I'm going to start here. This is a hand-lettered sign that appeared in a mom and pop bakery in my old neighborhood in Brooklyn a few years ago. The store owned one of those machines that can print on plates of sugar. And kids could bring in drawings and have the store print a sugar plate for the top of their birthday cake.
Saya akan mulai di sini. Ini adalah tulisan tangan yang ada di sebuah Toko Roti Mom & Pop di lingkungan lama saya di Brooklyn beberapa tahun yang lalu. Toko tersebut memiliki salah satu mesin yang bisa mencetak pada piring gula. Dan anak-anak bisa membawa gambar dan toko mencetaknya di piring gula untuk bagian atas kue ulang tahun mereka.
But unfortunately, one of the things kids liked to draw was cartoon characters. They liked to draw the Little Mermaid, they'd like to draw a smurf, they'd like to draw Micky Mouse. But it turns out to be illegal to print a child's drawing of Micky Mouse onto a plate of sugar. And it's a copyright violation. And policing copyright violations for children's birthday cakes was such a hassle that the College Bakery said, "You know what, we're getting out of that business. If you're an amateur, you don't have access to our machine anymore. If you want a printed sugar birthday cake, you have to use one of our prefab images -- only for professionals."
Tapi sayangnya, salah satu hal yang anak-anak suka gambar yaitu karakter kartun. Mereka suka menggambar Putri Duyung, mereka suka menggambar Smurf, mereka suka menggambar Micky Mouse. Tapi ternyata menjadi ilegal untuk mencetak gambar Mickey Mouse dari si anak di atas sepiring gula. Dan itu adalah pelanggaran hak cipta. Dan mengatur pelanggaran hak cipta untuk kue ulang tahun anak-anak begitu merepotkan bahwa Toko Roti College mengatakan, "Kau tahu apa, kita sudah keluar dari bisnis itu. Jika Anda seorang amatir, Anda tidak memiliki akses ke mesin kita lagi. Jika Anda ingin kue ulang tahun yang dicetak gula, Anda harus menggunakan salah satu gambar pabrikan kami -- hanya untuk profesional. "
So there's two bills in Congress right now. One is called SOPA, the other is called PIPA. SOPA stands for the Stop Online Piracy Act. It's from the Senate. PIPA is short for PROTECTIP, which is itself short for Preventing Real Online Threats to Economic Creativity and Theft of Intellectual Property -- because the congressional aides who name these things have a lot of time on their hands. And what SOPA and PIPA want to do is they want to do this. They want to raise the cost of copyright compliance to the point where people simply get out of the business of offering it as a capability to amateurs.
Jadi ada dua RUU di Kongres sekarang. Satu disebut SOPA, yang lainnya disebut PIPA. SOPA singkatan dari UU Perhentian Pembajakan Daring. Itu dari Senat. PIPA adalah singkatan dari Perlindungan IP, yang itu sendiri kependekan untuk Mencegah Ancaman Nyata Daring untuk Ekonomi Kreatif dan Pencurian Kekayaan Intelektual -- karena pembantu kongres yang menamai hal-hal ini memiliki banyak waktu di tangan mereka. Dan apa SOPA dan PIPA yang ingin lakukan adalah mereka ingin melakukan ini. Mereka ingin meningkatkan korban kepatuhan terhadap hak cipta ke suatu titik di mana orang keluar dari bisnis dengan mudah karena menawarkan hal itu, sebagai kemampuan untuk amatir.
Now the way they propose to do this is to identify sites that are substantially infringing on copyright -- although how those sites are identified is never fully specified in the bills -- and then they want to remove them from the domain name system. They want to take them out of the domain name system. Now the domain name system is the thing that turns human-readable names, like Google.com, into the kinds of addresses machines expect -- 74.125.226.212.
Sekarang cara mereka mengusulkan untuk melakukan hal ini adalah dengan mengidentifikasi situs yang secara substansial melanggar hak cipta -- meskipun bagaimana situs-situs tersebut diidentifikasi tidak pernah sepenuhnya ditentukan dalam RUU -- dan kemudian mereka ingin menghapusnya dari sistem nama domain. Mereka ingin mengeluarkannya dari sistem nama domain. Sekarang sistem nama domain adalah hal yang mengubah nama yang dapat dibaca manusia, seperti Google.com, ke dalam semacam alamat yang mesin minta -- 74.125.226.212.
Now the problem with this model of censorship, of identifying a site and then trying to remove it from the domain name system, is that it won't work. And you'd think that would be a pretty big problem for a law, but Congress seems not to have let that bother them too much. Now the reason it won't work is that you can still type 74.125.226.212 into the browser or you can make it a clickable link and you'll still go to Google. So the policing layer around the problem becomes the real threat of the act.
Sekarang masalahnya dengan model penyensoran ini, mengidentifikasi situs dan kemudian mencoba untuk menghapusnya dari sistem nama domain, adalah bahwa tidak akan berhasil. Dan Anda akan berpikir bahwa itu akan menjadi masalah yang cukup besar untuk hukum, tetapi Kongres tampaknya tidak membiarkan hal itu mengganggu mereka terlalu banyak. Sekarang alasan itu tidak akan berhasil adalah bahwa Anda masih dapat mengetik 74.125.226.212 ke dalam peramban atau Anda dapat membuat tautan yang dapat diklik dan Anda masih akan menuju Google. Jadi lapisan kebijakan disekitar masalahnya menjadi ancaman nyata dari undang-undang ini.
Now to understand how Congress came to write a bill that won't accomplish its stated goals, but will produce a lot of pernicious side effects, you have to understand a little bit about the back story. And the back story is this: SOPA and PIPA, as legislation, were drafted largely by media companies that were founded in the 20th century. The 20th century was a great time to be a media company, because the thing you really had on your side was scarcity. If you were making a TV show, it didn't have to be better than all other TV shows ever made; it only had to be better than the two other shows that were on at the same time -- which is a very low threshold of competitive difficulty. Which meant that if you fielded average content, you got a third of the U.S. public for free -- tens of millions of users for simply doing something that wasn't too terrible. This is like having a license to print money and a barrel of free ink.
Sekarang untuk memahami bagaimana Kongres bisa menulis RUU yang tidak akan mencapai tujuan yang dinyatakan, tetapi akan menghasilkan banyak efek samping yang merusak, Anda harus memahami sedikit tentang cerita dibaliknya. Dan cerita dibaliknya adalah ini: SOPA dan PIPA, sebagai undang-undang, dirancang sebagian besar oleh perusahaan media yang didirikan pada abad ke-20. Abad ke-20 adalah waktu yang tepat untuk menjadi perusahaan media, karena hal yang Anda benar-benar punyai di sisi Anda adalah kelangkaan. Jika Anda sedang membuat sebuah acara TV, tidak harus lebih baik daripada semua TV lain yang pernah dibuat; hanya harus lebih baik dibandingkan dengan dua acara lain pada waktu yang sama -- yang merupakan ambang batas yang sangat rendah dari kesulitan kompetitif. Yang berarti bahwa jika Anda menayangkan konten rata-rata, Anda mendapat sepertiga dari publik AS secara gratis -- puluhan juta pengguna hanya dengan melakukan sesuatu yang tidak terlalu mengerikan. Ini seperti memiliki lisensi untuk mencetak uang dan sebuah tong tinta gratis.
But technology moved on, as technology is wont to do. And slowly, slowly, at the end of the 20th century, that scarcity started to get eroded -- and I don't mean by digital technology; I mean by analog technology. Cassette tapes, video cassette recorders, even the humble Xerox machine created new opportunities for us to behave in ways that astonished the media business. Because it turned out we're not really couch potatoes. We don't really like to only consume. We do like to consume, but every time one of these new tools came along, it turned out we also like to produce and we like to share. And this freaked the media businesses out -- it freaked them out every time. Jack Valenti, who was the head lobbyist for the Motion Picture Association of America, once likened the ferocious video cassette recorder to Jack the Ripper and poor, helpless Hollywood to a woman at home alone. That was the level of rhetoric.
Tetapi teknologi melaju, seperti teknologi yang ingin lakukan. Dan perlahan, perlahan, pada akhir abad ke-20, kelangkaan tersebut mulai terkikis -- dan yang saya maksudkan bukan teknologi digital; Yang saya maksudkan adalah teknologi analog. Pita kaset, perekam kaset video, bahkan mesin Xerox yang sederhana menciptakan peluang baru bagi kita untuk berperilaku dengan cara yang mengejutkan bisnis media. Karena ternyata kita tidak benar-benar pecandu nonton. Kita tidak benar-benar hanya ingin mengkonsumsi. Kita benar ingin mengkonsumsi, tapi setiap kali salah satu alat-alat ini datang, ternyata kita juga ingin menghasilkan dan kita ingin berbagi. Dan ini membuat bisnis media panik-- membuat mereka panik setiap saat. Jack Valenti, yang adalah kepala pelobi untuk Motion Picture Association of America, pernah menyamakan perekam kaset video yang ganas kepada Jack the Ripper dan orang miskin, yang tak berdaya di Hollywood sampai seorang wanita yang di rumah sendirian. Umpamanya seperti itu.
And so the media industries begged, insisted, demanded that Congress do something. And Congress did something. By the early 90s, Congress passed the law that changed everything. And that law was called the Audio Home Recording Act of 1992. What the Audio Home Recording Act of 1992 said was, look, if people are taping stuff off the radio and then making mixtapes for their friends, that is not a crime. That's okay. Taping and remixing and sharing with your friends is okay. If you make lots and lots of high quality copies and you sell them, that's not okay. But this taping business, fine, let it go. And they thought that they clarified the issue, because they'd set out a clear distinction between legal and illegal copying.
Sehingga industri media memohon, bersikeras, menuntut bahwa Kongres harus melakukan sesuatu. Dan Kongres akhirnya melakukan sesuatu. Pada awal 90-an, Kongres mensahkan hukum yang mengubah segalanya. Dan hukum yang disebut UU Rekaman Audio Rumahan 1992. Apa yang UU Rekaman Audio Rumahan 1992 katakan adalah, lihat, jika orang merekam hal-hal dari radio dan kemudian membuat rekaman campuran untuk teman-teman mereka, itu bukan kejahatan. Tidak apa-apa. Merekam dan mencampur dan berbagi dengan teman-teman Anda adalah baik-baik saja. Jika Anda membuat banyak dan banyak salinan berkualitas tinggi dan Anda menjualnya, itu yang tidak baik. Tapi bisnis rekaman ini, oke, biarkan saja. Dan mereka pikir bahwa mereka mengklarifikasi masalah ini, karena mereka telah menetapkan sebuah perbedaan yang jelas antara menyalin legal dan ilegal.
But that wasn't what the media businesses wanted. They had wanted Congress to outlaw copying full-stop. So when the Audio Home Recording Act of 1992 was passed, the media businesses gave up on the idea of legal versus illegal distinctions for copying because it was clear that if Congress was acting in their framework, they might actually increase the rights of citizens to participate in our own media environment. So they went for plan B. It took them a while to formulate plan B.
Tapi itu bukan apa yang diinginkan bisnis media. Mereka ingin Kongres untuk melarang penyalinan secara penuh. Jadi ketika UU Rekaman Audio Rumahan 1992 disahkan, bisnis media menyerah pada ide pembedaan legal lawan ilegal untuk menyalin karena itu jelas bahwa jika Kongres bertindak dalam kerangka kerja mereka, mereka bisa benar-benar meningkatkan hak-hak warga negara untuk berpartisipasi dalam lingkungan media kita sendiri. Jadi mereka memulai untuk rencana B. Ini menghabiskan mereka waktu untuk merumuskan rencana B.
Plan B appeared in its first full-blown form in 1998 -- something called the Digital Millennium Copyright Act. It was a complicated piece of legislation, a lot of moving parts. But the main thrust of the DMCA was that it was legal to sell you uncopyable digital material -- except that there's no such things as uncopyable digital material. It would be, as Ed Felton once famously said, "Like handing out water that wasn't wet." Bits are copyable. That's what computers do. That is a side effect of their ordinary operation.
Rencana B muncul dalam bentuk matang yang pertama pada tahun 1998 -- sesuatu yang disebut UU Hak Cipta Digital Milennium (DMCA). Itu merupakan bagian rumit dari undang-undang, banyak bagian yang bergerak. Tetapi tujuan utama dari DMCA adalah bahwa legal untuk menjual kepada Anda materi digital yang tidak dapat disalin -- kecuali bahwa tidak ada hal seperti materi digital yang tidak dapat disalin. Itu akan menjadi, seperti Ed Felton yang terkenal sekali katatakan, "Seperti membagi-bagikan air yang tidak basah." Bit dapat disalin. Itulah yang komputer lakukan. Itu adalah efek samping dari operasi biasa mereka.
So in order to fake the ability to sell uncopyable bits, the DMCA also made it legal to force you to use systems that broke the copying function of your devices. Every DVD player and game player and television and computer you brought home -- no matter what you thought you were getting when you bought it -- could be broken by the content industries, if they wanted to set that as a condition of selling you the content. And to make sure you didn't realize, or didn't enact their capabilities as general purpose computing devices, they also made it illegal for you to try to reset the copyability of that content. The DMCA marks the moment when the media industries gave up on the legal system of distinguishing between legal and illegal copying and simply tried to prevent copying through technical means.
Jadi untuk memalsukan kemampuan untuk menjual bit yang tidak dapat disalin, DMCA juga membuatnya legal untuk memaksa Anda untuk menggunakan sistem yang mematikan fungsi menyalin dari perangkat Anda. Setiap pemutar DVD dan pemutar permainan dan televisi dan komputer yang Anda bawa pulang -- tidak peduli apa yang Anda pikir didapat saat Anda membelinya -- bisa dimatikan oleh industri konten, jika mereka ingin menetapkan itu sebagai syarat untuk menjual kontennya kepada Anda. Dan untuk memastikan Anda tidak menyadari, atau tidak memberlakukan kemampuannya sebagai tujuan umum perangkat komputasi, mereka juga membuatnya ilegal bagi Anda untuk mencoba untuk mengatur balik kemampuan menyalin konten tersebut. DMCA menandai saat tersebut ketika industri media menyerah pada sistem hukum yang membedakan antara penyalinan legal dan ilegal dan hanya mencoba untuk mencegah penyalinan melalui sarana teknis.
Now the DMCA had, and is continuing to have, a lot of complicated effects, but in this one domain, limiting sharing, it has mostly not worked. And the main reason it hasn't worked is the Internet has turned out to be far more popular and far more powerful than anyone imagined. The mixtape, the fanzine, that was nothing compared to what we're seeing now with the Internet. We are in a world where most American citizens over the age of 12 share things with each other online. We share written things, we share images, we share audio, we share video. Some of the stuff we share is stuff we've made. Some of the stuff we share is stuff we've found. Some of the stuff we share is stuff we've made out of what we've found, and all of it horrifies those industries.
Sekarang DMCA memiliki, dan terus memiliki, banyak efek yang rumit, tapi dalam satu hal, membatasi berbagi, itu sebagian besar tidak berhasil. Dan alasan utama itu tidak berhasil adalah Internet ternyata jauh lebih populer dan jauh lebih kuat dari yang siapapun bayangkan. Rekaman campuran, majalah, bukan apa-apa dibandingkan dengan apa yang kita lihat sekarang dengan Internet. Kita berada di dunia di mana sebagian besar warga Amerika yang berusia di atas 12 berbagi hal-hal dengan satu sama lain secara daring. Kita berbagi hal-hal yang ditulis, kita berbagi gambar-gambar, kita berbagi audio, kita berbagi video. Beberapa hal yang kita bagi adalah hal yang kita buat. Beberapa hal yang kita bagi adalah hal yang kita temukan. Beberapa hal yang kita bagi adalah hal yang kita telah buat dari apa yang kita temukan, dan semua itu menakuti industri-industri tersebut.
So PIPA and SOPA are round two. But where the DMCA was surgical -- we want to go down into your computer, we want to go down into your television set, down into your game machine, and prevent it from doing what they said it would do at the store -- PIPA and SOPA are nuclear and they're saying, we want to go anywhere in the world and censor content. Now the mechanism, as I said, for doing this, is you need to take out anybody pointing to those IP addresses. You need to take them out of search engines, you need to take them out of online directories, you need to take them out of user lists. And because the biggest producers of content on the Internet are not Google and Yahoo, they're us, we're the people getting policed. Because in the end, the real threat to the enactment of PIPA and SOPA is our ability to share things with one another.
Jadi PIPA dan SOPA adalah ronde kedua. Tapi di mana DMCA adalah operasi -- kami ingin turun ke dalam komputer Anda, kami ingin turun ke dalam pesawat televisi Anda, ke dalam mesin permainan Anda, dan mencegahnya dari melakukan apa yang mereka katakan itu akan dilakukan di toko -- PIPA dan SOPA adalah nuklir dan mereka mengatakan, kami ingin pergi ke mana saja di dunia dan menyensor konten. Sekarang mekanismenya, seperti yang saya katakan, untuk melakukan hal ini, adalah Anda perlu mengeluarkan siapapun menunjuk ke alamat IP tersebut. Anda perlu mengeluarkannya dari mesin pencari, Anda perlu mengeluarkannya dari direktori daring, Anda perlu mengeluarkannya dari daftar pengguna. Dan karena produsen konten terbesar di Internet bukanlah Google dan Yahoo, adalah kita, kita adalah orang yang diatur. Karena pada akhirnya, ancaman nyata berlaku sahnya PIPA dan SOPA adalah kemampuan kita untuk berbagi hal-hal dengan satu sama lain.
So what PIPA and SOPA risk doing is taking a centuries-old legal concept, innocent until proven guilty, and reversing it -- guilty until proven innocent. You can't share until you show us that you're not sharing something we don't like. Suddenly, the burden of proof for legal versus illegal falls affirmatively on us and on the services that might be offering us any new capabilities. And if it costs even a dime to police a user, that will crush a service with a hundred million users.
Jadi apa yang PIPA dan SOPA beresiko lakukan adalah mengambil konsep hukum berabad-abad, tidak bersalah sampai terbukti bersalah, dan membalikkan itu -- bersalah sampai terbukti tidak bersalah. Anda tidak dapat berbagi sampai Anda menunjukkan kepada kita bahwa Anda tidak berbagi sesuatu yang tidak kita sukai. Tiba-tiba, beban pembuktian untuk legal lawan ilegal jatuh pilihannya kepada kita dan pada layanan yang mungkin menawarkan kita kemampuan baru apa saja. Dan jika memakan biaya walau sepeser pun untuk mengatur pengguna, itu akan menghancurkan layanan dengan ratusan juta pengguna.
So this is the Internet they have in mind. Imagine this sign everywhere -- except imagine it doesn't say College Bakery, imagine it says YouTube and Facebook and Twitter. Imagine it says TED, because the comments can't be policed at any acceptable cost. The real effects of SOPA and PIPA are going to be different than the proposed effects. The threat, in fact, is this inversion of the burden of proof, where we suddenly are all treated like thieves at every moment we're given the freedom to create, to produce or to share. And the people who provide those capabilities to us -- the YouTubes, the Facebooks, the Twitters and TEDs -- are in the business of having to police us, or being on the hook for contributory infringement.
Jadi ini adalah internet yang mereka miliki dalam pikiran. Bayangkan tanda ini di mana-mana -- kecuali bayangkan itu bukanlah Toko Roti College, bayangkan itu adalah YouTube dan Facebook dan Twitter. Bayangkan itu adalah TED, karena komentar tidak dapat diatur pada biaya berapa pun yang dapat diterima. Efek nyata dari SOPA dan PIPA akan menjadi berbeda dari efek yang diusulkan. Ancaman, pada kenyataannya, adalah ini kebalikan dari beban pembuktian, di mana kita tiba-tiba semuanya diperlakukan seperti pencuri setiap saat kita diberi kebebasan untuk membuat, untuk memproduksi atau untuk berbagi. Dan orang-orang yang memberikan kemampuan mereka untuk kita -- YouTube, Facebook, Twitter, dan TED -- berada dalam bisnis untuk mengatur kita, atau berada di hubungan untuk pelanggaran kondusif.
There's two things you can do to help stop this -- a simple thing and a complicated thing, an easy thing and a hard thing. The simple thing, the easy thing, is this: if you're an American citizen, call your representative, call your senator. When you look at the people who co-signed on the SOPA bill, people who've co-signed on PIPA, what you see is that they have cumulatively received millions and millions of dollars from the traditional media industries. You don't have millions and millions of dollars, but you can call your representatives, and you can remind them that you vote, and you can ask not to be treated like a thief, and you can suggest that you would prefer that the Internet not be broken.
Ada dua hal yang dapat Anda lakukan untuk membantu menghentikan ini -- hal yang sederhana dan hal yang rumit, hal yang mudah dan hal yang sulit. Hal yang sederhana, hal yang mudah, adalah ini: jika Anda seorang warga negara Amerika, panggil perwakilan Anda, panggil senat Anda. Ketika Anda melihat orang-orang yang ikut menandatangani pada RUU SOPA, orang-orang yang telah ikut menandatangani pada PIPA, apa yang Anda lihat adalah bahwa mereka telah menerima secara kumulatif jutaan dan jutaan dolar dari industri media tradisional. Anda tidak memiliki jutaan dan jutaan dolar, tetapi Anda dapat memanggil wakil-wakil Anda, dan Anda dapat mengingatkan mereka bahwa Anda memilih, dan Anda dapat meminta untuk tidak diperlakukan seperti pencuri, dan Anda dapat menyarankan bahwa Anda akan memilih bahwa Internet tidak dirusak.
And if you're not an American citizen, you can contact American citizens that you know and encourage them to do the same. Because this seems like a national issue, but it is not. These industries will not be content with breaking our Internet. If they break it, they will break it for everybody. That's the easy thing. That's the simple thing.
Dan jika Anda bukan warga negara Amerika, Anda dapat menghubungi warga Amerika bahwa Anda tahu dan mendorong mereka untuk melakukan hal yang sama. Karena ini tampaknya seperti isu nasional, tapi tidak. Industri ini tidak akan puas dengan merusak internet kami. Jika mereka merusaknya, mereka akan merusaknya untuk semua orang. Itulah hal yang mudah. Itu hal yang sederhana.
The hard thing is this: get ready, because more is coming. SOPA is simply a reversion of COICA, which was purposed last year, which did not pass. And all of this goes back to the failure of the DMCA to disallow sharing as a technical means. And the DMCA goes back to the Audio Home Recording Act, which horrified those industries. Because the whole business of actually suggesting that someone is breaking the law and then gathering evidence and proving that, that turns out to be really inconvenient. "We'd prefer not to do that," says the content industries. And what they want is not to have to do that. They don't want legal distinctions between legal and illegal sharing. They just want the sharing to go away.
Hal yang sulit adalah ini: siap-siap, karena lebih banyak lagi yang akan datang. SOPA hanyalah sebuah pengembalian COICA, yang diusulkan tahun lalu, tapi tidak lolos. Dan semua ini akan kembali kepada kegagalan DMCA untuk melarang berbagi sebagai sarana teknis. Dan DMCA kembali ke UU Rekaman Audio Rumahan, yang membuat takut industri-industri tersebut. Karena seluruh bisnis benar-benar menunjukkan bahwa seseorang sedang melanggar hukum dan kemudian mengumpulkan bukti dan membuktikan bahwa, yang ternyata hasilnya benar-benar memungkinkan. "Kami lebih suka untuk tidak melakukan itu," kata industri konten. Dan apa yang mereka inginkan adalah tidak harus melakukan itu. Mereka tidak ingin perbedaan hukum antara berbagi legal dan ilegal. Mereka hanya ingin berbagi untuk pergi.
PIPA and SOPA are not oddities, they're not anomalies, they're not events. They're the next turn of this particular screw, which has been going on 20 years now. And if we defeat these, as I hope we do, more is coming. Because until we convince Congress that the way to deal with copyright violation is the way copyright violation was dealt with with Napster, with YouTube, which is to have a trial with all the presentation of evidence and the hashing out of facts and the assessment of remedies that goes on in democratic societies. That's the way to handle this.
PIPA dan SOPA bukanlah keanehan, bukanlah anomali, bukanlah kejadian. Tetapi giliran berikutnya dari bagian tertentu, yang telah berlangsung 20 tahun sekarang. Dan jika kita mengalahkan ini, seperti yang saya harap kita lakukan, lebih lagi akan datang. Karena sampai kita meyakinkan Kongres bahwa cara untuk berurusan dengan pelanggaran hak cipta adalah cara pelanggaran hak cipta dihadapi dengan Napster, dengan YouTube, yang memiliki pengadilan dengan semua presentasi bukti dan menyepakati fakta-fakta dan evaluasi yang tepat yang terjadi di dalam masyarakat demokratis. Itulah cara untuk menangani hal ini.
In the meantime, the hard thing to do is to be ready. Because that's the real message of PIPA and SOPA. Time Warner has called and they want us all back on the couch, just consuming -- not producing, not sharing -- and we should say, "No."
Sementara itu, hal yang sulit untuk dilakukan adalah siap. Karena itulah pesan sebenarnya dari PIPA dan SOPA. Time Warner telah disebut dan mereka ingin kita semua mundur ke belakang, hanya mengkonsumsi -- tidak memproduksi, tidak berbagi -- dan kita harus mengatakan, "Tidak"
Thank you.
Terima kasih.
(Applause)
(Tepuk tangan)