The maxim, "Know thyself" has been around since the ancient Greeks. Some attribute this golden world knowledge to Plato, others to Pythagoras. But the truth is it doesn't really matter which sage said it first, because it's still sage advice, even today. "Know thyself." It's pithy almost to the point of being meaningless, but it rings familiar and true, doesn't it? "Know thyself." I understand this timeless dictum as a statement about the problems, or more exactly, the confusions, of consciousness. I've always been fascinated with knowing the self. This fascination led me to submerge myself in art, study neuroscience, and later, to become a psychotherapist.
Ungkapan, "Kenali dirimu" sudah ada sejak jaman Yunani Kuno. Beberapa menghubungkan ilmu pengetahuan berharga ini dengan Plato, yang lainnya menghubungkan dengan Pythagoras. Namun tidak masalah siapa orang bijaksana yang terlebih dahulu mengucapkannya karena hingga kinipun itu masih menjadi nasehat yang bijak, "Kenali dirimu." Ringkas sampai-sampai hampir tidak berarti, namun terdengar benar dan akrab, bukan? "Kenali dirimu." Saya menangkap ungkapan abadi ini sebagai pernyataan akan masalah, atau lebih tepatnya keraguan akan kesadaran. Saya selalu tertarik untuk memahami diri. Ketertarikan ini membawa saya tenggelam ke dalam seni, mempelajari ilmu syaraf, dan kemudian menjadi ahli psikoterapi.
Today I combine all my passions as the CEO of InteraXon, a thought-controlled computing company. My goal, quite simply, is to help people become more in tune with themselves. I take it from this little dictum, "Know thyself." If you think about it, this imperative is kind of the defining characteristic of our species, isn't it? I mean, it's self-awareness that separates Homo sapiens from earlier instances of our mankind.
Kini saya menggabungkan semua gairah saya sebagai CEO dari InteraXon, perusahaan komputasi yang dikendalikan pikiran. Sederhananya, tujuan saya adalah membantu orang-orang agar lebih selaras dengan diri mereka sendiri. Saya mengambilnya dari ungkapan kecil ini, "Kenali dirimu." Jika Anda memikirkan hal itu perintah ini sepertinya mengartikan ciri khas dari spesies kita, benar? Maksud saya, kesadaran dirilah yang membedakan Homo sapiens dengan manusia purba yang ada sebelumnya.
Today we're often too busy tending to our iPhones and iPods to really stop and get to know ourselves. Under the deluge of minute-to-minute text conversations, e-mails, relentless exchange of media channels and passwords and apps and reminders and Tweets and tags, we lose sight of what all this fuss is supposed to be about in the first place: Ourselves. Much of the time we're transfixed by all of the ways we can reflect ourselves out into the world. And we can barely find the time to reflect deeply back in on our own selves. We've cluttered ourselves up with all this. And we feel like we have to get far, far away to a secluded retreat, leaving it all behind.
Kini kita seringkali terlalu sibuk dengan iPhone dan iPod kita sehingga tidak dapat berhenti dan mengenali diri kita sendiri. Di bawah limpahan pesan teks, surat elektronik, dan saluran media yang terus menerus dan juga kata sandi, aplikasi, pengingat, Tweet, dan pengenal, kita kehilangan pandangan akan apa maksud dari semua hal ini pada dasarnya: diri kita. Kebanyakan waktu kita tersita oleh berbagai cara kita untuk mencerminkan dunia kita ke dunia. Dan kita sedikit sekali menemukan waktu untuk mencerminkan diri pada diri kita sendiri. Kita menyusahkan diri kita dengan semua hal ini. Dan kita merasa seperti harus mundur dan mengundurkan diri sejauh mungkin, meninggalkan semuanya.
So we go far away to the top of a mountain, assuming that perching ourselves on a piece is bound to give us the respite we need to sort the clutter, the chaotic everyday, and find ourselves again. But on that mountain where we gain that beautiful peace of mind, what are we really achieving? It's really only a successful escape. Think of the term we use, "Retreat." This is the term that armies use when they've lost a battle. It means we've got to get out of here. Is this how we feel about the pressures of our world, that in order to get inside ourselves, you have to run for the hills? And the problem with escaping your day-to-day life is that you have to come home, eventually. So when you think about it, we're almost like a tourist visiting ourselves over there. And eventually, that vacation's got to come to an end.
Jadi kita pergi jauh ke puncak sebuah gunung, menganggap jika kita berada di tempat itu kita akan mendapat istirahat yang kita perlukan untuk mengatasi kekacauan sehari-hari dan menemukan diri kita kembali. Namun di gunung tempat pikiran kita menjadi sangat tenteram itu, apa yang sebenarnya kita dapatkan? Itu hanyalah pelarian yang sukses. Pikirkanlah kata yang kita gunakan, "Mundur." Ungkapan yang digunakan para tentara saat mereka kalah perang. Ini berarti kita mencoba melarikan diri. Beginikah perasaan kita akan tekanan dunia ini, bahwa untuk dapat melihat ke dalam diri kita, kita harus melarikan diri ke bukit? Masalah dengan melarikan diri dari keseharian Anda ini adalah pada akhirnya Anda harus pulang kembali. Jadi saat Anda memikirkan hal itu, kita hampir seperti wisatawan, mengunjungi diri kita di sana. Dan akhirnya liburan itu berakhir.
So my question to you is, can we find ways to know ourselves without the escape? Can we redefine our relationship with the technologized world in order to have the heightened sense of self-awareness that we seek? Can we live here and now in our wired web and still follow those ancient instructions, "Know thyself?" I say the answer is yes. And I'm here today to share a new way that we're working with technology to this end, to get familiar with our inner self like never before -- humanizing technology and furthering that age-old quest of ours to more fully know the self. It's called thought-controlled computing.
Jadi pertanyaan saya adalah dapatkah kita menemukan cara mengenali diri tanpa melarikan diri? Dapatkan kita mengartikan ulang hubungan kita dengan dunia kita yang penuh teknologi untuk mencapai tingkat kesadaran diri yang lebih tinggi yang kita cari? Dapatkan kita saat ini hidup dalam jaringan internet dan tetap mengikuti perintah kuno itu, "Kenali dirimu?" Menurut saya jawabannya iya. Dan saya di sini untuk membagikan cara baru untuk bekerja dengan teknologi pada satu sisi dan menjadi akrab dengan diri kita seperti yang belum pernah ada sebelumnya -- teknologi yang dimanusiakan dan memajukan petualangan yang sudah lama kita lakukan untuk mengenali diri kita seutuhnya. Hal itu disebut komputasi yang dikendalikan pikiran.
You may or may not have noticed that I'm wearing a tiny electrode on my forehead. This is actually a brainwave sensor that's reading the electrical activity of my brain as I give this talk. These brainwaves are being analyzed and we can see them as a graph. Let me show you what it looks like. That blue line there is my brainwave. It's the direct signal being recorded from my head, rendered in real time. The green and red bars show that same signal displayed by frequency, with lower frequencies here and higher frequencies up here. You're actually looking inside my head as I speak. These graphs are compelling, they're undulating, but from a human's perspective, they're actually not very useful. That's why we've spent a lot of time thinking about how to make this data meaningful to the people who use it.
Mungkin Anda menyadari, mungkin juga tidak jika saya memakai elektroda kecil di dahi saya. Sebenarnya ini adalah sensor gelombang otak yang membaca aktivitas listrik dari otak saya saat saya presentasi. Gelombang otak ini dianalisis dan kita dapat melihatnya dalam grafik. Saya akan menunjukkan grafiknya. Garis biru ini adalah gelombang otak saya. Sinyal ini direkam dari dalam kepala saya, secara langsung. Batang hijau dan merah ini menunjukkan sinyal yang sama menurut frekuensinya, frekuensi yang lebih rendah di sini dan yang lebih tinggi di atas sana. Anda sebenarnya melihat ke dalam kepala saya saat saya berbicara. Grafik ini naik-turun, sangat menarik, namun dari sudut pandang manusia sebenarnya grafik ini tidak terlalu berguna. Karena itulah kita menghabiskan banyak waktu memikirkan bagaimana agar data ini dapat bermanfaat bagi orang-orang yang menggunakannya.
For instance, what if I could use this data to find out how relaxed I am at any moment? Or what if I can take that information and put it into an organic shape up on the screen? The shape on the right over here has become an indicator of what's going on in my head. The more relaxed I am, the more the energy's going to fall through it. I may also be interested in knowing how focused I am, so I can put my level of attention into the circuit board on the other side. And the more focused my brain is, the more the circuit board is going to surge with energy.
Contohnya, bagaimana kalau saya dapat menggunakan data ini untuk mencari tahu seberapa santai saya saat ini? Atau bagaimana jika saya dapat mengambil informasi inii dan membentuknya menjadi bentuk organik seperti di layar. Bentuk di sebelah kanan itu telah menjadi penunjuk apa yang terjadi di dalam kepala saya. Semakin saya santai semakin banyak energi yang masuk ke sana. Saya juga mungkin tertarik untuk mengetahui seberapa fokus diri saya, jadi saya dapat meletakkan tingkat perhatian saya pada papan sirkuit di sisi lainnya. Dan semakin otak saya fokus lonjakan energi di papan sirkuit itu semakin banyak.
Ordinarily, I would have no way of knowing how focused or relaxed I was in any tangible way. As we know, our feelings about how we're feeling are notoriously unreliable. We've all had stress creep up on us without even noticing it until we lost it on someone who didn't deserve it, and then we realize that we probably should have checked in with ourselves a little earlier. This new awareness opens up vast possibilities for applications that help improve our lives and ourselves. We're trying to create technology that uses the insights to make our work more efficient, our breaks more relaxing and our connections deeper and more fulfilling than ever. I'm going to share some of these visions with you in a bit, but first I want to take a look at how we got here. By the way, feel free to check in on my head at any time.
Biasanya, tidak ada cara untuk mengetahui seberapa fokus atau santainya saya secara nyata. Seperti yang kita tahu, perasaan kita tentang apa yang kita rasakan sungguh tidak dapat dipercaya. Kita semua mengalami stres tanpa kita sadari sampai kita melampiaskannya pada orang yang tidak layak mendapatkannya lalu kita menyadari bahwa mungkin kita seharusnya memeriksa diri kita sendiri sebelumnya. Kesadaran baru ini membuka peluang besar untuk aplikasi yang membantu meningkatkan diri dan hidup kita. Kami mencoba menciptakan teknologi yang menggunakan pemahaman ini untuk membuat kerja kita lebih efisien, istirahat kita lebih santai dan hubungan kita lebih mendalam dan memuaskan daripada sebelumnya. Saya akan membagikan sedikit visi ini dengan Anda namun pertama saya ingin melihat bagaimana kita sampai ke sini. Sebagai selingan, silakan melihat ke dalam kepala saya kapan saja.
(Laughter)
(Tawa)
My team at InteraXon and I have been developing thought-controlled application for almost a decade now. In the first phase of development, we were really enthused by all the things we could control with our mind. We were making things activate, light up and work just by thinking. We were transcending the space between the mind and the device. We brought to life a vast array of prototypes and products that you could control with your mind, like thought-controlled home appliances or slot-car games or video games or a levitating chair. We created technology and applications that engaged people's imaginations, and it was really exciting.
Saya bersama tim saya di InteraXon telah mengembangkan aplikasi yang dikendalikan pikiran selama hampir satu dasawarsa. Dalam tahap pertama dari pengembangannya kami sangat gembira dangan berbagai hal yang dapat kita kendalikan dengan pikiran kita. Kami menghidupkan, menyalakan, dan mengoperasikan benda hanya dengan berpikir. Kami melampaui ruang antara pikiran dan alat itu. Kami membawa banyak sekali prototip dan produk yang dapat Anda kendalikan dengan pikiran Anda, seperti peralatan rumah tangga, atau mobil mainan atau permainan video, atau kursi angkat yang dikendalikan pikiran. Kami menciptakan teknologi dan aplikasi yang melibatkan khayalan manusia, dan hal itu sangat menarik.
And then we were asked to do something really big for the Olympics. We were invited to create a massive installation at the Vancouver 2010 winter Olympics, were used in Vancouver, got to control the lighting on the CN Tower, the Canadian Parliament buildings and Niagara Falls from all the way across the country using their minds. Over 17 days at the Olympics, 7,000 visitors from all over the world actually got to individually control the light from the CN Tower, parliament and Niagara in real time with their minds from across the country, 3,000 km away. So controlling stuff with your mind is pretty cool.
Kemudian kami diminta melakukan hal yang besar untuk Olimpiade. Kami diundang untuk membuat bangunan besar pada Olimpiade Musim Dingin 2010 di Vancouver, digunakan di Vancouver kami mengendalikan pencahayaan Menara C. N., Gedung Parlemen Kanada, dan Air Terjun Niagara dari seluruh negara itu dengan pikiran mereka. Selama 17 hari Olimpiade, 7.000 pengunjung dari seluruh dunia mengendalikan pencahayaan itu dengan pikiran mereka masing-masing, dari Menara C.N., gedung parlemen, dan air terjun Niagara secara langsung dengan pikiran mereka dari seluruh negara itu dari jarak 3.000 km. Jadi mengendalikan benda dengan pikiran Anda cukup keren.
But we're always interested in multitiered levels of human interaction. And so we began looking into inventing thought-controlled applications in a more complex frame than just control. And that was responsiveness. We realized that we had a system that allowed technology to know something about you. And it could join into the relationship with you. We created the responsive room where the lights, music and blinds adjusted to your state. They followed these little shifts in your mental activity. So as you settled into relaxation at the end of a hard day, on the couch in our office, the music would mellow with you. When you read, the desk lamp would get brighter. If you nod off, the system would know, dimming to darkness as you do.
Namun kami selalu tertarik pada berbagai tingkatan dalam hubungan manusia. Jadi kami mulai mencoba menemukan aplikasi yang dikendalikan pikiran pada cakupan yang lebih rumit dibandingkan sekedar mengendalikan. Yaitu tanggapan. Kami menyadari kami memiliki sistem yang memungkinkan teknologi mengetahui sesuatu mengenai diri Anda. Alat ini juga dapat berhubungan dengan Anda. Kami membuat ruangan tanggapan di mana musik dan pencahayaannya disesuaikan dengan perasaan Anda. Keduanya mengikuti pergeseran kecil dalam aktivitas mental Anda. Jadi saat Anda bersantai di akhir hari Anda yang berat di sofa yang ada di kantor kami, musiknya akan ikut menjadi lembut. Saat Anda membaca, lampu yang gelap akan menjadi terang. Jika Anda mengantuk, sistemnya akan tahu dan meredupkan cahaya lampunya.
We then realized that if technology could know something about you and use it to help you, there's an even more valuable application than that. That you could know something about yourself. We could know sides of ourselves that were all but invisible and come to see things that were previously hidden. Let me show you an example of what I'm talking about here.
Lalu kami menyadari bahwa jika teknologi bisa mengetahui sesuatu mengenai Anda dan menggunakannya untuk menolong Anda, ada aplikasi yang jauh lebih berharga lagi. Yaitu Anda bisa mengenali diri Anda sendiri. Kita bisa mengetahui sisi diri kita yang tidak terlihat, dan melihat hal-hal yang sebelumnya tersembunyi. Mari saya tunjukkan contoh dari hal yang saya bicarakan.
Here's an application that I created for the iPad. So the goal of the original game Zen Bound is to wrap a rope around a wooden form. So you use it with your headset. The headset connects wirelessly to an iPad or a smartphone. In that headset, you have fabric sensors on your forehead and above the ear. In the original Zen Bound game, you play it by scrolling your fingers over the pad. In the game that we created, of course, you control the wooden form that's on the screen there with your mind. As you focus on the wooden form, it rotates. The more you focus, the faster the rotation. This is for real. This is not a fake. What's really interesting to me though is at the end of the game, you get stats and feedback about how you did. You have graphs and charts that tell you how your brain was doing -- not just how much rope you used or what your high score is, but what was going on inside of your mind. And this is valuable feedback that we can use to understand what's going on inside of ourselves.
Inilah aplikasi yang saya ciptakan untuk iPad. Tujuan dari permainan Zen Bound yang asli adalah mengikat tali pada sebuah benda dari kayu. Jadi Anda menggunakan headset Anda. Headset itu terhubung secara nirkabel dengan iPad atau telepon cerdas. Pada headset itu Ada struktur sensor pada dahi dan di atas telinga Anda. Dalam permainan Zen Bound yang asli, Anda memainkannya dengan memutar jari Anda. Dalam permainan yang kami ciptakan,sudah pasti, Anda langsung mengendalikan kayu yang ada di layar itu dengan pikiran Anda. Saat Anda berfokus pada kayu itu, kayu itu berputar. Semakin Anda fokus, semakin cepat putarannya. Ini sungguhan. Bukanlah hal palsu. Namun yang sungguh menarik bagi saya adalah pada akhir permainan ada statistik dan umpan balik mengenai bagaimana Anda bermain. Anda mendapat grafik dan bagan yang memberi tahu bagaimana otak Anda melakukannya -- bukan hanya berapa banyak tali yang Anda gunakan atau berapa nilai tertinggi Anda, namun apa yang terjadi di dalam pikiran Anda. Dan ini adalah umpan balik berharga yang dapat kita gunakan untuk mengerti apa yang terjadi di dalam pikiran Anda.
I like to call this "intra-active." Normally, we think about technology as interactive. This technology is intra-active. It understands what's inside of you and builds a sort of responsive relationship between you and your technology so that you can use this information to move you forward. So you can use this information to understand you in a responsive loop. At InteraXon -- intra-active technology is one of our really defining mandates. It's how we understand the world inside and reflect it outside into this tight loop.
Saya senang menyebutnya "intra-aktif." Biasanya kita berpikir bahwa teknologi adalah interaktif. Teknologi ini adalah intra-aktif. Teknologi ini mengerti apa yang ada dalam diri Anda dan membangun hubungan tanggapan antara Anda dan teknologi Anda sehingga Anda dapat menggunakan informasi ini untuk membuat Anda maju. Jadi Anda dapat menggunakan informasi ini untuk memahami diri Anda dalam lingkup tanggapan. Di InteraXon, teknologi intra-aktif adalah salah satu amanat kami yang sangat menentukan. Beginilah kita memahami dunia di dalam diri kita dan mencerminkannya keluar pada lingkup ini.
For example, thought-controlled computing can teach children with ADD how to improve their focus. With ADD, children have a low proportion of beta waves for focus states and a high proportion of theta states. So you can create applications that reward focused brain states. So you can imagine kids playing video games with their brain waves and improving their ADD symptoms as they do it. This can be as effective as Ritalin. Perhaps even more importantly, thought-controlled computing can give children with ADD insights into their own fluctuating mental states, so they can better understand themselves and their learning needs. The way these children will be able to use their new awareness to improve themselves will upend many of the damaging and widespread social stigmas that people who are diagnosed as different are challenged with.
Sebagai contoh, komputasi yang dikendalikan pikiran dapat mengajar anak yang tidak dapat menaruh perhatian untuk meningkatkan fokus mereka. Anak-anak ini memiliki tingkat gelombang beta yang rendah untuk berkonsentrasi dan tingkat gelombang theta yang tinggi. Anda dapat membuat aplikasi yang membuat otak dapat berfokus. Anda dapat membayangkan anak-anak bermain permainan video dengan gelombang otak mereka dan meningkatkan konsentrasi mereka saat melakukannya. Hal ini bisa jadi sama efektifnya dengan Ritalin. Mungkin yang lebih penting lagi, komputasi yang dikendalikan pikiran dapat memberikan anak yang tidak dapat berfokus pengetahuan akan tingkat mental mereka yang naik turun sehingga mereka dapat mengerti diri mereka dan kebutuhan belajar mereka. Dengan ini anak-anak ini dapat menggunakan kesadaran mereka sendiri untuk maju dan mengatasi berbagai stigma sosial yang buruk dan tersebar luas yang sering dihadapi oleh orang-orang yang dianggap berbeda.
We can peer inside our heads and interact with what was once locked away from us, what once mystified and separated us. Brainwave technology can understand us, anticipate our emotions and find the best solutions for our needs. Imagine this collected awareness of the individual computed and reflected across an entire lifespan. Imagine the insights that you can gain from this kind of second sight. It would be like plugging into your own personal Google.
Kita dapat melihat ke dalam kepala kita dan berinteraksi dengan apa yang tadinya terkunci dari diri kita, apa yang membingungkan dan memisahkan kita. Teknologi gelombang otak dapat memahami dan menanggapi emosi kita dan menemukan solusi terbaik untuk kebutuhan kita. Bayangkan kumpulan kesadaran dari seseorang yang dihitung dan dicerminkan selama kehidupan orang itu. Bayangkan pemahaman yang dapat Anda peroleh dari pandangan semacam ini. Ini ibarat memasukkan Google pribadi Anda.
On the subject of Google, today you can search and tag images based on the thoughts and feelings you had while you watched them. You can tag pictures of baby animals as happy, or whatever baby animals are to you, and then you can search that database, navigating with your feelings, rather than the keywords that just hint at them. Or you could tag Facebook photos with the emotions that you had associated with those memories and then instantly prioritize the streams that catch your attention, just like this. Humanizing technology is about taking what's already natural about the human-tech experience and building technology seamlessly in tandem with it. As it aligns with our human behaviors, it can allow us to make better sense of what we do and, more importantly, why. Creating a big picture out of all the important little details that make up who we are.
Sehubungan dengan Google, kini Anda dapat mencari dan menandai gambar berdasarkan pikiran dan perasaan Anda saat melihatnya. Anda dapat menandai gambar bayi binatang sebagai gembira, atau apapun hal lain menurut Anda lalu Anda dapat mencari di database itu, menurut perasaaan Anda, bukan dengan kata kunci yang mengacu pada gambar itu. Atau Anda dapat menandai foto di Facebook dengan emosi yang berhubungan dengan kenangan di foto itu, lalu secara langsung mengurutkan aliran foto yang menarik perhatian Anda seperti ini. Teknologi yang dimanusiakan adalah tentang mengambil hal yang alami tentang pengalaman manusia bersama teknologi dan membuat teknologi menjadi selaras dengan itu. Saat teknologi bersatu dengan perilaku manusia, hal itu memungkinkan kita lebih memahami apa yang kita lakukan, dan yang lebih penting lagi, mengapa kita melakukannya, menciptakan gambaran besar dari semua rincian-rincian kecil yang menyusun diri Anda.
With humanized technology we can monitor the quality of your sleep cycles. When our productivity starts to slacken, we can go back to that data and see how we can make more effective balance between work and play. Do you know what causes fatigue in you or what brings out your energetic self, what triggers cause you to be depressed or what fun things are going to bring you out of that funk? Imagine if you had access to data that allowed you to rank on a scale of overall happiness which people in your life made you the happiest, or what activities brought you joy. Would you make more time for those people? Would you prioritize? Would you get a divorce?
Dengan teknologi yang dimanusiakan, kita dapat mengawasi mutu dari daur tidur kita. Saat kinerja kita mulai menurun, kita dapat melihat pada data itu dan melihat bagaimana kita dapat lebih menyeimbangkan bekerja dan bermain. Apakah Anda tahu apa yang menyebabkan Anda lelah atau apa yang membuat Anda bersemangat, apa yang memicu Anda menjadi depresi atau hal menyenangkan apa yang akan membawa Anda keluar dari ketakutan itu? Bayangkan jika Anda dapat mengakses data yang memungkinkan Anda mengurutkan seluruh kebahagiaan itu, siapa orang di dunia ini yang membuat Anda paling bahagia atau kegiatan apa yang membuat Anda senang. Apakah Anda akan lebih meluangkan waktu untuk mereka? Apakah Anda akan mengutamakannya? Apakah Anda harus bercerai?
(Laughter)
Apa yang menjadi mungkin berkat komputasi yang dikendalikan pikiran
What thought-controlled computing can allow you to do is build colorful layered pictures of our lives. And with this, we can get the skinny on our psychological happenings and build a story of our behaviors over time. We can begin to see the underlying narratives that propel us forward and tell us about what's going on. And from this, we can learn how to change the plot, the outcome and the character of our personal stories.
adalah membangun gambaran penuh warna dari hidup Anda. Dan dengan ini, kita dapat memperoleh apa yang terjadi dalam jiwa kita dan membangun kisah tentang perilaku kita dari waktu ke waktu. Kita dapat mulai melihat cerita dasar yang mendorong kita untuk maju dan memberi tahu kita apa yang sedang terjadi. Dan dari sana, kita dapat belajar cara mengubah cerita, hasil dan sifat dari kisah pribadi kita.
Two millennia ago, those Greeks had some powerful insights. They knew that a fundamental piece falls into place when you start to live out their little phrase, when you come into contact with yourself. They understood the power of human narrative and the value that we place on humans as changing, evolving and growing. But they understood something more fundamental -- the sheer joy in discovery, the delight and fascination that we get from the world and being ourselves in it; the richness that we get from seeing, feeling and knowing the lives that we are.
Dua ribu tahun yang lalu, bangsa Yunani memiliki pemahaman yang manjur. Mereka tahu bahwa kepingan paling penting itu ada di tempat di mana Anda mulai menjalani ungkapan kecil mereka, saat Anda berhubungan dengan diri Anda sendiri. Mereka mengerti kekuatan dari cerita manusia dan nilai yang kita lekatkan pada manusia sebagai sesuatu yang berubah, tumbuh, dan berkembang. Namun mereka memahami sesuatu yang lebih mendasar kesenangan yang ditemukan, kenikmatan dan ketertarikan yang kita dapat dari dunia, dan membawa diri kita masuk ke dalamnya. kekayaan yang kita dapatkan dari melihat, merasakan, dan mengetahui hidup kita.
My mom's an artist, and as a child, I'd often see her bring things to life with the stroke of a brush. One moment, it was all white space, pure possibility. The next, it was alive with her colorful ideas and expressions. As I sat easel-side, watching her transform canvas after canvas, I learned that you could create your own world. I learned that our own inner worlds -- our ideas, emotions and imaginations -- were, in fact, not bound by our brains and bodies. If you could think it, if you could discover it, you could bring it to life.
Ibu saya seorang seniman, dan saya sering melihat ibu membuat hal-hal menjadi hidup dengan ayunan kuasnya. Suatu ketika itu hanyalah ruangan putih, peluang yang murni. Berikutnya, ruangan itu menjadi hidup dengan gagasan dan ekspresinya yang beraneka warna. Saat saya duduk disampingnya, melihat ibu mengubah kanvas demi kanvas, saya belajar bahwa Anda dapat menciptakan dunia Anda sendiri. Saya mempelajari bahwa dunia dalam diri kita -- gagasan, emosi, dan khayalan kita -- sebenarnya tidaklah dibatasi oleh otak dan tubuh kita. Jika Anda bisa memikirkan dan menemukannya, Anda dapat membuatnya menjadi hidup.
To me, thought-controlled computing is as simple and powerful as a paintbrush -- one more tool to unlock and enliven the hidden worlds within us. I look forward to the day that I can sit beside you, easel-side, watching the world that we can create with our new toolboxes and the discoveries that we can make about ourselves.
Bagi saya, komputasi yang dikendalikan pikiran sama sederhana dan manjurnya dengan kuas -- satu alat lagi untuk membuka dan meramaikan dunia tersembunyi di dalam diri kita. Saya menunggu hari di mana saya dapat duduk di sebelah Anda melihat dunia yang dapat kita ciptakan dengan peralatan baru kita dan penemuan yang dapat kita buat akan diri ktia sendiri.
Thank you.
Terima kasih.
(Applause)
(Tepuk tangan)