I want to talk about the transformed media landscape, and what it means for anybody who has a message that they want to get out to anywhere in the world. And I want to illustrate that by telling a couple of stories about that transformation.
Saya ingin membicarakan transformasi dalam tataran media, dan apa maknanya bagi siapa saja yang ingin menyebarluaskan pesan yang mereka miliki ke seluruh dunia. Dan saya ingin mengilustrasikannya dengan menuturkan beberapa cerita mengenai transformasi tersebut.
I'll start here. Last November there was a presidential election. You probably read something about it in the papers. And there was some concern that in some parts of the country there might be voter suppression. And so a plan came up to video the vote. And the idea was that individual citizens with phones capable of taking photos or making video would document their polling places, on the lookout for any kind of voter suppression techniques, and would upload this to a central place. And that this would operate as a kind of citizen observation -- that citizens would not be there just to cast individual votes, but also to help ensure the sanctity of the vote overall.
Saya akan mulai dari sini. November lalu berlangsung sebuah pemilihan presiden. Anda mungkin membaca tentang ini di surat kabar. Dan muncul kekhawatiran bahwa di beberapa bagian negara ini mungkin terjadi tekanan pada pemilih. Lalu muncul rencana untuk merekam pemilihan dengan video. Dan idenya adalah bahwa seorang warga negara dengan telepon yang dapat mengambil foto atau membuat video akan mendokumentasikan tempat pemilihan mereka, guna mengawasi segala jenis teknik penekanan pada pemilih. Dan mengunggahnya ke sebuah tempat terpusat. Dan bahwa ini dapat terlaksana sebagai sejenis observasi masyarakat. Bahwa warga negara bukan hanya memberikan suara secara individu. Namun juga membantu menjamin keabsahan proses pemilihan secara keseluruhan.
So this is a pattern that assumes we're all in this together. What matters here isn't technical capital, it's social capital. These tools don't get socially interesting until they get technologically boring. It isn't when the shiny new tools show up that their uses start permeating society. It's when everybody is able to take them for granted. Because now that media is increasingly social, innovation can happen anywhere that people can take for granted the idea that we're all in this together.
Maka inilah pola yang mengasumsikan bahwa kita bertanggungjawab atas semua ini bersama-sama. Yang penting di sini bukanlah sumber daya teknis. Ini adalah sumber daya sosial. Berbagai perangkat ini tidak menarik secara sosial hingga menjadi membosankan dari segi teknologi. Ini bukanlah ketika perangkat baru yang menarik muncul yang penggunaannya mulai menyebar di masyarakat. Ini terjadi ketika setiap orang menganggap ini sebagai hal biasa. Karena kini media semakin meningkat secara sosial, inovasi dapat terjadi di mana saja bahwa masyarakat dapat menganggap biasa gagasan bahwa kita bertanggungjawab atas semua ini bersama.
And so we're starting to see a media landscape in which innovation is happening everywhere, and moving from one spot to another. That is a huge transformation. Not to put too fine a point on it, the moment we're living through -- the moment our historical generation is living through -- is the largest increase in expressive capability in human history. Now that's a big claim. I'm going to try to back it up.
Dan maka kita mulai melihat sebuah tataran media dimana inovasi terjadi di mana saja. Dan berpindah dari satu titik ke titik lain. Ini adalah sebuah transformasi besar. Tanpa bermaksud melebih-lebihkan, momen yang kita alami sekarang, momen yang dialami generasi historis kita adalah peningkatan terbesar dalam kemampuan mengekspesikan diri dalam sejarah kemanusiaan. Ini mungkin sebuah klaim besar. Saya akan mencoba mendukung hal ini.
There are only four periods in the last 500 years where media has changed enough to qualify for the label "revolution." The first one is the famous one, the printing press: movable type, oil-based inks, that whole complex of innovations that made printing possible and turned Europe upside-down, starting in the middle of the 1400s. Then, a couple of hundred years ago, there was innovation in two-way communication, conversational media: first the telegraph, then the telephone. Slow, text-based conversations, then real-time voice based conversations. Then, about 150 years ago, there was a revolution in recorded media other than print: first photos, then recorded sound, then movies, all encoded onto physical objects. And finally, about 100 years ago, the harnessing of electromagnetic spectrum to send sound and images through the air -- radio and television. This is the media landscape as we knew it in the 20th century. This is what those of us of a certain age grew up with, and are used to.
Hanya ada empat periode dalam kurun waktu 500 tahun terakhir dimana media melakukan bayak perubahan untuk dapat dikategorikan sebagai Revolusi. Pertama adalah yang paling terkenal, mesin cetak. Sistem cetak dengan komponen gerak, tinta dengan bahan dasar minyak, adalah inovasi yang amat kompleks yang membuat proses cetak dimungkinkan dan mengubah Eropa secara drastis, mulai pertengahan tahun 1400-an. Lalu beberapa ratus tahun yang lalu muncul inovasi dalam komunikasi dua arah. Media dengan fungsi percakapan, pertama telegraf, lalu telepon. Percakapan berdasar teks yang lambat, lalu percakapan berdasar suara yang bersifat real-time. Lalu, kurang lebih 150 tahun yang lalu, muncul sebuah revolusi dalam media rekam selain media cetak. Pertama foto, lalu rekaman suara, lalu film, semua disandikan ke dalam obyek fisik. Dan terakhir sekitar 100 tahun yang lalu, pemanfaatan spektrum elektromagnetik untuk mengirimkan suara dan gambar melalui udara, radio dan televisi. Inilah tataran media yang kita kenal di abad ke-20. Ini adalah masa dimana beberapa kita dari jenjang usia tertentu tumbuh dewasa, dan terbiasa dengan hal tersebut.
But there is a curious asymmetry here. The media that is good at creating conversations is no good at creating groups. And the media that's good at creating groups is no good at creating conversations. If you want to have a conversation in this world, you have it with one other person. If you want to address a group, you get the same message and you give it to everybody in the group, whether you're doing that with a broadcasting tower or a printing press. That was the media landscape as we had it in the twentieth century.
Namun ada sebuah ketidaksimetrisan yang menarik disini. Media yang berhasil dalam menciptakan percakapan tidak berhasil baik dalam menciptakan kelompok. Dan media yang berhasil menciptakan kelompok tidak berhasil dalam menciptakan percakapan. Jika anda menginginkan sebuah percakapan di dunia ini, anda melakukannya dengan orang lain. Jika anda ingin menyampaikan sesuatu pada kelompok, anda mendapat pesan yang sama dan anda memberikannya pada semua orang dalam kelompok tersebut. Entah anda melakukannya melalui media penyiaran atau dengan media cetak. Itulah tataran media yang kita miliki di abad ke-20.
And this is what changed. This thing that looks like a peacock hit a windscreen is Bill Cheswick's map of the Internet. He traces the edges of the individual networks and then color codes them. The Internet is the first medium in history that has native support for groups and conversation at the same time. Whereas the phone gave us the one-to-one pattern, and television, radio, magazines, books, gave us the one-to-many pattern, the Internet gives us the many-to-many pattern. For the first time, media is natively good at supporting these kinds of conversations. That's one of the big changes.
Dan inilah yang mengubahnya. Gambar seperti burung merak yang menghantam kaca depan mobil ini adalah peta internet dari Bill Cheswick. Ia nenelusuri berbagai tepian dari jaringan individu lalu memberikannya kode warna. Internet adalah medium pertama dalam sejarah yang memiliki dukungan asli bagi kelompok dan percakapan di saat yang sama. Sebagaimana telepon memberi kita pola 'satu-ke-satu'. Dan televisi, radio, majalah, buku, memberi kita pola 'satu-ke-kelompok'. Internet memberi kita pola 'kelompok-ke-kelompok'. Untuk pertama kalinya media dari awal berhasil baik dalam mendukung jenis percakapan ini. Inilah satu dari perubahan besar tersebut.
The second big change is that, as all media gets digitized, the Internet also becomes the mode of carriage for all other media, meaning that phone calls migrate to the Internet, magazines migrate to the Internet, movies migrate to the Internet. And that means that every medium is right next door to every other medium. Put another way, media is increasingly less just a source of information, and it is increasingly more a site of coordination, because groups that see or hear or watch or listen to something can now gather around and talk to each other as well.
Perubahan besar kedua adalah bahwa seluruh media didigitalisasi Internet juga menjadi moda penghantar bagi seluruh media lainnya. Berarti hubungan telepon bermigrasi ke internet. Majalah bermigrasi ke internet. Film bermigrasi ke internet. Dan itu berarti semua medium berada bersebelahan dengan medium lainnya. Dengan kata lain, media makin berkurang fungsinya hanya sekedar sebagai sumber informasi. Dan makin meningkat fungsinya sebagai sebuah tempat koordinasi. Karena kelompok yang melihat atau mendengar atau menyaksikan atau mendengarkan sesuatu kini juga dapat bertemu dan berbicara satu sama lain.
And the third big change is that members of the former audience, as Dan Gilmore calls them, can now also be producers and not consumers. Every time a new consumer joins this media landscape a new producer joins as well, because the same equipment -- phones, computers -- let you consume and produce. It's as if, when you bought a book, they threw in the printing press for free; it's like you had a phone that could turn into a radio if you pressed the right buttons. That is a huge change in the media landscape we're used to. And it's not just Internet or no Internet. We've had the Internet in its public form for almost 20 years now, and it's still changing as the media becomes more social. It's still changing patterns even among groups who know how to deal with the Internet well.
Dan perubahan besar ketiga adalah bahwa anggota dari pemirsa terdahulu, sebagaimana Dan Gilmore menyebutnya, kini juga berlaku sebagai produsen dan bukan hanya konsumen. Setiap kali seorang konsumen baru bergabung dengan tataran media ini seorang produsen baru juga muncul. Karena perangkat yang sama, telepon, komputer, memungkinkan anda mengkonsumsi dan memproduksi. Ini seperti bila anda membeli buku, mereka memberikan barang cetakannya secara cuma-cuma. Seperti anda memiliki telepon yang dapat berubah menjadi radio jika anda menekan tombol yang benar. Ini adalah sebuah perubahan besar dalam tataran media yang telah kita kenal. Dan bukan hanya masalah ada tidaknya Internet. Kita telah memiliki Internet dalam bentuk publiknya selama hampir 20 tahun hingga sekarang. Dan ini masih berubah sebagaimana media menjadi semakin bersifat sosial. Masih terjadi perubahan pola-pola bahkan diantara kelompok yang paham bagaimana berurusan dengan Internet.
Second story. Last May, China in the Sichuan province had a terrible earthquake, 7.9 magnitude, massive destruction in a wide area, as the Richter Scale has it. And the earthquake was reported as it was happening. People were texting from their phones. They were taking photos of buildings. They were taking videos of buildings shaking. They were uploading it to QQ, China's largest Internet service. They were Twittering it. And so as the quake was happening the news was reported. And because of the social connections, Chinese students coming elsewhere, and going to school, or businesses in the rest of the world opening offices in China -- there were people listening all over the world, hearing this news. The BBC got their first wind of the Chinese quake from Twitter. Twitter announced the existence of the quake several minutes before the US Geological Survey had anything up online for anybody to read. The last time China had a quake of that magnitude it took them three months to admit that it had happened.
Kisah kedua, bulan Mei lalu, provinsi Sichuan di Cina mengalami gempa bumi yang mengenaskan, berskala 7.9, kehancuran yang parah dalam wilayah yang luas, seperti ditunjukkan Skala Richter. Dan bencana ini dilaporkan saat kejadian berlangsung. Masyarakat mengirimkan SMS dari teleponnya. Mereka mengambil berbagai foto bangunan. Mereka merekam getaran bangunan dalam video. Mereka mengunggahnya ke QQ, layanan Internet terbesar di Cina. Mereka mengirim pesan lewat Twitter. Maka sesaat gempa bumi terjadi berita pun telah dilaporkan. Dan karena keterhubungan sosial, Pelajar China datang dari tempat lain, dan pergi bersekolah. Atau bisnis di berbagai penjuru dunia membuka kantornya di China. Ada banyak masyarakat di seluruh dunia, mendengarkan berita. BBC mendapatkan kabar pertama mengenai gempa bumi China dari Twitter. Twitter mengumumkan terjadinya gempa beberapa menit sebelum Badan Survei Geologi Amerika Serikat memilki sesuatu secara online untuk dibaca orang. Kali terakhir China mengalami gempa bumi dengan skala serupa dibutuhkan waktu tiga bulan bagi mereka untuk mengakui itu terjadi.
(Laughter)
(Hadirin tertawa)
Now they might have liked to have done that here, rather than seeing these pictures go up online. But they weren't given that choice, because their own citizens beat them to the punch. Even the government learned of the earthquake from their own citizens, rather than from the Xinhua News Agency. And this stuff rippled like wildfire. For a while there the top 10 most clicked links on Twitter, the global short messaging service -- nine of the top 10 links were about the quake. People collating information, pointing people to news sources, pointing people to the US geological survey. The 10th one was kittens on a treadmill, but that's the Internet for you.
Kini mereka mungkin menginginkan hal itu terselesaikan disini, daripada melihat foto-foto ini muncul secara online. Namun mereka tidak memiliki pilihan itu. Karena warga negara mereka sendiri telah mendahului mereka. Bahkan pemerintah belajar mengenai gempa bumi dari warga negaranya, alih-alih dari Kantor Berita Shinhan. Dan hal ini berkembang dengan cepat. Selama selang waktu tertentu 10 tautan yang paling banyak diklik di Twitter, sebuah layanan pesan pendek global, sembilan dari 10 tautan adalah tentang gempa bumi tersebut. Masyarakat menyatukan informasi, mengarahkan orang pada sumber berita, mengarahkan orang pada survei geologi Amerika Serikat. Urutan ke-10 adalah kucing di atas treadmill, tapi itulah Internet bagi anda.
(Laughter)
(Hadirin tertawa)
But nine of the 10 in those first hours. And within half a day donation sites were up, and donations were pouring in from all around the world. This was an incredible, coordinated global response. And the Chinese then, in one of their periods of media openness, decided that they were going to let it go, that they were going to let this citizen reporting fly. And then this happened. People began to figure out, in the Sichuan Provence, that the reason so many school buildings had collapsed -- because tragically the earthquake happened during a school day -- the reason so many school buildings collapsed is that corrupt officials had taken bribes to allow those building to be built to less than code. And so they started, the citizen journalists started
Namun itulah sembilan dari 10 pada jam-jam pertama. Dan dalam waktu setengah hari situs donasi pun terbentuk. Dan sumbangan mengalir dari berbagai belahan dunia. Ini adalah respon global yang terkoordinasi dan sangat luar biasa. Lalu pemerintah China, dalam sebuah periode keterbukaan medianya, memutuskan bahwa mereka akan membiarkan ini semua. Bahwa mereka akan membiarkan warga negaranya melaporkan kejadian secara langsung. Lalu, inilah yang terjadi. Masyarakat mulai menyadari, di provinsi Sichuan, bahwa alasan banyaknya bangunan sekolah yang hancur, karena gempa bumi ini tragisnya terjadi di hari sekolah, alasan banyak bangunan sekolah hancur, adalah bahwa pejabat yang korup telah menerima uang suap guna mengijinkan bangunan didirikan dibawah standar. Maka mereka pun memulai, jurnalisme warga pun mulai
reporting that as well. And there was an incredible picture. You may have seen in on the front page of the New York Times. A local official literally prostrated himself in the street, in front of these protesters, in order to get them to go away. Essentially to say, "We will do anything to placate you, just please stop protesting in public."
melaporkannya. Dan muncullah gambar yang amat luar biasa. Anda dapat melihatnya di halaman muka New York Times. Seorang pejabat setempat bertiarap di jalanan, di depan para pemrotes ini. Untuk mengusir mereka pergi. Intinya mengatakan, "kami akan melakukan apa saja untuk mendamaikan anda. hanya tolong, berhenti melakukan protes di depan umum."
But these are people who have been radicalized, because, thanks to the one child policy, they have lost everyone in their next generation. Someone who has seen the death of a single child now has nothing to lose. And so the protest kept going. And finally the Chinese cracked down. That was enough of citizen media. And so they began to arrest the protesters. They began to shut down the media that the protests were happening on.
Namun orang-orang ini yang telah mengalami radikalisasi. Berkat politk satu anak mereka yang telah kehilangan semua orang di generasi berikutnya. Seseorang yang telah melihat kematian seorang anak satu-satunya. kini tidak memiliki ketakutan apapun. Maka protes pun terus berjalan. Dan akhirnya pemerintah China pun bertindak keras. Cukup sudah dengan media masyarakat. Maka mereka mulai menahan para pemrotes. Mereka mulai menutup media yang menjadi sarana terjadinya protes.
China is probably the most successful manager of Internet censorship in the world, using something that is widely described as the Great Firewall of China. And the Great Firewall of China is a set of observation points that assume that media is produced by professionals, it mostly comes in from the outside world, it comes in relatively sparse chunks, and it comes in relatively slowly. And because of those four characteristics they are able to filter it as it comes into the country. But like the Maginot Line, the great firewall of China was facing in the wrong direction for this challenge, because not one of those four things was true in this environment. The media was produced locally. It was produced by amateurs. It was produced quickly. And it was produced at such an incredible abundance that there was no way to filter it as it appeared. And so now the Chinese government, who for a dozen years, has quite successfully filtered the web, is now in the position of having to decide whether to allow or shut down entire services, because the transformation to amateur media is so enormous that they can't deal with it any other way.
China mungkin merupakan pemimpin penyensoran internet yang paling berhasil di dunia, menggunakan sesuatu yang digambarkan luas sebagai 'Great Firewall of China'. Dan 'Great Firewall of China' adalah seperangkat titik-titik observasi yang mengasumsikan bahwa media diproduksi oleh para profesional, sebagian besar berasal dari dunia luar, hadir dalam bongkahan-bongkahan yang relatif jarang, dan datang relatif lambat. Dan karena empat karakteristik tersebut, mereka dapat menyaringnya saat tiba di dalam negeri. Namun seperti Garis Maginot, "Great Firewall of China" mengarah ke tujuan yang salah dalam menghadapi tantangan ini. karena tidak ada satupun dari keempat hal tadi terjadi dalam situasi ini. Media diproduksi secara lokal, dan diproduksi oleh para amatir. Hal ini diproduksi dengan cepat, dan diproduksi dalam jumlah yang amat melimpah sedemikian sehingga tidak mungkin menyaringnya saat hal ini muncul. Dan kini pemerintah China, yang untuk lusinan tahun, telah cukup berhasil menyaring dunia maya, kini berada di posisi harus memutuskan apakah mengijinkan atau menutup keseluruhan layanan. Karena transformasi pada media amatir sangat hebat sehingga mereka tidak dapat menghadapinya dengan cara lain.
And in fact that is happening this week. On the 20th anniversary of Tiananmen they just, two days ago, announced that they were simply shutting down access to Twitter, because there was no way to filter it other than that. They had to turn the spigot entirely off. Now these changes don't just affect people who want to censor messages. They also affect people who want to send messages,
Dan faktanya terjadi di minggu ini. Pada perayaan 20 tahun Tiananmen baru dua hari lalu mereka mengumumkan bahwa mereka menutup akses ke Twitter. Karena tidak ada cara lain untuk melakukan penyaringan selain cara itu. Mereka harus benar-benar menutup kerannya. Kini perubahan ini tidak hanya berpengaruh pada masyarakat yang ingin menyensor pesan. Ini juga berpengaruh pada masyarakat yang ingin mengirim pesan.
because this is really a transformation of the ecosystem as a whole, not just a particular strategy. The classic media problem, from the 20th century is, how does an organization have a message that they want to get out to a group of people distributed at the edges of a network. And here is the twentieth century answer. Bundle up the message. Send the same message to everybody. National message. Targeted individuals. Relatively sparse number of producers. Very expensive to do, so there is not a lot of competition. This is how you reach people. All of that is over.
Karena ini sungguh sebuah transformasi ekosistem secara keseluruhan. Bukan hanya sebuah strategi tertentu. Permasalahan klasik media, dari abad duapuluh adalah bagaimana sebuah organisasi memiliki sebuah pesan yang ingin mereka sampaikan kepada sekelompok masyarakat yang tersebar pada berbagai tepian jaringan. Dan inilah jawaban dari abad duapuluh. Kelompokkan pesan tersebut. Kirim pesan yang sama kepada semua orang. Pesan nasional. Individu yang menjadi target. Sejumlah produsen yang tidak terlalu banyak. Amat mahal untuk dilakukan. Hingga tidak terdapat banyak kompetisi. Inilah cara anda menjangkau masyarakat. Semua itu telah berakhir.
We are increasingly in a landscape where media is global, social, ubiquitous and cheap. Now most organizations that are trying to send messages to the outside world, to the distributed collection of the audience, are now used to this change. The audience can talk back. And that's a little freaky. But you can get used to it after a while, as people do.
Kita semakin berada dalam sebuah tataran dimana media telah mengglobal. Sosial, biasa dan murah. Kini hampir semua organisasi mencoba mengirimkan pesan pada dunia luar, pada kumpulan pemirsa yang tersebar, kini menggunakan perubahan ini. Pemirsa dapat menanggapi balik. Dan ini sedikit menakutkan. Namun setelah beberapa saat anda akan terbiasa, seperti yang orang lakukan.
But that's not the really crazy change that we're living in the middle of. The really crazy change is here: it's the fact that they are no longer disconnected from each other, the fact that former consumers are now producers, the fact that the audience can talk directly to one another; because there is a lot more amateurs than professionals, and because the size of the network, the complexity of the network is actually the square of the number of participants, meaning that the network, when it grows large, grows very, very large.
Tapi itu bukan perubahan yang benar-benar gila yang ada di tengah kehidupan kita. Perubahan yang benar-benar gila adalah ini. Itu adalah fakta bahwa mereka tidak lagi terpisah satu sama lain. Fakta bahwa konsumen sebelumnya kini menjadi produsen. fakta bahwa audiens dapat berbicara langsung satu sama lain. Karena terdapat lebih banyak amatir dibanding profesional. dan karena ukuran dari jaringan ini, kompleksitas dari jaringan sesungguhnya adalah pangkat dua dari jumlah peserta. Berarti bahwa jaringan, saat berkembang besar, tumbuh amat sangat besar.
As recently at last decade, most of the media that was available for public consumption was produced by professionals. Those days are over, never to return. It is the green lines now, that are the source of the free content, which brings me to my last story. We saw some of the most imaginative use of social media during the Obama campaign.
Pada dekade lalu, hampir semua media yang tersedia bagi konsumsi publik diproduksi oleh para profesional. Hari-hari itu telah berakhir, tak akan kembali lagi. Kini adalah garis hijau, yakni sumber dari konten gratis. Yang membawa saya pada cerita yang terakhir. Kita telah melihat beberapa penggunaan yang paling imajinatif dari sosial media selama kampanye Obama.
And I don't mean most imaginative use in politics -- I mean most imaginative use ever. And one of the things Obama did, was they famously, the Obama campaign did, was they famously put up MyBarackObama.com, myBO.com And millions of citizens rushed in to participate, and to try and figure out how to help. An incredible conversation sprung up there. And then, this time last year, Obama announced that he was going to change his vote on FISA, The Foreign Intelligence Surveillance Act. He had said, in January, that he would not sign a bill that granted telecom immunity for possibly warrantless spying on American persons. By the summer, in the middle of the general campaign, He said, "I've thought about the issue more. I've changed my mind. I'm going to vote for this bill." And many of his own supporters on his own site went very publicly berserk.
Dan saya maksud bukan penggunaan paling imajinatif dalam politik. Yang saya maksud penggunaan paling imajinatif yang pernah ada. dan satu dari banyak hal yang Obama lakukan, yang terkenal, kampanye yang Obama lakukan, yang terkenal adalah mereka membuat My Barak Obama dot com, myBO.com Dan jutaan warga negara bergegas berpartisipasi, mencoba dan menetapkan cara untuk membantu. Sebuah percakapan yang luas biasa tercetus disana. Lalu kemudian, saat ini tahun lalu, Obama mengumumkan bahwa ia akan mengubah suaranya pada FISA, The Foreign Intelligence Surveillance Act (UU Pengintaian Intelijen Asing). Ia mengatakan, pada bulan Januari, bahwa ia tak akan menandatangani undang-undang yang mengesahkan kekebalan telekom bagi kemungkinan kegiatan mata-mata tanpa surat ijin/jaminan pada warga Amerika. Pada musim panas, di tengah kampanye utama, ia mengatakan, "Saya telah memikirkan isu ini lebih dalam. Saya mengubah pikiran saya. "Saya akan memberikan suara pada undang-undang ini." Maka banyak dari para pendukungnya di situs miliknya secara terbuka mengamuk.
It was Senator Obama when they created it. They changed the name later. "Please get FISA right." Within days of this group being created it was the fastest growing group on myBO.com; within weeks of its being created it was the largest group. Obama had to issue a press release. He had to issue a reply. And he said essentially, "I have considered the issue. I understand where you are coming from. But having considered it all, I'm still going to vote the way I'm going to vote. But I wanted to reach out to you and say, I understand that you disagree with me, and I'm going to take my lumps on this one."
Yang tertulis adalah Senator Obama saat ini dibuat. Mereka merubah nama ini kemudian. Mohon masalah FISA diluruskan. Dalam hitungan hari kelompok ini mulai dibentuk ini adalah kelompok yang berkembang paling cepat di myBO.com. dalam hitungan minggu sejak dibentuk, ini adalah kelompok terbesar. Obama harus membuat pernyataan pers. Ia harus membuat jawaban. Dan pada intinya ia berkata, "Saya telah mempertimbangkan isu ini. Saya mengerti dari mana arah pemikiran anda. Namun setelah mempertimbangkan ini semua, saya masih akan memberikan suara dengan cara saya sendiri dalam memberikan suara. Namun saya ingin menjangkau anda dan berkata, saya mengerti bahwa anda tidak setuju dengan saya, dan saya akan bertahan dalam hal ini."
This didn't please anybody. But then a funny thing happened in the conversation. People in that group realized that Obama had never shut them down. Nobody in the Obama campaign had ever tried to hide the group or make it harder to join, to deny its existence, to delete it, to take to off the site. They had understood that their role with myBO.com was to convene their supporters but not to control their supporters.
Ini tidak melegakan semua orang. Namun kemudian sesuatu yang lucu terjadi dalam percakapan ini. Orang-orang dalam kelompok itu menyadari bahwa Obama tidak mematikan suara mereka. Tidak seorang pun dalam kampanye Obama mencoba untuk menyembunyikan kelompok ini akan mempersulit orang untuk bergabung, atau menyangkal kehadiran mereka, menghapusnya, untuk mematikan situsnya. Mereka telah mengerti peran mereka dengan myBO.com untuk menggalang pendukungnya namun bukan untuk mengendalikan pendukungnya.
And that is the kind of discipline that it takes to make really mature use of this media. Media, the media landscape that we knew, as familiar as it was, as easy conceptually as it was to deal with the idea that professionals broadcast messages to amateurs, is increasingly slipping away. In a world where media is global, social, ubiquitous and cheap, in a world of media where the former audience are now increasingly full participants, in that world, media is less and less often about crafting a single message to be consumed by individuals. It is more and more often a way of creating an environment for convening and supporting groups.
Dan itulah sebuah jenis disiplin yang dibutuhkan untuk membuat penggunaan media ini secara amat dewasa. Media, tataran media yang kita ketahui, sejauh kita mengenalnya, semudah konsep yang dimilikinya, untuk berurusan dengan gagasan bahwa penyiaran profesional pesan bagi para amatir, akan dengan cepat menghilang. Dalam dunia dimana media mengglobal, sosial, biasa dan murah, dalam dunia media dimana yang semula pemirsa kini meningkat menjadi peserta penuh, dalam dunia itu, media semakin sedikit tentang penciptaan sebuah pesan tunggal untuk dikonsumsi oleh individu. Semakin banyak hal ini menjadi cara penciptaan sebuah lingkungan untuk menggalang dan mendukung kelompok.
And the choice we face, I mean anybody who has a message they want to have heard anywhere in the world, isn't whether or not that is the media environment we want to operate in. That's the media environment we've got. The question we all face now is, "How can we make best use of this media? Even though it means changing the way we've always done it." Thank you very much.
Dan pilihan yang kita hadapi, yang saya maksud setiap orang yang memiliki sebuah pesan yang ingin didengar di seluruh dunia, adalah bukan benar tidaknya lingkungan media tempat kita ingin beroperasi. Ini adalah lingkungan media yang kita miliki. Pertanyaan yang kita semua hadapi sekarang adalah, "Bagaimana kita dapat mendayagunakan media ini sebaik-baiknya? Meski bila itu berarti mengubah cara penyelesaian yang selalu kita lakukan." Terima kasih banyak.
(Applause)
(Tepuk tangan hadirin)