It's wonderful to be back. I love this wonderful gathering. And you must be wondering, "What on earth? Have they put up the wrong slide?" No, no. Look at this magnificent beast, and ask the question: Who designed it?
Senang kembali berada di sini. Saya menyukai pertemuan bagus ini. Anda pasti berpikir, "Apa maksudnya? Apa mereka menayangkan gambar yang salah?" Tidak, tidak. Lihatlah hewan mengagumkan ini dan bertanyalah -- siapa yang merancangnya? Ini adalah TED.
This is TED; this is Technology, Entertainment, Design, and there's a dairy cow. It's a quite wonderfully designed animal. And I was thinking, how do I introduce this? And I thought, well, maybe that old doggerel by Joyce Kilmer, you know: "Poems are made by fools like me, but only God can make a tree." And you might say, "Well, God designed the cow."
Ini adalah <i>Technology<i>, <i>Entertainment<i>, <i>Design<i> dan ini adalah sapi perah. Hewan ini dirancang dengan sangat baik. Saya berpikir, bagaimana saya harus mulai? Mungkin dengan perkataan dari Joyce Kilmer, Anda tahu: "Puisi diciptakan oleh orang bodoh seperti saya, tapi hanya Tuhan yang dapat menciptakan pohon." Lalu Anda mungkin berkata, "Ya, Tuhan yang merancang sapi itu."
But, of course, God got a lot of help. This is the ancestor of cattle. This is the aurochs. And it was designed by natural selection, the process of natural selection, over many millions of years. And then it became domesticated, thousands of years ago. And human beings became its stewards, and, without even knowing what they were doing, they gradually redesigned it and redesigned it and redesigned it. And then more recently, they really began to do reverse engineering on this beast and figure out just what the parts were, how they worked and how they might be optimized -- how they might be made better.
Tapi dalam hal ini Tuhan banyak mendapat bantuan. Ini adalah nenek moyang dari sapi. Ini adalah Aurochs. Aurochs dirancang oleh seleksi alam, proses seleksi alam, selama jutaan tahun. Aurochs lalu didomestikasi ribuan tahun yang lalu. Manusia kemudian menjadi pengurusnya, dan, tanpa tahu apa yang mereka lakukan, mereka perlahan merancang, merancang, dan merancang ulang sapi itu. Kemudian, baru-baru ini, mereka benar-benar memulai melakukan rekayasa terbalik pada hewan ini dan mempelajari bagian-bagiannya, bagaimana cara kerjanya dan bagaimana hal itu bisa ditingkatkan -- bisa dibuat menjadi lebih baik.
Now, why am I talking about cows? Because I want to say that much the same thing is true of religions. Religions are natural phenomena -- they're just as natural as cows. They have evolved over millennia. They have a biological base, just like the aurochs. They have become domesticated, and human beings have been redesigning their religions for thousands of years. This is TED, and I want to talk about design. Because what I've been doing for the last four years -- really since the first time you saw me -- some of you saw me at TED when I was talking about religion -- and in the last four years, I've been working just about non-stop on this topic. And you might say it's about the reverse engineering of religions. Now that very idea, I think, strikes terror in many people, or anger, or anxiety of one sort or another. And that is the spell that I want to break.
Mengapa saya sekarang berbicara tentang sapi? Sebab saya ingin berkata banyak hal yang sama berlaku juga bagi agama. Agama adalah fenomena alam. Agama sama alaminya dengan sapi. Agama telah berkembang selama ribuan tahun. Agama punya dasar biologis, seperti halnya Aurochs. Agama telah didomestikasi, dan manusia telah merancang ulang agama mereka selama ribuan tahun. Ini TED, dan saya ingin berbicara tentang desain. Sebab yang saya lakukan selama empat tahun terakhir, sejak pertama Anda melihat saya -- sebagian pernah melihat saya di TED ketika saya berbicara tentang agama, dan dalam empat tahun terakhir saya telah bekerja hampir tanpa henti pada topik ini. Anda boleh berkata ini tentang rekayasa terbalik terhadap agama. Saya pikir ide ini membuat banyak orang ketakutan, atau marah, atau cemas, atau semacamnya. Itulah pandangan yang ingin saya ubah.
I want to say, no, religions are an important natural phenomenon. We should study them with the same intensity that we study all the other important natural phenomena, like global warming, as we heard so eloquently last night from Al Gore. Today's religions are brilliantly designed -- brilliantly designed. They are immensely powerful social institutions and many of their features can be traced back to earlier features that we can really make sense of by reverse engineering. And, as with the cow, there's a mixture of evolutionary design -- designed by natural selection itself -- and intelligent design -- more or less intelligent design -- and redesigned by human beings who are trying to redesign their religions.
Saya ingin berkata, tidak, agama adalah fenomena alam yang penting. Kita perlu mempelajari agama sama dalamnya dengan kita mempelajari fenomena alam penting lainnya, seperti pemanasan global, yang dijelaskan dengan baik oleh Al Gore tadi malam. Agama kita sekarang dirancang dengan brilian -- dengan brilian. Agama adalah lembaga sosial yang sangat kuat dan banyak sifat-sifatnya dapat dilacak dari sifat-sifat awal yang dapat kita mengerti melalui rekayasa terbalik. Dan, sama dengan sapi, ada campuran dari rancangan evolusioner, rancangan oleh seleksi alam itu sendiri, dan rancangan cerdas -- kurang lebihnya rancangan cerdas - perancangan ulang oleh manusia yang mencoba untuk merancang ulang agama mereka.
You don't do book talks at TED, but I'm going to have just one slide about my book, because there is one message in it which I think this group really needs to hear. And I would be very interested to get your responses to this. It's the one policy proposal that I make in the book, at this time, when I claim not to know enough about religion to know what other policy proposals to make. And it's one that echoes remarks that you've heard already today.
Anda tidak boleh bedah buku di TED, saya akan tunjukkan satu halaman saja dalam buku saya, sebab ada pesan di dalamnya yang menurut saya harus didengar kelompok ini. Saya akan sangat tertarik mendengar tanggapan Anda tentang ini. Dalam buku itu saya membuat sebuah usulan kebijakan, saya tidak tahu cukup banyak tentang agama untuk membuat usulan kebijakan lainnya. Usulan itu memuat pernyataan yang sudah Anda dengar hari ini.
Here's my proposal, I'm going to just take a couple of minutes to explain it: Education on world religions for all of our children -- in primary school, in high school, in public schools, in private schools and in home schooling. So what I'm proposing is, just as we require reading, writing, arithmetic, American history, so we should have a curriculum on facts about all the religions of the world -- about their history, about their creeds, about their texts, their music, their symbolisms, their prohibitions, their requirements. And this should be presented factually, straightforwardly, with no particular spin, to all of the children in the country. And as long as you teach them that, you can teach them anything else you like. That, I think, is maximal tolerance for religious freedom. As long as you inform your children about other religions, then you may -- and as early as you like and whatever you like -- teach them whatever creed you want them to learn. But also let them know about other religions.
Inilah usulan saya. Saya hanya butuh beberapa menit untuk menjelaskannya -- pendidikan semua agama di dunia untuk semua anak di sekolah dasar, di SMA, di sekolah negeri dan swasta, dan sekolah rumah. Jadi yang saya usulkan adalah, seperti halnya kita mewajibkan membaca, menulis, aritmatika, sejarah Amerika, kita perlu memiliki kurikulum yang berisi fakta-fakta tentang semua agama di dunia -- tentang sejarah, keyakinan, dan kitab suci agama-agama itu, musik, simbolisme, larangan, dan kewajiban mereka. Hal ini harus disajikan berdasarkan fakta, dengan lugas tanpa pembelokan makna, kepada semua anak di negara ini. Selama Anda mengajarkan hal itu kepada mereka, Anda dapat mengajarkan hal apapun yang Anda sukai. Menurut saya itu adalah toleransi maksimum dalam kebebasan beragama. Selama Anda memberi tahu anak Anda tentang agama lain Anda dapat -- seawal yang Anda sukai dan semuanya terserah Anda, untuk mengajari keyakinan apapun yang Anda ingin mereka pelajari. Tapi biarkan mereka tahu tentang agama lain.
Now, why do I say that? Because democracy depends on an informed citizenship. Informed consent is the very bedrock of our understanding of democracy. Misinformed consent is not worth it. It's like a coin flip; it doesn't count, really. Democracy depends on informed consent. This is the way we treat people as responsible adults. Now, children below the age of consent are a special case. Parents -- I'm going to use a word that Pastor Rick just used -- parents are stewards of their children. They don't own them. You can't own your children. You have a responsibility to the world, to the state, to them, to take care of them right. You may teach them whatever creed you think is most important, but I say you have a responsibility to let them be informed about all the other creeds in the world, too.
Mengapa saya mengatakan hal itu? Sebab demokrasi bergantung pada warga negara yang melek informasi. Keputusan berdasarkan informasi adalah landasan dasar dari pengertian kita terhadap demokrasi. Keputusan tanpa informasi tidak ada artinya. Keputusan tanpa informasi sebenarnya tak layak dihitung. Demokrasi bergantung kepada kesadaran berdasarkan informasi. Inilah cara memperlakukan masyarakat sebagai orang dewasa yang bertanggung jawab. Bagi anak-anak di bawah umur kesadaran, itu keadaan khusus. Saya akan menggunakan kata yang baru digunakan Pastor Rick -- orangtua adalah pengurus anak-anak mereka. Orangtua tidak memiliki anak-anak. Anda tak bisa memiliki anak Anda. Anda punya tanggung jawab kepada dunia, kepada negara, dan kepada mereka untuk merawat mereka dengan baik. Anda boleh mengajarkan keyakinan apapun yang Anda anggap paling penting, tapi Anda juga bertanggung jawab memberi tahu mereka tentang semua keyakinan yang ada di dunia.
The reason I've taken this time is I've been fascinated to hear some of the reactions to this. One reviewer for a Roman Catholic newspaper called it "totalitarian." It strikes me as practically libertarian. Is it totalitarian to require reading, writing and arithmetic? I don't think so. All I'm saying is -- and facts, facts only; no values, just facts -- about all the world's religions. Another reviewer called it "hilarious." Well, I'm really bothered by the fact that anybody would think that was hilarious. It seems to me to be such a plausible, natural extension of the democratic principles we already have that I'm shocked to think anybody would find that just ridiculous. I know many religions are so anxious about preserving the purity of their faith among their children that they are intent on keeping their children ignorant of other faiths. I don't think that's defensible. But I'd really be pleased to get your answers on that -- any reactions to that -- later.
Alasan saya kali ini adalah bahwa saya kagum mendengarkan beberapa reaksi terhadap usulan ini. Seorang penulis di surat kabar Katolik Roma mengatakan ide itu "totaliter." Menurut saya ide itu sebenarnya liberal. Apakah totaliter mengharuskan anak belajar membaca, menulis, dan aritmatika? Saya kira tidak. Maksud saya adalah -- fakta. Hanya fakta. Tanpa nilai, hanya fakta tentang semua agama di dunia. Penulis lain mengatakan ide itu "sangat lucu." Saya sangat terganggu dengan kenyataan bahwa ada orang mengatakan ide itu sangat lucu. Bagi saya itu usulan yang masuk akal, perluasan prinsip-prinsip demokrasi yang sudah kita miliki, saya terkejut mengetahui ada orang yang berpikir ide itu konyol. Saya tahu banyak agama sangat khawatir terhadap kemurnian keyakinan mereka di anak-anak mereka, sehingga mereka dengan sengaja membuat anak-anak mereka tidak peduli terhadap keyakinan lain. Saya rasa itu tak dapat dipertahankan, saya akan senang mendengar tanggapan Anda terhadapnya -- tanggapan apapun -- nanti. Sekarang saya akan melanjutkan ceramah saya.
But now I'm going to move on. Back to the cow. This picture, which I pulled off the web -- the fellow on the left is really an important part of this picture. That's the steward. Cows couldn't live without human stewards -- they're domesticated. They're a sort of ectosymbiont. They depend on us for their survival. And Pastor Rick was just talking about sheep. I'm going to talk about sheep, too. There's a lot of serendipitous convergence here. How clever it was of sheep to acquire shepherds!
Kembali ke sapi. Gambar ini, yang saya ambil dari internet -- orang di sebelah kiri itu adalah bagian yang sangat penting di gambar itu. Itulah pengurusnya. Sapi-sapi itu tak dapat hidup tanpa manusia -- mereka didomestikasi Semacam <i>ectosymbiont<i> (simbiosis di luar tubuh). Mereka bergantung kepada kita untuk dapat bertahan hidup. Pastor Rick baru saja berbicara tentang domba. Saya juga akan berbicara tentang domba. Ada banyak pertemuan tak terduga di sini. Betapa cerdasnya domba itu karena memperoleh gembala!
(Laughter)
Bayangkan yang mereka dapatkan.
Think of what this got them. They could outsource all their problems: protection from predators, food-finding ...
Mereka dibantu menyelesaikan semua masalah mereka -- perlindungan dari pemangsa, makanan, perawatan kesehatan.
(Laughter)
... health maintenance.
(Laughter)
The only cost in most flocks -- not even this -- a loss of free mating. What a deal! "How clever of sheep!" you might say. Except, of course, it wasn't the sheep's cleverness. We all know sheep are not exactly rocket scientists -- they're not very smart. It wasn't the cleverness of the sheep at all. They were clueless. But it was a very clever move. Whose clever move was it? It was the clever move of natural selection itself.
Ongkos yang harus ditanggung hanyalah tidak bisa kawin dengan bebas. Bukan masalah. "Betapa pintarnya domba itu!" mungkin Anda bilang begitu. Tentu saja itu terjadi bukan karena domba itu pintar. Kita tahu domba tidak terlalu pintar. Semua itu bukan karena kepintaran si domba. Domba itu tidak tahu apa-apa. Tapi itu adalah keputusan yang cerdas. Keputusan cerdas siapa? Keputusan cerdas dari seleksi alam itu sendiri.
Francis Crick, the co-discoverer of the structure of DNA with Jim Watson, once joked about what he called Orgel's Second Rule. Leslie Orgel is a molecular biologist, brilliant guy, and Orgel's Second Rule is: Evolution is cleverer than you are. Now, that is not Intelligent Design -- not from Francis Crick. Evolution is cleverer than you are. If you understand Orgel's Second Rule, then you understand why the Intelligent Design movement is basically a hoax.
Francis Crick, salah satu penemu struktur DNA dengan Jim Watson, pernah bercanda tentang Hukum Kedua Orgel. Leslie Orgel adalah ahli biologi molekuler, orang brilian, dan Hukum Kedua Orgel adalah: Evolusi lebih cerdas dari Anda. Itu artinya bukan Rancangan Cerdas -- bukan dari Francis Crick. Evolusi lebih cerdas dari Anda. Bila Anda memahami Hukum Kedua Orgel, maka Anda mengerti mengapa pergerakan Rancangan Cerdas pada dasarnya adalah sebuah tipuan.
The designs discovered by the process of natural selection are brilliant, unbelievably brilliant. Again and again biologists are fascinated with the brilliance of what's discovered. But the process itself is without purpose, without foresight, without design. When I was here four years ago, I told the story about an ant climbing a blade of grass. And why the ant was doing it was because its brain had been infected with a lancet fluke that was needed to get into the belly of a sheep or a cow in order to reproduce. So it was sort of a spooky story.
Rancangan yang ditemukan oleh proses seleksi alam sungguh brilian, benar-benar brilian. Berulang kali ahli biologi terkesima dengan kecerdasan yang mereka temukan. Tapi proses itu sendiri tanpa tujuan, tanpa rencana jauh ke depan, tanpa rancangan. Ketika saya di sini empat tahun lalu, saya bercerita tentang seekor semut yang naik ke ujung daun. Mengapa semut itu melakukan itu? Sebab otak semut itu terinfeksi <i>lancet fluke</i> (semacam parasit kecil) -- yang harus masuk ke perut domba atau sapi untuk dapat bereproduksi. Cerita itu cukup membuat merinding.
And I think some people may have misunderstood. Lancet flukes aren't smart. I submit that the intelligence of a lancet fluke is down there, somewhere between petunia and carrot. They're not really bright. They don't have to be. The lesson we learn from this is: you don't have to have a mind to be a beneficiary. The design is there in nature, but it's not in anybody's head. It doesn't have to be. That's the way evolution works. Question: Was domestication good for sheep? It was great for their genetic fitness.
Saya merasa beberapa orang mungkin salah mengerti. <i>Lancet fluke</i> tidaklah cerdas. Menurut saya kecerdasan <i>lancet fluke</i> ada di sana, di sekitar bunga petunia dan wortel. Mereka tidak pintar. Mereka tidak perlu pintar. Pelajaran yang kita dapat dari sini adalah Anda tak perlu bisa berpikir untuk dapat memperoleh sesuatu. Rancangan ada di alam, tapi bukan di dalam kepala siapapun. Rancangan itu tak perlu ada di kepala manusia. Itulah cara kerja evolusi. Pertanyaannya -- apakah domestikasi baik untuk domba? Ya, itu sangat baik untuk kesehatan genetik mereka.
And here I want to remind you of a wonderful point that Paul MacCready made at TED three years ago. Here's what he said: "Ten thousand years ago, at the dawn of agriculture, human population, plus livestock and pets, was approximately a tenth of one percent of the terrestrial vertebrate landmass." That was just 10,000 years ago. Yesterday, in biological terms. What is it today? Does anybody remember what he told us? 98 percent. That is what we have done on this planet.
Di sini saya ingin mengingatkan Anda hal indah yang dikatakan Paul MacCready di TED tiga tahun lalu. Inilah yang dia katakan. 10.000 tahun lalu di zaman awal pertanian, populasi manusia, ditambah ternak dan hewan peliharaan, sekitar sepersepuluh dari 1% massa seluruh hewan vertebrata darat. Itu baru 10.000 tahun yang lalu. Dalam istilah biologis itu baru kemarin. Bagaimana dengan hari ini? Ada yang ingat apa yang dia katakan? 98 persen. Itu yang sudah kita lakukan terhadap planet ini.
Now, I talked to Paul afterwards -- I wanted to check to find out how he'd calculated this, and get the sources and so forth -- and he also gave me a paper that he had written on this. And there was a passage in it which he did not present here and I think it is so good, I'm going to read it to you: "Over billions of years on a unique sphere, chance has painted a thin covering of life: complex, improbable, wonderful and fragile. Suddenly, we humans -- a recently arrived species no longer subject to the checks and balances inherent in nature -- have grown in population, technology and intelligence to a position of terrible power. We now wield the paintbrush." We heard about the atmosphere as a thin layer of varnish. Life itself is just a thin coat of paint on this planet. And we're the ones that hold the paintbrush. And how can we do that?
Saya berbicara pada Paul setelah ceramahnya. Saya ingin tahu bagaimana dia menghitungnya, dari mana sumbernya, dan hal lainnya. Lalu dia memberi saya makalah di mana dia menulis hal ini. Ada baris dalam makalah itu yang tidak disampaikannya dan saya pikir itu sangat bagus, saya akan membacakannya untuk Anda. "Selama milyaran tahun perjalanan Bumi yang unik, kesempatan telah melukis lapisan tipis kehidupan: kompleks, mustahil, indah, dan rapuh. Tiba-tiba, kita manusia, spesies yang baru datang tidak lagi tunduk kepada hukum keseimbangan alam, tumbuh dalam populasi, teknologi, dan kecerdasan hingga mencapai kekuatan mengerikan. Sekarang kitalah yang memegang kuas di Bumi." Kita mendengar atmosfir sebagai lapisan pernis yang tipis. Kehidupan juga hanya lapisan cat tipis di planet ini. Dan kitalah yang memegang kuasnya. Bagaimana kita bisa melakukannya?
The key to our domination of the planet is culture. And the key to culture is religion. Suppose Martian scientists came to Earth. They would be puzzled by many things. Anybody know what this is? I'll tell you what it is. This is a million people gathering on the banks of the Ganges in 2001, perhaps the largest single gathering of human beings ever, as seen from satellite photograph. Here's a big crowd. Here's another crowd in Mecca. Martians would be amazed by this. They'd want to know how it originated, what it was for and how it perpetuates itself.
Kunci dominasi kita terhadap planet ini adalah budaya, dan kunci dari budaya adalah agama. Anggap saja ilmuwan Mars datang ke Bumi. Mereka akan bingung melihat banyak hal. Ada yang tahu apa ini? Saya akan memberi tahu apa ini. Ini adalah jutaan orang yang berkumpul di tepi sungai Gangga pada tahun 2001, mungkin kumpulan terbesar manusia yang pernah ada, yang dilihat dari hasil foto satelit. Di sini ada kerumunan besar. Ini kerumunan besar lainnya di Mekah. Ilmuwan Mars akan kagum melihat ini, mereka ingin tahu dari mana asalnya, untuk apa, dan bagaimana hal ini berkembang. Sebenarnya saya ingin melewati ini.
Actually, I'm going to pass over this. The ant isn't alone. There's all sorts of wonderful cases of species which -- in that case -- A parasite gets into a mouse and needs to get into the belly of a cat. And it turns the mouse into Mighty Mouse, makes it fearless, so it runs out in the open, where it'll be eaten by a cat. True story. In other words, we have these hijackers -- you've seen this slide before, from four years ago -- a parasite that infects the brain and induces even suicidal behavior, on behalf of a cause other than one's own genetic fitness.
Semut itu tidak sendiri. Ada banyak kasus mengagumkan dalam banyak spesies. Dalam hal ini, seekor parasit masuk dalam tubuh tikus dan parasit itu perlu masuk ke dalam perut kucing. Maka dia mengubah tikus itu menjadi <i>Mighty Mouse</i> -- membuatnya tak kenal takut, sehingga tikus itu akan lari di tempat terbuka dan dimakan oleh kucing. Kisah nyata. Dengan kata lain, ada pembajak-pembajak semacam itu -- Anda pernah melihat ini sebelumnya, dari empat tahun yang lalu -- seekor parasit yang menginfeksi otak dan menginduksi perilaku bunuh diri karena sesuatu yang bukan penyebab genetik itu sendiri.
Does that ever happen to us? Yes, it does -- quite wonderfully. The Arabic word "Islam" means "submission." It means "surrender of self-interest to the will of Allah." But I'm not just talking about Islam. I'm talking also about Christianity. This is a parchment music page that I found in a Paris bookstall 50 years ago. And on it, it says, in Latin: "Semen est verbum Dei. Sator autem Christus." The word of God is the seed and the sower of the seed is Christ. Same idea. Well, not quite. But in fact, Christians, too ... glory in the fact that they have surrendered to God. I'll give you a few quotes. "The heart of worship is surrender. Surrendered people obey God's words, even if it doesn't make sense." Those words are by Rick Warren. Those are from "The Purpose Driven Life."
Apakah hal itu terjadi pada kita? Ya, itu terjadi -- dengan cukup mengagumkan. Kata Arab "Islam" berarti penyerahan diri. Artinya berpasrah diri terhadap kehendak Allah. Tapi saya tidak hanya berbicara tentang Islam. Saya juga berbicara tentang Kristen. Ini adalah lembaran yang saya temukan di kios buku di Paris 50 tahun lalu. Di situ tertulis, dalam bahasa Latin: (Latin) "Sabda Tuhan adalah benih dan penabur benihnya adalah Kristus." Ide yang sama! Memang tidak sama persis. Tapi faktanya, orang Kristen juga bangga karena mereka berpasrah pada Tuhan. Saya akan memberikan beberapa kutipan. "Inti ibadah adalah berpasrah diri. Orang yang berpasrah diri menaati sabda Tuhan, bahkan bila itu tidak masuk akal." Kata-kata itu dari Rick Warren. Kutipan itu diambil dari "<i>The Purpose Driven Life.</i>"
And I want to turn now, briefly, to talk about that book, which I've read. You've all got a copy, and you've just heard the man. And what I want to do now is say a bit about this book from the design standpoint, because I think it's actually a brilliant book. First of all, the goal -- and you heard just now what the goal is -- it's to bring purpose to the lives of millions, and he has succeeded. Is it a good goal? In itself, I'm sure we all agree, it is a wonderful goal. He's absolutely right. There are lots of people out there who don't have purpose in their life, and bringing purpose to their life is a wonderful goal. I give him an A+ on this.
Saya ingin membahas sedikit buku itu, saya telah membacanya. Anda semua sudah mendapat satu kopi buku itu. Anda baru saja mendengar pembicaraannya. Saya membahas buku ini dari sudut pandang desain, sebab saya pikir buku ini sebenarnya bagus sekali. Pertama, tujuannya. Anda baru saja mendengar apa tujuannya. Memberi tujuan hidup kepada jutaan orang, dan dia telah berhasil. Apakah itu tujuan yang baik? Saya yakin kita semua setuju, itu tujuan yang mengagumkan. Dia benar sekali. Ada banyak orang di luar sana yang tidak punya tujuan hidup, dan memberi tujuan hidup kepada mereka adalah tujuan yang sangat baik. Saya memberinya A+ untuk ini.
(Laughter)
Apakah tujuannya tercapai?
Is the goal achieved? Yes. Thirty million copies of this book. Al Gore, eat your heart out.
Ya. 30 juta kopi buku ini. Al Gore, pasti Anda kecewa.
(Laughter)
(Tawa)
Just exactly what Al is trying to do, Rick is doing. This is a fantastic achievement. And the means -- how does he do it?
Rick melakukan hal yang sama persis seperti yang ingin dilakukan Al Gore. Ini adalah pencapaian yang luar biasa. Caranya -- bagaimana dia melakukannya?
It's a brilliant redesign of traditional religious themes -- updating them, quietly dropping obsolete features, putting new interpretations on other features. This is the evolution of religion that's been going on for thousands of years, and he's just the latest brilliant practitioner of it. I don't have to tell you this; you just heard the man. Excellent insights into human psychology, wise advice on every page. Moreover, he invites us to look under the hood. I really appreciated that. For instance, he has an appendix where he explains his choice of translations of different Bible verses. The book is clear, vivid, accessible, beautifully formatted. Just enough repetition. That's really important. Every time you read it or say it, you make another copy in your brain. Every time you read it or say it, you make another copy in your brain.
Dengan merancang ulang tema-tema keagamaan tradisional -- memutakhirkannya, membuang bagian yang usang, memberi makna baru di bagian lain. Ini adalah evolusi agama yang sudah berlangsung selama ribuan tahun, dan dia hanyalah praktisi cerdas terakhir. Saya tidak harus memberi tahu hal ini kepada Anda. Anda baru saja mendengarkannya langsung. Pengertian mendalam terhadap psikologi manusia, nasehat bijak dalam tiap halamannya. Terlebih lagi, dia mengajak kita melihat apa di balik buku itu. Saya sangat menghargai hal itu. Contohnya, dia memiliki lampiran di mana dia menjelaskan pilihannya terhadap berbagai terjemahan Alkitab. Buku ini jelas, terang, mudah dibaca, dan ditata dengan baik. Ada pengulangan yang cukup. Itu sangat penting. Tiap kali Anda membaca atau mengucapkannya, Anda membuat salinan lain di otak Anda. Tiap kali Anda membaca atau mengucapkannya, Anda membuat salinan lain di otak Anda.
(Laughter)
(Tawa)
With me, everybody --
Semuanya, bersama saya -- tiap kali Anda membaca atau mengucapkannya,
(Audience and Dan Dennett) Every time you read it or say it, you make another copy in your brain.
Anda membuat salinan lain di otak Anda. Terima kasih.
Thank you.
Sekarang kita sampai di permasalahan saya.
And now we come to my problem. Because I'm absolutely sincere in my appreciation of all that I said about this book. But I wish it were better. I have some problems with the book. And it would just be insincere of me not to address those problems. I wish he could do this with a revision, a Mark 2 version of his book. "The truth will set you free." That's what it says in the Bible, and it's something that I want to live by, too.
Saya benar-benar tulus terhadap pujian yang saya katakan tentang buku ini. Tapi saya harap buku ini lebih baik. Saya punya sedikit masalah dengan buku ini. Saya akan jadi tidak jujur bila tidak mengatakan masalahnya. Saya harap dia mau merevisi buku ini, versi Mark 2 dari buku ini. "Kebenaran akan membebaskan Anda" -- itu ada di dalam Alkitab, dan saya juga ingin menghidupi itu.
My problem is, some of the bits in it I don't think are true. Now some of this is a difference of opinion. And that's not my main complaint, that's worth mentioning. Here's a passage -- it's very much what he said, anyway: "If there was no God we would all be accidents, the result of astronomical random chance in the Universe. You could stop reading this book because life would have no purpose or meaning or significance. There would be no right or wrong and no hope beyond your brief years on Earth." Now, I just do not believe that. By the way, I find -- Homer Groening's film presented a beautiful alternative to that very claim. Yes, there is meaning and a reason for right or wrong. We don't need a belief in God to be good or to have meaning in us. But that, as I said, is just a difference of opinion. That's not what I'm really worried about.
Masalah saya adalah, menurut saya beberapa bagian di dalamnya tidak benar. Beberapa adalah perbedaan pendapat, dan itu bukanlah komplain utama saya. Hal itu perlu disinggung. Ada baris di sana -- ini adalah perkataannya. "Bila tidak ada Tuhan maka kita semua adalah hasil kecelakaan, dari peluang acak astronomis di alam semesta. Anda dapat berhenti membaca buku ini sebab hidup tidak punya tujuan atau makna atau kepentingan. Tak ada benar atau salah, tak ada harapan sesudah hidupmu yang singkat di Bumi." Saya tidak percaya itu. Begini, saya menemukan film Homer Groening yang memberikan alternatif menarik terhadap klaim itu. Ya, ada makna dan ada alasan untuk benar atau salah. Kita tak perlu percaya Tuhan untuk jadi baik atau menemukan makna diri kita. Tapi itu hanyalah perbedaan pendapat. Bukan itu yang benar-benar saya khawatirkan.
How about this: "God designed this planet's environment just so we could live in it." I'm afraid that a lot of people take that sentiment to mean that we don't have to do the sorts of things that Al Gore is trying so hard to get us to do. I am not happy with that sentiment at all. And then I find this: "All the evidence available in the biological sciences supports the core proposition that the cosmos is a specially designed whole with life and mankind as its fundamental goal and purpose, a whole in which all facets of reality have their meaning and explanation in this central fact." Well, that's Michael Denton. He's a creationist. And here, I think, "Wait a minute." I read this again. I read it three or four times and I think, "Is he really endorsing Intelligent Design? Is he endorsing creationism here?" And you can't tell. So I'm sort of thinking, "Well, I don't know, I don't know if I want to get upset with this yet."
"Tuhan merancang planet ini hanya agar kita dapat hidup di dalamnya." Saya takut banyak orang menerima pendapat itu dengan mengartikan bahwa kita tidak perlu melakukan hal yang disampaikan dengan susah payah oleh Al Gore. Saya sama sekali tidak senang dengan pernyataan itu. Lalu saya menemukan ini -- "Semua bukti yang ada di ilmu biologi mendukung pernyataan pokok bahwa kosmos dirancang khusus untuk kehidupan dengan manusia sebagai tujuan utamanya, sebuah keutuhan di mana semua segi kehidupan memiliki makna dan penjelasan terhadap fakta utama ini (manusia)." Itu kata-kata Michael Denton. Dia pendukung penciptaan. Lalu saya berpikir, "Tunggu sebentar." Saya membacanya lagi. Saya membacanya tiga atau empat kali dan saya berpikir, "Apa dia benar-benar mendukung Rancangan Cerdas? Apa dia mendukung penciptaan di sini?" Anda belum bisa mengetahuinya. Maka saya berpikir, "Saya tak tahu, apa harus kesal terhadap hal ini sekarang."
But then I read on, and I read this: "First, Noah had never seen rain, because prior to the Flood, God irrigated the earth from the ground up." I wish that sentence weren't in there, because I think it is false. And I think that thinking this way about the history of the planet, after we've just been hearing about the history of the planet over millions of years, discourages people from scientific understanding. Now, Rick Warren uses scientific terms and scientific factoids and information in a very interesting way.
Tapi kemudian saya menemukan ini -- "Awalnya, Nuh tak pernah melihat hujan, sebab sebelum banjir Tuhan mengairi bumi dari bawah tanah." Saya berharap kalimat itu tak ada di sana, sebab saya pikir hal itu salah. Berpikir dengan cara ini tentang sejarah planet bumi, saat kita baru saja mendengarkan sejarah planet kita selama jutaan tahun, menurunkan semangat orang terhadap pemahaman ilmiah. Rick Warren menggunakan istilah dan fakta-fakta ilmiah dan informasi lain dengan cara yang menarik.
Here's one: "God deliberately shaped and formed you to serve him in a way that makes your ministry unique. He carefully mixed the DNA cocktail that created you." I think that's false. Now, maybe we want to treat it as metaphorical. Here's another one: "For instance, your brain can store 100 trillion facts. Your mind can handle 15,000 decisions a second." Well, it would be interesting to find the interpretation where I would accept that. There might be some way of treating that as true. "Anthropologists have noted that worship is a universal urge, hardwired by God into the very fiber of our being -- an inbuilt need to connect with God." Well, the sense of which I agree with him, except I think it has an evolutionary explanation.
Ini salah satunya -- "Dengan seksama Tuhan membentuk Anda untuk melayaninya dengan cara yang membuat Anda unik. Dengan hati-hati dia mencampur koktail DNA yang menciptakan Anda." Menurut saya itu salah. Mungkin kita ingin menganggapnya sebuah kiasan. Ini lainnya -- "Contohnya, otak Anda dapat menyimpan 100 trilyun fakta. Pikiran Anda dapat menangani 15.000 keputusan dalam satu detik." Akan menarik bila kita dapat menemukan penjelasan terhadap pernyataan itu. Mungkin ada cara untuk menjadikannya benar. "Antropolog berpendapat bahwa ibadah adalah dorongan universal, dirancang secara hakiki dalam diri kita, sebuah kebutuhan dari dalam untuk berhubungan dengan Tuhan." Baiklah, ada alasan yang membuat saya setuju dengannya, tapi menurut saya hal itu dijelaskan berdasarkan evolusi.
And what I find deeply troubling in this book is that he seems to be arguing that if you want to be moral, if you want to have meaning in your life, you have to be an Intelligent Designer, you have to deny the theory of evolution by natural selection. And I think, on the contrary, that it is very important to solving the world's problems that we take evolutionary biology seriously. Whose truth are we going to listen to? Well, this is from "The Purpose Driven Life": "The Bible must become the authoritative standard for my life: the compass I rely on for direction, the counsel I listen to for making wise decisions, and the benchmark I use for evaluating everything." Well maybe, OK, but what's going to follow from this?
Hal yang sangat mengganggu saya dalam buku ini adalah pendapatnya yang seakan berkata bila Anda ingin bermoral, bila Anda ingin memiliki makna dalam kehidupan Anda, Anda harus percaya Rancangan Cerdas -- Anda harus menyangkal teori evolusi oleh seleksi alam. Menurut saya sebaliknya, kita perlu belajar biologi evolusioner untuk menyelesaikan masalah-masalah di dunia. Kebenaran mana yang akan kita dengarkan? Hmm, ini dari "<i>The Purpose Driven Life</i>" -- "Alkitab harus jadi standar yang paling berkuasa dalam hidup saya, kompas yang saya andalkan untuk arah, nasehat yang saya dengarkan untuk membuat keputusan bijak dan pembanding untuk menilai semuanya." Mungkin, baik, tapi bagaimana selanjutnya? Inilah satu hal yang saya cemaskan.
And here's one that does concern me. Remember I quoted him before with this line: "Surrendered people obey God's word, even if it doesn't make sense." And that's a problem.
Ingat saya tadi telah mengutip kalimat ini -- "Orang yang berpasrah diri menaati sabda Tuhan, bahkan bila hal itu tidak masuk akal." Dan itu adalah sebuah masalah.
(Sighs)
"Jangan pernah beradu pendapat dengan Iblis.
"Don't ever argue with the Devil. He's better at arguing than you are, having had thousands of years to practice." Now, Rick Warren didn't invent this clever move. It's an old move. It's a very clever adaptation of religions. It's a wild card for disarming any reasonable criticism. "You don't like my interpretation? You've got a reasonable objection to it? Don't listen, don't listen! That's the Devil speaking." This discourages the sort of reasoning citizenship it seems to me that we want to have.
Dia lebih pintar dari Anda, dia sudah berlatih selama ribuan tahun." Rick Warren tidak menciptakan trik pintar ini. Itu adalah trik lama. Hal tersebut adalah adaptasi cerdik dari agama. Sebuah cara ampuh untuk melucuti setiap kritik yang masuk akal. "Anda tidak suka penafsiran saya? Anda punya keberatan yang masuk akal? Jangan dengar, jangan dengar! Itu iblis yang berbicara." Hal ini menurunkan semangat bernalar masyarakat yang menurut saya kita inginkan bersama.
I've got one more problem, then I'm through. And I'd really like to get a response if Rick is able to do it. "In the Great Commission, Jesus said, 'Go to all people of all nations and make them my disciples. Baptize them in the name of the Father, the Son and the Holy Spirit, and teach them to do everything I've told you.'" The Bible says Jesus is the only one who can save the world. We've seen many wonderful maps of the world in the last day or so. Here's one, not as beautiful as the others; it simply shows the religions of the world. Here's one that shows the sort of current breakdown of the different religions.
Ada satu hal lagi, lalu saya selesai. Saya sungguh mengharapkan respon bila Rick dapat menanggapinya. "Dalam Pengutusan Agung, Yesus berkata, 'Pergi ke semua bangsa dan jadikan mereka muridku, baptislah mereka dalam nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus, ajarkan semua hal yang Aku ajarkan kepadamu.'" Alkitab berkata Yesuslah satu-satunya yang dapat menyelamatkan dunia. Kita telah meilhat peta-peta dunia yang cantik dalam beberapa hari ini. Ini salah satunya, tidak secantik lainnya. Peta ini menunjukkan agama-agama di dunia secara sederhana. Dan yang ini menunjukkan berbagai agama berbeda yang ada saat ini.
Do we really want to commit ourselves to engulfing all the other religions, when their holy books are telling them, "Don't listen to the other side, that's just Satan talking!"? It seems to me that that's a very problematic ship to get on for the future. I found this sign as I was driving to Maine recently, in front of a church: "Good without God becomes zero." Sort of cute. A very clever little meme. I don't believe it and I think this idea, popular as it is -- not in this guise, but in general -- is itself one of the main problems that we face.
Apa kita benar-benar ingin bergerak mencaplok semua agama lain, ketika kitab suci mereka mengatakan, "Jangan dengarkan pihak lain, itu setan yang berbicara!" Bagi saya keadaan itu seperti kapal penuh masalah yang harus kita tumpangi menuju masa depan. Saya menemukan tanda ini ketika mengemudi ke Maine baru-baru ini, di depan sebuah gereja -- "Kebaikan tanpa Tuhan adalah kosong." Terlihat manis. Semboyan kecil yang sangat cerdik. Saya tidak percaya itu dan saya pikir ide ini, meskipun populer -- tidak dalam kiasan ini tapi secara umum -- adalah masalah utama yang kita hadapi. Bila Anda seperti saya, Anda kenal banyak ateis dan agnostik yang baik,
If you are like me, you know many wonderful, committed, engaged atheists, agnostics, who are being very good without God. And you also know many religious people who hide behind their sanctity instead of doing good works. So, I wish we could drop this meme. I wish this meme would go extinct.
yang berkomitmen, berusaha keras, yang sangat baik walau tanpa Tuhan. Anda juga kenal banyak orang beragama yang bersembunyi di balik 'kesucian'-nya dan tidak berbuat baik. Jadi, saya berharap kita bisa menurunkan semboyan ini. Saya harap semboyan ini punah.
Thanks very much for your attention.
Terima kasih banyak untuk perhatian Anda.
(Applause)
(Tepuk tangan)