda bisa melihat angka-angka yang menakutkan ini dari Afrika. Ini semua adalah negara di Afrika Selatan di mana antara satu dari tujuh dan satu dari tiga dari semua orang dewasa terinfeksi dengan HIV. Sekarang, di bagian dunia yang lain, kita pada dasarnya tidak mempunyai itu di populasi umum, sangat, sangat rendah, tapi kita mempunyai tingkat HIV sangat tinggi di antara populasi yang punya resiko terjangkit yang paling tinggi, jadi para penyuntik narkoba, pekerja seksual, dan pria gay. Dan anda bisa memperhatikan data lokal dari Los Angeles. 25 persen banyaknya kasus terjadi di antara pria gay. Jadi, tentu saja, anda bisa mendapatkan HIV bukan hanya dari hubungan seks yang tidak aman. Anda hanya bisa mendapatkan HIV dari hubungan seks yang tak dilindungi dengan orang yang positif HIV.
In most of the world, these few prevention failures notwithstanding, we are actually doing quite well these days in commercial sex: condom use rates are between 80 and 100 percent in commercial sex in most countries. And, again, it's because of an alignment of the incentives. What's rational for public health is also rational for individual sex workers because it's really bad for business to have another STI. No one wants it. And, actually, clients don't want to go home with a drip either. So essentially, you're able to achieve quite high rates of condom use in commercial sex.
Hampir diseluruh dunia, beberapa langkah pencegahan tersebut gagal yang tidak terelakkan, kita sebenarnya sedang bertahan cukup baik dalam seks komersial. Penggunaan kondom adalah antara 80 dan 100 persen dalam dunia seks komersial di kebanyakan negara. Dan, lagi, ini karena penyejajaran antara motivasi yang ada. Apa yang masuk akal untuk kesehatan masyarakat itu juga masuk akal untuk individu yang bekerja sebagai pekerja seksual karena bisnis akan buruk bila mendapatkan penularan melalui hubungan seksual lagi. Tidak ada yang menginginkannya. Dan, sebenarnya, pelanggan tidak mau mendapat penyakit juga. Jadi, pada dasarnya, anda bisa mencapai tingkat penggunaan kondom yang tinggi di seks komersial.
But in "intimate" relations it's much more difficult because, with your wife or your boyfriend or someone that you hope might turn into one of those things, we have this illusion of romance and trust and intimacy, and nothing is quite so unromantic as the, "My condom or yours, darling?" question. So in the face of that, you really need quite a strong incentive to use condoms.
Tapi dalam hubungan yang "intim", itu jauh lebih sulit karena, dengan istri atau pacar anda, seseorang yang anda harapkan menjadi salah satu dari kedua hal itu, kita memimpikan hayalan romantis dan kepercayaan dan keintiman, dan tidak ada yang lebih tidak romantis daripada, pertanyaan "kondomku atau kondommu, sayang?" Jadi, dihadapi dengan fakta tersebut, anda membutuhkan motivasi yang kuat untuk menggunakan kondom.
This, for example, this gentleman is called Joseph. He's from Haiti and he has AIDS. And he's probably not having a lot of sex right now, but he is a reminder in the population, of why you might want to be using condoms. This is also in Haiti and is a reminder of why you might want to be having sex, perhaps. Now, funnily enough, this is also Joseph after six months on antiretroviral treatment. Not for nothing do we call it the Lazarus Effect. But it is changing the equation of what's rational in sexual decision-making. So, what we've got -- some people say, "Oh, it doesn't matter very much because, actually, treatment is effective prevention because it lowers your viral load and therefore makes it more difficult to transmit HIV." So, if you look at the viremia thing again, if you do start treatment when you're sick, well, what happens? Your viral load comes down. But compared to what? What happens if you're not on treatment? Well, you die, so your viral load goes to zero. And all of this green stuff here, including the spikes -- which are because you couldn't get to the pharmacy, or you ran out of drugs, or you went on a three day party binge and forgot to take your drugs, or because you've started to get resistance, or whatever -- all of that is virus that wouldn't be out there, except for treatment.
Contohnya adalah. Seorang pria bernama Joseph. Dia dari Haiti, dan terjangkit AIDS, dan dia mungkin tidak melakukan banyak hubungan sex sekarang, tapi dia merupakan peringatan bagi masyarakat, kenapa anda sebaiknya mau menggunakan kondom. Ini juga di Haiti dan sebagai tawaran kepada anda untuk melakukan hubungan seks, mungkin. Sekarang, cukup lucu, ini juga Joseph setelah enam bulan menggunakan perawatan antiretroviral. Itu sebabnya kita menamakannya efek Lazarus. Tapi merubah kenyataan tentang apa yang masuk akal dalam membuat keputusan seksual. Jadi, apa yang kita punya -- beberapa orang berkata, " Oh, itu tidak berarti banyak karena, sebenarnya, pengobatannya adalah pencegahan efektif karena itu menurunkan jumlah virus dan selanjutnya membuatnya susah untuk menularkan HIV." Jadi, kalau anda melihat proses virus masuk ke aliran darah lagi, kalau anda memulai pengobatan pada saat sakit, apa yang terjadi, jumlah virus di dalam tubuh berkurang. Tapi dibandingkan dengan apa? Apa yang terjadi kalau anda tidak diobati? Anda meninggal, jadi jumlah virusnya menjadi nol. Dan semua yang hijau disini, termasuk ujung-ujung puncaknya, karena anda tidak bisa ke apotik atau anda kehabisan obat, atau anda pergi ke pesta selama tiga hari tiga malam and lupa mengkonsumsi obat-obatannya, atau karena tubuh anda mulai tidak mempan dengan obatnya, atau alasan apa saja, itu semua karena virus yang tak akan ada disana, bila ada pengobatan.
Now, am I saying, "Oh, well, great prevention strategy. Let's just stop treating people." Of course not, of course not. We need to expand antiretroviral treatment as much as we can. But what I am doing is calling into question those people who say that more treatment is all the prevention we need. That's simply not necessarily true, and I think we can learn a lot from the experience of gay men in rich countries where treatment has been widely available for going on 15 years now. And what we've seen is that, actually, condom use rates, which were very, very high -- the gay community responded very rapidly to HIV, with extremely little help from public health nerds, I would say -- that condom use rate has come down dramatically since treatment for two reasons really: One is the assumption of, "Oh well, if he's infected, he's probably on meds, and his viral load's going to be low, so I'm pretty safe."
Sekarang, saya berkata, oh, strategi pencegahan yang sangat bagus mari kita berhenti mengobati orang-orang yang sakit? Tentu tidak. Tentu tidak, kita perlu memperbanyak pengobatan retroviral semampu kita. Tapi apa yang saya bahas ini adalah mempertanyakan orang-orang yang mengatakan pengobatan adalah satu-satunya langkah pencegahan yang kita perlukan. Itu sama sekali tidak benar, dan saya pikir kita bisa belajar banyak dari pengalaman para pria gay di negara-negara makmur dimana pengobatan telah tersedia bebas untuk lebih dari 15 tahun sekarang, dan apa yang kita lihat adalah sebenarnya, tingkat penggunaan kondom, yang dulunya sangat, sangat tinggi -- komunitas gay menanggapi HIV dengan sangat cepat, dengan bantuan yang sangat sedikit dari kacamata kesehatan masyarakat, saya akan berkata -- bahwa penggunaan kondom mulai turun secara dramatis sejak adanya pengobatan untuk dua alasan saja. Satu adalah anggapan, "Oh, kalau dia terjangkit, mungkin dia sedang dalam pengobatan, dan jumlah virusnya adalah rendah, jadi saya cukup aman."
And the other thing is that people are simply not as scared of HIV as they were of AIDS, and rightly so. AIDS was a disfiguring disease that killed you, and HIV is an invisible virus that makes you take a pill every day. And that's boring, but is it as boring as having to use a condom every time you have sex, no matter how drunk you are, no matter how many poppers you've taken, whatever? If we look at the data, we can see that the answer to that question is, mmm.
Dan hal lainnya adalah orang dengan mudahnya tidak takut dengan HIV daripada dengan AIDS, dan memang seharusnya demikian. AIDS adalah penyakit yang merusak tubuh yang membunuh, dan HIV adalah virus yang tak terlihat yang membuat anda harus minum pil setiap hari. Dan itu membosankan, tapi tidak lebih membosankan bila dibandingkan harus menggunakan kondom setiap kali mau melakukan hubungan seks, tidak peduli seberapa mabuk anda, tidak mengindahkan berapa pil narkoba anda konsumsi, apa saja. Kalau kita melihat datanya, kita bisa melihat bahwa jawaban untuk pertanyaannya adalah mhmm.
So these are data from Scotland. You see the peak in drug injectors before they started the national needle exchange program. Then it came way down. And both in heterosexuals -- mostly in commercial sex -- and in drug users, you've really got nothing much going on after treatment begins, and that's because of that alignment of incentives that I talked about earlier. But in gay men, you've got quite a dramatic rise starting three or four years after treatment became widely available. This is of new infections.
Jadi ini data dari Skotlandia. Anda lihat puncak dari para penyuntik narkoba sebelum mereka memulai program pertukaran jarum suntik nasional. Lalu turun sangat drastis pada keduanya, seperti kaum heteroseksual, kebanyakan dalam seks komersial dan pengguna narkoba, anda tidak mendapatkan apa-apa setelah pengobatan dimulai, dan itu karena penyelarasan motivasi yang saya bahas tadi. Tapi di antara pria gay, anda melihat kenaikan yang cukup dramatis antara tiga atau empat tahun setelah pengobatan bebas tersedia. Ini adalah infeksi baru.
What does that mean? It means that the combined effect of being less worried and having more virus out there in the population -- more people living longer, healthier lives, more likely to be getting laid with HIV -- is outweighing the effects of lower viral load, and that's a very worrisome thing. What does it mean? It means we need to be doing more prevention the more treatment we have.
Apa artinya? Ini berarti pengaruh kombinasi dari kekuatiran yang rendah dan memiliki lebih banyak virus di antara populasi, lebih banyak orang hidup lebih lama, dan lebih sehat, lebih mungkin dapat berhubungan seksual dengan HIV, lebih besar daripada pengaruh jumlah virus yang lebih rendah, dan itu hal yang sangat mencemaskan. Apa maksudnya? Itu berarti dengan melakukan lebih banyak pencegahan, berarti lebih banyak pengobatan
Is that what's happening? No, and I call it the "compassion conundrum." We've talked a lot about compassion the last couple of days, and what's happening really is that people are unable quite to bring themselves to put in good sexual and reproductive health services for sex workers, unable quite to be giving out needles to junkies. But once they've gone from being transgressive people whose behaviors we don't want to condone to being AIDS victims, we come over all compassionate and buy them incredibly expensive drugs for the rest of their lives. It doesn't make any sense from a public health point of view.
Apakah itu yang sedang terjadi? Tidak, dan saya menamakannya misteri dari rasa belas kasihan. Kita membahas banyak tentang rasa belas kasihan dalam beberapa hari terakhir. Dan apa yang sebenarnya terjadi adalah orang-orang yang tidak mampu membawa mereka kepada pelayanan kesehatan reproduksi dan seks yang baik untuk para pekerja seksual, tidak mampu untuk memberikan jarum bersih untuk para pecandu, tapi setelah mereka beralih status dari orang yang tidak kita inginkan, yang kelakuannya tidak mau kita ampuni, menjadi korban AIDS, kita menjadi penuh belas kasihan dan membelikan obat-obatan yang sangat mahal untuk sisa hidup mereka. Ini semua tidak masuk akal dari sudut pandang pelayanan kesehatan.
I want to give what's very nearly the last word to Ines. Ines is a a transgender hooker on the streets of Jakarta; she's a chick with a dick. Why does she do that job? Well, of course, because she's forced into it because she doesn't have any better option, etc., etc. And if we could just teach her to sew and get her a nice job in a factory, all would be well. This is what factory workers earn in an hour in Indonesia: on average, 20 cents. It varies a bit province to province. I do speak to sex workers, 15,000 of them for this particular slide, and this is what sex workers say they earn in an hour. So it's not a great job, but for a lot of people it really is quite a rational choice. Okay, Ines.
Saya mau memberikan, yang hampir menjadi kata-kata terakhir saya, kepada Ines. Ines adalah seorang pekerja seksual transgender di jalanan di Jakarta. Dia adalah wanita berjenis kelamin pria (waria). Kenapa dia melakukan pekerjaan itu? Tentunya, karena dia terpaksa melakukannya karena tidak punya pilihan, dan berbagai hal lainnya, dan kalau saja kita bisa mengajarinya menjahit dan mendapatkan pekerjaan baik di pabrik, mungkin semuanya akan terselesaikan. Inilah yang dihasilkan seorang pekerja pabrik untuk satu jam di Indonesia, rata-rata, 20 sen (setara Rp. 2000). Yang bervariasi dari propinsi ke propinsi. Saya bicara dengan para pekerja seksual, sebanyak 15.000 orang dalam slide ini. Dan ini yang dihasilkan para pekerja seksual menurut mereka dalam satu jam. Jadi, ini bukan pekerjaan bagus, tapi bagi banyak orang ini adalah pilihan yang masuk akal. Ok, Ines.
We've got the tools, the knowledge and the cash, and commitment to preventing HIV too.
Kita memiliki alat-alat, pengetahuan dan uang, dan janji untuk mencegah HIV juga.
Ines: So why is prevalence still rising? It's all politics. When you get to politics, nothing makes sense.
Ines: Jadi kenapa jumlahnya masih bertambah? Ini semua politis. Pada saat anda masuk dunia politik, tidak ada yang masuk akal.
Elizabeth Pisani: "When you get to politics, nothing makes sense." So, from the point of view of a sex worker, politicians are making no sense. From the point of view of a public health nerd, junkies are doing dumb things. The truth is that everyone has a different rationale. There are as many different ways of being rational as there are human beings on the planet, and that's one of the glories of human existence. But those ways of being rational are not independent of one another, so it's rational for a drug injector to share needles because of a stupid decision that's made by a politician, and it's rational for a politician to make that stupid decision because they're responding to what they think the voters want. But here's the thing: we are the voters. We're not all of them, of course, but TED is a community of opinion leaders. And everyone who's in this room, and everyone who's watching this out there on the web, I think, has a duty to demand of their politicians that we make policy based on scientific evidence and on common sense. It's going to be really hard for us to individually affect what's rational for every Frankie and every Ines out there, but you can at least use your vote to stop politicians doing stupid things that spread HIV.
Elizabeth Pisani: "Pada saat anda masuk dunia politik, tidak ada yang masuk akal." Jadi, dari sudut pandang seorang pekerja seksual, para politisi tidak melakukan hal yang masuk akal. Dari sudut pandang kesehatan masyarakat, para pecandu melakukan hal-hal bodoh. Yang saya maksud adalah setiap orang memiliki akal sehat yang berbeda. Ada banyak cara melakukan hal yang masuk akal sama banyaknya dengan jumlah manusia di planet ini, dan itulah kejayannya dari keberadaan manusia. Tapi cara-cara untuk menjadi rasional tidak tergantung satu sama lainnya. Jadi masuk akal bagi seorang pecandu untuk berbagi jarum suntik karena keputusan bodoh yang dibuat oleh para politisi dan cukup masuk akal bagi seorang politisi untuk mengambil keputusan bodoh tersebut karena mereka bereaksi untuk memenuhi keinginan para pemilih . Tapi inilah kenyataanya: Kita adalah para pemilih dalam pemilu. Kita bukan semuanya, tentunya, tapi TED adalah komunitas para pemimpin opini, dan semua yang berada di sini, dan semua yang menonton ini di dunia maya, saya kira mempunyai kewajiban untuk menuntut para politisi untuk membuat undang-undang yang berdasarkan bukti ilmiah dan apa yang masuk akal. Ini akan menjadi berat bagi kita untuk secara individu merubah apa yang rasional untuk setiap Frankie dan setiap Ines yang di luar sana. Tapi setidaknya anda bisa menggunakan hak pilih untuk mencegah para politisi melakukan hal-hal bodoh untuk menyebar HIV.
Thank you.
Terima kasih.
(Applause)
(Tepuk tangan)