I went to Spain a few months ago and I had the best foie gras of my life. The best culinary experience of my life. Because what I saw, I'm convinced, is the future of cooking. Ridiculous, right? Foie gras and the future of cooking. There's not a food today that's more maligned than foie gras, right? I mean, it's crucified. It was outlawed in Chicago for a while. It's pending here in California, and just recently in New York. It's like if you're a chef and you put it on your menu, you risk being attacked. Really, it happened here in San Francisco to a famous chef.
Saya pergi ke Spanyol beberapa bulan lalu dan menikmati foie gras terbaik dalam hidup saya. Pengalaman kuliner terbaik dalam hidup saya. Karena apa yang saya lihat, saya yakin, adalah masa depan dari masakan. Konyol bukan? Foie gras dan masa depan dari masakan. Tak ada makanan sekarang ini yang lebih jahat dari foie gras, benar? Maksud saya, itu dilarang. Itu dilarang di Chicago selama beberapa waktu. Statusnya masih menunggu di California sini, dan baru saja di New York. Rasanya seperti bila anda seorang koki dan menyediakannya di daftar menu, anda bisa diserang. Sungguh, itu terjadi di San Fransisko di sini pada seorang koki terkenal.
I'm not saying that there's not a rationale for being opposed to foie gras. The reasons usually just boil down to the gavage, which is the force feeding. Basically you take a goose or a duck and you force feed a ton of grain down its throat. More grain in a couple of weeks than it would ever get in a lifetime. Its liver expands by eight times. Suffice to say it's like -- it's not the prettiest picture of sustainable farming.
Saya tidak berkata bahwa tak ada alasan untuk menentang foie gras. Umumnya alasannya berakhir pada 'gavage', yaitu pencekokan. Pada dasarnya anda ambil seekor angsa atau bebek dan anda cekoki banyak sekali biji-bijian dalam kerongkongannya. Selama beberapa minggu dia dicekoki biji-bijian lebih banyak dari yang dimakannya seumur hidup. Hatinya membengkak sampai delapan kali lebih besar. Cukup untuk bilang -- itu bukanlah gambaran terbaik dari pertanian yang lestari.
The problem for us chefs is that it's so freakin' delicious. (Laughter) I mean, I love the stuff. It is fatty, it's sweet, it's silky, it's unctuous. It makes everything else you put it with taste incredible. Can we produce a menu that's delicious without foie gras? Yes, sure. You can also bike the Tour de France without steroids, right? (Laughter) Not a lot of people are doing it. And for good reason. (Laughter)
Masalahnya bagi kami para koki, adalah bahwa foie gras sangat lezat sekali. (Tawa) Maksud saya, saya suka barang itu. Berlemak, manis, lembut, dan penuh. Membuat semua yang anda tambahkan menjadi luar biasa rasanya. Apa kita dapat membuat menu yang lezat tanpa foie gras? Ya, tentu saja. Anda juga bisa bersepeda di Tour de France tanpa steroid bukan? (Tawa) Tidak banyak orang melakukannya. Untuk alasan yang baik. (Tawa)
So several months ago, a friend of mine sent me this link to this guy, Eduardo Sousa. Eduardo is doing what he calls natural foie gras. Natural foie gras. What's natural about foie gras? To take advantage of when the temperature drops in the fall, geese and ducks gorge on food to prepare for the harsh realities of winter. And the rest of the year they're free to roam around Eduardo's land and eat what they want. So no gavage, no force feeding, no factory-like conditions, no cruelty.
Jadi beberapa bulan lalu, seorang teman memberi tahu tentang orang ini, Eduardo Sousa. Eduardo memproduksi apa yang dia sebut foie gras alami. Foie gras alami. Apa yang alami dari foie gras? Untuk bertahan ketika suhu turun di musim gugur, angsa dan bebek makan banyak bersiap untuk menghadapi musim dingin yang keras. Di waktu lain sepanjang tahun mereka bebas berkeliaran di tanah Eduardo dan makan apa yang mereka mau. Jadi tak ada 'gavage', tak ada pencekokan, tak ada kondisi seperti pabrik, tak ada kekejaman.
And it's shockingly not a new idea. His great-granddad started -- Patería de Sousa -- in 1812. And they've been doing it quietly ever since. That is until last year, when Eduardo won the Coup de Coeur, the coveted French gastronomic prize. It's like the Olympics of food products. He placed first for his foie gras. Big, big problem. As he said to me, that really pissed the French off. (Laughter) He said it sort of gleefully.
Mengejutkan bahwa itu bukanlah ide baru. Kakek buyutnya memulai -- Pateria de Sousa -- di 1812. Dan mereka melakukannya dengan tenang sejak saat itu. Sampai tahun lalu, ketika Eduardo memenangi Coup de Coeur, hadiah gastronomik Perancis yang diidam-idamkan. Itu seperti Olimpiade produk-produk makanan. Dia dapat juara pertama untuk foie gras-nya. Masalah besar, sungguh besar. Seperti yang dikatakannya pada saya, itu benar-benar membuat orang Perancis kesal. (Tawa) Dia mengatakannya dengan tampak senang.
It was all over the papers. I read about it. It was in Le Monde. "Spanish chef accused ... " -- and the French accused him. "Spanish chef accused of cheating." They accused him of paying off the judges. They implicated actually, the Spanish government, amazingly. Huh, amazing. A huge scandal for a few weeks. Couldn't find a shred of evidence. Now, look at the guy. He doesn't look like a guy who's paying off French judges for his foie gras. So that died down, and very soon afterward, new controversy. He shouldn't win because it's not foie gras. It's not foie gras because it's not gavage. There's no force feeding. So by definition, he's lying and should be disqualified.
Beritanya ada di semua surat kabar. Saya membacanya, sempat masuk Le Monde. "Koki Spanyol dituduh..." -- dan orang Perancis menuduhnya. "Koki Spanyol dituduh berbuat curang." Mereka menuduhnya membayar juri. Bahkan mereka melibatkan pemerintah Spanyol, mengagumkan. Huh, mengagumkan. Sebuah skandal besar selama beberapa minggu. Tak dapat menemukan bukti apapun. Sekarang, lihat orangnya. Dia tidak terlihat seperti orang yang membayar juri Perancis untuk foie gras-nya. Jadi masalah itu berhenti, dan tak lama kemudian, kontroversi baru. Dia harusnya tidak menang karena itu bukan foie gras. Itu bukan foie gras karena bukan 'gavage'. Tak ada pencekokan. Jadi secara definisi, dia berbohong dan harus didiskualifikasi.
As funny as it sounds, articulating it now and reading about it -- actually, if we had talked about it before this controversy, I would have said, "That's kind of true." You know, foie gras by definition, force feeding, it's gavage, and that's what you get when you want foie gras. That is, until I went to Eduardo's farm in Extremadura, 50 miles north of Seville, right on the Portugal border. I saw first-hand a system that is incredibly complex and then at the same time, like everything beautiful in nature, is utterly simple. And he said to me, really from the first moment, my life's work is to give the geese what they want. He repeated that about 50 times in the two days I was with him. I'm just here to give the geese what they want. Actually, when I showed up he was lying down with the geese with his cell phone taking pictures of them like his children in the grass. Amazing. He's really just in love with -- he's at one with -- he's the goose whisperer. (Laughter)
Selucu kedengarannya, membicarakan dan membaca tentang itu sekarang -- sebenarnya, bila kita sudah membicarakannya sebelum kontroversi ini, saya akan berkata, "Itu benar." Anda tahu, secara definisi foie gras, pencekokan, itu 'gavage', dan itu yang anda lakukan ketika anda mau foie gras. Begitulah, sampai saya pergi ke peternakan Eduardo di Extremadura, 50 mil di utara Seville, persis di perbatasan Portugal. Saya melihat sendiri sebuah sistem yang luar biasa kompleks dan di saat yang sama, seperti semua hal indah di alam, adalah sungguh-sungguh sederhana. Dia berkata pada saya, sejak saat pertama, karya hidup saya untuk memberikan apa yang diinginkan angsa-angsa itu. Dia mengulanginya sekitar 50 kali dalam dua hari saya bersamanya. Saya di sini hanya untuk memberikan apa yang diinginkan angsa-angsa itu. Sebenarnya, ketika saya muncul dia sedang berbaring dengan angsa-angsa dengan ponselnya mengambil gambar mereka seperti anak-anaknya, di rerumputan. Mengagumkan. Dia sungguh jatuh cinta dengan -- dia menyatu dengan -- dialah sang pembisik angsa. (Tawa)
And when I was speaking to him, you know, I thought, like I'm speaking to you now, right, but sort of in the middle of my questions, my excited questions, because the more I got to know him and his system, the more exciting this whole idea became. He kept going like this to me. And I thought, OK, excited Jew from New York, right? I'm talking a little too aggressively, whatever, so you know, I slowed down. And finally, by the end of the day I was like, Ed-uar-do, you know like this? But he was still going like this. I figured it out. I was speaking too loudly. So I hushed my voice. I kind of like asked these questions and chatted with him through a translator in kind of a half whisper. And he stopped doing this. And amazingly, the geese who were on the other side of the paddock when I was around -- "Get the hell away from this kid!" -- when I lowered my voice, they all came right up to us. Right up to us, like right up to here. Right along the fence line.
Dan ketika saya berbicara dengannya, saya berpikir, seperti saya berbicara dengan anda sekarang bukan, tapi di tengah pertanyaan saya, pertanyaan saya yang bersemangat, karena semakin saya mengenalnya dan sistemnya, semakin menarik jadinya seluruh ide ini. Dia terus melakukan ini pada saya. Dan saya berpikir, oke, seorang Yahudi yang bersemangat dari New York bukan? Saya berbicara terlalu agresif, apapunlah, jadi anda tahu, saya melambat. Dan akhirnya, pada akhir hari itu saya seperti, Eduardo, seperti ini? Tapi dia tetap seperti itu. Saya akhirnya mengerti apa maksudnya. Saya berbicara terlalu keras. Jadi saya mengecilkan suara saya. Saya seperti bertanya dan berbicara dengannya melalui penerjemah dengan setengah berbisik. Dan dia berhenti melakukannya. Dan secara mengagumkan, angsa-angsa yang ada di ujung pekarangan ketika saya di sana -- "Pergi jauh-jauh dari bocah ini!" Ketika saya mengurangi suara saya, mereka mendatangi kami. Dekat sekali dengan kami, dekat seperti ini. Tepat di pinggir garis pagar.
And fence line was amazing in itself. The fence -- like this conception of fence that we have it's totally backward with him. The electricity on this fiberglass fence is only on the outside. He rewired it. He invented it. I've never seen it. Have you? You fence in animals. You electrify the inside. He doesn't. He electrifies only the outside. Why? Because he said to me that he felt like the geese -- and he proved this actually, not just a conceit, he proved this -- the geese felt manipulated when they were imprisoned in their little paddocks. Even though they were imprisoned in this Garden of Eden with figs and everything else. He felt like they felt manipulated. So he got rid of the electricity, he got rid of current on the inside and kept it on the outside, so it would protect them against coyotes and other predators.
Pagarnya sendiri mengagumkan. Pagarnya -- konsep yang kita punya tentang pagar adalah berkebalikan dengannya. Listrik di pagar seratkaca ini hanya ada di bagian luarnya. Dia mengatur kembali kabelnya. Dia menemukannya. Saya belum pernah melihatnya. Anda pernah? Anda memagari hewan. Anda memberi listrik di dalamnya. Dia tidak. Dia memberi listrik hanya di luarnya. Mengapa? Karena dia bilang pada saya dia merasa seperti angsa-angsa itu -- dan dia membuktikannya, tidak hanya tebakan, dia membuktikan ini -- angsa-angsa itu merasa diperdaya ketika mereka dipenjara dalam pekarangan mereka. Meskipun mereka dipenjara di Taman Eden dengan ara dan semua lainnya. Dia merasa bahwa bebek-bebek itu merasa diperdaya. Jadi dia menghilangkan listriknya, dia menghilangkan arus di bagian dalam dan tinggal yang luar, jadi pagar itu melindungi mereka dari coyote dan predator lain.
Now, what happened? They ate, and he showed me on a chart, how they ate about 20 percent more feed to feed their livers. The landscape is incredible. I mean, his farm is incredible. It really is the Garden of Eden. There's figs and everything else there for the taking. And the irony of ironies is because Extremadura, the area -- what does Extremadura mean? Extra hard land, right? Extra difficult. Extra hard. But over four generations, he and his family have literally transformed this extra hard land into a tasting menu. Upgrades the life for these geese. And they are allowed to take whatever they want.
Sekarang, apa yang terjadi? Mereka makan, dan dia menunjukkan pada saya sebuah gambar, bagaimana mereka makan 20 persen lebih untuk membesarkan hati mereka. Pemandangannya sungguh luar biasa. Maksud saya, peternakannya luar biasa. Itu adalah Taman Eden yang sesungguhnya. Ada ara dan semua lainnya untuk diambil. Ironi terbesar adalah daerah itu, Extremadura -- apa arti Extremadura? Extramadura berarti tanah yang ekstra keras kan? Ekstra sulit. Ekstra keras. Tapi selama lebih dari empat generasi, dia dan keluarganya telah mengubah tanah ekstra keras ini menjadi menu lezat. Meningkatkan kehidupan angsa-angsa ini. Dan mereka dibolehkan mengambil apa yang mereka mau.
Another irony, the double irony is that on the figs and the olives, Eduardo can make more money selling those than he can on the foie gras. He doesn't care. He lets them take what they want and he says, "Usually, it's about 50 percent. They're very fair." The other 50 percent, he takes and he sells and he makes money on them. Part of the income for his farm. A big part of his income for his farm. But he never controls it. They get what they want, they leave the rest for me and I sell it.
Ironi lain, ironi ganda adalah bahwa dari ara dan zaitun, Eduardo dapat menghasilkan lebih banyak uang dengan menjualnya daripada dari foie gras. Dia tidak peduli. Dia membiarkan mereka mengambil yang mereka mau dan dia berkata, "Biasanya, sekitar 50 persen. Mereka sangat adil." 50 persen lainnya, dia panen, jual, dan mendapat uang dari itu. Sebagian pemasukan untuk peternakannya. Bagian yang besar dari pemasukan peternakannya. Tapi dia tak pernah mengendalikan itu. Mereka dapat yang mereka mau, mereka menyisakan untuk saya dan saya menjualnya.
His biggest obstacle, really, was the marketplace, which demands these days bright yellow foie gras. That's how I've been trained. You want to look and see what good foie gras is, it's got to be bright yellow. It's the indication that it's the best foie gras. Well, because he doesn't force feed, because he doesn't gavage tons of corn, his livers were pretty grey. Or they were. But he found this wild plant called the Lupin bush. The Lupin bush, it's all around Extremadura. He let it go to seed, he took the seeds, he planted it on his 30 acres, all around. And the geese love the Lupin bush. Not for the bush, but for the seeds. And when they eat the seeds, their foie gras turns yellow. Radioactive yellow. Bright yellow. Of the highest quality foie gras yellow I've ever seen. (Laughter)
Rintangan terbesarnya, sungguh, adalah pasar, yang sekarang menginginkan foie gras kuning terang. Saya dilatih seperti itu. Anda mau lihat foie gras yang bagus, warnanya harus kuning terang. Itulah tanda bahwa itu adalah foie gras terbaik. Baiklah, karena dia tidak mencekoki, karena tidak mencekoki dengan jagung yang banyak, hati angsanya berwarna kelabu. Setidaknya dulu begitu. Tapi dia menemukan tanaman liar ini, yang disebut semak Lupin. Semak Lupin ada di seluruh bagian Extremadura. Dia membiarkannya berbiji lalu dia ambil bijinya, dia tanam di seluruh bagian 12 hektar tanahnya. Dan angsa-angsa itu suka semak Lupin. Bukan semaknya, tapi bijinya. Dan ketika mereka makan biji itu, foie gras-nya menjadi kuning. Kuning radioaktif. Kuning terang. Mutu warna kuning foie gras terbaik yang pernah kutemui. (Tawa)
So I'm listening to all this, you know, and I'm like, is this guy for real? Is he making some of this up? Is he like, you know -- because he seemed to have an answer for everything, and it was always nature. It was never him. And I was like, you know, I always get a little, like, weirded out by people who deflect everything away from themselves. Because, really, they want you to look at themselves, right? But he deflected everything away from his ingenuity into working with his landscape.
Saya mendengarkan semua ini, anda tahu, dan saya seperti, Apa orang ini serius? Apa dia membuat-buat cerita ini? Dia seperti, anda tahu -- karena dia terlihat tahu jawaban dari segala hal, dan itu selalu adalah alam. Tidak pernah dirinya. Dan saya merasa, anda tahu, saya merasa sedikit, aneh dengan orang yang memantulkan semua dari mereka sendiri. Karena, sungguh, mereka ingin anda melihat pada mereka, benar? Tapi dia memantulkan semua dari dirinya dalam mengerjakan tanah itu.
So it's like, here I am, I'm on the fence about this guy, but increasingly, eating up his every word. And we're sitting there, and I hear [clapping] from a distance, so I look over. And he grabs my arm and the translator's, and ducks us under a bush and says, "Watch this." "Shush," he says again for the 500th time to me. "Shush, watch this." And this squadron of geese come over. [Clapping] And they're getting louder, louder, louder, like really loud, right over us. And like airport traffic control, as they start to go past us they're called back -- and they're called back and back and back. And then they circle around. And his geese are calling up now to the wild geese. [Clapping] And the wild geese are calling down. [Clapping] And it's getting louder and louder and they circle and circle and they land. And I'm just saying, "No way." (Laughter) No way.
Jadi saya di sini sedikit bertentangan dengan orang ini, tapi semakin mempercayai tiap kata-katanya. Kami duduk di sini, dan saya dengar [tepuk tangan] dari jauh, lalu saya menengok. Dia menarik tangan saya dan penerjemah, lalu merunduk di bawah semak dan berkata, "Lihat ini." "Shush," dia berkata lagi kelima ratus kalinya. "Shush, lihat ini." Dan sekumpulan angsa datang. [Tepuk tangan] Dan mereka makin keras, keras, keras, sangat keras, tepat di atas kami. Seperti pengendali lalu lintas bandara, ketika mereka melewati kami mereka memanggil lagi -- dan mereka memanggil lagi lagi dan lagi. Lalu mereka berputar. Angsa-angsanya memanggil angsa-angsa liar itu. [Tepuk tangan] Angsa-angsa liar itu bertambah tenang. [Tepuk tangan] Suaranya makin keras dan keras, dan mereka melingkar-lingkar dan mereka mendarat. Saya berkata, "Tidak mungkin." (Tawa) Tidak mungkin.
And I look at Eduardo, who's near tears looking at this, and I say, "You're telling me that your geese are calling to the wild geese to say come for a visit?" And he says, "No, no, no. They've come to stay." They've come to stay? (Laughter) It's like the DNA of a goose is to fly south in the winter, right? I said that. I said "Isn't that what they're put on this Earth for? To fly south in the winter and north when it gets warm?" He said, "No, no, no. Their DNA is to find the conditions that are conducive to life. To happiness. They find it here. They don't need anything more." They stop. They mate with his domesticated geese, and his flock continues. Think about that for a minute. It's brilliant, right? Imagine -- I don't know, imagine a hog farm in, like, North Carolina, and a wild pig comes upon a factory farm and decides to stay. (Laughter)
Saya melihat Eduardo, yang hampir menangis melihat ini, dan saya berkata, "Anda bilang angsa-angsa anda memanggil angsa liar untuk minta mereka berkunjung?" Dan dia berkata, "Tidak, tidak tidak. Mereka datang untuk tinggal." Mereka datang untuk tinggal? (Tawa) Sudah DNA angsa terbang ke selatan pada musim dingin, benar? Saya berkata demikian. Saya bilang "Bukankah mereka ada di bumi untuk itu? Untuk terbang ke selatan waktu musim dingin dan pergi ke utara waktu hangat?" Dia bilang, "Tidak, tidak, tidak. DNA mereka adalah menemukan kondisi yang kondusif untuk hidup. Untuk kebahagiaan. Mereka menemukannya di sini. Mereka tidak butuh hal lain." Mereka berhenti. Mereka kawin dengan angsa lokal, dan kumpulan itu berkembang. Pikirkan itu sebentar. Itu ide cemerlang, bukan? Bayangkan -- Saya tidak tahu, bayangkan sebuah peternakan babi di, hmm, Carolina Utara, dan seekor babi liar datang ke peternakan pabrik dan memutuskan untuk tinggal. (Tawa)
So how did it taste? I finally got to taste it before I left. He took me to his neighborhood restaurant and he served me some of his foie gras, confit de foie gras. It was incredible. And the problem with saying that, of course, is that you know, at this point it risks hyperbole really easily. And I'd like to make a metaphor, but I don't have one really. I was drinking this guy's Kool-Aid so much, he could have served me goose feathers and I would have been like, this guy's a genius, you know? I'm really in love with him at this point.
Jadi bagaimana rasanya? Saya akhirnya mencicipinya sebelum saya pergi. Dia membawa saya ke restoran setempat dan menghidangkan pada saya foie gras-nya, foie gras confit. Sungguh luar biasa. Masalah dengan mengatakannya, tentunya, adalah pada titik ini resiko membesar-besarkan sangat mudah. Saya ingin membuat metafora, tapi sekarang ini tak punya satupun. Saya sungguh terbuai dengan kata-katanya, dia bisa saja menghidangkan bulu angsa dan saya bisa suka, orang ini jenius, anda tahu? Saya benar-benar jatuh cinta padanya saat ini.
But it truly was the best foie gras of my life. So much so that I don't think I had ever really had foie gras until that moment. I'd had something that was called foie gras. But this was transformative. Really transformative. And I say to you, I might not stick to this, but I don't think I'll ever serve foie gras on my menu again because of that taste experience with Eduardo. It was sweet, it was unctuous. It had all the qualities of foie gras, but its fat had a lot of integrity and a lot of honesty.
Itu sungguh foie gras terbaik dalam hidup saya. Sungguh terpesona sampai saya pikir saya belum pernah makan foie gras sebelum saat itu. Saya makan sesuatu yang disebut foie gras. Hal ini mengubahkan. Sangat mengubahkan. Saya berkata pada anda, mungkin saya tidak memegang ini terus, tapi saya pikir tak akan lagi menghidangkan foie gras di menu saya karena pengalaman rasa dengan Eduardo itu. Rasanya manis, lembut. Punya semua mutu dari foie gras, tapi lemaknya punya integritas dan kejujuran yang tinggi.
And you could taste herbs, you could taste spices. And I kept -- I said, you know, I swear to God I tasted star anise. I was sure of it. And I'm not like some super taster, you know? But I can taste things. There's 100 percent star anise in there. And he says, "No." And I ended up like going down the spices, and finally, it was like, OK, salt and pepper, thinking he's salted and peppered his liver. But no. He takes the liver when he harvests the foie gras, he sticks them in this jar and he confits it. No salt, no pepper, no oil, no spices. What?
Dan anda dapat merasakan herba, merasakan rempah. Saya terus -- sumpah pada Tuhan, saya merasakan bunga lawang. Saya yakin itu. Saya bukan seorang perasa yang super, anda tahu? Tapi saya dapat merasakan beberapa hal. 100 persen ada bunga lawang di sana. Lalu dia berkata, "Tidak." Dan saya mulai mencari tahu ada bumbu apa saja, akhirnya, terasa seperti ada garam dan merica, berpikir dia menggarami dan memberi lada hati angsanya. Tapi tidak. Dia mengambil hatinya ketika dia memanen foie gras, dia memasukkan hati itu ke wadah dan dia mengolahnya. Tak ada garam, merica, minyak, atau rempah. Apa?
We went back out for the final tour of the farm, and he showed me the wild pepper plants and the plants that he made sure existed on his farm for salinity. He doesn't need salt and pepper. And he doesn't need spices, because he's got this potpourri of herbs and flavors that his geese love to gorge on. I turned to him at the end of the meal, and it's a question I asked several times, and he hadn't, kind of, answered me directly, but I said, "Now look, you're in Spain, some of the greatest chefs in the world are -- Ferran Adria, the preeminent chef of the world today, not that far from you. How come you don't give him this? How come no one's really heard of you?" And it may be because of the wine, or it may be because of my excitement, he answered me directly and he said, "Because chefs don't deserve my foie gras." (Laughter) And he was right. He was right.
Kami pergi sekali lagi mengelilingi peternakan, dia menunjukkan tanaman lada liar pada saya dan tanaman yang dia tanam di sana karena kadar garam tanah yang tinggi. Dia tidak butuh lagi garam dan lada. Dan dia tak butuh rempah, karena dia punya sejumlah besar herba dan rasa-rasa yang sangat disukai oleh angsa-angsanya. Saya berbicara padanya di akhir acara makan, dan ini adalah pertanyaan yang saya tanyakan kesekian kalinya, dan dia belum pernah menjawab saya langsung, tapi saya berkata, "Lihat, anda ada di Spanyol, tempat beberapa koki terhebat di dunia -- Ferran Adria, koki ternama di dunia saat ini, tak terlalu jauh dari anda. Bagaimana bisa anda tidak memberinya produk ini? Bagaimana bisa tak seorang pun mendengar anda?" Mungkin karena anggurnya, atau karena saya terlalu bersemangat, dia menjawab saya langsung dan berkata, "Karena koki-koki itu tak layak mendapat foie gras saya." (Tawa) Dan dia benar. Dia benar.
Chefs take foie gras and they make it their own. They create a dish where all the vectors point at us. With Eduardo it's about the expression of nature. And as he said, I think fittingly, it's a gift from God, with God saying, you've done good work. Simple. I flew home, I'm on the flight with my little black book and I took, you know, pages and pages of notes about it. I really was moved. And in the corner of one of these -- one of my notes, is this note that says, when asked, what do you think of conventional foie gras? What do you think of foie gras that 99.99999 percent of the world eats? He said, "I think it's an insult to history." And I wrote, insult to history. I'm on the plane and I'm just tearing my hair out. It's like, why didn't I follow up on that? What the hell does that mean? Insult to history.
Koki mengambil foie gras dan membuatnya jadi milik sendiri. Mereka membuat hidangan di mana semua jari menunjuk pada kami. Dengan Eduardo, ini adalah tentang ekspresi alam. Dan dia berkata, menurut saya tepat, itu adalah rahmat dari Tuhan, dengan Tuhan berkata, kamu telah berbuat baik. Sederhana. Saya terbang ke rumah, dalam perjalanan pulang dengan buku hitam kecil saya saya membolak balik halaman catatan saya. Saya sungguh telah tergerak. Di ujung salah satunya -- salah satu catatan saya, dalam catatan itu tertulis, ketika ditanya, bagaimana pendapat anda tentang foie gras konvensional? Bagaimana pendapat anda tentang foie gras yang dimakan 99,99999 persen penduduk dunia? Dia berkata, "Saya pikir itu adalah penghinaan sejarah." Lalu saya menulis, penghinaan sejarah. Saya di pesawat dan saya menggaruk-garuk kepala. Mengapa saya tidak bertanya lebih lanjut? Apa artinya? Penghinaan sejarah.
So I did some research when I got back, and here's what I found. The history of foie gras. Jews invented foie gras. True story. True story. By accident. They were looking for an alternative to schmaltz. Gotten sick of the chicken fat. They were looking for an alternative. And they saw in the fall that there was this natural, beautiful, sweet, delicious fat from geese. And they slaughtered them, used the fat throughout the winter for cooking. The Pharaoh got wind of this -- This is true, right off the Internet. The Pharaoh got -- (Laughter) I swear to God. (Laughter) The Pharaoh got wind of this and wanted to taste it. He tasted it and fell in love with it. He started demanding it.
Maka saya melakukan riset ketika saya kembali, dan ini yang saya temukan. Sejarah foie gras. Orang Yahudi menemukan foie gras. Kisah nyata. Kisah nyata. Secara tidak sengaja. Mereka mencari alternatif untuk lemak unggas. Sudah jenuh dengan lemak ayam. Saat itu mereka sedang mencari alternatif. Lalu mereka mengamati pada musim gugur ada sesuatu alami, lemak angsa yang cantik, manis, dan lezat. Mereka memotong mereka, menggunakan lemaknya untuk memasak selama musim dingin. Firaun mendengar hal ini -- Ini benar, dari internet. Firaun dapat -- (Tawa) Sumpah. (Tawa) Firaun mendengar hal ini dan ingin merasakannya. Dia mencicip dan jatuh cinta padanya. Dia mulai menginginkannya.
And he didn't want it just in the fall, he wanted it all year round. And he demanded that the Jews supply enough for everyone. And the Jews, fearing for their life, had to come up with an ingenious idea, or at least try and satisfy the Pharaoh's wishes, of course. And they invented, what? Gavage. They invented gavage in a great moment of fear for their lives, and they provided the Pharaoh with gavage liver, and the good stuff they kept for themselves. Supposedly, anyway. I believe that one.
Dia mau tidak hanya saat musim gugur, dia mau itu ada sepanjang tahun. Dia meminta orang-orang Yahudi memasok untuk semua orang. Dan orang-orang Yahudi, takut kehilangan nyawa, harus menemukan ide baru yang cemerlang, atau setidaknya mencoba memuaskan keinginan Firaun, tentu saja. Mereka menemukan sesuatu, apa itu? Pencekokan. Mereka menemukan pencekokan di saat terakhir ketakutan kehilangan nyawa, dan mereka menyediakan hati hasil pencekokan pada Firaun, dan menyimpan hal baik untuk diri mereka sendiri. Harusnya begitu, setidaknya. Saya percaya itu.
That's the history of foie gras. And if you think about it, it's the history of industrial agriculture. It's the history of what we eat today. Most of what we eat today. Mega-farms, feed lots, chemical amendments, long-distance travel, food processing. All of it, our food system. That's also an insult to history. It's an insult to the basic laws of nature and of biology. Whether we're talking about beef cattle or we're talking about chickens, or we're talking about broccoli or Brussels sprouts, or in the case of this morning's New York Times, catfish -- which wholesale are going out of business.
Itulah sejarah foie gras. Ketika anda berpikir tentang itu, itu adalah sejarah pertanian industri. Itulah sejarah apa yang kita makan sekarang. Kebanyakan yang kita makan sekarang. Pertanian besar, tempat makan ternak, penambahan bahan kimia, pengiriman jarak jauh, pengolahan pangan. Semuanya itu, sistem pangan kita. Itu juga penghinaan sejarah. Itu juga penghinaan hukum dasar alam dan biologi. Entah kita bicara tentang sapi pedaging atau kita bicara tentang ayam, atau kita bicara tentang brokoli atau brussel sprouts, atau dalam hal berita New York Times pagi ini, ikan lele -- yang penjualannya sedang gulung tikar.
Whatever it is, it's a mindset that is reminiscent of General Motors. It's rooted in extraction. Take more, sell more, waste more. And for the future it won't serve us. Jonas Salk has a great quote. He said, "If all the insects disappeared, life on Earth as we know it would disappear within 50 years. If human beings disappeared, life on Earth as we know it would flourish."
Apapun itu, itu adalah cara pikir sisa-sisa General Motors. Itu berakar pada ekstraksi. Ambil lebih, jual lebih, buang lebih. Di masa depan hal itu tak akan menyokong kita. Jonas Salk punya kutipan bagus. Dia berkata, "Bila semua serangga lenyap, hidup di Bumi seperti kita tahu akan lenyap dalam 50 tahun. Bila manusia lenyap, hidup di Bumi seperti kita tahu akan berkembang."
And he's right. We need now to adopt a new conception of agriculture. Really new. One in which we stop treating the planet as if it were some kind of business in liquidation. And stop degrading resources under the guise of cheap food. We can start by looking to farmers like Eduardo. Farmers that rely on nature for solutions, for answers, rather than imposing solutions on nature. Listening as Janine Benyus, one of my favorite writers and thinkers about this topic says, "Listening to nature's operating instructions." That's what Eduardo does, and does so brilliantly. And what he showed me and what he can show all of us, I think, is that the great thing for chefs, the great blessing for chefs, and for people that care about food and cooking, is that the most ecological choice for food is also the most ethical choice for food. Whether we're talking about Brussels sprouts or foie gras. And it's also almost always, and I haven't found an example otherwise, but almost always, the most delicious choice. That's serendipitous. Thank you. (Applause)
Dan dia benar. Kita butuh mengadopsi konsep pertanian yang baru. Benar-benar baru. Salah satunya kita berhenti memperlakukan planet seperti kita bergerak di bisnis pencairan. Dan berhenti merusak sumber daya di balik alasan makanan murah. Kita dapat mulai dari melihat petani seperti Eduardo. Peternak yang mengandalkan alam untuk solusi, untuk jawaban, daripada memaksakan solusi ke alam. Mendengarkan Janine Benyus, seorang penulis dan pemikir tentang topik ini, dia berkata, "Mendengarkan petunjuk kerja alam." Itulah yang dikerjakan Eduardo, dan dikerjakan dengan sangat baik. Dia menunjukkan pada saya dan apa yang dapat ditunjukkannya pada kita, adalah sebuah hal besar untuk koki, rahmat besar, dan untuk masyarakat yang peduli terhadap pangan dan masakan, bahwa pilihan makanan paling ramah lingkungan juga adalah pilihan paling etis untuk makanan. Entah kita bicara tentang brussel sprouts atau foie gras. Dan hampir selalu, saya belum menemukan contoh lain, tapi hampir selalu, adalah pilihan yang paling lezat. Itu kebetulan yang baik. Terima kasih. (Tepuk tangan)