So my name is Amy Webb, and a few years ago I found myself at the end of yet another fantastic relationship that came burning down in a spectacular fashion. And I thought, what's wrong with me? I don't understand why this keeps happening.
Baiklah, nama saya Amy Webb, beberapa tahun yang lalu saya berada di akhir sebuah hubungan fantastis lagi yang berakhir dalam cara yang 'spektakuler'. Lalu saya berpikir, Anda tahu, apa yang salah dengan diri saya? Saya tidak mengerti mengapa hal ini terus terjadi.
So I asked everybody in my life what they thought. I turned to my grandmother, who always had plenty of advice, and she said, "Stop being so picky. You've got to date around. And most importantly, true love will find you when you least expect it."
Jadi saya bertanya pada semua orang dekat saya apa pendapat mereka. Saya bertanya pada nenek saya, yang selalu punya banyak nasihat, dan dia berkata, "Berhenti menjadi pemilih. Kamu harus lebih banyak berkencan. Dan yang paling penting,
Now as it turns out, I'm somebody who thinks a lot about data, as you'll soon find. I am constantly swimming in numbers, formulas and charts. I also have a very tight-knit family, and I'm very, very close with my sister, and as a result, I wanted to have the same type of family when I grew up.
cinta sejati akan menemukanmu di saat yang paling tidak kamu sangka." Masalahnya begini, saya adalah seseorang yang senang berpikir berdasarkan data, Anda akan segera tahu. Saya selalu senang mengotak-atik angka juga rumus dan grafik. Saya juga punya keluarga yang sangat erat hubungannya, dan saya sangat, sangat dekat dengan kakak saya, dan karenanya, saya ingin memiliki keluarga seperti dengan keluarga dimana saya dibesarkan.
So I'm at the end of this bad breakup, I'm 30 years old, I figure I'm probably going to have to date somebody for about six months before I'm ready to get monogamous and before we can sort of cohabitate, and we have to do that for a while before we can get engaged. And if I want to start having children by the time I'm 35, that meant that I would have had to have been on my way to marriage five years ago. So that wasn't going to work.
Jadi saya berada pada akhir perpisahan buruk ini, saya berusia 30 tahun, Saya berpikir mungkin akan berkencan dengan seseorang selama sekitar enam bulan sebelum saya siap untuk melakukan hubungan monogami dan sebelum kami dapat (semacam tinggal) bersama, dan itu harus berlangsung selama beberapa waktu sebelum kami bisa bertunangan. Dan jika saya ingin mulai memiliki anak pada usia 35, itu berarti bahwa saya harus sudah menikah... lima tahun yang lalu! Jadi itu tidak akan terjadi.
If my strategy was to least-expect my way into true love, then the variable that I had to deal with was serendipity. In short, I was trying to figure out what's the probability of my finding Mr. Right? Well, at the time I was living in the city of Philadelphia, and it's a big city, and I figured, in this entire place, there are lots of possibilities. So again, I started doing some math. Population of Philadelphia: it has 1.5 million people. I figure about half of that are men, so that takes the number down to 750,000. I'm looking for a guy between the ages of 30 and 36, which was only four percent of the population, so now I'm dealing with the possibility of 30,000 men. I was looking for somebody who was Jewish, because I am and that was important to me. That's only 2.3 percent of the population. I figure I'm attracted to maybe one out of 10 of those men, and there was no way I was going to deal with somebody who was an avid golfer. So that basically meant there were 35 men for me that I could possibly date in the entire city of Philadelphia.
Jika strategi saya adalah untuk tidak terlalu berharap menemukan cinta sejati, maka variabel yang harus saya hadapi adalah "serendipity" (kebetulan). Singkatnya, saya lalu berusaha mencari tahu, yah, seberapa besar kemungkinan menemukan sang Pria Idaman? Nah, pada waktu itu saya tinggal di Philadelphia, dan itu adalah sebuah kota besar, dan saya berpikir, di kota ini, terdapat banyak sekali kemungkinan. Jadi sekali lagi, saya mulai melakukan beberapa perhitungan matematis. Populasi Philadelphia: ada 1,5 juta orang. Saya menemukan bahwa sekitar setengah dari itu adalah laki-laki, jadi berarti angkanya menyempit menjadi 750.000. Saya mencari seorang pria berusia antara 30 dan 36, yang hanyalah empat persen dari populasi, Jadi sekarang saya memiliki peluang dengan 30.000 orang. Saya mencari seseorang yang beragama Yahudi, karena itu agama saya dan itu sangat penting bagi saya Ternyata hanya ada 2,3 persen dari populasi. Saya pikir, saya berpeluang tertarik 1 dari 10 dari laki-laki itu, dan tidak mungkin saya ingin berhubungan dengan seseorang yang keranjingan olahraga Golf. Jadi itu berarti hanya ada 35 laki-laki yang mungkin bisa saya kencani
In the meantime, my very large Jewish family was already all married and well on their way to having lots and lots of children, and I felt like I was under tremendous peer pressure to get my life going already.
di seluruh kota Philadelphia. Sementara itu, keluarga besar Yahudi saya semuanya sudah menikah dan telah siap untuk memiliki banyak, dan banyak anak, dan saya merasa seperti berada di bawah tekanan yang luar biasa untuk melanjutkan kehidupan.
So I have two possible strategies at this point I'm sort of figuring out. One, I can take my grandmother's advice and sort of least-expect my way into maybe bumping into the one out of 35 possible men in the entire 1.5-million-person city of Philadelphia, or I could try online dating.
Jadi jika saya memiliki dua strategi pada titik ini... Saya mungkin bisa mengatasinya. Pertama, saya dapat mengikuti nasihat nenek dan setidaknya berharap mungkin akan bertubrukan dengan salah satu dari 35 orang terseleksi tadi, dari seluruh populasi warga Philadelphia yang sejumlah 1,5 juta orang ini, atau kedua, saya mesti mencoba kencan online.
Now, I like the idea of online dating, because it's predicated on an algorithm, and that's really just a simple way of saying I've got a problem, I'm going to use some data, run it through a system and get to a solution. So online dating is the second most popular way that people now meet each other, but as it turns out, algorithms have been around for thousands of years in almost every culture. In fact, in Judaism, there were matchmakers a long time ago, and though they didn't have an explicit algorithm per se, they definitely were running through formulas in their heads, like, is the girl going to like the boy? Are the families going to get along? What's the rabbi going to say? Are they going to start having children right away? The matchmaker would sort of think through all of this, put two people together, and that would be the end of it. So in my case, I thought, well, will data and an algorithm lead me to my Prince Charming? So I decided to sign on.
Sekarang, saya tertarik dengan ide kencan online, karena itu didasarkan pada algoritma, dan itu sesungguhnya ini adalah cara yang mudah untuk mengatakan bahwa saya punya masalah, saya akan menggunakan beberapa data, mengaturnya dengan sistem dan mendapatkan solusi. Jadi kencan online adalah cara yang kedua yang paling populer orang-orang yang jaman sekarang untuk bertemu satu sama lain, padahal kenyataannya, algoritma telah ada selama ribuan tahun di hampir setiap budaya. Pada kenyataannya, dalam Judaisme, ada (mak) comblang sejak lama, dan meskipun mereka tidak memiliki algoritma yang eksplisit, mereka sebenarnya melakukan perhitungan di kepala mereka, seperti, apakah gadis itu akan menyukai anak laki-laki itu? apakah keluarga akan rukun? Apa yang akan dikatakan rabbi? Apakah mereka akan segera memiliki anak? Dan sang comblang akan memikirkan semuanya ini, bagaimana menjodohkan dua orang, dan memperkirakan hasilnya. Dalam kasus ini, saya berpikir, akankan data dan algoritma bisa mempertemukan saya dengan Pria Idaman?
Now, there was one small catch.
Jadi saya memutuskan untuk mendaftar.
As I'm signing on to the various dating websites, as it happens, I was really, really busy. But that actually wasn't the biggest problem. The biggest problem is that I hate filling out questionnaires of any kind, and I certainly don't like questionnaires that are like Cosmo quizzes. So I just copied and pasted from my résumé.
Nah, ada satu hambatan kecil. Ketika saya mendaftar ke berbagai situs kencan, saya benar-benar menjadi sangat sibuk. Tapi sebenarnya itu bukanlah masalah terbesar. Masalah terbesar adalah bahwa saya benci mengisi kuesioner apapun, dan saya sangat tidak suka kuesioner seperti kuis di majalah Cosmo. Jadi saya hanya menyalin dari resume saya.
(Laughter)
(Tertawa)
So in the descriptive part up top, I said that I was an award-winning journalist and a future thinker. When I was asked about fun activities and my ideal date, I said monetization and fluency in Japanese. I talked a lot about JavaScript.
Jadi, dalam bagian deskriptif di bagian awal, saya katakan bahwa saya seorang wartawan berpenghargaan dan seorang pemikir masa depan. Ketika saya ditanya tentang kegiatan kesukaan dan kencan ideal, saya jawab menghasilkan uang (monetize) dan fasih berbahasa Jepang.
(Laughter)
Saya menceritakan tentang JavaScript.
So obviously this was not the best way to put my most sexy foot forward. But the real failure was that there were plenty of men for me to date. These algorithms had a sea full of men that wanted to take me out on lots of dates -- what turned out to be truly awful dates.
Jadi jelaslah ini bukan cara terbaik untuk melangkah maju di urusan perkencanan. Tapi kegagalan yang utama adalah bahwa ada banyak laki-laki untuk saya kencani. Algoritma ini memiliki lautan laki-laki yang ingin mengajak saya kencan --
There was this guy Steve, the I.T. guy. The algorithm matched us up because we share a love of gadgets, we share a love of math and data and '80s music, and so I agreed to go out with him. So Steve the I.T. guy invited me out to one of Philadelphia's white-table-cloth, extremely expensive restaurants. And we went in, and right off the bat, our conversation really wasn't taking flight, but he was ordering a lot of food. In fact, he didn't even bother looking at the menu. He was ordering multiple appetizers, multiple entrées, for me as well, and suddenly there are piles and piles of food on our table, also lots and lots of bottles of wine. So we're nearing the end of our conversation and the end of dinner, and I've decided Steve the I.T. guy and I are really just not meant for each other, but we'll part ways as friends, when he gets up to go to the bathroom, and in the meantime, the bill comes to our table. And listen, I'm a modern woman. I am totally down with splitting the bill. But then Steve the I.T. guy didn't come back.
yang kemudian menjadi kencan-kencan yang benar-benar mengerikan. Ada seorang pria bernama Steve, laki-laki ahli T.I. Algoritma kami berdua cocok karena kami memiliki kesukaan yang sama pada gadget, kami berdua sama-sama menyukai matematika dan data dan musik tahun 80-an, jadi saya setuju untuk pergi kencan bersamanya. Lalu Steve si orang T.I. itu mengundang saya keluar ke salah satu restoran yang sangat mahal di Philadelphia dengan meja bertaplak putih. Dan kami masuk ke dalam, dan seketika itu juga, percakapan kami terasa tidak begitu asyik, tetapi ia memesan banyak makanan. Dia bahkan memesan tanpa benar-benar melihat menu. Ia pun memesan beberapa makanan pembuka, beberapa makanan utama, bagi saya juga, dan tiba-tiba saja di atas meja ada tumpukan makanan, juga banyak sekali botol anggur. Akhirnya tibalah kami di akhir percakapan kami dan akhir dari makan malam. Saat itu saya telah memutuskan Steve si orang T.I. dan saya benar-benar tidak cocok satu sama lain, tapi kita akan berpisah sebagai teman, ketika dia pergi ke kamar mandi, pada saat itulah tagihan datang ke meja kami. Dan Anda perlu tahu, saya ini seorang wanita modern. Saya tidak keberatan kalau tagihan itu dibagi dua. Tapi kemudian Steve, si orang T.I. tidak kembali. (menahan nafas)
(Gasping)
And that was my entire month's rent.
Dan tagihan itu sama besar dengan sewa bulanan apartement saya.
(Audience gasps)
So needless to say, I was not having a good night. So I run home, I call my mother, I call my sister, and as I do, at the end of each one of these terrible, terrible dates, I regale them with the details. And they say to me, "Stop complaining."
Jadi tidak perlu lagi dikatakan, saya tidak memiliki malam yang baik. Kemudian saya pulang, saya menelepon ibu dan kakak saya, seperti yang selalu saya lakukan, pada setiap akhir kencan yang sangat-sangat mengerikan, Saya menceritakan rincian kencan saya. Dan mereka berkata,
(Laughter)
"Berhentilah mengeluh." (Tertawa)
"You're just being too picky."
"Kamu hanya terlalu pilih-pilih."
So I said, fine, from here on out I'm only going on dates where I know there's Wi-Fi, and I'm bringing my laptop. I'm going to shove it into my bag, I'm going to have this email template, and I'm going to fill it out and collect information on all these different data points during the date to prove to everybody that empirically, these dates really are terrible.
Lalu saya berkata, baik, mulai dari sekarang saya hanya akan pergi kencan kalau saya tahu tempat itu ada wi-fi, dan saya akan membawa laptop. Saya akan memasukkannya ke dalam tas, dan saya akan membuat sebuah contoh email, mengisinya dan mengumpulkan informasi dari semua data yang berbeda selama kencan untuk membuktikan kepada semua orang bahwa secara empiris, kencan-kencan tersebut memang benar-benar mengerikan. (Tertawa)
(Laughter)
Jadi saya mulai melacak hal-hal seperti
So I started tracking things like really stupid, awkward, sexual remarks; bad vocabulary; the number of times a man forced me to high-five him.
pernyataan yang benar-benar bodoh, canggung, bernada seksual; kosa-kata yang buruk; berapa kali seorang pria memaksa saya untuk bertos.
(Laughter)
(Tertawa)
So I started to crunch some numbers, and that allowed me to make some correlations. So as it turns out, for some reason, men who drink Scotch reference kinky sex immediately.
Jadi saya mulai menghitung, dan itu memungkinkan saya untuk membuat beberapa korelasi. Dan hasilnya, untuk beberapa alasan, orang-orang yang minum Scotch
(Laughter)
akan dengan segera berbicara tentang seks yang aneh.
Well, it turns out that these probably weren't bad guys.
(Tertawa)
There were just bad for me. And as it happens, the algorithms that were setting us up, they weren't bad either. These algorithms were doing exactly what they were designed to do, which was to take our user-generated information, in my case, my résumé, and match it up with other people's information. See, the real problem here is that, while the algorithms work just fine, you and I don't, when confronted with blank windows where we're supposed to input our information online. Very few of us have the ability to be totally and brutally honest with ourselves. The other problem is that these websites are asking us questions like, are you a dog person or a cat person? Do you like horror films or romance films? I'm not looking for a pen pal. I'm looking for a husband. Right? So there's a certain amount of superficiality in that data.
Yah, orang-orang ini mungkin bukanlah orang jahat. Mereka hanya buruk bagi saya. Dan seperti yang terjadi, algoritma yang mempertemukan kami, juga tidak buruk. Algoritma-algorita itu bekerja persis seperti apa yang telah dirancang untuknya, yaitu untuk mengambil informasi yang diberikan oleh para pengguna, dalam kasus ini, resume saya, dan dicocokkan dengan informasi orang lain. Jelas kan, masalah yang sebenarnya di sini adalah bahwa, sementara algoritma bekerja dengan baik, Anda dan saya tidak, ketika dihadapkan dengan kolom-kolom kosong yang mana seharusnya kita masukkan informasi kita secara online. Sangat sedikit dari kita yang memiliki kemampuan untuk menjadi sepenuhnya dan secara brutal jujur dengan diri kita sendiri. Masalah lain adalah bahwa situs-situs ini bertanya pada kita pertanyaan-pertanyaan seperti, apakah Anda suka anjing atau kucing? Apakah Anda suka film horor atau film romantis? Saya tidak mencari sahabat pena. Saya mencari seorang suami. Betul, kan? Jadi ada sejumlah kedangkalan dalam data tersebut.
So I said fine, I've got a new plan. I'm going to keep using these online dating sites, but I'm going to treat them as databases, and rather than waiting for an algorithm to set me up, I think I'm going to try reverse-engineering this entire system. So knowing that there was superficial data that was being used to match me up with other people, I decided instead to ask my own questions. What was every single possible thing that I could think of that I was looking for in a mate?
Akhirnya saya berkata, baik, saya punya rencana baru. Saya akan tetap menggunakan situs kencan online ini, tapi saya akan memperlakukan mereka sebagai database, dan daripada menunggu algoritma mencari jodoh untuk saya, Saya berpikir untuk mencoba menerapkan rekayasa terbalik dari keseluruhan sistem ini. Jadi dengan mengetahui bahwa ada data yang superfisial yang digunakan untuk menjodohkan saya dengan orang lain, Saya memutuskan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan sendiri. Hal apa saja yang mungkin dapat saya pikirkan dan cari dari seorang pasangan?
So I started writing and writing and writing, and at the end, I had amassed 72 different data points. I wanted somebody was Jew-ish, so I was looking for somebody who had the same background and thoughts on our culture, but wasn't going to force me to go to shul every Friday and Saturday. I wanted somebody who worked hard, because work for me is extremely important, but not too hard. For me, the hobbies that I have are really just new work projects that I've launched. I also wanted somebody who not only wanted two children, but was going to have the same attitude toward parenting that I do, so somebody who was going to be totally okay with forcing our child to start taking piano lessons at age three, and also maybe computer science classes if we could wrangle it. So things like that, but I also wanted somebody who would go to far-flung, exotic places, like Petra, Jordan. I also wanted somebody who would weigh 20 pounds more than me at all times, regardless of what I weighed.
Jadi saya mulai menulis dan menulis dan menulis, dan pada akhirnya, saya telah mengumpulkan 72 poin data yang berbeda. Saya mengharapkan seorang yang Yahudi, jadi saya cari seseorang yang memiliki latar belakang dan pikiran yang sama tentang budaya kami, tapi yang tidak akan memaksa saya untuk pergi ke shul (sinagoge) setiap Jumat dan Sabtu. Saya ingin seseorang yang pekerja keras, karena bekerja adalah sesuatu yang sangat penting bagi saya, tetapi bukan yang terlalu keras bekerja. Bagi saya, hobi yang saya miliki sebenarnya hanyalah proyek-proyek pekerjaan baru yang telah diluncurkan. Saya juga ingin seseorang yang tidak hanya menginginkan dua anak, tapi yang akan memiliki sikap yang sama dengan saya dalam hal membesarkan anak jadi seseorang yang akan benar-benar setuju untuk memaksa anak kami untuk les piano sejak usia tiga tahun, dan juga mungkin kelas ilmu komputer Jika kami bisa mengusahakan itu. Jadi hal-hal seperti itu. Tapi saya juga ingin seseorang yang akan senang pergi ke tempat-tempat terpencil, eksotis, seperti Petra, Yordania. Saya juga ingin seseorang yang beratnya sekitar 20 pound lebih besar daripada saya, tidak peduli berapa berat saya waktu itu.
(Laughter)
(Tertawa)
So I now have these 72 different data points, which, to be fair, is a lot. So what I did was, I went through and I prioritized that list. I broke it into a top tier and a second tier of points, and I ranked everything starting at 100 and going all the way down to 91, and listing things like I was looking for somebody who was really smart, who would challenge and stimulate me, and balancing that with a second tier and a second set of points. These things were also important to me but not necessarily deal-breakers.
Jadi saya sekarang memiliki 72 poin data yang berbeda, yang, jujur saja, adalah jumlah yang banyak. Jadi apa yang saya lakukan, saya melihat lagi data itu semua dan memprioritaskan daftar itu. Saya membaginya menjadi tingkat atas/pertama dan tingkat kedua, dan semuanya saya beri peringkat mulai dari 100 hingga peringkat ke 91, dan saya membuat daftar hal-hal misalnya: mencari seseorang yang benar-benar pintar, yang akan menantang dan menstimulasi saya, dan saya menyeimbangkan dengan tingkat kedua dan set poin kedua. Hal-hal ini juga penting bagi saya
(Laughter)
tapi bukanlah hal penentu.
So once I had all this done, I then built a scoring system, because what I wanted to do was to sort of mathematically calculate whether or not I thought the guy that I found online would be a match with me. I figured there would be a minimum of 700 points before I would agree to email somebody or respond to an email message. For 900 points, I'd agree to go out on a date, and I wouldn't even consider any kind of relationship before somebody had crossed the 1,500 point threshold.
Jadi ketika saya telah melakukan semuanya ini, saya kemudian membangun sistem penilaian, karena apa yang ingin saya lakukan adalah menghitung secara matematis apakah orang yang saya temukan secara online akan cocok dengan saya. Saya pikir akan ada minimal 700 poin sebelum saya setuju untuk mengemail seseorang atau menanggapi pesan email. Untuk 900 poin, saya setuju untuk pergi keluar kencan dan saya bahkan tidak mempertimbangkan jenis hubungan sebelum seseorang telah melewati ambang pintu 1.500 poin.
Well, as it turns out, this worked pretty well. So I go back online now. I found Jewishdoc57 who's incredibly good-looking, incredibly well-spoken, he had hiked Mt. Fuji, he had walked along the Great Wall. He likes to travel as long as it doesn't involve a cruise ship. And I thought, I've done it! I've cracked the code. I have just found the Jewish Prince Charming of my family's dreams.
Yah, ternyata, ini bekerja dengan cukup baik. Jadi saya kembali online. Saya menemukan Jewishdoc57 yang sangat tampan, berbicara sangat baik, pernah mendaki Gunung Fuji, pernah berjalan di tembok raksasa Cina. Dia suka bepergian selama tidak menggunakan kapal pesiar. Dan saya berpikir, akhirnya saya berhasil! Saya sudah memecahkan kode. Saya baru saja menemukan sang Pangeran Yahudi yang menawan yang diimpikan keluarga saya.
There was only one problem: He didn't like me back. And I guess the one variable that I haven't considered is the competition. Who are all of the other women on these dating sites? I found SmileyGirl1978. She said she was a "Fun girl who is Happy and Outgoing." She listed her job as "teacher." She said she is "silly, nice and friendly." She likes to make people laugh "alot."
Hanya saja ada satu masalah: Dia tidak menyukai saya. Dan saya mengira, salah satu variabel yang belum saya perhitungkan adalah kompetisi. Siapa sajakah para wanita lain yang ada situs-situs kencan ini? Saya menemukan SmileyGirl1978. Dia bilang dia adalah seorang "gadis yang menyenangkan dan supel." Dia menuliskan guru sebagai pekerjaannya. Dia bilang dia "konyol, baik dan ramah." Dia suka untuk membuat orang "banyak" tertawa.
At this moment I knew, clicking profile after profile that looked like this, that I needed to do some market research. So I created 10 fake male profiles. Now, before I lose all of you --
Pada saat ini saya tahu, dengan mengklik satu profil ke profil lainnya yang tampak seperti ini, bahwa saya perlu melakukan riset pasar. Jadi saya ciptakan 10 profil laki-laki Sekarang, sebelum saya kehilangan Anda semua --
(Laughter) --
(Tertawa)--
understand that I did this strictly to gather data about everybody else in the system. I didn't carry on crazy Catfish-style relationships with anybody. I really was just scraping their data. But I didn't want everybody's data. I only wanted data on the women who were going to be attracted to the type of man that I really, really wanted to marry.
pahamilah bahwa saya melakukan ini hanya untuk mengumpulkan data tentang orang lain di dalam sistem. Saya tidak lantas melakukan hubungan gaya "Catfish" dengan siapa saja. Saya benar-benar hanya mengais data mereka. Tapi saya tidak ingin data semua orang. Saya hanya ingin data wanita yang sekiranya akan tertarik pada tipe lelaki yang saya sangat, sangat ingin nikahi. (Tertawa)
When I released these men into the wild, I did follow some rules. So I didn't reach out to any woman first. I just waited to see who these profiles were going to attract, and mainly what I was looking at was two different data sets. So I was looking at qualitative data, so what was the humor, the tone, the voice, the communication style that these women shared in common? And also quantitative data, so what was the average length of their profile, how much time was spent between messages? What I was trying to get at here was that I figured, in person, I would be just as competitive as a SmileyGirl1978. I wanted to figure out how to maximize my own profile online.
Ketika saya melepaskan para laki-laki (palsu) ini ke alam liar, saya mengikuti beberapa aturan. Jadi saya tidak menjangkau setiap wanita terlebih dahulu. Saya hanya menunggu untuk melihat bagaimana profil ini nantinya akan menarik, dan utamanya apa yang saya cari adalah dua set data yang berbeda. Jadi saya melihat data kualitatif, seperti apa saja humor, bagaimana nada, suara, gaya komunikasi yang dimiliki oleh kesemua wanita ini? Dan juga data kuantitatif, seperti berapa rata-rata panjang profil mereka, berapa banyak waktu yang dihabiskan antara pesan-pesan? Apa yang saya coba dapatkan di sini adalah bahwa saya akan menemukan cara untuk sekompetitif SmileyGirl1978. Saya ingin mencari cara tahu bagaimana untuk memaksimalkan profil online saya sendiri.
Well, one month later, I had a lot of data, and I was able to do another analysis. And as it turns out, content matters a lot. So smart people tend to write a lot -- 3,000, 4,000, 5,000 words about themselves, which may all be very, very interesting. The challenge here, though, is that the popular men and women are sticking to 97 words on average that are written very, very well, even though it may not seem like it all the time. The other hallmark of the people who do this well is that they're using non-specific language. So in my case, "The English Patient" is my most favorite movie ever, but it doesn't work to use that in a profile, because that's a superficial data point, and somebody may disagree and decide they don't want to go out because they didn't like sitting through the three-hour movie.
Yah, satu bulan kemudian, Saya punya banyak data, dan saya mampu melakukan analisis lainnya. Dan ternyata, konten sangat berperan. Jadi orang pintar cenderung menulis banyak -- 3.000, 4.000, 5.000 kata tentang diri mereka sendiri, yang semua mungkin sangat, sangat menarik. Tantangan di sini, meskipun, bahwa para pria dan wanita populer berada pada rata-rata 97 kata yang ditulis dengan sangat, sangat baik, meskipun ini mungkin tidak selamanya tampak seperti itu. Ciri khas lain dari orang-orang yang melakukan hal ini dengan baik adalah bahwa mereka menggunakan bahasa non-spesifik. Jadi dalam kasus saya, Anda tahu, "The English Patient" adalah film paling favorit saya sepanjang masa, Tapi itu tidaklah berhasil jika dicantumkan dalam profil, karena itulah poin data yang dangkal, dan seseorang mungkin tidak setuju dengan saya dan memutuskan mereka tidak ingin pergi dengan saya karena mereka tidak suka duduk menonton film selama tiga jam.
Also, optimistic language matters a lot. So this is a word cloud highlighting the most popular words that were used by the most popular women, words like "fun" and "girl" and "love." And what I realized was not that I had to dumb down my own profile. Remember, I'm somebody who said that I speak fluent Japanese and I know JavaScript and I was okay with that. The difference is that it's about being more approachable and helping people understand the best way to reach out to you.
Juga, bahasa optimis sangat berpengaruh. Jadi ini adalah awan kata (word cloud) menyoroti kata-kata yang paling populer yang digunakan oleh para wanita yang paling populer, kata-kata seperti "menyenangkan" dan "girl" dan "cinta." Dan apa yang saya sadari adalah bahwa tidak berarti saya harus membuat profil saya tampak bodoh. Ingat, kan bahwa saya adalah orang yang mengatakan bahwa saya fasih berbicara bahasa Jepang dan menguasai JavaScript dan saya bangga dengan itu. Perbedaannya ada pada bagaimana menjadi lebih mudah didekati dan membantu orang memahami
And as it turns out, timing is also really, really important.
cara terbaik untuk menjangkau Anda.
Just because you have access to somebody's mobile phone number or their instant message account and it's 2 o'clock in the morning and you happen to be awake, doesn't mean that that's a good time to communicate with those people. The popular women on these online sites spend an average of 23 hours in between each communication. And that's what we would normally do in the usual process of courtship.
Dan ternyata, waktu sangat, sangatlah penting. Hanya karena Anda memiliki akses ke nomor ponsel seseorang atau akun pesan instan mereka dan waktu menunjukkan pukul 2 dini hari dan Anda kebetulan masih terjaga, itu tidak berarti bahwa itu adalah waktu yang baik untuk berkomunikasi dengan orang-orang tersebut. Para wanita yang populer di situs online ini rata-rata menghabiskan 23 jam di antara setiap komunikasi. Dan itulah apa yang biasanya kita lakukan
And finally -- there were the photos. All of the women who were popular showed some skin. They all looked really great, which turned out to be in sharp contrast to what I had uploaded.
dalam proses pacaran biasa. Dan akhirnya, foto-foto. Semua wanita yang populer menunjukkan beberapa bagian tubuh (baju agak terbuka). Mereka semua tampak hebat, yang ternyata sangat kontras dengan foto-foto yang saya unggah.
(Laughter)
Ketika saya memiliki semua informasi ini,
Once I had all of this information, I was able to create a super profile, so it was still me, but it was me optimized now for this ecosystem. And as it turns out, I did a really good job. I was the most popular person online.
Saya mampu membuat profil super, tentang diri saya, tapi telah saya optimalkan untuk ekosistem ini. Dan ternyata, saya melakukan pekerjaan yang benar-benar baik. Saya adalah orang yang paling populer online.
(Laughter)
(Tertawa)
(Applause)
(Tepuk tangan)
And as it turns out, lots and lots of men wanted to date me. So I call my mom, I call my sister, I call my grandmother. I'm telling them about this fabulous news, and they say, "This is wonderful! How soon are you going out?" I said, "Actually, I'm not going to go out with anybody." Because remember, in my scoring system, they have to reach a minimum threshold of 700 points, and none of them have done that. They said, "What? You're still being too damn picky."
Dan ternyata, banyak dan banyak pria ingin berkencan dengan saya. Jadi saya telepon ibu, kakak, dan nenek saya. Saya memberitahu mereka tentang berita hebat ini, dan mereka berkata, "Ini luar biasa! Seberapa cepat kamu akan pergi berkencan?" Dan saya berkata, "Yah, sebenarnya, saya tidak akan pergi dengan siapa pun." Karena ingat, dalam sistem penilaian saya, mereka harus mencapai batas minimal 700 poin, dan tidak satupun dari mereka yang mencapainya. Mereka berkata, "Hah? Kamu masih tetap saja terlalu pilih-pilih."
Well, not too long after that, I found this guy, Thevenin, and he said that he was culturally Jewish, he said that his job was an arctic baby seal hunter, which I thought was very clever. He talked in detail about travel. He made a lot of really interesting cultural references. He looked and talked exactly like what I wanted, and immediately, he scored 850 points. It was enough for a date.
Nah, tak lama setelah itu, Saya menemukan orang ini, Thevenin, dan ia berkata bahwa ia dibesarkan dalam budaya Yahudi, dia berkata bahwa pekerjaannya adalah pemburu bayi anjing laut artik yang kupikir sangatlah hebat. Dia berbicara secara rinci tentang perjalanan. Dia membuat banyak referensi budaya yang menarik. Dia terlihat dan berbicara persis seperti apa yang saya inginkan, dan dengan segera, ia mencetak poin 850. Itu sudah cukup untuk sebuah kencan.
Three weeks later, we met up in person for what turned out to be a 14-hour-long conversation that went from coffee shop to restaurant to another coffee shop to another restaurant, and when he dropped me back off at my house that night I re-scored him --
Tiga minggu kemudian, kami bertemu secara langsung yang lantas menjadi percakapan selama 14 jam mulai dari kedai kopi ke restoran ke kedai kopi lainnya, lalu ke restoran lainnya, dan ketika ia mengantarkan saya ke rumah malam itu saya memberi skor baru padanya --
[1,050 points!]
[1.050 poin!] --
Thought, you know what, this entire time, I haven't been picky enough. Well, a year and a half after that, we were non-cruise ship traveling through Petra, Jordan, when he got down on his knee and proposed. A year after that, we were married, and about a year and a half after that, our daughter, Petra, was born.
walaupun, Anda tahu, sepanjang waktu ini saya belumlah cukup pemilih. Yah, setahun setengah setelah itu, kami bepergian tanpa berlayar ke Petra, Yordania, dimana dia berlutut dan melamar saya. Setahun setelah itu, kami menikah, dan kira-kira satu setengah tahun setelah itu, putri kami, Petra, lahir.
Audience: Oh!
(Tepuk tangan)
(Applause)
[What it means...]
Obviously, I'm having a fabulous life, so --
Jelas, saya memiliki kehidupan yang hebat, maka--
(Laughter)
(Tertawa)--
The question is, what does all of this mean for you?
pertanyaannya adalah, apakah artinya semua ini bagi Anda?
Well, as it turns out, there is an algorithm for love. It's just not the ones that we're being presented with online. In fact, it's something that you write yourself. So whether you're looking for a husband or a wife or you're trying to find your passion or you're trying to start a business, all you have to really do is figure out your own framework and play by your own rules, and feel free to be as picky as you want.
Yah, ternyata, ada sebuah algoritma untuk cinta. Hanya saja bukanlah yang selama ini disajikan dalam dunia kencan online. Pada kenyataannya, algoritma itu adalah sesuatu yang Anda tulis sendiri. Jadi apakah Anda sedang mencari seorang suami atau istri atau Anda mencoba untuk menemukan gairah Anda atau Anda sedang mencoba untuk memulai bisnis, yang harus Anda benar-benar lakukan adalah menemukan kerangka pikir Anda sendiri dan bermain dengan aturan Anda sendiri, dan merasa bebas untuk menjadi sangat pemilih seperti yang Anda inginkan.
Well, on my wedding day, I had a conversation again with my grandmother, and she said, "All right, maybe I was wrong. It looks like you did come up with a really, really great system. Now, your matzah balls ... They should be fluffy, not hard."
Nah, pada hari pernikahan saya saya berbincang dengan nenek saya, dan dia berkata, "Baiklah, mungkin saya salah. Sepertinya kamu berhasil menemukan sistem yang sungguh amat hebat. Sekarang, kalau memasak "bola-bola 'matzoh'" ingatlah bola-bolanya harus lembut, tidak keras."
(Laughter)
Dan kali ini saya akan mendengarkan nasihatnya.
And I'll take her advice on that.
(Tepuk tangan)
(Applause)