Speaking up is hard to do. I understood the true meaning of this phrase exactly one month ago, when my wife and I became new parents. It was an amazing moment. It was exhilarating and elating, but it was also scary and terrifying. And it got particularly terrifying when we got home from the hospital, and we were unsure whether our little baby boy was getting enough nutrients from breastfeeding. And we wanted to call our pediatrician, but we also didn't want to make a bad first impression or come across as a crazy, neurotic parent. So we worried. And we waited. When we got to the doctor's office the next day, she immediately gave him formula because he was pretty dehydrated. Our son is fine now, and our doctor has reassured us we can always contact her. But in that moment, I should've spoken up, but I didn't.
Angkat bicara tidak mudah dilakukan. Saya menyadari makna kalimat ini tepat sebulan yang lalu, saat mulai menjadi orang tua. Saat yang menakjubkan. Menggembirakan, tapi juga mengkhawatirkan. Kekhawatiran itu makin menjadi ketika kami pulang ke rumah dari rumah sakit, kami tak yakin apakah bayi laki-laki kami mendapat nutrisi yang cukup dari ASI. Ingin rasanya menelepon dokter anak kami, namun kami tak ingin memberi kesan buruk atau dianggap sebagai orang tua yang hilang akal. Dengan pertimbangan itu, kami pilih menunggu. Saat tiba giliran konsultasi keesokan harinya, dokter anak ini memberikan susu formula karena bayi kami mengalami dehidrasi. Sekarang dia baik-baik saja, dokter kami juga berkata bahwa dirinya bisa dihubungi kapanpun. Saat itu, seharusnya saya angkat bicara, tapi saya tidak.
But sometimes we speak up when we shouldn't, and I learned that over 10 years ago when I let my twin brother down. My twin brother is a documentary filmmaker, and for one of his first films, he got an offer from a distribution company. He was excited, and he was inclined to accept the offer. But as a negotiations researcher, I insisted he make a counteroffer, and I helped him craft the perfect one. And it was perfect -- it was perfectly insulting. The company was so offended, they literally withdrew the offer and my brother was left with nothing.
Ada kalanya kita angkat bicara pada saat yang tidak seharusnya, saya menyadari ini saat membuat kembaran saya kecewa 10 tahun lalu. Dia pembuat film dokumenter, salah satu karyanya, ditawar oleh sebuah perusahaan distribusi. Ia merasa senang, dan hampir saja menerima tawaran itu. Tapi sebagai peneliti di bidang negosiasi, saya meyakinkannya untuk menaikkan tawaran, dan membantu menuliskannya dengan sempurna. Benar-benar sempurna -- sangat menghina. Perusahaan itu merasa tersinggung, lalu membatalkan tawaran tersebut kembaran saya kehilangan segalanya.
And I've asked people all over the world about this dilemma of speaking up: when they can assert themselves, when they can push their interests, when they can express an opinion, when they can make an ambitious ask.
Saya bertanya pada orang-orang mengenai dilema angkat bicara ini: saat berkata tegas, saat menyampaikan keinginan, saat menyatakan pendapat, saat bertanya dengan penuh ambisi.
And the range of stories are varied and diverse, but they also make up a universal tapestry. Can I correct my boss when they make a mistake? Can I confront my coworker who keeps stepping on my toes? Can I challenge my friend's insensitive joke? Can I tell the person I love the most my deepest insecurities?
Hasilnya bermacam-macam dan berbeda-beda, namun ada kesamaan. Apa boleh mengoreksi kesalahan atasan? Apa boleh menentang kolega yang suka menginjak-injak? Apa boleh membalas gurauan yang seenaknya saja dilontarkan? Apa boleh kita menceritakan rasa ketidaknyamanan kepada orang tersayang?
And through these experiences, I've come to recognize that each of us have something called a range of acceptable behavior. Now, sometimes we're too strong; we push ourselves too much. That's what happened with my brother. Even making an offer was outside his range of acceptable behavior. But sometimes we're too weak. That's what happened with my wife and I. And this range of acceptable behaviors -- when we stay within our range, we're rewarded. When we step outside that range, we get punished in a variety of ways. We get dismissed or demeaned or even ostracized. Or we lose that raise or that promotion or that deal.
Melalui semua pertanyaan itu, saya menyadari bahwa masing-masing dari kita memiliki tolok ukur kewajaran dalam bertindak. Kadang kita berlebihan; terlalu memaksakan kehendak. Itu yang dialami kembaran saya. Menaikkan tawaran baginya masuk ke dalam sikap tidak wajar. Tapi kadang kita terlalu lemah. Itu yang dialami saya dan istri saya. Mengenai ukuran kewajaran ini -- saat bertindak dalam batas wajar, kita dapat pujian. Ketika bertindak di luar batas wajar, kita dapat sanksi yang bermacam jenisnya. Dijauhi, dihujat, atau bahkan dikucilkan. Atau gagal mendapat kenaikan gaji, jabatan atau kesepakatan bisnis.
Now, the first thing we need to know is: What is my range? But the key thing is, our range isn't fixed; it's actually pretty dynamic. It expands and it narrows based on the context. And there's one thing that determines that range more than anything else, and that's your power. Your power determines your range. What is power? Power comes in lots of forms. In negotiations, it comes in the form of alternatives. So my brother had no alternatives; he lacked power. The company had lots of alternatives; they had power. Sometimes it's being new to a country, like an immigrant, or new to an organization or new to an experience, like my wife and I as new parents. Sometimes it's at work, where someone's the boss and someone's the subordinate. Sometimes it's in relationships, where one person's more invested than the other person.
Hal pertama yang harus kita ketahui: Apa ukuran kewajaran kita? Namun perlu diketahui, tolok ukur ini tidak selalu sama; sebenarnya cukup dinamis. Berubah tergantung konteksnya. Hal yang paling berpengaruh, adalah kekuasaan. Kekuasaan menentukan ukuran kewajaran. Apa itu kekuasaan? Banyak bentuknya, Dalam sebuah negosiasi, kekuasaan dapat berbentuk alternatif. Kembaran saya tidak memiliki alternatif; ia tak berkuasa. Perusahaan itu memiliki alternatif; mereka berkuasa. Menjadi orang baru di suatu negara, contohnya imigran, orang baru di suatu organisasi atau mendapat pengalaman baru, seperti kami saat baru menjadi orang tua. Di dunia kerja, antara atasan dan bawahan. Dalam hubungan antar manusia, saat seseorang memberi lebih daripada yang ia terima.
And the key thing is that when we have lots of power, our range is very wide. We have a lot of leeway in how to behave. But when we lack power, our range narrows. We have very little leeway. The problem is that when our range narrows, that produces something called the low-power double bind. The low-power double bind happens when, if we don't speak up, we go unnoticed, but if we do speak up, we get punished.
Pada intinya ketika berkuasa, tolok ukurnya sangatlah luas. Ada banyak pilihan. Ketika tidak berkuasa, tolok ukur itu menyempit. Pilihan menjadi terbatas. Saat hal itu terjadi, timbul situasi serba salah. Serba salah ini muncul ketika kalau tidak angkat bicara, tidak dihiraukan, kalau angkat bicara, terkena sanksi.
Now, many of you have heard the phrase the "double bind" and connected it with one thing, and that's gender. The gender double bind is women who don't speak up go unnoticed, and women who do speak up get punished. And the key thing is that women have the same need as men to speak up, but they have barriers to doing so. But what my research has shown over the last two decades is that what looks like a gender difference is not really a gender double bind, it's a really a low-power double bind. And what looks like a gender difference are really often just power differences in disguise. Oftentimes we see a difference between a man and a woman or men and women, and think, "Biological cause. There's something fundamentally different about the sexes." But in study after study, I've found that a better explanation for many sex differences is really power. And so it's the low-power double bind. And the low-power double bind means that we have a narrow range, and we lack power. We have a narrow range, and our double bind is very large.
Seperti kita ketahui "serba salah" dikaitkan dengan jenis kelamin. Wanita yang tidak angkat bicara tidak dihiraukan, sedangkan mereka yang angkat bicara, dicela. Padahal sama halnya dengan pria, wanita juga perlu angkat bicara, namun mereka memiliki hambatan. Riset saya selama 20 tahun terakhir membuktikan bahwa apa yang kita anggap perbedaan gender bukan situasi serba salah yang dikarenakan gender, melainkan serba salah karena tak berkuasa. Perbedaan gender ini merupakan bentuk perbedaan kekuasaan yang terselubung. Sering kali perbedaan antara pria dan wanita atau pria dan wanita secara umumnya kita anggap sebagai faktor biologis. Ada perbedaan fundamental yang berkaitan dengan jenis kelamin. Setelah menelusuri lebih lanjut, saya menemukan penjelasan yang lebih tepat yaitu berujung pada kekuasaan. Perasaan serba salah yang berujung pada kekuasaan. Yang berarti menyempitnya jangkauan, tidak punya kuasa. Jangkauan kuasa sempit, situasi serba salah yang makin menjadi.
So we need to find ways to expand our range. And over the last couple decades, my colleagues and I have found two things really matter. The first: you seem powerful in your own eyes. The second: you seem powerful in the eyes of others. When I feel powerful, I feel confident, not fearful; I expand my own range. When other people see me as powerful, they grant me a wider range. So we need tools to expand our range of acceptable behavior. And I'm going to give you a set of tools today. Speaking up is risky, but these tools will lower your risk of speaking up.
Ukuran ini perlu diubah. Selama berpuluh tahun belakangan, saya dan rekan kerja menemukan dua hal penentu. Satu: Berkuasa di mata diri sendiri. Dua: Berkuasa di mata orang lain. Saat saya merasa berkuasa, saya percaya diri, tidak takut; jangkauan saya melebar. Saat orang lain melihat saya berkuasa, mereka memberi kebebasan lebih kepada saya. Kita memerlukan cara untuk mengubah jangkauan kepercayaan diri. Saya akan menunjukkan caranya hari ini. Angkat bicara itu berisiko, tapi cara ini akan menurunkan risiko itu.
The first tool I'm going to give you got discovered in negotiations in an important finding. On average, women make less ambitious offers and get worse outcomes than men at the bargaining table. But Hannah Riley Bowles and Emily Amanatullah have discovered there's one situation where women get the same outcomes as men and are just as ambitious. That's when they advocate for others. When they advocate for others, they discover their own range and expand it in their own mind. They become more assertive. This is sometimes called "the mama bear effect." Like a mama bear defending her cubs, when we advocate for others, we can discover our own voice.
Cara pertama yang akan saya berikan berasal dari negosiasi sebuah penemuan penting. Rata-rata, wanita mengajukan tawaran yang kurang ambisius dan hasilnya tidak sebagus pria. Hannah Riley Bowles dan Emily Amanatullah menemukan bahwa ada situasi di mana hasil yang dicapai wanita dan pria sama dan sama-sama ambisius. Yaitu saat seorang wanita memberi saran kepada wanita lain. Saat itu, mereka menyadari jangkauan yang mereka miliki dan mengembangkannya. Mereka jadi lebih meyakinkan. Hal ini disebut "efek ibu beruang". Seperti ibu beruang yang melindungi anaknya, saat memberi saran kepada orang lain, kita dapat tersadar akan diri sendiri.
But sometimes, we have to advocate for ourselves. How do we do that? One of the most important tools we have to advocate for ourselves is something called perspective-taking. And perspective-taking is really simple: it's simply looking at the world through the eyes of another person. It's one of the most important tools we have to expand our range. When I take your perspective, and I think about what you really want, you're more likely to give me what I really want.
Namun kadang kita perlu memberi saran pada diri sendiri. Bagaimana caranya? Satu hal yang paling penting ketika memberi saran pada diri sendiri adalah sudut pandang. Adalah hal yang sederhana: melihat dunia dengan sudut pandang orang lain. Sudut pandang sangatlah penting untuk memperluas jangkauan kita. Dengan melihat dari sudut pandang Anda, sambil memikirkan apa yang Anda mau, semakin besar kesempatan saya untuk dapat apa yang saya mau dari Anda.
But here's the problem: perspective-taking is hard to do. So let's do a little experiment. I want you all to hold your hand just like this: your finger -- put it up. And I want you to draw a capital letter E on your forehead as quickly as possible. OK, it turns out that we can draw this E in one of two ways, and this was originally designed as a test of perspective-taking. I'm going to show you two pictures of someone with an E on their forehead -- my former student, Erika Hall. And you can see over here, that's the correct E. I drew the E so it looks like an E to another person. That's the perspective-taking E because it looks like an E from someone else's vantage point. But this E over here is the self-focused E. We often get self-focused. And we particularly get self-focused in a crisis.
Hanya saja: melihat dari sudut pandang orang lain tak mudah dilakukan. Mari kita lakukan percobaan. Angkat tangan Anda seperti ini telunjuk -- mengarah ke atas. Ukir huruf "E" kapital di dahi secepat mungkin. Oke, ternyata mengukir huruf E bisa dilakukan dengan dua cara, tes ini memang untuk menguji kemampuan melihat dari sudut pandang lain. Saya akan menampilkan dua foto seseorang dengan huruf E di dahinya -- mantan murid saya, Erika Hall. Coba lihat di sini, huruf E yang benar. Saya buat huruf E-nya tampak seperti E yang benar bagi orang lain. Ini disebut sudut pandang huruf E karena tampak seperti E di mata orang lain. Tapi E yang di sebelah sini adalah E kita sendiri. Kita sering memikirkan diri sendiri. Kita menjadi lebih fokus pada diri sendiri pada saat krisis.
I want to tell you about a particular crisis. A man walks into a bank in Watsonville, California. And he says, "Give me $2,000, or I'm blowing the whole bank up with a bomb." Now, the bank manager didn't give him the money. She took a step back. She took his perspective, and she noticed something really important. He asked for a specific amount of money.
Saya punya kisah mengenai krisis. Seorang pria mendatangi sebuah bank di Watsonville, California. Ia berkata, "Serahkan $2000, atau saya ledakkan tempat ini." Manajer bank tidak langsung menyerahkan uangnya. Ia berpikir. Mencoba melihat dari sudut pandang pria itu dan menyadari hal penting. Pria ini meminta jumlah uang yang spesifik.
So she said, "Why did you ask for $2,000?"
Manajer tersebut berkata, "Kenapa $2000?"
And he said, "My friend is going to be evicted unless I get him $2,000 immediately."
Pria itu menjawab, "Temanku akan diusir bila tak segera memberinya $2000."
And she said, "Oh! You don't want to rob the bank -- you want to take out a loan."
Lalu manajer itu berkata, "Oh! Anda tidak bermaksud merampok -- maksud Anda adalah pinjaman."
(Laughter)
(Tawa)
"Why don't you come back to my office, and we can have you fill out the paperwork."
"Ayo ikut ke ruangan saya, saya akan tunjukkan caranya."
(Tawa)
(Laughter)
Dengan melihat dari sudut pandang si pria sang manajer mampu meredakan ketegangan.
Now, her quick perspective-taking defused a volatile situation. So when we take someone's perspective, it allows us to be ambitious and assertive, but still be likable.
Dengan memahami sudut pandang orang lain, kita tampil meyakinkan tapi tetap diterima pada saat yang sama.
Here's another way to be assertive but still be likable, and that is to signal flexibility. Now, imagine you're a car salesperson, and you want to sell someone a car. You're going to more likely make the sale if you give them two options. Let's say option A: $24,000 for this car and a five-year warranty. Or option B: $23,000 and a three-year warranty. My research shows that when you give people a choice among options, it lowers their defenses, and they're more likely to accept your offer.
Cara lain agar tetap meyakinkan dan juga diterima, adalah tunjukkan fleksibilitas. Bayangkan Anda sebagai penjual mobil dan Anda sedang menawari seorang pembeli. Peluang keberhasilan Anda membesar ketika Anda menawarkan 2 pilihan. Misalnya, pilihan A: harga $24.000 ditambah garansi 5 tahun. Atau pilihan B: harga $23.000 ditambah garansi 3 tahun. Penelitian saya menunjukkan bahwa bila seseorang ditawari beberapa pilihan, pertahanan melemah, kecenderungan menerima usulan meningkat.
And this doesn't just work with salespeople; it works with parents. When my niece was four, she resisted getting dressed and rejected everything. But then my sister-in-law had a brilliant idea. What if I gave my daughter a choice? This shirt or that shirt? OK, that shirt. This pant or that pant? OK, that pant. And it worked brilliantly. She got dressed quickly and without resistance.
Ini tak hanya terjadi pada penjualan; tapi juga orang tua. Saat berumur 4 tahun, ponakan saya menolak berpakaian, apapun itu. Hingga akhirnya kakak saya memiliki sebuah ide. Bagaimana kalau saya tawari dia pilihan? Kaos yang ini atau itu? Oke, yang itu. Celana yang ini atau itu? Oke, yang itu. Idenya berhasil. Ponakan saya tidak lagi menolak berpakaian.
When I've asked the question around the world when people feel comfortable speaking up, the number one answer is: "When I have social support in my audience; when I have allies." So we want to get allies on our side. How do we do that? Well, one of the ways is be a mama bear. When we advocate for others, we expand our range in our own eyes and the eyes of others, but we also earn strong allies.
Ketika saya bertanya pada orang-orang kapankah mereka berani angkat bicara? jawaban yang muncul pertama: "Saat mendapat dukungan pendengar; saat saya punya kawan." Intinya, kita ingin punya kawan. Bagaimana caranya? Salah satunya dengan menjadi ibu beruang. Ketika kita memberi anjuran, kita kembangkan jangkauan kita di hadapan diri sendiri dan orang lain, dan juga memperoleh kawan.
Another way we can earn strong allies, especially in high places, is by asking other people for advice. When we ask others for advice, they like us because we flatter them, and we're expressing humility. And this really works to solve another double bind. And that's the self-promotion double bind. The self-promotion double bind is that if we don't advertise our accomplishments, no one notices. And if we do, we're not likable.
Cara lain untuk mendapat dukungan, terlebih dari yang posisinya lebih tinggi, adalah dengan meminta nasihat. Saat dimintai nasihat, orang jadi senang karena itu sama halnya dengan pujian, dan penghormatan. Hal ini sangat manjur untuk mengatasi keserbasalahan. Serba salah dalam hal mempromosikan diri sendiri. Serba salah tipe ini terjadi jika kita tidak mempromosikan pencapaian, tidak ada yang menyadari. Tapi saat kita promosikan, tidak disukai.
But if we ask for advice about one of our accomplishments, we are able to be competent in their eyes but also be likeable. And this is so powerful it even works when you see it coming. There have been multiple times in life when I have been forewarned that a low-power person has been given the advice to come ask me for advice. I want you to notice three things about this: First, I knew they were going to come ask me for advice. Two, I've actually done research on the strategic benefits of asking for advice. And three, it still worked! I took their perspective, I became more invested in their cause, I became more committed to them because they asked for advice.
Namun jika kita minta nasihat tentang pencapaian kita, kita tampak kompeten di mata orang lain dan juga disukai. Ini benar-benar berguna apalagi saat Anda menyadarinya lebih awal. Beberapa kali dalam hidup, saya mendapat peringatan di awal bahwa orang-orang yang tak memiliki kuasa akan datang meminta nasihat kepada saya. Saya ingin Anda menyadari tiga hal dari sini: Pertama, saya tahu mereka akan datang untuk meminta nasihat. Kedua, saya sudah melakukan riset tentang keuntungan dari meminta nasihat. Yang ketiga, itu masih juga berhasil! Melalui sudut pandang mereka, saya memberi mereka perhatian lebih, saya lebih berkomitmen karena dimintai nasehat.
Now, another time we feel more confident speaking up is when we have expertise. Expertise gives us credibility. When we have high power, we already have credibility. We only need good evidence. When we lack power, we don't have the credibility. We need excellent evidence.
Contoh lain saat kita jadi lebih percaya diri untuk angkat bicara adalah saat memiliki keahlian. Keahlian memberi kita kredibilitas. Saat berkuasa, kita telah memiliki kredibilitas. Kita hanya butuh sedikit bukti. Saat kita tidak berkuasa, Kita tidak berkrediblitas. Kita butuh bukti yang kuat.
And one of the ways we can come across as an expert is by tapping into our passion. I want everyone in the next few days to go up to friend of theirs and just say to them, "I want you to describe a passion of yours to me." I've had people do this all over the world and I asked them, "What did you notice about the other person when they described their passion?" And the answers are always the same. "Their eyes lit up and got big." "They smiled a big beaming smile." "They used their hands all over -- I had to duck because their hands were coming at me." "They talk quickly with a little higher pitch."
Salah satu cara untuk menjadi orang ahli adalah dengan menggunakan kegemaran. Dalam waktu beberapa hari ke depan, coba temui teman-teman Anda katakan pada mereka, "Jelaskan kegemaranmu padaku". Saya pernah meminta orang-orang melakukan hal ini lalu saya tanyai mereka, "Apa yang Anda sadari saat meminta orang menjelaskan kegemarannya?" Jawabannya selalu sama. "Matanya berbinar-binar dan besar." "Mereka tersenyum lebar." "Tangannya kemana-mana-- saya harus menghindar karena hampir kena saya." "Bicaranya cepat dengan nada yang agak tinggi."
(Laughter)
(Tertawa)
"They leaned in as if telling me a secret."
"Badannya condong seolah sedang bicara rahasia."
And then I said to them, "What happened to you as you listened to their passion?"
Lalu saya berkata, "Apa yang Anda rasakan saat mendengarkan mereka?"
They said, "My eyes lit up. I smiled. I leaned in."
Mereka jawab, "Mata saya berbinar-binar. Saya tersenyum. Saya mencondongkan diri."
When we tap into our passion, we give ourselves the courage, in our own eyes, to speak up, but we also get the permission from others to speak up. Tapping into our passion even works when we come across as too weak. Both men and women get punished at work when they shed tears. But Lizzie Wolf has shown that when we frame our strong emotions as passion, the condemnation of our crying disappears for both men and women.
Ketika kita membicarakan kegemaran, kita memberikan keberanian pada diri kita untuk angkat bicara, dan mendapat izin dari orang lain pada saat yang sama. Ini juga berlaku saat kita merasa lemah. Baik pria maupun wanita akan dicela kalau ketahuan menangis saat bekerja. Namun Lizzie Wolf membuktikan saat emosi diluapkan dalam bentuk kegemaran, tidak ada lagi celaan ketika menangis saat bekerja, baik itu pria maupun wanita.
I want to end with a few words from my late father that he spoke at my twin brother's wedding. Here's a picture of us. My dad was a psychologist like me, but his real love and his real passion was cinema, like my brother. And so he wrote a speech for my brother's wedding about the roles we play in the human comedy.
Saya ingin mengakhiri dengan beberapa kata dari almarhum ayah saya yang ia ucapkan pada pernikahan kembaran saya. Ini foto kami. Ayah adalah seorang psikolog seperti saya, tapi kecintaan dan kegemarannya ada pada perfilman, seperti kembaran saya. Ia menulis pidato untuk acara pernikahan kembaran saya tentang berperan dalam sebuah komedi.
And he said, "The lighter your touch, the better you become at improving and enriching your performance. Those who embrace their roles and work to improve their performance grow, change and expand the self. Play it well, and your days will be mostly joyful."
Ia berkata ,"Semakin sedikit persiapan semakin mudah untuk improvisasi dan memperkaya penampilan." Mereka yang menghayati peran dan mencoba meningkatkan penampilannya tumbuh, berubah, dan berkembang. Lakukan dengan baik, dan hari-harimu akan menyenangkan."
What my dad was saying is that we've all been assigned ranges and roles in this world. But he was also saying the essence of this talk: those roles and ranges are constantly expanding and evolving.
Maksud ayah saya adalah kita semua memiliki peran masing-masing. Ayah saya juga mengatakan bahwa inti pembicaraan ini: peran dan jangkauan akan selalu berkembang dan berubah.
So when a scene calls for it, be a ferocious mama bear and a humble advice seeker. Have excellent evidence and strong allies. Be a passionate perspective taker. And if you use those tools -- and each and every one of you can use these tools -- you will expand your range of acceptable behavior, and your days will be mostly joyful.
Saat dibutuhkan, jadilah ibu beruang yang garang, dan seorang pencari nasihat yang rendah hati. Miliki bukti dan dukungan yang kuat. Bersemangatlah melihat dari sudut pandang orang lain. Jika kita menggunakan cara-cara itu -- dan masing-masing dari kita bisa menggunakan cara itu -- kita kembangkan jangkauan atas perilaku yang bisa diterima dan hari-hari kita akan menyenangkan.
Thank you.
Terima kasih.
(Applause)
(Tepuk tangan)