I need to start by telling you a little bit about my social life, which I know may not seem relevant, but it is.
Aku mulai dengan bercerita sedikit tentang kehidupan sosialku. Kedengarannya tidak relevan, tapi justru sebaliknya. Ketika orang-orang berjumpa denganku di pesta
When people meet me at parties and they find out that I'm an English professor who specializes in language, they generally have one of two reactions. One set of people look frightened. (Laughter) They often say something like, "Oh, I'd better be careful what I say. I'm sure you'll hear every mistake I make." And then they stop talking. (Laughter) And they wait for me to go away and talk to someone else. The other set of people, their eyes light up, and they say, "You are just the person I want to talk to." And then they tell me about whatever it is they think is going wrong with the English language. (Laughter)
dan tahu kalau aku profesor Bahasa Inggris yang mendalami bahasa, umumnya reaksi mereka terbagi dua. Kelompok pertama terlihat takut. (Tawa) Mereka sering berkata seperti, “Oh, sebaiknya aku hati-hati berbicara. Pasti kau akan mendengar setiap kesalahan yang kubuat.” Kemudian, mereka berhenti bicara. (Tawa) Mereka pun menungguku pergi dan bicara dengan orang lain. Kelompok yang satunya, mata mereka membara dan mereka berkata, “Kaulah orang yang ingin kuajak bicara.” (Tawa) Dan mereka mengatakan apa pun yang mereka pikir salah dalam bahasa Inggris. (Tawa)
A couple of weeks ago, I was at a dinner party and the man to my right started telling me about all the ways that the Internet is degrading the English language. He brought up Facebook, and he said, "To defriend? I mean, is that even a real word?"
Beberapa minggu lalu, aku ikut pesta makan malam dan pria di sebelahku memberitahuku semua hal tentang Internet yang merendahkan bahasa Inggris. Dia membahas Facebook dan mengatakan, “‘Defriend’ (menghapus teman medsos)? Maksudku, apa kata itu nyata?”
I want to pause on that question: What makes a word real? My dinner companion and I both know what the verb "defriend" means, so when does a new word like "defriend" become real? Who has the authority to make those kinds of official decisions about words, anyway? Those are the questions I want to talk about today.
Aku mau merenungkan pertanyaan berikut: “Apa yang menjadikan kata itu nyata?” Aku dan pria itu tahu arti kata kerja “defriend”. Lalu, kapan kata baru seperti “defriend” menjadi nyata? Siapa pula yang punya otoritas untuk membuat keputusan resmi soal kata? Itulah pertanyaan yang ingin kubicarakan sekarang. Kurasa saat orang-orang mengatakan sebuah kata tidak nyata,
I think most people, when they say a word isn't real, what they mean is, it doesn't appear in a standard dictionary. That, of course, raises a host of other questions, including, who writes dictionaries?
mereka merujuk pada kata yang tidak ada di kamus standar. Hal itu tentunya memicu pertanyaan lain, termasuk, “Siapa yang menulis kamus?”
Before I go any further, let me clarify my role in all of this. I do not write dictionaries. I do, however, collect new words much the way dictionary editors do, and the great thing about being a historian of the English language is that I get to call this "research." When I teach the history of the English language, I require that students teach me two new slang words before I will begin class. Over the years, I have learned some great new slang this way, including "hangry," which -- (Applause) — which is when you are cranky or angry because you are hungry, and "adorkable," which is when you are adorable in kind of a dorky way, clearly, terrific words that fill important gaps in the English language. (Laughter) But how real are they if we use them primarily as slang and they don't yet appear in a dictionary?
Sebelum kubahas lebih jauh, izinkan aku menjelaskan peranku dalam hal ini. Aku tidak menulis kamus. Walaupun, aku mengumpulkan kata sebanyak yang editor kamus kumpulkan. Yang menyenangkan dari menjadi sejarawan bahasa Inggris adalah aku bisa menyebut ini “penelitian”. (Tawa) Ketika aku mengajar Sejarah Bahasa Inggris, aku meminta para murid mengajariku dua kata gaul sebelum aku memulai kelas. Selama bertahun-tahun, aku telah mempelajari beberapa istilah baru, termasuk “hangry”, yang ... (Tawa dan tepuk tangan) yang berarti momen ketika kau “angry” (marah) karena “hungry” (lapar) (Tawa) dan “adorkable”, (Tawa) yang artinya kau “adorable” (menggemaskan) sekaligus “dorky” (culun). (Tawa) Sungguh kata-kata menakjubkan yang mengisi celah penting dalam bahasa Inggris. (Tawa) Namun, seberapa nyatanya kata-kata itu jika kita memakainya sebagai bahasa gaul dan kata-kata itu belum muncul di kamus?
With that, let's turn to dictionaries. I'm going to do this as a show of hands: How many of you still regularly refer to a dictionary, either print or online? Okay, so that looks like most of you. Now, a second question. Again, a show of hands: How many of you have ever looked to see who edited the dictionary you are using? Okay, many fewer. At some level, we know that there are human hands behind dictionaries, but we're really not sure who those hands belong to. I'm actually fascinated by this. Even the most critical people out there tend not to be very critical about dictionaries, not distinguishing among them and not asking a whole lot of questions about who edited them. Just think about the phrase "Look it up in the dictionary," which suggests that all dictionaries are exactly the same. Consider the library here on campus, where you go into the reading room, and there is a large, unabridged dictionary up on a pedestal in this place of honor and respect lying open so we can go stand before it to get answers.
Kalau begitu, mari bicarakan kamus. Kuminta kalian mengangkat tangan. Berapa banyak dari kalian yang masih suka membuka kamus, baik cetak atau daring? Oke, sepertinya hampir semuanya. Sekarang, pertanyaan kedua. Tunjukkan tangan lagi. Berapa banyak dari kalian yang pernah mencari tahu siapa penyunting kamus yang kalian gunakan? (Tawa) Baik, lebih sedikit. Di satu sisi, kita tahu bahwa ada keterlibatan manusia di balik kamus, tapi kita tak begitu tahu siapa orangnya. Hal ini sungguh membuatku tertarik. Bahkan, orang paling kritis di luar sana cenderung tidak terlalu mengkritisi kamus, tidak membeda-bedakan kamus yang ada, dan tak banyak mempertanyakan siapa yang menyunting kamus. Pikirkan tentang frasa “cek artinya di kamus”, yang menyimpulkan bahwa semua kamus itu benar-benar sama. Pikirkan perpustakaan di kampus ini. Begitu kalian memasuki ruang baca, di situ ada sebuah kamus lengkap yang besar di atas tumpuan tempat penghormatan yang terbuka agar kita bisa menghampirinya untuk mendapatkan jawaban. Jangan salah paham dulu.
Now, don't get me wrong, dictionaries are fantastic resources, but they are human and they are not timeless. I'm struck as a teacher that we tell students to critically question every text they read, every website they visit, except dictionaries, which we tend to treat as un-authored, as if they came from nowhere to give us answers about what words really mean. Here's the thing: If you ask dictionary editors, what they'll tell you is they're just trying to keep up with us as we change the language. They're watching what we say and what we write and trying to figure out what's going to stick and what's not going to stick. They have to gamble, because they want to appear cutting edge and catch the words that are going to make it, such as LOL, but they don't want to appear faddish and include the words that aren't going to make it, and I think a word that they're watching right now is YOLO, you only live once.
Kamus adalah sumber yang luar biasa, tapi ini benda buatan manusia dan tidak kekal. Sebagai guru, aku pun heran. Kami meminta para murid untuk mencermati tiap teks yang mereka baca dan tiap situs web yang mereka kunjungi. Namun, tidak dengan kamus, yang kerap kita anggap tidak memiliki penulis, seolah kamus muncul begitu saja untuk menjawab makna kata-kata. Ini bagian menariknya. Jika kalian bertanya pada editor kamus, mereka akan bilang kalau mereka hanya ingin terus mengimbangi kita selagi kita mengubah bahasa. Mereka memperhatikan apa yang kita ucap dan tulis dan mencari tahu mana yang akan melekat dan mana yang tidak. Mereka mesti bertaruh karena mereka ingin terlihat mutakhir sembari mencari kata yang akan melekat, seperti “LOL” (tertawa kencang). Namun, mereka tak ingin terlihat musiman dengan memasukkan kata yang tak akan melekat. Kurasa kata yang mereka sedang awasi adalah YOLO, “you only live once” (hidup cuma sekali).
Now I get to hang out with dictionary editors, and you might be surprised by one of the places where we hang out. Every January, we go to the American Dialect Society annual meeting, where among other things, we vote on the word of the year. There are about 200 or 300 people who come, some of the best known linguists in the United States. To give you a sense of the flavor of the meeting, it occurs right before happy hour. Anyone who comes can vote. The most important rule is that you can vote with only one hand. In the past, some of the winners have been "tweet" in 2009 and "hashtag" in 2012. "Chad" was the word of the year in the year 2000, because who knew what a chad was before 2000, and "WMD" in 2002.
Aku sempat pergi menongkrong bersama editor kamus. Kalian mungkin terkejut dengan salah satu tempat nongkrong kami. Tiap bulan Januari, kami pergi ke acara tahunan American Dialect Society. Di antara rangkaian acara, kami memilih kata terbaik sepanjang tahun. Ada sekitar 200 atau 300 hadirin, beberapa linguis terkenal se-Amerika Serikat. Untuk memberi kalian gambaran, acaranya digelar tepat sebelum<i> happy hour</i>. (Tawa) Setiap orang yang datang bisa memilih. Aturan terpentingnya ialah kalian bisa memilih hanya dengan mengangkat tangan. Dulu, beberapa kata terbaik adalah “tweet” (twit) pada 2009 dan “hashtag” (tagar) pada 2012. “Chad” (pria alfa) adalah kata terbaik pada 2000 karena siapa yang tahu apa itu “chad” sebelum tahun 2000 dan “WMD” (senjata pemusnah massal) pada 2002.
Now, we have other categories in which we vote too, and my favorite category is most creative word of the year. Past winners in this category have included "recombobulation area," which is at the Milwaukee Airport after security, where you can recombobulate. (Laughter) You can put your belt back on, put your computer back in your bag. And then my all-time favorite word at this vote, which is "multi-slacking." (Laughter) And multi-slacking is the act of having multiple windows up on your screen so it looks like you're working when you're actually goofing around on the web. (Laughter) (Applause)
Kami juga memilih untuk kategori lain. Kategori kesukaanku adalah kata paling kreatif sepanjang tahun. Pemenang kategori ini sebelumnya meliputi “recombobulation area” (area menenangkan diri), yang diambil dari Bandara Milwaukee setelah area skrining, tempat kalian bisa menenangkan diri. (Tawa) Kalian bisa memasang sabuk lagi dan memasukkan laptop ke tas kalian. Dan kata kesukaanku sepanjang masa di pemilihan ini adalah “multi-slacking” (leha-leha-serabutan). (Tawa) Dan “multi-slacking” adalah aktivitas membuka banyak jendela di layar sehingga kalian tampak sibuk meski aslinya kalian berselancar di internet. (Tawa dan tepuk tangan)
Will all of these words stick? Absolutely not. And we have made some questionable choices, for example in 2006 when the word of the year was "Plutoed," to mean demoted. (Laughter) But some of the past winners now seem completely unremarkable, such as "app" and "e" as a prefix, and "google" as a verb.
Akankah kata-kata ini melekat? Jelas tidak. Kami pun mengambil beberapa pilihan yang meragukan. Contohnya pada 2006 saat kata terbaiknya ialah “Plutoed” (di-Pluto-kan) yang berarti turun pangkat. (Tawa) Namun, beberapa pemenang sebelumnya kini tampaknya biasa-biasa saja, seperti “app” “e” sebagai imbuhan awal, dan “google” sebagai kata kerja.
Now, a few weeks before our vote, Lake Superior State University issues its list of banished words for the year. What is striking about this is that there's actually often quite a lot of overlap between their list and the list that we are considering for words of the year, and this is because we're noticing the same thing. We're noticing words that are coming into prominence. It's really a question of attitude. Are you bothered by language fads and language change, or do you find it fun, interesting, something worthy of study as part of a living language?
Beberapa minggu sebelum pemilihan, Lake Superior State University menerbitkan daftar kata yang terbuang untuk tahun itu. Yang menarik adalah bahwa sering terjadi tumpang tindih antara daftar mereka dan daftar yang kami pertimbangkan untuk kata terbaik setiap tahun. Itu karena kami memperhatikan hal yang sama. Kami memperhatikan kata-kata populer yang penting. Ini jadi hal yang diperdebatkan. Apa kalian terbebani dengan bahasa musiman dan perubahan bahasa atau kalian menganggapnya seru dan menarik, sesuatu yang layak dipelajari sebagai bagian dari bahasa yang aktif? Daftar dari Lake Superior State University
The list by Lake Superior State University continues a fairly long tradition in English of complaints about new words. So here is Dean Henry Alford in 1875, who was very concerned that "desirability" is really a terrible word. In 1760, Benjamin Franklin wrote a letter to David Hume giving up the word "colonize" as bad.
meneruskan tradisi lama terhadap bahasa Inggris, yaitu mengeluhkan kata-kata baru. Jadi, ini adalah ucapan Dean Henry Alford pada tahun 1875, yang merisaukan “desirability” (dikehendaki) karena ini kata yang buruk. Pada 1760, Benjamin Franklin menuliskan surat untuk David Hume yang menyatakan “colonize” (menjajah) sebagai kata yang buruk.
Over the years, we've also seen worries about new pronunciations. Here is Samuel Rogers in 1855 who is concerned about some fashionable pronunciations that he finds offensive, and he says "as if contemplate were not bad enough, balcony makes me sick." (Laughter) The word is borrowed in from Italian and it was pronounced bal-COE-nee.
Bertahun-tahun, kami juga melihat kecemasan terhadap pelafalan baru. Samuel Rogers pada 1855 merisaukan beberapa pelafalan yang tengah marak yang dia rasa menyinggung. Dia mengatakan, “‘Contemplate’ (merenung) saja sudah buruk, apalagi ‘balcony’ (balkon) yang membuatku muak.” (Tawa) Kata itu diserap dari bahasa Italia dan dilafalkan “bal-COE-nee”. Keluhan-keluhan ini sekarang terasa nyentrik
These complaints now strike us as quaint, if not downright adorkable -- (Laughter) -- but here's the thing: we still get quite worked up about language change.
atau justru sangat kolot dan menggemaskan. (Tawa) Namun, ini masalahnya.
I have an entire file in my office of newspaper articles which express concern about illegitimate words that should not have been included in the dictionary, including "LOL" when it got into the Oxford English Dictionary and "defriend" when it got into the Oxford American Dictionary. I also have articles expressing concern about "invite" as a noun, "impact" as a verb, because only teeth can be impacted, and "incentivize" is described as "boorish, bureaucratic misspeak."
Kita masih tersinggung dengan perubahan bahasa. Di kantor, aku menyimpan banyak berkas berisi artikel surat kabar yang menunjukkan kekhawatiran terhadap kata yang tidak sah dan seharusnya tak masuk kamus. “LOL” termasuk ketika kata itu ada di Oxford English Dictionary dan “defriend” ketika kata itu ada di Oxford American Dictionary. Aku juga menyimpan artikel serupa tentang “invite” (mengundang) sebagai kata benda, “impact” (impak) sebagai kata kerja, karena hanya gigi yang bisa <i>ter-</i>impaksi, dan “incentivize” (memberi insentif) yang digambarkan sebagai, “Ucapan ngawur yang birokratis dan keji.”
Now, it's not that dictionary editors ignore these kinds of attitudes about language. They try to provide us some guidance about words that are considered slang or informal or offensive, often through usage labels, but they're in something of a bind, because they're trying to describe what we do, and they know that we often go to dictionaries to get information about how we should use a word well or appropriately. In response, the American Heritage Dictionaries include usage notes. Usage notes tend to occur with words that are troublesome in one way, and one of the ways that they can be troublesome is that they're changing meaning. Now usage notes involve very human decisions, and I think, as dictionary users, we're often not as aware of those human decisions as we should be. To show you what I mean, we'll look at an example, but before we do, I want to explain what the dictionary editors are trying to deal with in this usage note.
Editor kamus bukannya mengabaikan tanggapan seperti ini terhadap bahasa. Mereka menyediakan panduan pada kata yang dianggap kata gaul, tidak baku, atau kasar, yang sering kali dilabeli. Namun, editor berada di posisi sulit karena mereka mencoba menerangkan aktivitas kita. Mereka pun tahu bahwa kita sering membuka kamus untuk mengetahui cara menggunakan suatu kata dengan baik dan benar. Sebagai respon, American Heritage Dictionaries memasukkan catatan penggunaan. Catatan penggunaan umumnya terletak pada kata yang bisa jadi bermasalah. Bagaimana kata itu bisa bermasalah adalah ketika ia berubah makna. Catatan penggunaan melibatkan keputusan manusia. Menurutku, sebagai pengguna kamus, kita sering tidak menyadari keputusan itu sebagaimana mestinya. Untuk memperjelas, kita akan melihat contoh. Namun sebelumnya, aku ingin menerangkan apa yang editor kamus coba atasi lewat catatan penggunaan ini.
Think about the word "peruse" and how you use that word. I would guess many of you are thinking of skim, scan, reading quickly. Some of you may even have some walking involved, because you're perusing grocery store shelves, or something like that. You might be surprised to learn that if you look in most standard dictionaries, the first definition will be to read carefully, or pore over. American Heritage has that as the first definition. They then have, as the second definition, skim, and next to that, they say "usage problem." (Laughter) And then they include a usage note, which is worth looking at.
Pikirkan kata “peruse” dan bagaimana kalian menggunakannya. Kurasa banyak dari kalian yang membayangkan “baca sekilas”, “memindai”, “baca cepat”. Sebagian mungkin melibatkan jalan kaki karena kalian “membaca-baca” rak-rak toko atau semacamnya. Kalian mungkin terkejut jika kalian melihat kebanyakan kamus standar, definisi pertamanya ialah “membaca saksama” atau “mempelajari dengan teliti”. American Heritage menuliskannya di arti pertama. Lalu, arti keduanya adalah “baca sekilas” yang diikuti keterangan “masalah penggunaan”. (Tawa) Mereka pun memasukkan catatan penggunaan yang sebaiknya diamati. Inilah catatan penggunaannya:
So here's the usage note: "Peruse has long meant 'to read thoroughly'... But the word is often used more loosely, to mean simply 'to read.'... Further extension of the word to mean 'to glance over, skim,' has traditionally been considered an error, but our ballot results suggest that it is becoming somewhat more acceptable. When asked about the sentence, 'I only had a moment to peruse the manual quickly,' 66 percent of the [Usage] Panel found it unacceptable in 1988, 58 percent in 1999, and 48 percent in 2011."
“‘Peruse’ sejak dulu berarti ‘baca dengan saksama’ ... Namun, kata itu sering asal dipakai dengan makna sekadar ‘membaca’ ... Makna lebih jauhnya yang berarti ’membaca sekilas, <i>skim</i>’ umumnya sudah dianggap kekeliruan. Namun, hasil rapat kami menyimpulkan kata ini cenderung lebih diterima. Ketika diberi kalimat, ’<i>I only had a moment to peruse</i> <i>the manual quickly</i>,’ 66 persen Panel [Penggunaan] menganggapnya tak berterima pada 1988, 58 persen pada 1999, dan 48 persen pada 2011.” Ah, Panel Penggunaan.
Ah, the Usage Panel, that trusted body of language authorities who is getting more lenient about this. Now, what I hope you're thinking right now is, "Wait, who's on the Usage Panel? And what should I do with their pronouncements?" If you look in the front matter of American Heritage Dictionaries, you can actually find the names of the people on the Usage Panel. But who looks at the front matter of dictionaries? There are about 200 people on the Usage Panel. They include academicians, journalists, creative writers. There's a Supreme Court justice on it and a few linguists. As of 2005, the list includes me. (Applause)
Badan otoritas bahasa tepercaya yang semakin toleran akan hal ini. Kuharap kalian sedang berpikir, “Tunggu, siapa yang ada di balik Panel Penggunaan? Apa bagaimana aku merespons pengumuman mereka?” Jika kalian membuka halaman depan American Heritage Dictionary, kalian bisa melihat nama orang-orang dari Panel Penggunaan, tapi siapa pula yang melihat halaman depan? Ada sekitar 200 orang dalam Panel Penggunaan itu. Mereka termasuk akademis, jurnalis, penulis kreatif. Ada Mahkamah Agung di sana dengan beberapa ahli bahasa. Sejak tahun 2005, aku termasuk dalam daftar itu. (Tepuk tangan)
Here's what we can do for you. We can give you a sense of the range of opinions about contested usage. That is and should be the extent of our authority. We are not a language academy. About once a year, I get a ballot that asks me about whether new uses, new pronunciations, new meanings, are acceptable.
Ini yang bisa kami lakukan untuk kalian. Kami bisa memberikan gambaran atas cakupan opini tentang penggunaan yang diperdebatkan. Hal itu sudah semestinya jadi batas otoritas kami. Kami bukanlah badan bahasa. Sekitar setahun sekali, aku terlibat pemungutan suara yang memintaku memilih apakah penggunaan baru, pelafalan baru, dan makna baru dapat diterima.
Now here's what I do to fill out the ballot. I listen to what other people are saying and writing. I do not listen to my own likes and dislikes about the English language. I will be honest with you: I do not like the word "impactful," but that is neither here nor there in terms of whether "impactful" is becoming common usage and becoming more acceptable in written prose. So to be responsible, what I do is go look at usage, which often involves going to look at online databases such as Google Books. Well, if you look for "impactful" in Google Books, here is what you find. Well, it sure looks like "impactful" is proving useful for a certain number of writers, and has become more and more useful over the last 20 years.
Inilah yang kulakukan dalam pemungutan suara itu. Aku mendengarkan apa yang orang katakan dan tulis. Aku tidak mendengarkan apa yang kusuka dan tidak kusuka tentang bahasa Inggris. Aku akan jujur pada kalian. Aku tidak menyukai kata “impactful” (berdampak). Namun, pendapatku tidak memengaruhi entah “impactful” digunakan secara luas maupun lebih berterima dalam prosa tertulis. Agar bisa bertanggung jawab, yang kulakukan ialah mengamati penggunaan kata. Hal ini kerap melibatkan pencarian di basis data daring seperti Google Books. Jika kalian mencari “impactful” di Google Books, inilah yang kalian lihat. Ya, sepertinya “impactful” terbukti berguna bagi beberapa penulis. Kata ini pun makin berguna dalam 20 tahun terakhir.
Now, there are going to be changes that all of us don't like in the language. There are going to be changes where you think, "Really? Does the language have to change that way?" What I'm saying is, we should be less quick to decide that that change is terrible, we should be less quick to impose our likes and dislikes about words on other people, and we should be entirely reluctant to think that the English language is in trouble. It's not. It is rich and vibrant and filled with the creativity of the speakers who speak it. In retrospect, we think it's fascinating that the word "nice" used to mean silly, and that the word "decimate" used to mean to kill one in every 10. (Laughter) We think that Ben Franklin was being silly to worry about "notice" as a verb. Well, you know what? We're going to look pretty silly in a hundred years for worrying about "impact" as a verb and "invite" as a noun. The language is not going to change so fast that we can't keep up. Language just doesn't work that way. I hope that what you can do is find language change not worrisome but fun and fascinating, just the way dictionary editors do. I hope you can enjoy being part of the creativity that is continually remaking our language and keeping it robust.
Akan selalu ada perubahan dalam bahasa yang tak kita sukai, perubahan yang membuat kalian berpikir, “Sungguh? Apa bahasa harus berubah seperti itu?” Yang ingin kusampaikan ialah tak semestinya kita lekas memutuskan bahwa perubahan itu tidak baik. Tak semestinya kita lekas memaksakan rasa suka dan tak suka kita tentang kata terhadap orang lain. Kita harusnya menahan anggapan bahwa bahasa Inggris sedang bermasalah. Tidak. Bahasa itu kaya, hidup, dan dipenuhi kreativitas para penuturnya. Jika melihat ke belakang, kita akan tertegun saat mengetahui kata “nice” (bagus) dulunya berarti konyol dan kata “decimate” (membinasakan) dulunya berarti membunuh satu di antara sepuluh orang. (Tawa) Kita pikir Ben Franklin itu konyol karena merisaukan “notice” (peringatan) sebagai kata kerja. Tapi, tahu tidak? Kita akan terlihat konyol seratus tahun ke depan karena merisaukan “impact” sebagai kata kerja dan “invite” sebagai kata benda. Bahasa tak akan berubah secepat itu sampai kita tak sanggup mengejarnya. Itu bukanlah sifat bahasa. Kuharap kalian tidak lagi menganggap perubahan bahasa itu merisaukan, melainkan seru dan menarik seperti yang editor kamus rasakan. Kuharap kalian senang menjadi bagian dari kreativitas yang terus memperbarui bahasa kita dan tetap membuatnya kokoh. Jadi bagaimana kata terdaftar di kamus?
So how does a word get into a dictionary? It gets in because we use it and we keep using it, and dictionary editors are paying attention to us. If you're thinking, "But that lets all of us decide what words mean," I would say, "Yes it does, and it always has." Dictionaries are a wonderful guide and resource, but there is no objective dictionary authority out there that is the final arbiter about what words mean. If a community of speakers is using a word and knows what it means, it's real. That word might be slangy, that word might be informal, that word might be a word that you think is illogical or unnecessary, but that word that we're using, that word is real.
Itu karena kita menggunakannya dan terus menggunakannya. Editor kamus pun memperhatikan kita semua. Jika kalian berpikir, “Kalau begitu, kita malah bisa memutuskan makna kata itu,” aku akan bilang, “Ya, memang begitu (Tawa) dan akan selalu begitu.” Kamus adalah panduan dan sumber yang luar biasa, tapi tidak ada otoritas kamus yang objektif di luar sana. Mereka tidak memegang keputusan final terhadap makna kata. Jika komunitas penutur menggunakan sepatah kata dan tahu artinya, berarti kata itu nyata. Mungkin itu kata gaul, mungkin kata tak baku, mungkin kata yang kalian pikir tidak masuk akal atau tidak penting. Namun, kata itulah yang kita gunakan. Kata itu nyata.
Thank you.
Terima kasih.
(Applause)
(Tepuk tangan dan sorak)