I've been fascinated with crop diversity for about 35 years from now, ever since I stumbled across a fairly obscure academic article by a guy named Jack Harlan. And he described the diversity within crops -- all the different kinds of wheat and rice and such -- as a genetic resource. And he said, "This genetic resource," -- and I'll never forget the words -- "stands between us and catastrophic starvation on a scale we cannot imagine."
Saya telah terkesima pada keragaman tanaman pangan selama 35 tahun, sejak saya menemukan artikel akademis, yang tak terlalu meyakinkan, yang ditulis oleh seorang bernama Jack Harlan. Dia menggambarkan keragaman tanaman pangan -- semua jenis gandum, padi, dan semacamnya -- sebagai sumber daya genetik. Dia berkata, "Sumber daya genetik ini," -- saya tak akan pernah melupakan kata-katanya -- "memisahkan kita dari musibah kelaparan yang besarnya tak terbayangkan."
I figured he was either really on to something, or he was one of these academic nutcases. So, I looked a little further, and what I figured out was that he wasn't a nutcase. He was the most respected scientist in the field. What he understood was that biological diversity -- crop diversity -- is the biological foundation of agriculture. It's the raw material, the stuff, of evolution in our agricultural crops. Not a trivial matter. And he also understood that that foundation was crumbling, literally crumbling. That indeed, a mass extinction was underway in our fields, in our agricultural system. And that this mass extinction was taking place with very few people noticing and even fewer caring.
Saya berpikir entah dia sungguh mengerti suatu masalah, atau dia hanya salah satu akademisi gila. Jadi, saya mencari tahu lebih jauh, dan saya menemukan dia bukanlah orang gila. Dia adalah ilmuwan paling dihormati di bidangnya. Menurut pengertiannya, keragaman biologis -- keragaman tanaman pangan -- adalah pondasi biologis dari budidaya pertanian. Itulah bahan mentah yang dibutuhkan dalam evolusi tanaman budidaya kita. Itu bukan hal yang sepele. Dia juga memahami bahwa pondasi itu sedang runtuh, runtuh secara harafiah. Benar sekali, kepunahan massal sedang terjadi di ladang-ladang kita, dalam sistem budidaya pertanian kita. Kepunahan massal ini sedang terjadi, tetapi sedikit saja orang yang menyadari bahkan lebih sedikit lagi yang berbuat sesuatu.
Now, I know that many of you don't stop to think about diversity in agricultural systems and, let's face it, that's logical. You don't see it in the newspaper every day. And when you go into the supermarket, you certainly don't see a lot of choices there. You see apples that are red, yellow, and green and that's about it.
Saya tahu sebagian besar dari anda tidak berhenti berpikir tentang keragaman dalam sistem pertanian kita dan mari kita hadapi itu, hal itu logis. Anda tidak melihat berita itu di surat kabar tiap hari. Dan ketika pergi ke supermarket, Anda tidak melihat banyak pilihan di sana. Anda lihat apel berwarna merah, kuning, dan hijau. Sampai di situ saja.
So, let me show you a picture of one form of diversity. Here's some beans, and there are about 35 or 40 different varieties of beans on this picture. Now, imagine each one of these varieties as being distinct from another about the same way as a poodle from a Great Dane. If I wanted to show you a picture of all the dog breeds in the world, and I put 30 or 40 of them on a slide, it would take about 10 slides because there about 400 breeds of dogs in the world. But there are 35 to 40,000 different varieties of beans. So if I were to going to show you all the beans in the world, and I had a slide like this, and I switched it every second, it would take up my entire TED talk, and I wouldn't have to say anything.
Maka, saya akan menunjukkan gambar mengenai salah satu bentuk keragaman. Ini adalah beberapa jenis kacang ada sekitar 35 atau 40 varietas kacang yang berbeda-beda di gambar ini. Sekarang, bayangkan tiap-tiap verietas ini berbeda satu sama lain sama seperti seekor pudel berbeda dengan seekor great dane. Bila saya ingin menunjukkan semua trah anjing di dunia, dan saya taruh 30-40 trah dalam satu slide, akan butuh sekitar 10 slide sebab ada sekitar 400 trah anjing di dunia. Tapi ada 35.000-40.000 varietas kacang-kacangan yang berbeda. Jadi bila saya menunjukkan semua jenis kacang di dunia kepada Anda, dan saya menggunakan slide seperti ini, lalu saya ganti setiap detik, maka waktu ceramah TED saya habis untuk itu. Dan saya tak perlu mengatakan apapun.
But the interesting thing is that this diversity -- and the tragic thing is -- that this diversity is being lost. We have about 200,000 different varieties of wheat, and we have about 2 to 400,000 different varieties of rice, but it's being lost. And I want to give you an example of that. It's a bit of a personal example, in fact. In the United States, in the 1800s -- that's where we have the best data -- farmers and gardeners were growing 7,100 named varieties of apples. Imagine that. 7,100 apples with names. Today, 6,800 of those are extinct, no longer to be seen again.
Tapi hal yang menarik dari keragaman ini -- dan hal yang tragis -- adalah bahwa keragaman ini sedang menghilang. Kita memiliki sekitar 200.000 varietas gandum yang berbeda, dan kita memiliki 200.000-400.000 varietas padi yang berbeda, tapi semua itu sedang menghilang. Saya ingin memberikan sebuah contoh kepada Anda. Sebetulnya ini adalah contoh yang cukup pribadi. Di Amerika Serikat, pada tahun 1800an -- saat itu kita memiliki data terbaik -- petani dan pekebun menanam 7.100 varietas apel yang memiliki nama. Bayangkan itu. 7.100 apel bernama. Hari ini, 6.800 dari jumlah itu punah, tidak dapat dilihat lagi.
I used to have a list of these extinct apples, and when I would go out and give a presentation, I would pass the list out in the audience. I wouldn't tell them what it was, but it was in alphabetical order, and I would tell them to look for their names, their family names, their mother's maiden name. And at the end of the speech, I would ask, "How many people have found a name?" And I never had fewer than two-thirds of an audience hold up their hand. And I said, "You know what? These apples come from your ancestors, and your ancestors gave them the greatest honor they could give them. They gave them their name. The bad news is they're extinct. The good news is a third of you didn't hold up your hand. Your apple's still out there. Find it. Make sure it doesn't join the list."
Saya pernah memiliki daftar apel yang punah ini, dan ketika saya pergi memberi presentasi, saya memberikan daftar itu kepada para penonton. Saya tidak memberi tahu apa itu, tapi nama itu terurut berdasarkan abjad, dan saya minta mereka mencari nama mereka, nama keluarga mereka, nama gadis ibu mereka. Di akhir ceramah, saya bertanya, "Berapa banyak yang menemukan nama kalian?" Paling sedikit dua-pertiga penonton mengangkat tangan mereka. Lalu saya berkata, "Anda tahu? Apel-apel ini datang dari leluhur Anda, dan leluhur Anda memberi kehormatan terbesar yang dapat mereka beri. Mereka memberi apel itu nama mereka. Kabar buruknya adalah apel-apel itu sudah punah. Kabar baiknya adalah sepertiga tidak mengangkat tangan. Jadi apel-apel Anda masih ada. Temukan mereka. Pastikan mereka tidak ikut daftar apel yang punah."
So, I want to tell you that the piece of the good news is that the Fowler apple is still out there. And there's an old book back here, and I want to read a piece from it. This book was published in 1904. It's called "The Apples of New York" and this is the second volume. See, we used to have a lot of apples. And the Fowler apple is described in here -- I hope this doesn't surprise you -- as, "a beautiful fruit." (Laughter) I don't know if we named the apple or if the apple named us, but ... but, to be honest, the description goes on and it says that it "doesn't rank high in quality, however." And then he has to go even further. It sounds like it was written by an old school teacher of mine. "As grown in New York, the fruit usually fails to develop properly in size and quality and is, on the whole, unsatisfactory."
Jadi, saya ingin berkata sedikit berita baiknya adalah bahwa apel Fowler masih ada di luar sana. Ada sebuah buku tua di belakang sini, dan saya ingin membacakan sepenggal tulisan dari sana. Buku ini diterbitkan pada tahun 1904. Judulnya "Apel New York" dan ini adalah volume kedua. Jadi, kita pernah memiliki banyak apel. Apel Fowler dideskripsikan di sini -- saya harap ini tidak mengejutkan Anda -- dikatakan, "buah yang cantik." (Tawa) Saya tak tahu, apakah kita yang menamai apel atau apel menamai kita, tapi... Tapi, sejujurnya, deskripsi itu berlanjut dan dikatakan bahwa apel itu, "bagaimanapun, tidak termasuk mutu yang baik." Bahkan penulisnya melanjutkan lebih jauh lagi. Sepertinya buku ini ditulis oleh guru sekolah saya yang sudah kuno. "Karena ditanam di New York, buahnya seringkali tidak cukup besar dan baik dan secara umum, tidak memuaskan."
(Laughter)
(Tawa)
And I guess there's a lesson to be learned here, and the lesson is: so why save it? I get this question all the time. Why don't we just save the best one? And there are a couple of answers to that question. One thing is that there is no such thing as a best one. Today's best variety is tomorrow's lunch for insects or pests or disease. The other thing is that maybe that Fowler apple or maybe a variety of wheat that's not economical right now has disease or pest resistance or some quality that we're going to need for climate change that the others don't. So it's not necessary, thank God, that the Fowler apple is the best apple in the world. It's just necessary or interesting that it might have one good, unique trait. And for that reason, we ought to be saving it. Why? As a raw material, as a trait we can use in the future. Think of diversity as giving us options. And options, of course, are exactly what we need in an era of climate change.
Saya rasa ada pelajaran yang bisa dipetik di sini, pelajarannya adalah: lalu mengapa kita menyelamatkannya? Saya selalu ditanyai hal ini. Mengapa kita tidak menyelamatkan yang paling baik saja? Ada beberapa jawaban terhadap pertanyaan itu. Pertama, tidak ada yang paling baik. Varietas terbaik hari ini, esok akan jadi santapan hama atau penyakit. Hal lainnya adalah mungkin apel Fowler itu atau mungkin satu varietas gandum yang sekarang tidak ekonomis memiliki ketahanan terhadap penyakit atau hama atau mutu tertentu, yang akan kita butuhkan saat iklim berubah. Maka memang tidak perlu, puji Tuhan, bagi apel Fowler untuk menjadi apel terbaik di dunia. Apel itu hanya perlu memiliki satu sifat yang baik dan unik. Dan untuk alasan itu, kita harus menyelamatkannya. Mengapa? Sebagai bahan mentah bagi sebuah sifat yang dapat kita pakai di masa depan. Bayangkan keragaman sebagai hal yang memberi kita pilihan. Pilihan, tentu saja, sangat kita butuhkan di zaman perubahan iklim.
I want to show you two slides, but first, I want to tell you that we've been working at the Global Crop Diversity Trust with a number of scientists -- particularly at Stanford and University of Washington -- to ask the question: What's going to happen to agriculture in an era of climate change and what kind of traits and characteristics do we need in our agricultural crops to be able to adapt to this? In short, the answer is that in the future, in many countries, the coldest growing seasons are going to be hotter than anything those crops have seen in the past. The coldest growing seasons of the future, hotter than the hottest of the past. Is agriculture adapted to that? I don't know. Can fish play the piano? If agriculture hasn't experienced that, how could it be adapted?
Saya ingin menunjukkan dua slide kepada Anda, tapi pertama saya memberi tahu, bahwa kami di Yayasan Keragaman Tanaman Pangan Dunia bekerja dengan para ilmuwan -- terutama di Universitas Stanford dan Universitas Washington -- untuk bertanya: Apa yang akan terjadi pada pertanian pada zaman perubahan iklim, sifat dan karakteristik apa yang kita butuhkan dalam tanaman pangan kita untuk dapat beradaptasi terhadap hal ini? Singkatnya, jawabannya adalah pada masa depan, di banyak negara suhu terendah musim tanam akan lebih panas daripada yang pernah dirasakan tanaman pangan pada masa lalu. Suhu terendah musim tanam di masa depan akan lebih panas daripada suhu tertinggi di masa lalu. Apakah pertanian dapat beradaptasi terhadap hal itu? Saya tidak tahu. Apakah ikan bisa bermain piano? Bila pertanian belum pernah mengalami hal itu, bagaimana pertanian bisa beradaptasi?
Now, the highest concentration of poor and hungry people in the world, and the place where climate change, ironically, is going to be the worst is in South Asia and sub-Saharan Africa. So I've picked two examples here, and I want to show you. In the histogram before you now, the blue bars represent the historical range of temperatures, going back about far as we have temperature data. And you can see that there's some difference between one growing season and another. Some are colder, some are hotter and it's a bell shaped curve. The tallest bar is the average temperature for the most number of growing seasons. In the future, later this century, it's going to look like the red, totally out of bounds. The agricultural system and, more importantly, the crops in the field in India have never experienced this before.
Saat ini, konsentrasi masyarakat miskin dan kelaparan tertinggi di dunia, dan tempat di mana perubahan iklim, ironisnya, akan paling parah adalah di Asia Selatan dan Afrika sub-Sahara. Saya ambil dua contoh, dan saya ingin menunjukkan kepada Anda. Di histogram di hadapan Anda sekarang, batang biru menggambarkan kisaran suhu dalam sejarah, dimulai dari saat kita memiliki data suhu. Anda dapat melihat ada beberapa perbedaan antara musim tanam satu dan lainnya. Sebagian lebih dingin, sebagian lebih panas, dan kurvanya berbentuk lonceng. Batang paling tinggi adalah rata-rata suhu sebagian besar musim tanam. Di masa depan, di akhir abad ini, suhunya akan seperti batang merah, benar-benar di luar kendali. Sistem pertanian, dan lebih penting lagi, tanaman pangan di ladang di India tak pernah mengalami hal ini sebelumnya.
Here's South Africa. The same story. But the most interesting thing about South Africa is we don't have to wait for 2070 for there to be trouble. By 2030, if the maize, or corn, varieties, which is the dominant crop -- 50 percent of the nutrition in Southern Africa are still in the field -- in 2030, we'll have a 30 percent decrease in production of maize because of the climate change already in 2030. 30 percent decrease of production in the context of increasing population, that's a food crisis. It's global in nature. We will watch children starve to death on TV. Now, you may say that 20 years is a long way off. It's two breeding cycles for maize. We have two rolls of the dice to get this right. We have to get climate-ready crops in the field, and we have to do that rather quickly.
Ini di Afrika Selatan. Kisah yang sama. Yang paling menarik tentang Afrika Selatan adalah kita tak perlu menunggu sampai 2070 untuk datangnya masalah. Pada 2030, bila varietas jagung, yang merupakan tanaman pangan utama -- hanya 50 persen dari [tidak jelas] di Afrika Selatan yang masih ada di ladang -- pada tahun 2030, akan terjadi penurunan produksi jagung 30 persen karena perubahan iklim, pada tahun 2030. Penurunan produksi 30 persen dalam konteks kenaikan populasi, itu artinya krisis pangan. Ini terjadi secara global. Kita akan menyaksikan anak-anak mati kelaparan di TV. Sekarang Anda mungkin berkata 20 tahun itu masih lama. Periode itu adalah dua siklus perkawinan jagung. Kita hanya memiliki dua giliran dadu untuk memperbaiki ini. Kita harus menyiapkan tanaman pangan yang tahan perubahan iklim, dan kita harus melakukannya dengan cepat.
Now, the good news is that we have conserved. We have collected and conserved a great deal of biological diversity, agricultural diversity, mostly in the form of seed, and we put it in seed banks, which is a fancy way of saying a freezer. If you want to conserve seed for a long term and you want to make it available to plant breeders and researchers, you dry it and then you freeze it. Unfortunately, these seed banks are located around the world in buildings and they're vulnerable. Disasters have happened. In recent years we lost the gene bank, the seed bank in Iraq and Afghanistan. You can guess why. In Rwanda, in the Solomon Islands. And then there are just daily disasters that take place in these buildings, financial problems and mismanagement and equipment failures, and all kinds of things, and every time something like this happens, it means extinction. We lose diversity. And I'm not talking about losing diversity in the same way that you lose your car keys. I'm talking about losing it in the same way that we lost the dinosaurs: actually losing it, never to be seen again.
Kabar baiknya adalah kita sudah menyimpan. Kita sudah mengumpulkan dan menyimpan banyak keragaman biologis, keragaman tanaman pertanian, kebanyakan dalam bentuk benih, dan kita memasukkannya ke dalam bank benih, cara bagus untuk menyebut lemari es. Bila Anda ingin menyimpan benih untuk waktu yang lama dan Anda ingin benih itu tersedia untuk pemulia tanaman dan peneliti, Anda perlu mengeringkan dan membekukan benih itu. Sayangnya, bank benih ini terletak di dalam gedung-gedung di seluruh dunia dan rentan terhadap kerusakan. Bencana telah terjadi. Belakangan ini kita kehilangan bank gen, bank benih di Irak dan Afganistan. Anda bisa menebak alasannya. Di Rwanda, di Kepulauan Solomon. Lalu ada juga bencana yang sering terjadi di gedung-gedung itu, masalah keuangab, pengelolaan yang salah, dan kerusakan peralatan, dan berbagai macam hal lain, hal-hal seperti itu selalu terjadi, artinya adalah kepunahan. Kita kehilangan keragaman. Saya tidak mengatakan kehilangan keragaman itu sama seperti kehilangan kunci mobil Anda. Saya mengatakan bahwa kehilangan keragaman itu seperti halnya kehilangan dinosaurus, benar-benar kehilangan, tak pernah terlihat lagi.
So, a number of us got together and decided that, you know, enough is enough and we need to do something about that and we need to have a facility that can really offer protection for our biological diversity of -- maybe not the most charismatic diversity. You don't look in the eyes of a carrot seed quite in the way you do a panda bear, but it's very important diversity. So we needed a really safe place, and we went quite far north to find it. To Svalbard, in fact. This is above mainland Norway. You can see Greenland there. That's at 78 degrees north. It's as far as you can fly on a regularly scheduled airplane. It's a remarkably beautiful landscape. I can't even begin to describe it to you. It's otherworldly, beautiful. We worked with the Norwegian government and with the NorGen, the Norwegian Genetic Resources Program, to design this facility. What you see is an artist's conception of this facility, which is built in a mountain in Svalbard. The idea of Svalbard was that it's cold, so we get natural freezing temperatures. But it's remote. It's remote and accessible so it's safe and we don't depend on mechanical refrigeration.
Maka, beberapa orang berkumpul dan memutuskan, ini semua sudah cukup dan kita perlu melakukan sesuatu, dan kita perlu fasilitas yang benar-benar dapat menawarkan perlindungan bagi keragaman biologis kita -- mungkin bukan keragaman yang paling karismatik. Anda tidak melihat benih wortel sama seperti Anda melihat beruang panda, tapi benih wortel itu keragaman yang penting. Kita butuh tempat yang benar-benar aman, dan kami mencarinya sampai ke utara. Ke Svalbard, lebih jelasnya. Ada di utara daratan utama Norwegia. Anda dapat melihat Greenland di sini. Letaknya 78 derajat lintang utara. Tempat paling utara yang dapat dijangkau penerbangan terjadwal. Pemandangannya sangat indah. Saya bahkan tak dapat menjelaskannya kepada Anda. Seperti dunia lain saja. Cantik. Kami bekerja dengan pemerintah Norwegia dan dengan NorGen, Program Sumber daya Genetik Norwegia, untuk merancang fasilitas ini. Yang Anda lihat adalah konsep artistik fasilitas ini yang dibangun dalam sebuah gunung di Svalbard. Alasan memilih Svalbard adalah karena di sana dingin, jadi kita mendapat suhu beku secara alami. Tempat itu terpencil. Terpencil tapi masih dapat dijangkau jadi di sana aman dan kita tak tergantung kepada pendinginan mekanis.
This is more than just an artist's dream, it's now a reality. And this next picture shows it in context, in Svalbard. And here's the front door of this facility. When you open up the front door, this is what you're looking at. It's pretty simple. It's a hole in the ground. It's a tunnel, and you go into the tunnel, chiseled in solid rock, about 130 meters. There are now a couple of security doors, so you won't see it quite like this. Again, when you get to the back, you get into an area that's really my favorite place. I think of it as sort of a cathedral. And I know that this tags me as a bit of a nerd, but ... (Laughter) Some of the happiest days of my life have been spent ... (Laughter) in this place there.
Ini lebih dari sekedar impian, sekarang sudah jadi kenyataan. Gambar berikut ini menunjukkan hal sebenarnya, di Svalbard. Inilah pintu depan fasilitas ini. Ketika Anda membuka pintu depannya inilah yang akan Anda lihat. Cukup sederhana. Sebuah lubang di dalam tanah. Sebuah terowongan, dan Anda masuk terowongan itu, yang dipahat di dalam batu utuh, sekitar 130 meter. Sekarang ada beberapa pintu keamanan, jadi tak akan sama seperti ini lagi. Ketika Anda sampai di dalam, Anda masuk area yang merupakan favorit saya. Mengapa demikian? Saya menganggapnya seperti sebuah katedral. Saya tahu hal ini akan membuat saya terlihat aneh, tapi... (Tawa) Sebagian hari paling bahagia saya, saya alami di... (Tawa) di tempat itu.
(Applause)
(Tepuk tangan)
If you were to walk into one of these rooms, you would see this. It's not very exciting, but if you know what's there, it's pretty emotional. We have now about 425,000 samples of unique crop varieties. There's 70,000 samples of different varieties of rice in this facility right now. About a year from now, we'll have over half a million samples. We're going up to over a million, and someday we'll basically have samples -- about 500 seeds -- of every variety of agricultural crop that can be stored in a frozen state in this facility. This is a backup system for world agriculture. It's a backup system for all the seed banks. Storage is free. It operates like a safety deposit box. Norway owns the mountain and the facility, but the depositors own the seed. And if anything happens, then they can come back and get it. This particular picture that you see shows the national collection of the United States, of Canada, and an international institution from Syria.
Bila Anda masuk ke dalam salah satu ruangan itu, Anda akan melihat hal ini. Tidak terlalu menarik, tapi mengetahui isinya membuat Anda cukup emosional. Kita sekarang memiliki sekitar 425.000 sampel dari varietas tanaman pangan yang berbeda. Ada 70.000 sampel dari varietas padi yang berbeda dalam fasilitas ini sekarang. Sekitar satu tahun lagi kita akan memiliki lebih dari setengah juta sampel. Kami ingin menambah sampai sejuta lebih suatu hari nanti, pada dasarnya kami memiliki -- sekitar 500 benih -- dari setiap varietas tanaman pangan yang dapat disimpan dalam keadaan beku di fasilitas ini. Ini adalah sistem cadangan untuk pertanian dunia. Ini adalah sistem cadangan untuk semua bank benih. Tanpa biaya. Cara kerjanya seperti kotak deposit yang aman. Norwegia memiliki gunung dan fasilitas itu, tapi penyimpan yang memiliki benihnya. Bila terjadi sesuatu, maka mereka dapat datang dan mengambilnya. Gambar yang Anda lihat ini adalah koleksi nasional Amerika Serikat, Kanada, dan institusi internasional dari Suriah.
I think it's interesting in that this facility, I think, is almost the only thing I can think of these days where countries, literally, every country in the world -- because we have seeds from every country in the world -- all the countries of the world have gotten together to do something that's both long term, sustainable and positive. I can't think of anything else that's happened in my lifetime that way.
Menurut saya sangat menarik bahwa fasilitas ini, satu-satunya yang saya tahu belakangan ini, di mana semua negara, benar-benar, semua negara di dunia -- sebab kita memiliki benih dari semua negara di dunia -- semua negara di dunia bergabung bersama melakukan sesuatu yang berjangka panjang, berkelanjutan, dan positif. Saya tak tahu hal lain seperti ini dalam hidup saya.
I can't look you in the eyes and tell you that I have a solution for climate change, for the water crisis. Agriculture takes 70 percent of fresh water supplies on earth. I can't look you in the eyes and tell you that there is such a solution for those things, or the energy crisis, or world hunger, or peace in conflict. I can't look you in the eyes and tell you that I have a simple solution for that, but I can look you in the eyes and tell you that we can't solve any of those problems if we don't have crop diversity. Because I challenge you to think of an effective, efficient, sustainable solution to climate change if we don't have crop diversity. Because, quite literally, if agriculture doesn't adapt to climate change, neither will we. And if crops don't adapt to climate change, neither will agriculture, neither will we.
Saya tak dapat memandang mata Anda dan mengatakan bahwa saya memiliki solusi untuk perubahan iklim, untuk krisis air. Pertanian mengambil 70 persen pasokan air tawar di bumi. Saya tak dapat memandang mata Anda dan berkata ada solusi untuk hal-hal itu, atau krisis energi, kelaparan di dunia, dan perdamaian. Saya tak dapat memandang mata Anda dan berkata saya memiliki solusi sederhana, tapi saya dapat memandang mata Anda dan berkata Anda tak dapat menyelesaikan masalah apapun bila kita tidak memiliki keragaman tanaman pangan. Saya menantang Anda memikirkan solusi yang efektif, efisien, dan berkelanjutan terhadap perubahan iklim, bila kita tak memiliki keragaman tanaman pangan. Sebab cukup jelas, bila pertanian tak dapat beradaptasi terhadap perubahan iklim, kita juga tak akan dapat. Bila tanaman pangan tak beradaptasi terhadap perubahan iklim, pertanian juga tidak, kita juga tidak.
So, this is not something pretty and nice to do. There are a lot of people who would love to have this diversity exist just for the existence value of it. It is, I agree, a nice thing to do. But it's a necessary thing to do. So, in a very real sense, I believe that we, as an international community, should get organized to complete the task. The Svalbard Global Seed Vault is a wonderful gift that Norway and others have given us, but it's not the complete answer. We need to collect the remaining diversity that's out there. We need to put it into good seed banks that can offer those seeds to researchers in the future. We need to catalog it. It's a library of life, but right now I would say we don't have a card catalog for it. And we need to support it financially.
Jadi, ini bukan hal yang manis dan indah untuk dilakukan. Ada banyak orang yang akan senang bila ada keragaman tanaman pangan hanya karena nilai keberadaannya. hal itu, saya setuju, hal yang baik untuk dilakukan. Tapi, ini hal yang perlu dilakukan. Saya percaya bahwa kita, sebagai komunitas internasional, harus berbenah untuk menyelesaikan tugas ini. Penyimpanan Benih Dunia Svalbard adalah hadiah yang sangat indah yang diberikan Norwegia dan pihak lain kepada kita, tapi itu belum menyelesaikan semua masalah. Kita perlu mengumpulkan keragaman yang tersisa yang ada di luar sana. Kita perlu menaruhnya di bank benih yang baik yang dapat menawarkan benih itu kepada para peneliti di masa depan. Kita perlu membuat katalognya. Proyek itu adalah perpustakaan kehidupan, tapi sekarang saya berkata bahwa kita belum memiliki katalog di sana. Kita juga perlu mendukungnya secara finansial.
My big idea would be that while we think of it as commonplace to endow an art museum or endow a chair at a university, we really ought to be thinking about endowing wheat. 30 million dollars in an endowment would take care of preserving all the diversity in wheat forever. So we need to be thinking a little bit in those terms.
Ide besar saya adalah ketika kita pikir lumrah untuk menyumbang museum seni atau universitas, kita sungguh perlu berpikir menyumbang gandum. Sumbangan 30 juta dolar cukup untuk mengurus pelestarian semua keragaman gandum selamanya. Kita perlu berpikir sedikit dalam hal itu.
And my final thought is that we, of course, by conserving wheat, rice, potatoes, and the other crops, we may, quite simply, end up saving ourselves.
Gagasan terakhir saya adalah, dengan melestarikan gandum, padi, kentang, dan tanaman pangan lain, mungkin kita pada akhirnya akan menyelamatkan diri kita sendiri.
Thank you.
Terima kasih.
(Applause)
(Tepuk tangan)