What keeps you up at night? Pondering deep questions? Excitement about a big trip? Or is it stress about unfinished work, an upcoming test, or a dreaded family gathering? For many people, this stress is temporary, as its cause is quickly resolved. But what if the very thing keeping you awake was stress about losing sleep? This seemingly unsolvable loop is at the heart of insomnia, the world’s most common sleep disorder.
Apa yang membuatmu terjaga di malam hari? Memikirkan pertanyaan-pertanyaaan sulit? Semangat memikirkan jalan-jalan? Atau stres karena pekerjaan belum selesai, ujian di depan mata, atau acara kumpul keluarga yang menakutkan? Bagi kebanyakan orang, stres ini bersifat sementara karena penyebabnya bisa cepat teratasi. Tetapi bagaimana jika hal yang membuatmu susah tidur, adalah stres memikiran tidak bisa tidur? Lingkaran setan tak berkesudahan ini, adalah inti dari insomnia,
Almost anything can cause the occasional restless night - a snoring partner, physical pain, or emotional distress. And extreme sleep deprivation like jetlag can throw off your biological clock, wreaking havoc on your sleep schedule. But in most cases, sleep deprivation is short-term. Eventually, exhaustion catches up with all of us.
gangguan tidur yang paling umum di dunia. Banyak hal menyebabkan resah di waktu malam - pasangan yang mendengkur, sakit fisik di tubuh, atau gangguan psikis. Kekurangan tidur yang parah, seperti jetlag, akan mengganggu jam biologis, membawa malapetaka bagi jadwal tidur. Tetapi dalam banyak kasus, kurang tidur semacam ini berjangka pendek. Akhirnya kita akan lelah dan tidur.
However, some long-term conditions like respiratory disorders, gastrointestinal problems, and many others can overpower fatigue. And as sleepless nights pile up, the bedroom can start to carry associations of restless nights wracked with anxiety. Come bedtime, insomniacs are stressed. So stressed their brains hijack the stress response system, flooding the body with fight-flight-or-freeze chemicals. Cortisol and adrenocorticotropic hormones course through the bloodstream, increasing heart rate and blood pressure, and jolting the body into hyperarousal. In this condition, the brain is hunting for potential threats, making it impossible to ignore any slight discomfort or nighttime noise.
Namun, beberapa penyakit jangka panjang seperti gangguan pernapasan, masalah pencernaan dan banyak lagi, akan mengalahkan rasa lelah. Dan selagi kurang tidur terus menumpuk, kamar tidur menjadi terasosiasikan dengan malam yang meresahkan, mendera batin dengan kegelisahan. Menjelang waktu tidur, penderita insomnia merasa tertekan. Akibatnya, otak mereka membajak sistem tanggap stres, membanjiri tubuh dengan zat kimia <i>fight-flight-or-freeze</i>. Hormon kortisol dan adrenokortikotropik dilepaskan ke aliran darah, memacu detak jantung dan tekanan darah, dan memaksa tubuh menjadi <i>hyperarousal</i>. Dalam kondisi ini, otak bekerja memburu potensi ancaman, sehingga sulit untuk mengabaikan gangguan seremeh apapun,
And when insomniacs finally do fall asleep, the quality of their rest is compromised. Our brain’s primary source of energy is cerebral glucose, and in healthy sleep, our metabolism slows to conserve this glucose for waking hours. But PET studies show the adrenaline that prevents sleep for insomniacs also speeds up their metabolisms. While they sleep, their bodies are working overtime, burning through the brain’s supply of energy-giving glucose. This symptom of poor sleep leaves insomniacs waking in a state of exhaustion, confusion, and stress, which starts the process all over again.
atau bunyian selemah apapun. Walaupun penderita insomnia akhirnya tertidur, kualitas istirahat mereka membahayakan. Sumber energi utama bagi otak kita adalah glukosa otak, dan dalam tidur yang sehat, metabolisme tubuh melambat demi menghemat glukosa itu, untuk digunakan kala terjaga. Tetapi, penelitian PET membuktikan bahwa adrenalin yang mencegah tidur juga mempercepat metabolisme penderita insomnia. Dalam tidur, tubuh mereka bekerja lembur, menghabiskan cadangan tenaga glukosa otak. Gejala tidur tak sehat ini membuat penderita insomnia bangun dalam keadaan kehabisan tenaga, bingung, dan tertekan,
When these cycles of stress and restlessness last several months,
dan proses ini berulang terus.
they’re diagnosed as chronic insomnia. And while insomnia rarely leads to death, its chemical mechanisms are similar to anxiety attacks found in those experiencing depression and anxiety. So suffering from any one of these conditions increases your risk of experiencing the other two.
Jika siklus stres dan kegelisahan berlangsung sampai beberapa bulan, gejala ini didiagnosis sebagai insomnia kronis. Walaupun insomnia jarang menyebabkan kematian, mekanisme kimiawinya serupa dengan serangan kecemasan pada mereka yang menderita depresi dan gangguan kecemasan. Jadi, menderita salah satu dari gangguan ini meningkatkan risiko
Fortunately, there are ways to break the cycle of sleeplessness.
terhadap dua lainnya.
Managing the stress that leads to hyperarousal is one of our best-understood treatments for insomnia, and good sleep practices can help rebuild your relationship with bedtime. Make sure your bedroom is dark and comfortably cool to minimize “threats” during hyperarousal. Only use your bed for sleeping, and if you’re restless, leave the room and tire yourself out with relaxing activities like reading, meditating, or journaling. Regulate your metabolism by setting consistent resting and waking times to help orient your body’s biological clock. This clock, or circadian rhythm, is also sensitive to light, so avoid bright lights at night to help tell your body that it’s time for sleep.
Untungnya, banyak jalan untuk menghentikan siklus susah tidur. Mengelola stres penyebab <i>hyperarousal</i> adalah pengobatan insomnia termudah, dan kebiasaan tidur yang baik dapat membantu memulihkan hubungan baik dengan waktu tidur. Pastikan kamar tidurmu gelap dan nyaman suhunya untuk meminimalkan 'ancaman' dalam kondisi <i>hyperarousal</i>. Gunakan tempat tidur hanya untuk tidur, dan jika merasa resah, keluar dari ruangan dan lelahkan tubuh dengan kegiatan santai seperti membaca, meditasi, atau menulis buku harian. Atur metabolisme tubuh dengan waktu istirahat dan waktu bangun yang konsisten untuk membantu tubuh mengatur jam biologisnya. Jam biologis ini, atau ritme sirkadian, juga peka terhadap cahaya, maka hindari cahaya terang di malam hari untuk membantu memberi tahu tubuh
In addition to these practices, some doctors prescribe medication to aid sleep, but there aren’t reliable medications that help in all cases. And over-the-counter sleeping pills can be highly addictive, leading to withdrawal that worsens symptoms.
waktu tidur telah tiba. Selain itu, sebagian dokter meresepkan obat tidur, tapi tidak ada obat yang dapat diandalkan untuk menolong semua kasus. Obat tidur yang dijual bebas dapat menimbulkan ketergantungan,
But before seeking any treatment, make sure your sleeplessness is actually due to insomnia. Approximately 8% of patients diagnosed with chronic insomnia are actually suffering from a less common genetic problem called delayed sleep phase disorder, or DSPD. People with DSPD have a circadian rhythm significantly longer than 24 hours, putting their sleeping habits out of sync with traditional sleeping hours. So while they have difficulty falling asleep at a typical bedtime, it’s not due to increased stress. And given the opportunity, they can sleep comfortably on their own delayed schedule.
menyebabkan kecanduan yang malah memperparah gejala. Sebelum mencari pengobatan, pastikan bahwa susah tidurmu benar disebabkan oleh insomnia. Sekitar 80% pasien yang didiagnosis menderita insomnia kronis ternyata mempunyai masalah genetik yang jarang ditemui yaitu gangguan fase tidur tertunda atau DSPD (<i>delayed sleep phase disorder</i>) Penderita DSPD mempunyai ritme sirkadian yang agak lebih panjang dari 24 jam, membuat kebiasaan tidur mereka tidak sejalan dengan waktu tidur umumnya. Jadi, walaupun mereka sulit tidur pada waktu tidur yang umum, hal itu bukan karena dipicu oleh stres. Dan jika waktu memungkinkan, mereka dapat tidur dengan nyaman pada waktu tidur mereka sendiri.
Our sleeping and waking cycle is a delicate balance, and one that’s vital to maintain for our physical and mental wellbeing. For all these reasons, it’s worth putting in some time and effort to sustain a stable bedtime routine, but try not to lose any sleep over it.
Siklus tidur dan bangun kita adalah keseimbangan yang rentan, dan penting dijaga demi kesehatan fisik dan mental kita. Karena itu, ada gunanya menyisihkan waktu dan usaha untuk menjaga rutinitas tidur yang stabil, tapi jangan sampai tidak bisa tidur memikirkannya.