I'm going to speak about a tiny, little idea. And this is about shifting baseline. And because the idea can be explained in one minute, I will tell you three stories before to fill in the time. And the first story is about Charles Darwin, one of my heroes. And he was here, as you well know, in '35. And you'd think he was chasing finches, but he wasn't. He was actually collecting fish. And he described one of them as very "common." This was the sailfin grouper. A big fishery was run on it until the '80s. Now the fish is on the IUCN Red List. Now this story, we have heard it lots of times on Galapagos and other places, so there is nothing particular about it. But the point is, we still come to Galapagos. We still think it is pristine. The brochures still say it is untouched. So what happens here?
Saya akan berbicara tentang sebuah gagasan kecil yaitu bergesernya sebuah patokan. Karena gagasan ini dapat dijelaskan dalam satu menit, maka sebelumnya saya akan memberikan tiga kisah untuk mengisi waktu. Dan kisah pertama tentang Charles Darwin, salah satu pahlawan saya. Dia di sana, seperti yang Anda tahu, pada tahun '35. Anda pasti berpikir dia sedang memburu burung finch, namun tidak. Sebenarnya dia mengumpulkan ikan. Dan dia menggambarkan salah satunya sangat "umum." Ikan itu adalah sailfin grouper. Sebuah perikanan besar mengusahakannya hingga tahun 80-an. Kini ikan itu ada dalam Daftar Merah IUCN. Kisah ini telah kita dengar berulang kali tentang Galapagos dan tempat yang lain, tidak ada yang istimewa tentang itu. Namun kita masih datang ke Galapagos. Kita masih berpikir tempat ini masih asli. Brosurnya masih mengatakan tempat ini belum terjamah. Apa yang terjadi di sini?
The second story, also to illustrate another concept, is called shifting waistline. (Laughter) Because I was there in '71, studying a lagoon in West Africa. I was there because I grew up in Europe and I wanted later to work in Africa. And I thought I could blend in. And I got a big sunburn, and I was convinced that I was really not from there. This was my first sunburn.
Kisah kedua, juga untuk menggambarkan konsep lainnya disebut pergeseran lingkar pinggang. (Tawa) Karena pada tahun '71 saya mempelajari sebuah laguna di Afrika BArat. Saya ada di sana karena saya tumbuh di Eropa dan kemudian ingin bekerja di Afrika. Saya berpikir bahwa saya dapat berbaur. Saya terbakar sinar matahari dan menjadi yakin bahwa saya bukan berasal dari sana. Itulah pertama kalinya saya terbakar matahari.
And the lagoon was surrounded by palm trees, as you can see, and a few mangrove. And it had tilapia about 20 centimeters, a species of tilapia called blackchin tilapia. And the fisheries for this tilapia sustained lots of fish and they had a good time and they earned more than average in Ghana. When I went there 27 years later, the fish had shrunk to half of their size. They were maturing at five centimeters. They had been pushed genetically. There were still fishes. They were still kind of happy. And the fish also were happy to be there. So nothing has changed, but everything has changed.
Dan laguna itu dikelilingi oleh pohon palem seperti yang dapat Anda lihat, dan sedikit hutan bakau. Juga memiliki tilapia sekitar 20 sentimeter, species tilapia yang disebut blackchin tilapia. Dan penangkapan ikan tilapia ini sangat bagus dan memperoleh banyak ikan, dan penghasilan mereka di Ghana ada di atas rata-rata. Saat saya pergi ke sana 27 tahun kemudian, ikan itu telah menyusut setengahnya. Ukuran ikan dewasanya 5 sentimeter. Ikan ini telah didorong secara genetik. Ikan masih tetap ada. Mereka sepertinya masih bahagia. Dan ikannya juga bahagia ada di sana. Jadi tidak ada yang berubah, namun semuanya telah berubah.
My third little story is that I was an accomplice in the introduction of trawling in Southeast Asia. In the '70s -- well, beginning in the '60s -- Europe did lots of development projects. Fish development meant imposing on countries that had already 100,000 fishers to impose on them industrial fishing. And this boat, quite ugly, is called the Mutiara 4. And I went sailing on it, and we did surveys throughout the southern South China sea and especially the Java Sea. And what we caught, we didn't have words for it. What we caught, I know now, is the bottom of the sea. And 90 percent of our catch were sponges, other animals that are fixed on the bottom. And actually most of the fish, they are a little spot on the debris, the piles of debris, were coral reef fish. Essentially the bottom of the sea came onto the deck and then was thrown down.
Kisah singkat ketiga saya adalah saya membantu memperkenalkan pukat di Asia Tenggara. Di tahun 70-an -- dimulai pada tahun 60-an -- Eropa membuat banyak proyek pengembangan. Pengembangan ikan berarti memaksa negara-negara yang memiliki 100.000 ikan untuk membuat industri perikanan. Dan kapal ini, cukup buruk bernama Mutiara 4. Saya berlayar dengan kapal ini dan melakukan survei di seluruh Laut Cina Selatan bagian Selatan dan terutama Laut Jawa. Dan apa yang kami tangkap, kami tidak tahu harus berkata apa. Apa yang kami tangkap, kini saya tahu, adalah dasar dari laut itu. Dan 90 persen tangkapan kami adalah bunga karang, hewan lain yang berada di dasar laut. Dan sebenarnya kebanyakan ikan hanyalah daerah kecil dari puing ini, tumpukan dari puing ini adalah ikan terumbu karang. Pada dasarnya dasar laut telah kami bawa ke geladak lalu kami buang kembali.
And these pictures are extraordinary because this transition is very rapid. Within a year, you do a survey and then commercial fishing begins. The bottom is transformed from, in this case, a hard bottom or soft coral into a muddy mess. This is a dead turtle. They were not eaten, they were thrown away because they were dead. And one time we caught a live one. It was not drowned yet. And then they wanted to kill it because it was good to eat. This mountain of debris is actually collected by fishers every time they go into an area that's never been fished. But it's not documented.
Dan gambar ini sangat luar biasa karena pergeserannya sangat cepat. Anda melakukan survei, dalam setahun saat penangkapan ikan komersil dimulai. Dasar laut telah berubah pada kasus ini, dari dasar yang keras dari karang lunak menjadi lumpur. Ini adalah bangkai kura-kura. Kura-kura ini tidak dimakan, namun terbuang. Dan suatu ketika kami menangkap yang masih hidup. Kura-kura itu belum tenggelam. Mereka ingin membunuhnya karena enak untuk dimakan. Gunungan puing ini sebenarnya diambil oleh para penangkap ikan kemanapun mereka pergi ke daerah yang belum terjamah penangkapan ikan. Namun hal ini tidak terekam.
We transform the world, but we don't remember it. We adjust our baseline to the new level, and we don't recall what was there. If you generalize this, something like this happens. You have on the y axis some good thing: biodiversity, numbers of orca, the greenness of your country, the water supply. And over time it changes -- it changes because people do things, or naturally. Every generation will use the images that they got at the beginning of their conscious lives as a standard and will extrapolate forward. And the difference then, they perceive as a loss. But they don't perceive what happened before as a loss. You can have a succession of changes. At the end you want to sustain miserable leftovers. And that, to a large extent, is what we want to do now. We want to sustain things that are gone or things that are not the way they were.
Kita mengubah dunia namun kita tidak ingat akan hal itu. Kita menyesuaikan patokan kita ke tingkatan yang baru dan kita tidak ingat apa yang ada di sana. Jika Anda menyamaratakan hal ini, inilah yang terjadi. Pada sumbu y ada beberapa hal yang bagus: keanekaragaman hayati, jumlah orca, hijaunya negara Anda, pasokan air. Dari waktu ke waktu hal ini berubah. Hal ini berubah karena orang-orang melakukan hal-hal secara alami. Setiap generasi akan menggunakan gambar yang mereka dapatkan di awal kehidupan mereka yang dewasa sebagai patokan lalu akan memperkirakannya ke masa depan. Dan perbedaan itu mereka anggap sebagai kerugian. Namun mereka tidak menganggap apa yang terjadi sebelumnya sebagai kerugian. Bisa saja ada rentetan perubahan. Pada akhirnya Anda ingin mempertahankan sisa-sisa yang buruk. Dan sampai batas tertentu, itulah yang kita ingin lakukan sekarang. Kita ingin mempertahankan apa yang sudah hilang atau apa yang sudah tidak seperti sebelumnya.
Now one should think this problem affected people certainly when in predatory societies, they killed animals and they didn't know they had done so after a few generations. Because, obviously, an animal that is very abundant, before it gets extinct, it becomes rare. So you don't lose abundant animals. You always lose rare animals. And therefore they're not perceived as a big loss. Over time, we concentrate on large animals, and in a sea that means the big fish. They become rarer because we fish them. Over time we have a few fish left and we think this is the baseline.
Kini orang harus berpikir bahwa masalah ini sudah pasti mempengaruhi orang-orang pada masyarakat yang buas, mereka membunuh binatang dan tidak tahu mereka telah melakukannya setelah beberapa generasi. Karena, sudah jelas binatang yang jumlahnya berlimpah sebelum punah akan menjadi langka. Anda tidak kehilangan hewan yang berlimpah. Anda selalu kehilangan hewan langka. Sehingga mereka tidak menganggap hal ini sebagai kerugian besar. Setiap waktu, kita berpusat pada hewan-hewan besar, yang di laut berarti ikan-ikan besar. Binatang itu menjadi langka karena ditangkap. Dari waktu ke waktu hanya tersisa beberapa ikan lagi dan kita berpikir inilah patokannya.
And the question is, why do people accept this? Well because they don't know that it was different. And in fact, lots of people, scientists, will contest that it was really different. And they will contest this because the evidence presented in an earlier mode is not in the way they would like the evidence presented. For example, the anecdote that some present, as Captain so-and-so observed lots of fish in this area cannot be used or is usually not utilized by fishery scientists, because it's not "scientific." So you have a situation where people don't know the past, even though we live in literate societies, because they don't trust the sources of the past.
Lalu pertanyaannya adalah mengapa orang-orang menerima hal ini? Begini, itu karena mereka tidak tahu hal ini berbeda. Dan kenyataannya, banyak ilmuwan akan mengatakan bahwa perbedaannya benar-benar ada. Mereka akan mengatakan ini karena bukti yang ada sebelumnya tidaklah seperti itu, mereka ingin menunjukkan buktinya. Sebagai contoh, anekdot pada suatu ketika Kapten anu mengatakan ada banyak ikan di daerah ini tidak dapat digunakan atau biasanya tidak digunakan oleh ilmuwan perikanan karena hal itu tidak "ilmiah." Jadi di sini ada situasi di mana orang-orang tidak tahu akan masa lalu, walaupun kita hidup dalam masyarakat terpelajar karena mereka tidak mempelajari sumber dari masa lalu.
And hence, the enormous role that a marine protected area can play. Because with marine protected areas, we actually recreate the past. We recreate the past that people cannot conceive because the baseline has shifted and is extremely low. That is for people who can see a marine protected area and who can benefit from the insight that it provides, which enables them to reset their baseline.
Sehingga ada peranan besar yang dapat dimainkan oleh daerah perlindungan lautan. Karena dengan daerah perlindungan lautan, kita menciptakan kembali masa lalu. Kita menciptakan masa lalu yang tidak dapat dipahami oleh orang-orang karena patokannya telah bergeser dan sangat rendah. Yaitu bagi orang-orang yang dapat melihat daerah perlindungan lautan dan yang dapat mengambil keuntungan dari pemahaman yang diberikannya agar mereka dapat mengatur kembali patokan itu.
How about the people who can't do that because they have no access -- the people in the Midwest for example? There I think that the arts and film can perhaps fill the gap, and simulation. This is a simulation of Chesapeake Bay. There were gray whales in Chesapeake Bay a long time ago -- 500 years ago. And you will have noticed that the hues and tones are like "Avatar." (Laughter) And if you think about "Avatar," if you think of why people were so touched by it -- never mind the Pocahontas story -- why so touched by the imagery? Because it evokes something that in a sense has been lost. And so my recommendation, it's the only one I will provide, is for Cameron to do "Avatar II" underwater.
Bagaimana dengan orang-orang yang tidak bisa melakukannya karena mereka tidak memiliki akses -- contohnya orang-orang di bagian Barat-Tengah? Saya merasa bahwa seni dan film mungkin dapat mengisi celah ini, dan juga simulasi. Inilah simulasi di Teluk Chesapeake. Pada masa lalu ada ikan paus kelabu di Teluk Chesapake -- 500 tahun yang lalu. Anda akan menyadari warna dan nadanya sama seperti "Avatar." (Tawa) Jika Anda berpikir tentang "Avatar," jika Anda berpikir mengapa orang sangat tersentuh -- tidak usah pedulikan kisah Pocahontas -- mengapa orang tersentuh oleh gambaran itu? Karena gambar itu membangkitkan sesuatu yang sedikit banyak telah hilang. Sehingga saran saya satu-satunya saran yang akan saya berikan adalah agar Cameron membuat "Avatar II" di bawah air.
Thank you very much.
Terima kasih banyak.
(Applause)
(Tepuk tangan)